Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN MASALAH PENYAKIT


INFEKSI HIV/AIDS

DISUSUN OLEH :
Ni Luh Gede Lira Ananda Dewi
181110

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS HUSADA


2021
DAFTAR ISI

Halaman sampul.....................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................2
BAB I....................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................4
BAB II...................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................5
2.1 Pengertian.................................................................................5
2.2 Etiologi.....................................................................................5
2.3 Macam infeksi HIV..................................................................7
2.4 Patofisiologi..............................................................................8
2.5 Periode Penularan HIV pada Ibu hamil....................................9
2.6 Gejala HIV AIDS...................................................................11
2.7 Pemeriksaan diagnostic..........................................................12
2.8 Pengobatan.............................................................................12
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan.................................................14
BAB III...............................................................................................20
PENUTUP...........................................................................................20
3.1 Kesimpulan.............................................................................20
3.2 Saran.......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................21
BAB I

HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba membahas
bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan sebuah proses
keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah
retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi
kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang
dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo.
Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.
Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi seluruh dunia
dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada,
mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades). Terdapat dua kelompok,
yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang
dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan
di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan
India. HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat
banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya menular
dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi oportunistik dan AIDS
yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2, ketidakmampuan menghasilkan
kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang
yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal
dalam proses penularannya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian HIV/AIDS?


2. Bagaimana etiologi HIV?
3. Apa saja macam – macam infeksi HIV?
4. Bagaimana patofisiologi HIV?
5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil?
6. Bagaimana gejala HIV?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV?
8. Bagaimana pengobatan HIV?
9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS


2. Mengetahui etiologi HIV
3. Mengetahui macam – macam infeksi HIV
4. Mengetahui patofisiologi HIV
5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil
6. Mengetahui gejala HIV
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV
8. Mengetahui pengobatan HIV
9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma  penyakit yang muncul secara
kompleks  dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh infeksi HIV.
a. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk
dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi
imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,
1997 : 171).
b. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
c. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
(dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).

Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah
diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit
infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan. 

1.4 Etiologi

Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.

Cara penularan HIV:


1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan
atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal:
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat
itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari
ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau
juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Kelompok resiko tinggi:


1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

1.5 Macam infeksi HIV

Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga
Tahap :
a. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid,
terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi
virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut
yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik.
Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12
minggu.
Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang
rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita
dapat mengalami pembesaran

b. kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun.
Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik
dapat berakhir antara 7-10 tahun.
c. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara
cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik,
dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di
Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+
kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins,
dkk, 1998 : 143 )

1.6 Patofisiologi

a. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya
pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh
penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral
DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan
lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
b. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang
baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran
darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit
demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan
tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain.
Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.

Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah
c. hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
d. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung
dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
e. Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem
kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–
infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang
pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

1.7 Periode Penularan HIV pada Ibu hamil

1. Periode Prenatal

Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff, 1987). Sejarah
kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan
bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko
tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV
merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan melalui
pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.

Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka memasuki
perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer
negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan
perawatan prenatal selama 8 minggu
mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum
antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus
diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat membantu
mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987;
Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan menjadi lebih
lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau
infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh
penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki
bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV.
Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella
ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang dimurnikan/puriviet protein derivatif
(PPD)) telah dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena
vaksin tersebut berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan
produk-produk darah).  Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D Imunoglobulin.
Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl
yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor
regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes
darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa
ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan
berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV.

2. Periode Intrapartum

Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk infeksi tanpa
gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan
obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn
penyebaran HIV nosocomial  dan
perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama
kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan.
Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel
darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu,
seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum.

Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang
dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan
tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi
penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985;
Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti
yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang
berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh
infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di
tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu
antibody yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi
sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai
pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi
mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central
nervous system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan
Lhympaclenophaty.

1.8 Gejala HIV AIDS

1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus

1.9 Pemeriksaan diagnostic

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


a. Western blot
b. P24 antigen test
c. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. Hematokrit.
b. LED
c. CD4 limfosit
d. Rasio CD4/CD limfosit
e. Serum mikroglobulin B2
f. Hemoglobulin

1.10Pengobatan

Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup
memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik
pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau

1. lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV
dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif
(HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral
RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral
yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi
turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine
(Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa
bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%.
Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu
selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka
penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat
sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari
Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu
dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut
dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu
dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi
tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

1.11Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Biodata Klien

2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan
pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia,
atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit
kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien.

3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)


a) Aktifitas / Istirahat
1) Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
2) Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas
( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
1) Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
2) Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego 
1) Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan,
mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
2) Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
1) Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
2) Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering,
nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan
karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
1) Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
2) Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk,
edema
f) Hygiene
1) Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
2) Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
1) Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
2) Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
1) Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
2) Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan 
1) Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
2) Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
j) Seksualitas
1) Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan.
2) Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
k) Interaksi Sosial
1) Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma
AIDS.
2) Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian.
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi
bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi

b. Pemeriksaan lain :
1) EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
2) Tes Lainnya
3) Sinar X dada
4) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
5) Tes Fungsi Pulmonal
6) Deteksi awal pneumonia interstisial
7) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
8) Biopsis
9) Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
10) Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah
dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder
terhadap diare
C. Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


No Diagnosa Intervensi Rasional
hasil
1 Resiko tinggi Pasien akan bebas 1.     Monitor tanda- 1.      Untuk
infeksi infeksi setelah tanda infeksi baru. pengobatan dini
berhubungan dilakukan tindakan 2.     gunakan teknik 2.      Mencegah
dengan keperawatan selama aseptik pada setiap pasien terpapar
imunosupresi, 3×24 jam dengan tindakan invasif. Cuci oleh kuman
malnutrisi dan kriteria hasil: tangan sebelum patogen yang
pola hidup yang -    Tidak ada luka meberikan tindakan. diperoleh di
beresiko. atau eksudat. 3.     Anjurkan pasien rumah sakit.
-    Tanda vital metoda mencegah 3.      Mencegah
dalam batas normal terpapar terhadap bertambahnya
(TD : 110/70, RR : lingkungan yang infeksi
16-24, N : 60-100, patogen. 4.      Meyakinkan
S : 36-37) 4.     Kumpulkan diagnosis akurat
-    Pemeriksaan spesimen untuk tes lab dan pengobatan
leukosit normal sesuai order. 5.      Mempertaha
(6000-10000) 5.     Atur pemberian nkan kadar darah
antiinfeksi sesuai yang terapeutik
order  
2 Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1.     Anjurkan pasien 1.      Pasien dan
infeksi (kontak ditransmisikan atau orang penting keluarga mau dan
pasien) setelah dilakukan lainnya metode memerlukan
berhubungan tindakan mencegah transmisi informasikan ini
dengan infeksi keperawatan HIV dan kuman
HIV, adanya selama  3×24 jam patogen lainnya. 2.      Mencegah
infeksi dengan kriteria hasil: 2.     Gunakan darah transimisi infeksi
nonopportunisitik -    kontak pasien dan cairan tubuh HIV ke orang lain
yang dapat dan tim kesehatan precaution bial merawat
ditransmisikan. tidak terpapar HIV pasien. Gunakan
-    Tidak terinfeksi masker bila perlu.
patogen lain seperti
TBC.
3 Resiko tinggi Defisit volume 1.         Kaji konsistensi 1.      Mendeteksi
defisit volume cairan dapat teratasi dan frekuensi  feses dan adanya darah
cairan setelah dilakukan adanya darah. dalam feses
berhubungan tindakan 2.         Auskultasi 2.      Hipermotilit
dengan output keperawatan selama bunyi usus i mumnya dengan
cairan berlebih 1×24 jam dengan 3.         Atur agen diare
sekunder terhadap criteria hasil: antimotilitas dan 3.      Mengurangi
diare -    perut lunak psilium (Metamucil) motilitas
-    tidak tegang sesuai order usus,  yang pelan,
-    feses lunak, 4.         Berikan emperburuk
warna normal ointment A dan D, perforasi pada
-    kram perut vaselin atau zinc oside intestinal
hilang, 4.      Untuk
menghilangkan
distensi
D. Implementasi
Didasarkan pada  diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai  berdasarkan NCP.
E. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti
jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi,
dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah
terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus
dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi
dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1
bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya
gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1
bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes
simplex kronik progresif, limfadenopati generalist,infeksi jamur berulang pada kelamin wanita,
retinitis cytomegalovirus.

1.12 Saran

Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana
melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga
menderita HIV.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,
EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. 07


Oktober 2013. 13.00 WIB (access online)

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 05 Oktober 2013. 15.10
WIB (access online)

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.
http://www.mkb-online.org/. 05 Oktober 2013. 13.30 WIB (access onlin

Anda mungkin juga menyukai