MATA KULIAH:
Oleh:
0
BAB I
KONSELING :
HUBUNGAN YANG MEMBANTU
1
BAB I
KONSELING: HUBUNGAN YANG MEMBANTU
2
terhadap konseling sebagai suatu bentuk hubungan yang membantu perlu
perhatian khusus bagi seorang konselor.
Hubungan yang kondusif perlu dikembangkan dengan tujuan untuk
mendorong klien mengeksplorasi diri dan kemudian memperoleh pemahaman
yang utuh (insight) tentang masalah yang sedang dialaminya, baik secara
emosional, kognitif, maupun perilaku dan dalam hubungannya dengan kondisi-
kondisi pribadi dan lingkungan yang menyebabkan atau mempertahankan
masalahnya. Perlunya mengembangkan hubungan itu didasarkan pada model
konseling berpusat pribadi (person-centered counseling). Pendekatan konseling
berpusat pada pribadi dikembangkan oleh kelompok Rogerian, yakni para
pengikut pendekatan konseling berpusat pada klien (client-centered counseling)
yang dikembangkan oleh seorang ahli psikologi humanistik, yaitu Car Roger
(1951). Pendekatan ini meyakini bahwa hubungan konseling merupakan suatu
proses interpersonal antara konselor dan klien, dan kualitas hubungan
interpersonal tersebut menjadi kondisi yang penting dan mencukupi untuk
menimbulkan perubahan perilaku klien.
Untuk dapat mengembangkan hubungan konseling yang efektif, konselor
perlu menguasai penerapan beberapa bentuk keterampilan dasar konseling, yang
dapat dikelompokkan ke dalam keterampilan attending, keterampilan
mendengarkan, keterampilan mengarahkan, dan keterampilan untuk mendorong
pertumbuhan klien.
Pribadi konselor merupakan unsur yang menentukan berhasilnya proses
konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan
sikap dasar dalam berkomunikasi dengan klien. Perpaduan antara pribadi dan
keterampilan yang dimiliki konselor akan memperbesar peluang keefektifan kerja
konselor.
3
pertumbuhan, kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupan dengan
memanfaatkan sumber-sumber internal pada klien.
Shertzer dan Stone (1981) megemukakan karakteristik suatu helping
relationship sebagai berikut.
1. Merupakan suatu hubungan yang berarti bagi kedua belah pihak, yaitu
konselor dan klien.
2. Adanya relasi yang bersifat afektif.
3. Diperlukan integritas pribadi.
4. Terjadi atas kebutuhan dan persetujuan bersama antara konselor dan klien.
5. Klien membutuhkan informasi, instruksi, nasihat, bantuan, pemahaman dari
konselor.
6. Terjadi melalui komunikasi dan interaksi konselor dan klien.
7. Mempunyai struktur khusus.
8. Ada kerjasama antara konselor dan klien.
9. Konselor mudah akrab dan membuat klien merasa aman
10. Bertujuan untuk perubahan tingkah laku klien.
4
3. Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan konseling bersifat dinamis, artinya terus berkembang selaras
dengan perubahan dan pertumbuhan yang terjadi pada konselor dan klien.
kedinamisan hubungan konseling meliputi perkembangan dalam pengalaman
dan tanggung jawab klien karena ada proses belajar untuk memahami diri
serta mengembangkan dirinya.
4. Privasi
Dalam konseling dibutuhkan adanya keterbukaan. Namun keterbukaan
tersebut bersifat konfidensial, artinya kerahasiaan informasi dalam konseling
harus terjaga. Konselor tidak dibenarkan menyampaikan informasi tentang
atau dari klien kepada siapa pun tanpa seijin klien.
5. Dorongan
Selama konseling, konselor harus memberikan dorongan kepada klien untuk
meningkatkan diri. Klien memperoleh dorongan untuk melakukan perubahan
perilaku serta termotivasi untuk berani mengambil keputusan. Di samping itu,
konselor juga mendorong dirinya sendiri untuk melakukan perbaikan.
6. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan pada kejujuran. Aspek kejujuran ini akan
mempengaruhi timbulnya keterbukaan dan terciptanya komunikasi yang
terarah antar konselor dan klien.
B. Proses Konseling
5
demikian, berdasarkan beberapa literatur (Cormier & Cormier, 1985; Hackney &
Cormier, 2001; Okun, 1988), secara umum konseling berjalan melalui tahapan-
tahapan berikut: (1) pengembangan hubungan, (2) asesmen, (3) perumusan tujuan,
(4) pemilihan dan implementasi teknik/strategi intervensi, dan (5) evaluasi,
terminasi dan tindak lanjut. Tahapan ini dapat diilustrasikan melalui gambar
brikut:
Evaluasi, terminasi,
& tindak lanjut
Pemilihan &
implementasi strategi
Perumusan
tujuan
Asesmen
masalah
Pengembangan
hubungan
Gambar 1.1.
Tahapan Konseling
1. Pengembangan hubungan
6
bahwa hubungan akan berkembang dengan baik jika konselor dapat membangun
suatu aliansi terapeutik dengan klien atau mengkomunikasikan rapport pada klien.
7
2. Asesmen
8
Corsini & Wedding, 1995; Rudolph & Thompson, 2001). Dengan kata lain,
masalah klien dapat bersumber dari hambatan emosional, kontingensi perilaku,
kesalahan dalam mempersepsi realitas, atau kontingensi kontekstual/sistemik.
9
tujuan. Pertama, konselor perlu memiliki keterampilan inferensial, yakni
kemampuan untuk dapat menangkap dengan jelas pesan-pesan klien dan
kemudian memikirkan sikap dan perilaku-perilaku alternatif bahkan meskipun
konselor sedang mendengarkan klien. Keetrampilan yang kedua adalah
kemampuan untuk mendeferensiasikan, yakni kemampuan untuk membedakan
antara tujuan jangka panjang (ultimate goal), tujuan jangka menengah
(intermediate goal), dan tujuan jangka pendek (immediate goal). Salah satu
contoh tujuan jangka panjang misalnya berkenaan dengan apa yang diinginkan
atau ingin dilakukan setelah lulus dari suatu sekolah (Jika saya lulus nanti, saya
akan ..........). Untuk dapat mencapai tujuan jangka panjang, klien harus mampu
untuk memikirkan tujuan jangka menengah (dalam enam bulan ke depan saya
merencanakan untuk ..........), dan tujuan jangka pendek (Saya ingin agar mulai
besok pagi saya dapat melakukan hal-hal berikut ini).
10
klien mencapai tujuan atau perubahan perilaku yang diinginkannya (Hackney &
Cormier, dalam Cormier & Cormier, 1985).
11
Untuk dapat memilih strategi dengan tepat, konselor perlu memiliki
pengetahuan yang memadai tentang gangguan perilaku beserta gejala-gejalanya
dan berbagai orientasi teoretik konseling. Setelah teknik atau strategi intervensi
dipilih, maka strategi tersebut perlu segera dilaksanakan atau diimpelementasikan
oleh konselor. Dalam mengimplementasikan strategi, konselor perlu
memperhatikan langkah-langkah prosedural yang telah dipreskripsikan oleh
strategi yang dipilih tersebut.
Beberapa bentuk tindak lanjut ini antara lain berupa pertimbangan tentang
apakah konseling dihentikan, apakah konseling dilanjutkan dengan menggunakan
strategi yang lain, atau apakah klien dirujuk ke konselor atau pihak lain yang
dipandang lebih ahli. Sebaliknya, jika konseling telah membawa perubahan yang
diinginkan, maka hubungan konseling dapat diakhiri. Dalam hal ini, konselor
12
dapat langsung menghentikan program konseling atau membuat kondisi-kondisi
tertentu untuk dijaga atau dilaksanakan oleh klien agar perubahan yang terjadi
tetap terpelihara bahkan semakin baik.
C. Karakteristik Konselor
13
konseling. Semakin banyak pengalaman, biasanya konselor makin baik dalam
kongruensi, empati, dan respek atau penghargaan positif. Dengan demikian
konselor akan lebih berhasil mengkomunikasikan kondisi-kondisi tersebut
kepada klien.
2. Tipe hubungan konseling
Keefektifan konseling juga bergantung pada tipe hubungan yang diciptakan
oleh konselor dengan klien. Konselor yang berhasil tidak hanya menjalin
hubungan obyektif atau rasional-kognitif semata, tetapi dapat menciptakan
hubungan perasaan, artinya mampu mengeksplorasi perasaan klien.
3. Faktor non intelektual
Penelitian tentang hubungan antara keefektifan konseling dengan kepribadian
konselor menunjukkan bahwa konselor yang efektif dapat dibedakan dengan
yang tidak efektif dalam aspek citra diri, motivasi, nilai-nilai, perasaan
terhadap orang lain, unjuk kerja dalam penggunaan instrumen psikologis. Di
samping itu, konselor yang efektif mempunyai sikap toleran terhadap
pertentangan, penuh pemahaman terhadap klien, dan mampu menciptakan
hubungan sosial dengan orang lain.
14
9. Berpandangan mutakhir dan mempunyai wawasan tentang peristiwa
kehidupan.
10. Mampu mengidentifikasi pola tingkah laku yang merusak diri dan membantu
klien merubahnya menjadi pola tingkah laku yang memuaskan.
11. Terampil membantu klien agar dapat memahami diri.
15
6. Kemampuan untuk paham dan bekerja dalam sistem sosial; yang mencakup
kesadaran akan keluarga dan hubungan kerja dengan klien, termasuk juga
sensitivitas terhadap dunia sosial klien yang mungkin bersumber dari
perbedaan gender, etnis, orientasi jenis kelamin, atau kelompok umur.
7. Terbuka untuk belajar dan bertanya; meliputi kemampuan untuk waspada
terhadap latar belakang masalah klien, terbuka terhadap pengetahuan baru, dan
dapat menggunakan hasil riset untuk kegiatab praktik.
16
D. Kondisi Yang Memfasilitasi Hubungan Konseling
17
positif (positive regard) sebagai kualitas-kualitas yang harus dikomunikasikan
oleh konselor kepada klien untuk mengembangkan hubunga yang kondusif.
Ketiga kondisi pertumbuhan tersebut sering disebut sebagai kondisi inti atau
kondisi fasilitatif hubungan dan dapat dikomunikasikan oleh konselor melalui
ucapan-ucapan (verbal) maupun melalui isyarat tubuh (nonverbal).
1. Empati (Empathy)
18
Menggunakan respon verbal yang berkenaan dengan perasaan klien.
Menggunakan respon verbal untuk menyatakan pesan klien secara implisit.
Egan (1987) mengemukakan lima tataran (tingkatan) dalam mengkomunikasikan
empati secara verbal sebagai berikut.
Tataran 1 : Dikomunikasikan dalam bentuk pertanyaan, penentraman,
penyangkalan, dan nasihat.
Tataran 2 : Hanya memusatkan pada isi atau bagiab kognisi pesan,
perasaan/emosi diabaikan.
Tataran 3 : Memahami tetapi tidak ada arahan; merefleksikan perasaan dan
makna/situasi.
Tataran 4 : Memahami dan memberikan arahan; mengidentifikasi perasaan
dan kekurangan klien.
Tataran 5 : Mengandung semua isi tataran 4 ditambah dengan sekurang-
kurangnya satu langkah tindakan yang dapat diambil klien untuk
menangani kelemahan dan mencapai tujuan.
Berikut ini contoh respon empati verbal dari tataran 1 sampai 5 terhadap satu
pesan (pernyataan) klien.
Klien : “Saya telah minta maaf dan berusaha untuk memperbaiki kembali
hubungan kami yang tampak mulai renggang. Tetapi tampaknya
tak akan berhasil. Sepertinya hatinya telah membeku bagaikan es.”
Respon empati konselor:
Tataran 1 : “Saya yakin, suatu saat nanti Anda akan berhasil”
(penentraman dan penyangkalan)
“Anda seharusnya mencoba lebih keras lagi untuk mencairkannya”
(nasihat)
“Mengapa Anda ingin memperbaiki hubungan dengan dia?”
(pertanyaan)
Tataran 2 : “Anda mengalami kesulitan untuk mengajaknya berbaikan
kembali.”
Tataran 3 : “Anda merasa putus asa karena usaha Anda untuk emngajaknya
berbaikan kembali tampaknya tidak berhasil.”
19
Tataran 4 : “Anda merasa putus asa karena Anda merasa tak sanggup lagi
untuk membujuknya. Anda ingin dia melunak.”
Tataran 5 “Anda merasa putus asa karena Anda tak berhasil membujuknya.
Anda ingin dia melunak hatinya. Bagaimanapun ini merupakan
satu langkah maju untuk memperbaiki hubungan Anda
dengannya.”
20
Perilaku non verbal
Keaslian atau ketulusan konselor dapat dikomunikasikan melalui ketepatan
perilaku-perilaku non verbal, seperti kontak mata, senyuman, dan posisi duduk
antara konselor dan klien. Klien dapat merasakan kesungguhan dan ketulusan
konselor dari cara konselor memandangnya. Demikian pula senyuman yang
kontinyu, tidak cemberut, dapat dirasakan klien sebagai ketulusan konselor dalam
membantunya. Ketulusan konselor juga akan terlihat ketika ia duduk dengan
posisi badan sedikit condong kepada klien. Konselor yang duduknya selalu
bersandar dapat dipersepsi oleh klien bahwa ia tidak sungguh-sungguh dalam
melaksanakan konseling.
Kongruensi
Kongruensi menunjukkan kekonsistenan antara kata-kata, tindakan, dan perasaan-
perasaan. Kongruensi sangat penting dilakukan konselor untuk menunjukkan
kesungguhan dan ketulusan dalam membantu klien sehingga dapat menumbuhkan
kepercayaan klien kepada konselor. Kongruensi yang ditunjukkan konselor dapat
mendorong klien bersikap kongruen juga dalam konseling maupun di luar
konseling.
Spontanitas
Spontanitas merupakan kemampuan mengekspresikan diri secara natural tanpa
perilaku yang dibuat-buat atau direncanakan. Spontanitas juga berarti bisa
menjadi bijaksana tanpa pertimbangan tentang apa yang akan dikatakan atau
dilakukan. Namun demikian, bukan berarti bahwa konselor harus mengutarakan
setiap pikiran dan perasaannya kepada klien, terutama perasaan-perasaan
negatifnya.
21
Keterbukaan
Bagian dari ketulusan adalah kemampuan untuk bersikap terbuka, mau berbagi
dan membuka diri (self-disclose). Keterbukaan konselor diperlukan untuk
mendorong klien agar secara terbuka mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Keterbukaan antara konselor dan klien dapat mempermudah munculnya
kepercayaan yang akan memperlancar proses konseling.
Membuka diri dapat bersifat positif dan negatif. Membuka diri bersifat positif jika
ia menyatakan kekuatan pribadi, pengalaman keberhasilan, dan pengalaman-
pengalaman lain yang sama dengan klien. Sebaliknya, membuka diri negatif
menyatakan informasi tentang keterbatasan pribadi, kegagalan, perilaku tidak
tepat, dan pengalaman-pengalaman yang tidak sama dengan klien. Membuka diri
juga dapat bersifat sejajar dan tidak sejajar dengan kedalaman isi pesan klien.
Membuka diri dikatakan sejajar jika respon konselor memiliki kaitan yang erat
dengan pernyataan klien. Sebaliknya membuka diri yang tidak sejajar jika respon
konselor tidak berkaitan dengan pesan klien.
22
terhadap klien, sikap untuk tidak memberikan pertimbangan kritis (mencela), dan
mengekspresikan kehangatan secara tepat.
Komitmen
Komitmen berarti bahwa konselor berniat untuk bekerja dengan klien dan tertarik
untuk melakukan konseling. Komitmen konselor ditunjukkan oleh tindakan
seperti memenuhi janji tepat waktu, menjamin kerahasiaan, menjaga kepercayaan,
dan menggunakan keterampilan-keterampilan untuk membantu klien.
Pemahaman
Klien akan respek dalam proses konseling bila klien merasa bahwa konselor
memahaminya dan konsern (memperhatikan dengan sungguh-sungguh) dalam
membantu menyelesaikan masalahnya. Konselor dapat menunjukkan usaha
memahami klien dengan berempati, atau bertanya untuk memperoleh informasi
penting dari klien. Konselor juga dapat menyampaikan pemahamannya melalui
respon-respon mendengarkan seperti memprafrase dan merefleksi pesan-pesan
klien.
23
Kehangatan
Kehangatan merupakan suatu kedekatan psikologis antara konselor dan klien yang
ditandai adanya kontak mata, perasaan bersahabat, ramah, mudah senyum. Di
dalam kehangatan ada sikap konselor yang menjadi landasan perilaku yaitu
kepedulian yang menunjukkan adanya perhatian yang mendalam terhadap klien.
Kehangatan juga dapat diekspresikan melalui respon-respon verbal. Cara untuk
menunjukkan kehangatan yakni menggunakan pernyataan yang menghargai
aspek-aspek positif dari klien. Contoh pernyataan yang menunjukkan kehangatan
adalah “Anda benar-benar dapat mengekspresikan diri Anda dengan baik,” atau
“Anda telah melakukan tugas dengan baik dalam perencanaan tindakan ini.”
Ekspresi fisik yang perlu dilakukan sebagai ungkapan kehangatan adalah gesture,
kontak mata, ekspresi wajah, dan sentuhan.
Tabel berikut menyajikan beberapa dimensi dan indikator perilaku nonverbal yang
dapat digunakan untuk mengkomunikasikan kehangatan.
Tabel 1.1.
Dimensi dan indikator perilaku nonverbal
untuk mengkomunikasikan kehangatan
Indikator
Dimensi
Hangat Dingin
Suara Lembut, layak didengar Keras, tak berperasaan
Ekspresi wajah Tersenyum, berminat Tak berperasaan, mengkerut,
tak berminat
Kontak mata Melihat langsung ke mata klien Menghindari kontak mata
dengan sorot mata lembut
Postur tubuh Rileks, condong ke arah klien Tegang, condong ke
belakang
Sentuhan Memegang, menepuk pelan Menghindari semua bentuk
sentuhan
Gesture Tangan terbuka, tidak sedeku Tangan sedeku
Jarak fisik Dekat, layak Menjauh
24
Soal dan Latihan
II. Kerjakan sesuai dengan petunjuk dalam soal latihan berikut ini.
1. Dari pesan klien berikut, buatlah respon konselor yang menunjukkan
empati verbal dalam lima tataran/tingkatan.
Klien: “Saya benar-benar bosan dengan kegiatan kuliah yang hampir tiada
habisnya ini. Siang hari kuliah, sore mengerjakan tugas, malam
belajar. Itu terjadi rutin setiap hari. Saya ingin istirahat dan butuh
rekreasi. Tapi Anda tahu, jika itu tidak mungkin saya peroleh
sebelum liburan semester nanti.”Lakukan komunikasi dengan
beberapa orang. Tunjukkan empati, ketulusan, dan respek terhadap
mereka, kemusian catatlah reaksi-reaksi mereka.
2. Lakukan komunikasi dengan beberapa orang. Tunjukkan empati, ketulusan,
dan respek atau penghargaan positif terhadap mereka, kemudian catatlah
reaksi-reaksi mereka.
25
BAB II
KETERAMPILAN ATTENDING
26
BAB II
KETERAMPILAN ATTENDING
27
ramah, menjelaskan tujuan relasi, memberikan informasi tentang hal-hal yang
diperlukan klien selama mendapatkan bantuan, konselor menyatakan kesiapan
untuk membantu, serta mengungkapkan alasan klien akan perlunya bantuan.
Bukan hanya klien yang disiapkan, melainkan konselor perlu menyiapkan
diri sebelum konseling dimulai. Persiapan diri konselor meliputi menenangkan
diri agar tidak tegang atau merasa tidak enak, mempelajari kembali tujuan
pertemuan dengan klien, dan mempelajari informasi awal tentang klien dari
catatan yang ada atau sumber-sumber lain. Jangan sampai ada kesan pada klien
bahwa konselor tidak tahu sama sekali tentang klien karena dapat memberikan
kesan tidaksungguhan konselor.
Selanjutnya, apa yang disebut Carkhuff dengan attending personally atau
attending secara personal, yakni attending yang berkaitan dengan kemampuan
konselor dalam menampilkan dan menempatkan keberadaan dirinya. Konselor
menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh kepada klien sehingga klien
terundang untuk memberikan respon-respon yang wajar. Attending ini dinyatakan
dalam perilaku konselor, yaitu menghadapkan badab kepada klien dengan sedikit
agak membungkuk, posisi tangan berada di pangkuan secara rileks, dan mata
menatap klien (kontak mata). Kontak mata hendaknya terpelihara agar suasana
kedekatan, kehangatan, dan persahabatan tetap terjaga. Kontak mata harus
dipertahankan dan dipelihara dengan menggunakan pandangan spontan yang
mengekspresikan minat dan keinginan mendengarkan serta merespon klien.
Dengan cara ini, konselor dapat mengamati klien.
Attending berikutnya adalah keterampilan dalam mengamati atau
observasi. Konselor dapat memahami klien dengan mengamati profilnya. Karena
itu, keterampilan mengamati sangat penting bagi konselor. Yang perlu diamati
dari klien adalah fisik, emosional, dan intelektual. Obsevasi fisik dimaksudkan
untuk energi fisik klien, misalnya proporsi tubuh, postur tubuh, kerapihan atau
kebersihan klien. Observasi emosional dilakukan untuk mengetahui perasaan-
persaan klien, dari mimik muka, tindak tanduk, dan nada suara. Sedangkan
observasi intelektual bertujuan untuk mempelajari kesiapan klien untuk terlibat
dalam proses konseling. Misalnya, dari ekspresi muka serta respon verbal dan
28
nonverbal. Dalam mengamati klien perlu diperhatikan apakah ucapannya sesuai
dengan tingkah laku dan mimik mukanya, atau terdapat inkronguensi antara
ucapan dan perbuatan (mimik). Contohnya, klien menyatakan “Saya bahagia”
tetapi mukanya kusam sambil menundukkan kepala. Inkronguensi menunjukkan
klien ada dalam situasi yang gawat (tidak baik) dan merupakan pertanda bahwa
ada sesuatu yang tidak beres pada dirinya sehingga ia tidak jujur.
Selanjutnya attending dalam mendengarkan. Dengan mendengarkan apa
yang dikatakan klien, konselor dapat memahami klien lebih dalam. Mendengarkan
dalam konseling bukan hanya menangkap isinya, melainkan memperhatikan
ucapan atau kata-katanya untuk mengetahui isi atau pesan; nada atau tekanan
suara untuk memahami perasaannya; cara bicaranya apakah tegas atau lemah
lembut, untuk mengetahui energi dan suasana hatinya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan konselor dalam mendengarkan adalah:
° memiliki alasan untuk mendengarkan
° menghindari penilaian pribadi
° memusatkan pada apa yang ada dalam diri klien
° memperhatikan isi pernyataan klien (apa, siapa, mengapa, kapan, dimana,
bagaimana)
° mengungkapkan kembali pernyataan klien
° mendengarkan/memperhatikan tema pembicaraan
° mendengarkan secara seksama sampai pada inti pesan klien
Secara khusus, keterampilan mendengarkan akan dibahas dalam bab berikutnya
dalam buku ini.
29
A. Kontak Mata
B. Postur Tubuh
30
1. Menghadapkan muka pada klien dengan cerah, tulus, dan terus terang, bahwa
konselor dapat bekerja sama.
2. Menunjukkan sikap terbuka dan tidak bersikap defensif. Posisi tangan di atas
pangkuan, tapi tidak kaku.
3. Miring, condong kepada klien di saat mendengarkan atau merespon berbicara,
sehingga menampakkan diri sebagai orang yang ada bersama dengan klien.
4. Memperlihatkan sikap santai sehingga klien pun terpengaruh untuk santai pula.
5. Ekspresi muka yang responsif, dihiasi senyum secara spontan.
6. Mendengarkan ungkapan klien dengan penuh perhatian.
31
klien. Dalam hal ini, konselor tidak mengajukan pertanyaan, tidak memunculkan
topik baru atau memantulkan suatu frase untuk memusatkan pada suatu ide.
Tingkah laku verbal di sini dimaksudkan sebagai isyarat bahwa konselor
memperhatikan dan memahami klien. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan
menjadi dukungan minimal bagi klien sehingga ia merasa tidak diabaikan.
Respon konselor yang merupakan attending dapat berupa kata-kata yang
menunjukkan dukungan, seperti “Ya” atau “Hm...” atau pernyataan singkat yang
menunjukkan bahwa konselor mengerti apa yang dikatakan klien, misalnya “Saya
tahu apa yang Anda maksudkan,” atau “Saya menghargai apa yang Anda
lakukan.” Pernyataan-pernyataan seperti itu seringkali membantu klien untuk
tetap bercerita dan memberi keyakinan bahwa konselor mendengarkan. Ada
kalanya, konselor memberikan respon verbal disertai dengan respon non verbal,
misalnya konselor mengatakan “Ya, saya tahu maksud Anda” sambil
menganggukkan kepala.
Konselor dapat melihat bagaimana perhatian dapat mengontrol tingkah
laku klien. Demikian pula, klien juga mengontrol dengan memberikan komentar
terhadap hal-hal yang menarik perhatiannya. Beberapa petunjuk untuk melakukan
attending yang efektif, yaitu:
a. Bentuk kontak mata dengan jalan melihat klien ketika ia berbicara
b. Mempertahankan sikap rileks yang wajar untuk menunjukkan
minat/ketertarikan
c. Menggunakan gerakan tubuh yang wajar untuk menunjukkan pesan yang
dimaksudkan
d. menggunakan pernyatan-pernyataan verbal yang berhubungan dengan
pernyataan klien tanpa interupsi, tanpa bertanya, dan tanpa mengemukakan
topik-topik baru.
32
baik bila konselor meminta klien untuk memusatkan pada perasaannya terhadap
peristiwa tersebut.
Menurut pengalaman para ahli, klien sangat menyukai attending yang
dilakukan konselor karena dapat mendorong klien untuk menyatakan ide-ide dan
perasaan-perasaannya secara bebas. Hal ini dapat membantu klien untuk
mengadakan penjajagan dengan caranya sendiri dan cenderung membentuk
tanggung jawab klien dalam wawancara konseling. Bahkan, ketika klien terdiam,
konselor dapat memberitahukan kepada klien apa yang baru saja ia katakan atau
menunjuk pada pernyataan klien sebelumnnya. Yang perlu diperhatikan adalah
sikap tenang dari konselor. Jika konselor rileks, maka klien cenderung untuk lebih
tenang. Kadangkala, konselor (pemula) dengan sikap tegang membiarkan klien
bercerita secara menggebu-gebu dan melompat dari satu topik ke topik lain.
Deskripsi attending yang dikemukakan, pada umumnya didasarkan pada
pengalaman-pengalaman masyarakat di negara-negara Barat (Amerika), sehingga
dalam aplikasinya perlu disesuaikan dengan budaya yang ada.
Soal Latihan
33
BAB III
RESPON MENDENGARKAN
34
BAB III
RESPON MENDENGARKAN
35
diberikan oleh konselor. Penyampaian pesan ini merupakan proses yang tampak
(overt) karena bisa diamati.
Banyak literatur yang mengemukakan berbagai respon mendengarkan.
Namun dalam bab ini hanya akan disajikan empat respon mendengarkan yang
dikemukakan oleh Cormier dan Cormier (1985), yaitu: klarifikasi, parafrase,
refleksi dan rangkuman.
Klarifikasi merupakan pertanyaan yang diajukan ketika muncul pesan
klien yang tidak jelas. Disamping klarifikasi terhadap ketepatan pesan klien,
konselor perlu mendengarkan informasi tentang situasi atau kejadian yang penting
dalam hidup klien, termasuk perasaan klien terhadap kejadian itu. Pesan atau
pernyataan-pernyataan klien, baik secara langsung maupun tidak, mengungkapkan
situasi atau perasaan klien. Bagian pesan yang menyatakan atau menggambarkan
situasi atau kejadian disebut content (konten/isi) atau bagian kognisi dari suatu
pesan. Bagian kognisi tersebut memberikan informasi tentang situasi atau
kejadian, orang, obyek, atau ide. Sedangkan bagian pesan yang lain, disebut
dengan bagian afektif, menyatakan bagaimana perasaan klien tentang konten.
Respon konselor terhadap konten disebut parafrase, sedangkan respon terhadap
afeksi disebut refleksi. Jadi, parafrase menyatakan pesan yang menggambarkan
situasi, kejadian, orang, atau ide. Sebaliknya, refleksi menyatakan pesan yang
memuat perasaan klien terhadap konten tersebut. Sedangkan rangkuman
merupakan pengembangan dari respon parafrase dan refleksi terhadap beberapa
pesan sekaligus. Deskripsi tentang batasan dan tujuan penggunaan dari keempat
respon mendengarkan disajikan dalam tabel berikut ini.
36
Tabel 3.1.
Batasan dan tujuan dari respon mendengarkan:
klarifikasi, parafrase, refleksi, dan rangkuman
(Dikutip dari Cormier & Cormier, 1985:91)
Pembahasan lebih jauh tentang empat respon mendengarkan tersebut dapat dikaji
dalam uraian selanjutnya dalam bab ini.
37
A. Klarifikasi
38
konselor memberikan pertanyaan klarifikasi sebelum membuat asumsi tentang
klien.
Pada contoh tersebut, klarifikasi akan membantu memperjelas apa yang terjadi
dan apa yang dirasakan klien. Keterampilan konselor menggunakan respon
klarifikasi akan menentukan ketepatan pesan yang diterima dan diprosesnya.
39
Jika klarifikasi dilakukan dengan baik akan berguna untuk mengajak klien
mengelaborasi bagian-bagian pesan yang ambigu atau membingungkan.
Sebaliknya, jika klarifikasi yang diberikan tidak tepat akan menyebabkan klien
bungkam. Bila hal ini terjadi, maka konselor berusaha memberikan klarifikasi
kembali atau mengganti dengan alternatif respon yang lain.
Beberapa pedoman yang perlu diperhatikan agar dapat memberikan
klarifikasi yang efektif, yaitu:
1. Apa yang telah klien katakan?
2. Apakah ada bagian pesan klien yang tidak jelas yang perlu diperiksa? Jika ada,
pesan apakah itu? Jika tidak ada, tentukan respon lain yang sesuai.
3. Bagaimana konselor dapat mendengar, melihat, atau mengerti cara memulai
respon ini?
4. Bagaimana konselor dapat mengetahui apakah klarifikasinya berguna?
B. Parafrase
40
“Benar” sehingga tidak dapat mengelaborasi lebih jauh lagi. Parafrase yang efektif
dari pernyataan klien seperti contoh di atas, misalnya “Anda menyadari bahwa
Anda perlu melakukan sesuatu untuk mengurangi depresi.”
Beberapa tujuan digunakannya parafrase yang akan mempengaruhi klien,
yaitu:
1. Menyatakan pada klien bahwa konselor memahami pembicaraan.
2. Mendorong klien untuk megelaborasi ide atau pikiran-pikirannya.
3. Membantu klien memusatkan pembicaraan pada situasi, kejadian, ide atau
tingkah laku tertentu.
4. Membantu klien yang membutuhkan kesimpulan.
5. Untuk lebih menekankan isi pesan dibandingkan afeksi
41
C. Refleksi
42
3. Menyatakan kembali perasaan-perasaan klien dengan menggunakan kata-kata
yang berbeda dari yang diucapkan klien. Perlu diperhatikan dalam memilih
kata yang tepat untuk menggambarkan intensitas perasaan klien. Untuk
membedakan intensitas perasaan dapat dibuat daftar kata-kata perasaan
(feeling words). Daftar ini akan membantu konselor dalam memilih kata-kata
yang sesuai dengan emosi atau perasaan klien yang akan direfleksikan.
4. Mengemukakan pernyataan refleksi dengan awalan kata yang sesuai dengan
petunjuk dari klien, apakah disampaikan secara visual, auditori atau kinestetik.
Contoh respon refleksi berdasarkan penyampaian visual:
“Nampaknya Anda marah saat ini.”
“Sepertinya Anda marah saat ini”
Contoh respon refleksi yang auditori:
“Kedengarannya Anda marah saat nini”
“Saya mendengar bahwa Anda marah saat ini”
Contoh respon refleksi yang kinestetik:
“Saya dapat memahami kemarahan Anda”
“Anda sedang marah saat ini”
5. Menambahkan konteks atau situasi dimana perasaan itu muncul.
6. Memeriksa keefektifan refleksi berdasarkan respon klien terhadap pernyataan
refleksi yang disampaikan konselor. Jika identifikasi perasaan klien dalam
refleksi itu tepat, klien akan menyatakan “Ya, benar.” Atau “Ya, itulah yang
saya rasakan”
D. Rangkuman
43
menunjukkan pada apa yang ingin disampaikan klien kepada konselor dan ingin
difokuskan dalam konseling. Konselor dapat merespon tema dengan cara
merangkum.
Seperti dalam tabal 3.1 tujuan dari merangkum adalah sebagai berikut.
1. Menyatukan berbagai unsur dalam pesan-pesan klien. Rangkuman ini dapat
menjadi umpan balik bagi klien terhadap pesan-pesannya yang ambigu atau
tidak jelas.
2. Mengidentifikasi tema atau pola umum, yang baru jelas setelah beberapa
pesan dikemukakan atau setelah beberapa kali pertemuan konseling.
3. Kadang-kadang, konselor merangkum untuk mengiterupsi klien yang bercerita
secara bertele-tele atau “mendongeng”. Rangkuman ini penting untuk
mengarahkan pembicaraan dalam konseling.
4. Mencegah langkah yang terburu-buru dalam suatu sesi konseling. Rangkuman
akan memberikan nuansa psikologis selama sesi konseling.
5. Mereview kemajuan yang diperoleh selama satu atau beberapa kali wawancara.
44
2. Mengidentifikasi beberapa pola, tema atau unsur ganda yang tampak jelas
dalam pesan-pesan klien. hal ini bisa dilakukan dengan menanyakan dalam
diri sendiri “Apa yang selalu diulang-ulang klien?”
3. Memilih kata pembuka rangkuman yang tepat, apakah menggunakan kata
“Anda” atau nama klien dan menyesuaikan dengan kata-kata yang diucapkan
klien.
4. Gunakan pilihan kata yang menggambarkan tema atau gabungan unsur-unsur
pesan, lalu ungkapkan sebagai respon rangkuman. Gunakan nada suara seperti
memberikan pernyataan, bukan nada bertanya.
5. Memeriksa keefektifan rangkuman dengan cara mendengarkan atau
mengamati respon klien, apakah ia memperkuat atau menyangkal tema yang
dinyatakan konselor dalam rangkuman.
Klien:
Seorang laki-laki tengah baya bernama Jimy, sedang berjuang melawan
kecanduan alkohol dan telah menceritakannya kepada konselor dalam tiga
sesi konseling bahwa kecanduannya itu telah menghancurkan kehidupan
rumah tangganya tapi ia tidak dapat menghentikan karena dapat
membuatnya merasa lebih baik dan membantu mengurangi stres.
“Saya tahu mabuk-mabukan tidak membantu saya untuk lari dari
permasalahan dalam waktu yang lama. Dan hal itu juga tidak membantu
keluarga saya. Istri saya mengancam akan meninggalkan saya. Saya tahu
semua ini. Terlalu sulit untuk menghindari minuman keras. Menikmati
minuman membuat saya merasa bebas.” [Klien mengatakan dengan suara
pelan, lirih, pandangan mata sedih, bahunya membungkuk]
Konselor:
Pertanyaan dalam diri 1):
Apa yang telah dikatakan klien hari ini dan beberapa waktu yang lalu?
45
Kunci konten: hasil dari mabuk tidak baik untuk dirinya dan keluarganya.
Kunci afektif: mabuk membuatnya merasa lebih baik, mengurangi
kegelisahannya.
Pertanyaan dalam diri 2):
Apa yang sering diulang klien saat ini dan beberapa waktu lalu atau apa pola
atau temanya?
Meskipun berakibat merugikan dan keluarganya berantakan, dia tetap
mabuk-mabukan untuk mengurangi stres, sehingga pengurangan stres lewat
alkohol nampaknya lebih baik dari pada kehingan keluarga.
Pertanyaan dalam diri 3):
Pilihan kata apa yang sesuai dengan kata-kata yang ditunjukkan klien?
Cobalah dengan “Anda merasa,” “Saya mengerti hal itu” lalu padukan
dengan kata-kata klien “tahu” dan “merasa”
Dari petunjuk di atas, maka konselor mengemukakan salah satu dari beberapa
rangkuman berikut ini.
° “Jimy, saya mengerti bahwa Anda merasa mabuk lebih baik dari
pertengkaran keluarga karena Anda menjadi lebih enak dan merasa tenang
saat mabuk.”
° “Jimy, Anda merasa bahwa kebiasaan mabuk Anda menimbulkan berbagai
kesulitan dalam diri dan keluarga Anda, dan saya mengerti keengganan
Anda untuk berhenti mabuk meskipun hal itu berakibat buruk.”
° “Jimy, saya mengerti, alkohol lebih memberikan kepuasan pada Anda dari
pada keluarga Anda sendiri.”
Jika klien menegaskan tema tentang alkohol lebih penting saat ini dari pada
keluarga, maka konselor dapat menyimpulkan bahwa rangkuman bermanfaat. Jika
klien menyangkal tema atau isu rangkuman, maka konselor dapat menanyakan
pada klien untuk menjelaskan ketidaktepatan rangkuman. Apabila ini terjadi, perlu
diperhatikan apakah memang rangkuman yang tidak tepat atau klien yang belum
siap untuk membicarakan isu tersebut pada saat ini.
46
Soal Latihan
II. Kerjakan sesuai dengan petunjuk dalam soal latihan di bawah ini.
1. Berikut akan diberikan ilustrasi dari seorang klien dengan pernyataan atau
pesan-pesan yang dikemukakannya. Buatlah respon konselor yang
menunjukkan klarifikasi, parafrase, refleksi, dan merangkum.
Klien: “Sebagian hidup saya telah hilang ketika suami saya meninggal.
Saya merasa tidak mampu untuk menjaga diri saya sendiri, apalagi
anak-anak. Dulu, suami saya yang selalu mengambil keputusan.
Sekarang saya tidak bisa tidur lama dan saya suka minum
minuman keras. Saya tidak bisa berpikir jernih. Berat badan saya
turun 8 kg. Saya tampak kurus. Siapa yang mau memperhatikan
saya saat ini?
2. Lakukan komunikasi dengan beberapa orang. Identifikasi dan catat respon-
respon yang merupakan klarifikasi, parafrase, refleksi, atau rangkuman
dan catat pula tanggapan atau reaksi yang menunjukkan apakah respon-
respon tersebut tepat atau tidak.
47
BAB IV
RESPON TINDAKAN
48
BAB IV
RESPON TINDAKAN
49
pemberian informasi, sesuai dengan namanya, adalah pengkomunikasian data atau
fakta-fakta tentang pengalaman, peristiwa-peristiwa, alternatif-alternatif, atao
orang. Deskripsi lebih detil tentang batasan dan tujuan keempat respon tindakan
tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.1.
Batasan dan tujuan dari empat respon tindakan:
probe, konfrontasi, interpretasi, dan pemberian informasi
(Dikutip dari Cormier & Cormier, 1985:115).
Pertanyaan tertutup:
Untuk mendekatkan topik diskusi
Untuk memperoleh informasi khusus
Untuk mengidentifikasi parameter masalah atau isu
Untuk menginterupsi klien yang bicara melantur (nggladrah)
– mengembalikan ke fokus/topik
Konfrontasi Deskripsi Mengenali pesan-pesan klien yang campur aduk atau tidak
kesenjangan antara konsisten
pesan-pesan klien Mengekplorasi cara-cara lain untuk memahami situasi atau
diri klien
50
A. Probe
Pertanyaan terbuka
1. “Apa yang Anda inginkan untuk kita diskusikan hari ini?” (membuka
wawancara).
51
2. “Hal lain apalagi yang dapat Anda ceriterakan pada saya berkenaan dengan
hal ini?” (mendorong klien untuk memberikan lebih banyak informasi).
3. “Apa yang Anda lakukan dalam situasi seperti itu?” Atau, “Apa yang anda
pikirkan ketika Anda dimarahi ayah Anda saat itu?” Atau, “Bagaimana
perasaan Anda waktu Anda dimarahi ayah Anda waktu itu?” (pertanyaan-
pertanyaan untuk memperoleh contoh-contoh perilaku, pikiran, dan perasaan
khusus sehingga konselor dapat lebih memahami kondisi-kondisi yang
menyebabkan masalah klien).
Pertanyaan tertutup
1. “Dari empat masalah yang kita identifikasi tadi, manakah yang paling
mengganggu Anda?”
52
2. Setelah mengajukan pertanyaan, gunakan waktu jeda sejenak (pause) untuk
memberikan waktu yang cukup pada klien untuk menjawab/merespon. Jika
klien diberi waktu yang singkat untuk merespon ada kemungkinan ia merasa
terancam atau memberikan jawaban yang hanya sekedar untuk menyenangkan
konselor.
Untuk dapat membuat probe dengan efektif digunakan juga strategi belajar
kognitif seperti yang direkomendasikan oleh Cormier & Cormier (1985). Untuk
memahami bagaimana strategi belajar ini digunakan, perhatikan contoh berikut:
Klien :
“Saya benar-benar tidak tahu darimana harus memulainya. Pacar saya pergi
meninggalkan saya, ibu saya meninggal tahun ini, dan prestasi belajar saya
semakin buruk dalam dua semester ini.”
53
Konselor:
1. Apakah tujuan saya membuat respon probe; apakah probe yang diajukan
memiliki nilai terapeutik?
Tujuannya adalah untuk mengarahkan klien agar menjadi lebih fokus pada
salah satu isu dari banyak isu yang dikemukakannya.
Jawabannya: tidak.
3. Dengan tujuan tersebut, kata efektif apa yang harus saya gunakan untuk
memulai membuat probe?
Dari rambu-rambu tersebut, maka konselor dapat membuat respon probe sebagai
berikut.
Probe konselor:
“Sepertinya Anda merasa terbebani banyak masalah saat ini (refleksi). Dari
tiga masalah yang Anda kemukakan tadi, manakah yang paling mengganggu
Anda?”
Respon klien :
“Pacar yang meninggalkan saya. Saya sangat menginginkan dia menjadi isteri
saya kelak, dan saya begitu syok ketika menyadari bahwa dia telah bersama
orang lain” [disertai dengan muka muram dan badan yang tampak tegang].
Dari respon verbal dan non verbal klien tersebut konsleor dapat menyimpulkan
jika respon probe yang diajukan efektif karena dapat mengarahkan klien dalam
membuat memilih fokus masalah dan tidak merasa terancam.
54
B. Konfrontasi
CONTOH:
Klien mengatakan: “Saya baik-baik saja” (pesan verbal), tap pada saat yang
sama ia tampak gelisah dan ragu-ragu (pesan nonverbal).
Konfrontasi konselor:
“Anda mengatakan baik-baik saja tetapi pada saat yang sama Anda tampak
gelisah.”
Konfrontasi konselor:
“Anda mengatakan jika Anda selalu berbahagia, tapi pada saat yang sama
suara Anda menyatakan perasaan Anda yang lain.”
CONTOH:
55
Klien mengatakan: “Saya akan segera menemuinya” (verbal), tapi seminggu
kemudian ia mengatakan jika belum menghubunginya (langkah tindakan).
Konfrontasi konselor:
“Anda mengatakan jika Anda ingin segera menemuinya, tetapi sampai saat
ini ada belum melakukannya.”
Konfrontasi konselor:
CONTOH:
Konfrontasi konselor:
Konfrontasi konselor:
56
“Anda menyayangi si kecil Joni, tetapi di waktu yang lain Anda sering
jengkel dengan ulahnya yang senang mangganggu.”
CONTOH:
Konfrontasi konselor:
Konfrontasi konselor:
“Anda menatap ke saya ketika membahas hal ini, tetapi Anda juga menjauhi
saya.”
CONTOH:
Suami klien kehilangan pekerjaannya pada dua tahun yang lalu. Klien ingin
mengajaknya pindah, tetapi suaminya ingin tetap tinggal tidak jauh dengan
keluarganya.
Konfrontasi konselor:
“Ani, kau ingin pindah. Hendra, kau merasa sangat dekat dengan keluarga
dan tak ingin berada jauh dari mereka.”
Konfrontasi konselor:
57
“Mary, pemeriksaan medis ini sangat penting dilakukan agar kita bisa tahu
apa yang seharusnya dilakukan untuk menangani kesulitanmu. Kau tampak
begitu enggan untuk melakukan pemeriksaan. Bagiamana kami akan dapat
membantumu?”
CONTOH:
Konfrontasi konselor:
“Juanita, kamu menyatakan jika kamu ingin membantu orang tuamu untuk
rujuk kembali. Tetapi kamu bukan orang yang menyebabkan terjadinya
perceraian orang tuamu. Bagaimana caramu akan membuat mereka bisa
bersama kembali?”
Konfrontasi konselor:
“Kalian telah melakukan pisah rumah sebanyak tiga kali sejak melakukan
konseling dengan saya. Sekarang kalian ingin menggunakan anak sebagai
alat untuk mempertahankan perkawinan. Banyak pasangan menyatakan
bahwa memiliki anak dan menjadi orang tua cenderung mengalami tekanan
yang meningkat. Bagiamana jalan pikiran kalian?”
58
mengeliminasi rate perilaku yang ingin dimodifikasi atau tidak produktif. Berikut
ini ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan untuk membuat respon
konfrontasi yang efektif.
59
tingkat perhatian, kecemasan, kemampuan mendengarkan, dan keinginan
untuk berubah pada diri klien.
Hal lain yang perlu disadari adalah bahwa kadang-kadang klien tampak
dapat menerima respon konfrontasi. Penerimaan itu tampak tulus jika klien
memperlihatkan keinginan untuk memeriksa perilakunya yang dikonfrontasi.
Klien-klien seperti ini pada akhirnya akan mampu untuk mengkonfrontasi dirinya
sendiri. Namun demikian, Egan (1987) mengingatkan jika klien sering kali salah
mengerti dengan respon konfrontasi konselor dan bermain game. Dalam kasus ini,
secara verbal klien setuju dengan konselor. Namun persetujuan ini sebenarnya
hanya untuk menyenangkan konselor atau untuk mencapai tujuan lain.
Konselor:
Klien:
“Buat saya sebenarnya itu tidak masalah. Saya bisa memperbaikinya pada
semester yang akan datang.” [mengatakannya dengan suara serak dan berat]
Konselor:
60
“Anda mengatakan anda baik-aik saja, dan pada waktu yang sama, dari suara
Anda saya dapat menangkap jika Anda kecewa dengan hasil-hasil ujian Anda”
(konfrontasi)
Klien:
“Ah, Bapak tidak mengerti, dan saya juga tidak mengerti bagaimana Bapak
bisa mengatakan itu” (ingkar)
Konselor:
“Saya merasa bahwa apa yang saya katakan membuat Anda merasa tidak
nyaman” (refleksi).
C. Interpretasi
61
(termasuk perasaan, pikiran, dan perilaku yang dapat diamati). Suatu interpretasi
berbeda dengan respon mendengarkan (klarifikasi, parafrase, refleksi, rangkuman).
Respon interpretasi memiliki beberapa tujuan seperti dikemukakan pada tabel 4.1.
Klien:
“Sepertinya anda begitu yakin jika anda memiliki banyak teman dan banyak
uang maka Anda dapat membuat hidup Anda menjadi lebih baik.
62
Interpretasi dari konselor AT:
“Tampak jika Anda menganggap bahwa Anda dapat hidup senang hanya jika
Anda dapat melakukan banyak rekreasi dan banyak uang. Itu memperlihatkan
jika Anda sangat dikendalikan oleh ego anak.”
63
1. Perhatikanlah dengan cermat kesiapan klien. Konselor harus yakin bahwa
klien telah siap untuk mengeksplorasi dirinya sebelum menggunakan
interpretasi. Pada umumnya respon interpretasi diberikan pada akhir sesi dan
bukan pada awal sesi, karena konselor harus terlebih dahulu memperoleh
banyak data sebagai dasar untuk membuat interpretasi dan klien membutuhkan
beberapa sesi pertemuan untuk mempersiapkan dirinya mengambil resiko
dalam proses bantuan. Seperti dikemukakan oleh Brammer & Shostrom
(1882), konselor tidak akan menggunakan interpretasi kecuali telah mencapai
kesiapan untuk merumuskan interpretasi bagi dirinya sendiri.
3. Gunakan kata-kata atau frase yang tepat dalam respon interpretasi. Meskipun
telah terdapat beberapa bukti penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan antara respon interpretasi yang dinyatakan dengan prase yang
absolut dan tentatif (Milne & Dowd, 1983), menurut Cormier & Cormier
(1985), banyak kasus dalam interpretasi perlu dinyatakan secara tentatif
dengan menggunakan frase seperti “barangkali,” “sepertinya,” “saya ingin
tahu apakah..,” “mungkin....,” atau “tampak seolah-olah...” Penggunakan frase
tentatif dapat membantu konselor untuk menghindari menempatkan dirinya
dalam posisi atas (one-up) yang cenderung menyebabkan klien
mengembangkan sikap resistant dan defensive terhadap interpretasi. Setelah
memberikan respon interpretasi, periksalah keefektifan respon tersebut dengan
cara menanyakanya kepada klien. Kembali ke respon klarifikasi senantiasa
dapat membantu untuk memastikan apakah respon interpretasi tersebut akurat
atau tidak.
64
D. Pemberian informasi
65
melakukan aborsi, ia telah memiliki pilihan-pilihan lain sebelum membuat
keputusan final.
Klien:
Pemberian nasihat:
“Mengapa anda tidak mulai mencoba untuk menolak atau mengatakan tidak
ketika anak Anda mengajukan permintaan dan kemudian melihat apa yang
akan terjadi kemudian?”
Pemberian informasi:
66
“Saya kira terdapat dua hal yang perlu kita diskusikan yang membuat Anda
mengalami kesulitan dalam menangani situasi Anda tersebut. Pertama, kita
dapat mendiskusikan tentang apa yang mungkin akan terjadi jika Anda
mengatakan tidak. Kita juga akan memeriksa bagaimana keluarga Anda
menangani permintaan anda ketika Anda masih anak-anak dulu. Seringkali,
sebagai orang tua kita akan memperlakukan anak kita seperti halnya ortang tua
kita dulu memperlakukan kita, dan bahkan kita tidak menyadarinya.”
Ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan agar dapat membuat respon
ini dengan efektif. Seperti dikemukakan oleh Lewis (1970), informasi hanyalah
salah satu alat dalam konseling dan bukan konseling itu sendiri. Pemberian
informasi dipandang tepat jika kebutuhan akan informasi berkaitan secara
langsung dengan masalah dan tujuan klien, dan informasi dimaksudkan untuk
membantu klien mencapai tujuan tersebut. Untuk dapat memberikan informasi
dengan efektif, menurut Cormier & Cormier (1985), perlu diperhatikan tiga hal
berikut: (1) kapan informasi perlu diberikan; (2) informasi apa yang harus atau
perlu diberikan; dan (3) bagaimana informasi akan diberikan.
67
Soal Latihan
II. Kerjakan sesuai dengan petunjuk dalam soal latihan di bawah ini.
1. Berikut akan diberikan ilustrasi dari seorang klien dengan pernyataan atau
pesan-pesan yang dikemukakannya. Buatlah respon konselor yang
menunjukkan probe, konfrontasi, interpretasi dan pemberian informasi.
Klien: “Sebagian hidup saya telah hilang ketika suami saya meninggal.
Saya merasa tidak mampu untuk menjaga diri saya sendiri, apalagi
anak-anak. Dulu, suami saya yang selalu mengambil keputusan.
Sekarang saya tidak bisa tidur lama dan saya suka minum
minuman keras. Saya tidak bisa berpikir jernih. Berat badan saya
turun 8 kg. Saya tampak kurus. Siapa yang mau memperhatikan
saya saat ini?
68
BAB V
TEKNIK STRUKTURING
(STRUCTURING)
69
BAB V
TEKNIK STRUKTURING
A. Pengertian
Dalam proses konseling kata strukturing berasal dari kata “struktur” yang
artinya suatu pemahaman bersama antara konselor dan klien berkenaan
karakteristik, kondisi, dan parameter konseling. Sedangkan strukturing menunjuk
pada proses-proses interaksional antara konselor dan klien guna mencapai struktur.
Strukturing merupakan teknik atau alat yang digunakan oleh konselor untuk
membatasi aturan-aturan dan arahan dalam proses konseling yang di dalamnya
dapat meliputi beberapa kegiatan seperti: informing, proposing, suggesting,
recommending, negotiating, stipulating, contracting, dan compromising (Day &
Sparacio, 1980).
70
tahap awal menjadi penting, khususnya untuk mendorong keterlibatan dan
tanggung jawab klien.
B. Rasional
Suatu struktur dapat dipersepsi secara sama atau berbeda oleh klien dan
konselor, yakni apakah struktur itu akan menghalangi atau dapat meningkatkan
proses dan hasil-hasil konseling. Alasan penggunaan struktur dalam konseling
didasarkan pada dasar pikiran berikut: (1) struktur dapat dikembangkan oleh
konselor, (2) konselor dan klien dapat membentuk persepsi yang sama tentang
struktur konseling, dan (3) struktur dapat digunakan untuk membantu pencapaian
tujuan-tujuan konseling dan bukan menghambatnya.
1. Banyak interaksi yang bermakna akan terjadi sesuai dengan aturan yang telah
disepakati, diadopsi, atau dikembangkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
interaksi. Oleh karena itu, semua bentuk hubungan (termasuk di dalamnya
hubungan suami-isteri, orang tua-anak, guru-siswa, dan konselor-klien) dapat
dibentuk dan dipertahankan melalui struktur. Meskipun demikian, hubungan
konselor-klien memiliki karakteristik yang berbeda dengan bentuk hubungan
yang lain dilihat dari dua hal, yaitu: tujuan (apa yang akan dicapai dari
hubungan, yakni perkembangan pribadi/pemecahan masalah klien), dan sifat
hubungan (relasi profesional).
71
2. Banyak ahli dalam bidang konseling (Lorion, 1974; Sue & Sue, 1977; Vontrss,
1971) menyatakan bahwa struktur merupakan suatu teknik yang diperlukan
karena dapat lebih mengefektifkan proses konseling, khususnya untuk klien-
klien tertentu.
72
4. Struktur juga dapat digunakan oleh konselor untuk menangani munculnya
perasaan tidak pasti dan kecemasan klien berkenaan dengan hubungan atau
proses konseling yang akan dilaksanakan.
6. Struktur dapat membuat konselor merasa lebih comfortable dan percaya diri
(Pietrofesa, et al., 1978). Jika konselor telah mencurahkan pemikirannya untuk
menemukan pendekatan yang memadai untuk memecahkan masalah klien,
maka dengan adanya struktur konselor dapat segera memusatkan perhatian
pada klien dan masalahnya.
73
biasanya terjadi untuk klien-klien yang pandai/pintar tetapi sulit terjadi untuk
klien-klien dengan kemampuan rata-rata.
D. Bentuk-Bentuk Struktur
1. Kontrak (contract)
74
yang dinyatakan di dalam kontrak ada di dalam batas-batas kemampuan klien
untuk melaksanakannya. Kontrak akan memberikan efek yang positif jika klien
memperoleh deskripsi tentang perilaku khusus, seperti merokok atau makan
berlebihan. Nilai utama dari struktur yang berbentuk kontrak adalah bahwa
konselor akan dapat mengetahui kapan ia telah berhasil, yakni ketika klien
mencapai tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
“Joni, kita punya waktu 45 menit untuk berbincang. Saya ingin agar kita dapat
mengggunakan waktu yang terbatas tersebut sebaik mungkin. Nah, apakah kamu
bisa mulai berceritera?”
“Hallo Jon, saya Dewi, konselor yang akan berusaha membantumu. Kita punya
waktu 45 menit untuk berbincang-bincang tentang masalah yang sedang kamu
alami. OK, kamu bisa mulai sekarang?”
Aspek kedua dari batasan waktu berkenaan dengan waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan proses secara keseluruhan. Sebagai contoh, konselor
mengatakan kepada klien bahwa untuk mencapai tujuan yang telah disepakati,
diperlukan beberapa kali sesi (pertemuan) dan jumlah waktu tertentu.
75
Contoh:
“Jon, kita perlu waktu untuk mengumpulkan data tes dan data-data lain tentang
diri dan kehidupanmu. Setelah itu kita juga perlu melakukan pertemuan antara
satu hingga dua kali untuk membantumu menemukan beberapa alternatif untuk
memecahkan masalahmu. Kita juga perlu melakukan beberapa kali pertemuan
untuk mengevaluasi hasil-hasil dari pemecahan masalah tersebut. Secara
keseluruhan, mungkin kita akan melakukan pertemuan sebanyak delapan hingga
sepuluh kali dan setiap pertemuan itu kita akan berdiskusi selama 60 hingga 90
menit. Nah, apakah kamu mengerti?”
76
Contoh:
“Kita akan berbicara banyak hal tentang masalah yang sedang kamu alami serta
bagaimana memecahkannya. Dalam proses ini mungkin pada suatu saat nanti
kamu merasa tidak puas, kecewa, dan frustrasi. Jika itu terjadi, kamu boleh
mengatakan apa saja untuk mengungkapkan ketidakpuasanmu itu tetapi jangan
merusak benda-benda yang ada di ruang ini dan di tempat lain. Kamu juga tidak
boleh menyerang atau melukai saya secara fisik. Jika itu terjadi, di samping
hubungan kita akan menjadi rusak, kamu juga harus bertanggung jawab untuk
menggantinya...”
Contoh:
“Baik Jon, sebelum kita mulai saya ingin memperjelas peran saya dalam
hubungan kita saat ini agar kamu tidak canggung. Kamu mungkin melihat saya
memakai dua baju di sekolah ini, sebagai seorang guru dan sebagai seorang
konselor. Ketika di kelas, saya memakai baju guru yang mungkin harus menilai
aktivitasmu dalam belajar. Di sini, sekarang ini, saya mengenakan baju konselor
dan saya akan menerimamu secara pribadi. Artinya, dalam hubungan kita
sekarang ini, kamu boleh berbicara apa saja secara bebas dan tidak perlu takut
akan mendapat sanksi dari saya. Dalam hubungan ini, peran saya adalah
mendengarkan apa saja yang akan kamu katakan, berusaha memahami apa
77
sebenarnya yang menjadi masalahmu, dan kemudian berusaha membantumu
memecahkan masalah tersebut. Saya dapat membantumu hanya jika kamu mau
membicarakan secara terbuka dan jujur tentang apa yang menjadi masalahmu.
Saya juga menjamin bahwa apa saja yang kamu bicarakan dengan saya akan
dijaga kerahasiaannya. Nah, apakah kamu mengerti apa yang saya katakan?”
Contoh:
“Jon, masalahmu yang pertama yang ingin kita pecahkan adalah kamu mengalami
kesulitan untuk menyatakan perasaanmu ketika kamu merasa tersinggung oleh
ucapan teman-temanmu. Kamu ingin memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan perasaanmu itu. OK, saya akan membantumu dengan
menggunakan suatu strategi yang disebut “latihan asertif.” Melalui strategi ini
saya akan membantumu belajar cara-cara yang efektif untuk menyatakan
perasaan-perasanmu dan pikiranmu pada orang lain. Mula-mula saya akan
menjelaskan sehingga kamu dapat memahami dan dapat membedakan antara
prilaku asertif dan tidak asertif. Kemudian saya akan memodelkan bentuk-bentuk
perilaku asertif verbal maupun non verbal dan memintamu untuk menirukannya
hingga benar, lalu melatihmu tentang keterampilan tersebut hingga kamu dapat
benar-benar mempraktekkannya baik di sini maupun di hadapan teman-temanmu
78
atau dimanapun ketika kamu ingin merespon ucapan-ucapan orang lain yang
menyinggung perasaanmu. Nah, apakah kamu mengerti?”
II. Kerjakan sesuai dengan petunjuk dalam soal latihan berikut ini.
79