Anda di halaman 1dari 40

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DARING

BERBASIS ETNOMATEMATIKA PADA MATERI BANGUN


RUANG SISI DATAR KELAS VIII SMP NEGERI 1
BANGKINANG KOTA

Disusun Oleh:

DICKY RIAN
1784202001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Covid-19 saat ini telah menjajah negara indonesia, dimana penyebaran

penyakit tersebut sangat cepat. Bukan hanya di Indonesia, bahkan di penjuru

dunia saat ini sedang mengalami krisis kesehatan. Awalnya penyebaran

covid-19 sangat berdampak pada kegiatan ekonomi yang mulai lesu, tidak

hanya itu dilansir dari berita harian Kompas (2020) pemerintah di beberapa

daerah juga membuat kebijakan penutupan jalan hingga pembatasan wilayah

untuk warga yang ingin keluar masuk dalam suatu daerah yang juga disebut

lockdown. Namun saat ini dampak dari wabah tersebut juga dirasakan oleh

dunia pendidikan.

Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB menyatakan bahwa salah satu

sektor yang terdampak adanya wabah ini adalah dunia Pendidikan [ CITATION

Ika20 \l 2057 ]. Hal tersebut membuat beberapa negara memutuskan untuk

menutup sekolah maupun perguruan tinggi. Sebagai upaya untuk mencegah

penyebaran covid-19. World Health Organization (WHO) merekomendasikan

untuk menghentikan sementara kegiatan-kegiatan yang akan berpotensi

menimbulkan kerumunan massa. Bahkan selama merebaknya covid-19 di

Indonesia, banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk mencegah

penyebarannya dengan social distancing, salah satunya dengan adanya Surat

Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Direktorat


Pendidikan Tinggi No. 1 Tahun 2020 mengenai pencegahan penyebaran

covid 19 di dunia Pendidikan. Dalam surat edaran tersebut Kemendikbud

menginstruksikan untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh dan

menyarankan para peserta didik untuk belajar dari rumah masing-masing.

Terhitung semenjak bulan Maret lalu dampak yang diberikan covid 19 pada

kegiatan belajar mengajar cukup terasa, hal tersebut terlihat dari pembelajaran

yang semestinya dilakukan secara langsung dan bermakna sekarang hanya

dapat dilakukan secara mandiri. Dengan begitu peserta didik melakukan

pembelajaran tidak langsung dengan memanfaatkan pembelajaran dalam

jaringan atau daring yang dirasa cukup tepat guna di situasi seperti saat ini.

Dampak dari belum meredanya wabah covid 19 ini pembelajaran masih

akan terus dilakukan dari rumah masing-masing (study from home). Salah

satu alternatif agar pembelajaran tetap berjalan yaitu dengan pembelajaran

dalam jaringan secara online. Moore et al (dalam Firman dan Sari, 2020)

menyebutkan bahwa pembelajaran online merupakan suatu kegiatan belajar

yang membutuhkan jaringan internet dengan konektivitas, aksesibilitas,

fleksibilitas, serta kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi

pembelajaran.

(Zhang et al., 2004) menunjukkan bahwa penggunaan internet dan

teknologi multimedia mampu merombak cara penyampaian pengetahuan dan

dapat menjadi alternatif pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas.

Pelaksanaan pembelajaran daring membutuhkan adanya fasilitas sebagai

penunjang, yaitu seperti smartphone, laptop, ataupun tablet yang dapat


digunakan untuk mengakses informasi dimanapun dan kapanpun (Gikas &

Grant, 2013). Di Indonesia sendiri, ada beberapa aplikasi yang disediakan

pemerintah sebagai penunjang kegiatan belajar di rumah. Selain itu seorang

pendidik dapat melakukan tatap muka bersama peserta didiknya melalui

aplikasi yang dapat diakses dengan jaringan internet. Namun beberapa

kendala yang ada dalam pembelajaran daring membuat para peserta didik

kurang berminat terhadap pembelajaran daring tersebut.

Maka seluruh guru di Indonesia harus mempersiapkan perangkat

pembelajaran baru yang bisa digunakan oleh guru dalam pelaksanan belajar

mengajar daring. Tak sedikit pula guru yang menggunakan perangkat

pembelajaran tatap muka tetapi digunakan pula pada pembelajaran daring.

Hal ini membuat siswa kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan

oleh guru.

Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan

kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi dan

memahami budaya Indonesia yang diperlukan bagi kehidupannya.

Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi

kepedulian para pendidik. Melalui kurikulum, rancangan pendidikan untuk

mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa, tugas mempersiapkan

generasi muda bangsa menjadi lebih terarah.

Pembelajaran akan lebih baik jika menggunakan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) sistematis dan lengkap, dengan pendekatan

pembelajaran, model pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar


yang sesuai (Majid, 2004). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah

rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.

RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran

peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Inti (KI). Silabus

merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan

kajian mata pelajaran (UU No. 65 Tahun 2013)

Selain Silabus dan RPP, perangkat pembelajaran yang lain yang

diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar adalah Lembar Kegiatan

Siswa (LKS). LKS bertujuan untuk membantu peserta didik untuk

menemukan konsep. LKS berisi petunjuk-petunjuk yang mengarahkan

peserta didik dalam proses penyelesaikan suatu permasalahan.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip

pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran berbasis student centered.

Kegiatan pembelajaran seperti itu diharapkan mampu memberdayakan semua

potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Guru

diharapkan bisa menjadi fasilisator yang baik serta dapat mengarahkan

peserta didik untuk menemukan konsep secara mandiri ataupun berkelompok

selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode yang sesuai dalam

Kurikulum 2013.

Pada proses pembelajaran dalam kurikulum 2013, pendekatan yang

dilakukan adalah pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik menurut

Permendikbud nomor 103 tahun 2013 merupakan pendekatan berbasis proses

keilmuan yang merupakan pengorganisasian pengalaman belajar dengan


urutan logis. Seperti yang dijelaskan dalam lampiran Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2014,

proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman

belajar yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan

mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik ini dilaksanakan dengan

menggunakan modus pembelajaran langsung atau tidak langsung sebagai

landasan dalam menerapkan berbagai strategi dan model pembelajaran sesuai

dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.

Etnomatematika adalah model, gaya dan teknik menjelaskan, memahami

dan menghadapi lingkungan alam dan budaya dalam sistem budaya yang

berbeda (D’Ambrosia (1994:234). Kajian etnomatematika dalam

pembelajaran matematika dapat mencakup segala bidang. Etnomatematika

menggunakan konsep matematika secara luas yang terkait dengan berbagai

aktivitas matematika, meliputi aktivitas mengelompokkan, berhitung,

mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain, menentukan lokasi dan

lain sebagainya (D’Ambrosia, 1994:232).

Indonesia adalah negara kepulauan atau sering juga disebut Nusantara.

Terdapat beragam suku bangsa, bahasa, seni dan budaya, hingga kekayaan

flora dan fauna di dalamnya. Khusus dalam hal seni dan budaya, Indonesia

menyimpan banyak peninggalan sejarah yang bernilai seni tinggi. Dalam

pembelajaran di sekolah, semua cerita tentang kebudayaan Indonesia hanya

dipelajari dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Padahal budaya juga dapat dipelajari melalui matematika.


Mengingat hal tersebut, perlu adanya pengembangan perangkat

pembelajaran yang menggunakan objek-objek budaya dalam pembelajaran

matematika, khususnya pada materi geometri, agar peserta didik pun juga

dapat mengenal budaya daerah saat mempelajari pelajaran matematika.

Perangkat pembelajaran perlu dikembangkan karena perangkat pembelajaran

yang digunakan banyak yang belum diketahui nilai kevalidan, kepraktisan

dan keefektifannya. Selain itu, berkaitan dengan sumber belajar matematika

terdapat beberapa objek budaya di Indonesia yang dapat digunakan sebagai

bahan ajar pada pembelajaran matematika, tetapi belum banyak dimanfaatkan

untuk pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan beberapa permasalahan di atas maka perlu dibuat

Pengembangkan Perangkat Pembelajaran Daring Berbasis Etnomatematika

Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik perangkat pembelajran daring berbasis

etnomatematika yang valid?

2. Bagaiamana karakteristik perangkat pembelajran daring berbasis

etnomatematika yang praktis?

3. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran daring berbasis

etnomatematika?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah yang dibuat, maka Tujuan Penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahaui karakteristik perangkat pembelajaran daring berbasis

etnomatematika yang valid

2. Mengetahui karakteristik perangkat pembelajaran daring berbasis

etnomatematika yang praktis

3. Melihat evektifitas perangkat pembelajaran daring berbasis

etnomatematika

D. Definisi Istilah

Beberapa istilah yang perlu diperhatikan sebagai dasar pemahaman

terhadap penelitian pengembangan yang akan dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Perangkat Pembelajaran adalah segala persiapan yang dilakukan oleh

seorang guru atau lebih untuk mempersiapkan alat pelaksanaan dan

evalusi pembelajaran yang disusun secara sistematis.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah salah satu komponen

Perangkat Pembelajaran yang dipegang guru untuk melaksanakan suatu

proses pembelajaran, yang mana proses pembelajarannya sesuai dengan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Inti yang telah ditetapkan.

3. Silabus adalah salah satu komponen Perangkat Pembelajaran pada

kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu.


4. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran yang berisi seluruh

tugas peserta didik,biasanya terdapat langkah penyelesaiannya untuk

mengerjakan tugas tersebut.

5. Kebudayan adalah cara berfikir, cara bertindak, serta juga objek material

yang dihasilkan dan hal itu dilakukan berulang-ulang sehingga

membentuk suatu kebudayaaan.

6. Etnomatematika adalah gaya atau model pembelajaran matematika

dengan konteks kebudayaan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Perangkat Pembelajaran

a. Pengertian Perangkat Pembelajaran

Menurut Nazarudin (2007:111) perangkat pembelajaran adalah

segala sesuatu atau beberapa persiapan yang disusun oleh guru baik

secara individu maupun kelompok agar pelaksaan dan evaluasi

pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil

seperti yang diharapkan, sedangkan perangkat pembelajaran yang

dimaksud terdiri atas Analisis Pekan Efektif, Program Tahunan,

Program Semester, Silabus, Rencana Pelaksaan Pembelajaran, dan

Kriteria Ketuntasan Minimal. Perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dalam penelitian ini adalah Lembar Kegiatan Siswa

(LKS).

b. Jenis Perangkat Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Menurut Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Tentang

Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu

perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan

penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran memiliki beberapa

komponen yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Identitas

b. Indikator

c. Tujuan Pembelajaran

d. Materi Pembelajaran

e. Metode Pembelajaran

f. Langkah-langkahh Pembelajaran

g. Sumber Belajar

h. Penilaian Hasil Belajar

Komponen-komponen tersebut dapat digunakan sebagai acuan

dalam langkah-langkah penyusunan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran seperti berikut.

a. Mengisi Identitas

Identitas memuat nama mata pelajaran, sekolah,

kelas/semester, alokasi waktu, KI dan KD.

b. Merumuskan Indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar

yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta

didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan

dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan


teramati. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun

alat penilaian.

c. Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang

ditarget dalam perencanaan pembelajaran. Tujuan

pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang

operasional dari kompetensi dasar.

d. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran

dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang ada

dalam silabus.

e. Menentukan metode pembelajaran

Metode bisa diartikan sebagai cara yang dipilih atau model

atau pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran.

f. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari tiga kegiatan,

yaitu kegiatan pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kegiatan pembelajaran diwujudkan melalui penggunaan

metode, pendekatan atau model yang dipilih dan bervariasi.

g. Menentukan sumber belajar

Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang

ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan.


Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media,

nara sumber, alat, dan bahan.

h. Menetapkan penilaian

Penilaian terdiri atas tiga hal penting yaitu teknik penilaian,

bentuk instrumen, dan instrumen penilaian. Penilaian

pencapaian kompetensi dasar siswa dilakukan berdasarkan

indikator yang telah disusun. Jika penilaian menggunakan tes

tertulis uraian atau berupa proyek maka penilaian harus

disertai rubrik penilaian.

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Standar Proses, penyusunan RPP memiliki beberapa prinsip

sebagai berikut:

a. Memperhatikan perbedaan individu siswa

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis

kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi

belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar,

kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,

norma, nilai dan/atau lingkungan siswa.

b. Mendorong partisipasi aktif siswa

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa

untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,

inspirasi, kemandirian dan semangat belajar.


c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan

kegemaran membaca, pemahaman belajar bacaan dan

berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

d. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik

positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

e. Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan

keterpaduan antara KI, KD, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian dan

sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

f. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan

teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,

sistematis dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

RPP yang baik adalah RPP yang mencakup seluruh

komponen-komponen RPP serta dalam penyusunannya

memperhatikan prinsip-prinsip RPP.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Menurut Theresia Widyantini (2013: 3) Lembar Kegiatan

Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus

dikerjakan siswa yang berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk


menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa.

Menurut Abdul Majid (2006:176) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh

siswa. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk dan langkah-

langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Berdasarkan beberapa

uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Lembar Kegiatan Siswa

(LKS) adalah lembaran tugas berupa petunjuk atau langkah-

langkah kegiatan dari guru kepada siswa untuk mempermudah

siswa dalam menyelesaikan suatu tugas.

Komponen Lembar Kegiatan Siswa (LKS) menurut

Depdiknas (2008: 23) terdiri dari judul, KD yang akan dicapai,

waktu penyelesaian, peralatan/bahan. Menurut Depdiknas (2008:

23) langkah penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah

sebagai berikut:

a. Menganalisis Krikulum

Menganalisis kurikulum untuk menentukan materi-materi

mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Materi ditentukan

dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari

materi yang akan diajarkan dan kompetensi yang harus

dimiliki siswa.
b. Menyusun peta kebutuhan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Peta kebutuhan LKS digunakan untuk menentukan urutan

dan jumlah LKS yang harus ditulis. Pada tahap ini dilakukan

analisis sumber belajar.

c. Menentukan judul Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Judul LKS ditentukan atas dasar KD, materi pokok, atau

pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD

dapat dijadikan sebagai satu judul apabila kompetensi itu tidak

terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi dengan

cara diuraikan ke dalam materi pokok. Materi pokok yang

lebih dari empat sebaiknya dipecah menjadi dua LKS.

d. Menulis Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah

berikut:

1) Perumusan KD yang harus dikuasai

2) Menentukan alat penilaian

3) Penyusunan materi

Menurut Depdiknas (2008: 28) setelah bahan LKS selesai

ditulis maka LKS tersebut harus dievaluasi kelayakannya sesuai

dengan komponen evaluasi yang mencakup komponen kelayakan

isi, komponen kebahasaan, komponen sajian, dan komponen

kegrafikan.

a. Komponen kelayakan isi, antara lain:


1) Kesesuaian dengan KI dan KD

2) Kesesuaian dengan perkembangan anak

3) Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar

4) Kebenaran substansi materi pembelajaran

5) Manfaat untuk penambahan wawasan

6) Kesesuaian dengan nilai moral dan nilai-nilai sosial

b. Komponen kebahasaan, antara lain:

1) Keterbacaan

2) Kejelasan informasi

3) Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang baik

dan benar.

4) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan

singkat)

5) Komponen penyajian, antara lain:

6) Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai

7) Urutan sajian

8) Pemberian informasi dan daya tarik

9) Interaksi (pemberian stimulus dan respons)

10) Kelengkapan informasi

11) Komponen kegrafikan, antara lain:

12) Penggunaan jenis dan ukuran huruf

13) Layout atau tata letak

14) Ilustrasi, gambar dan foto


15) Desain tampilan.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, komponen

evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur kelayakan LKS

pada penelitian ini mencakup komponen kelayakan isi, komponen

kebahasaan, komponen sajian dan komponen kegrafikan.

3. Bahan Ajar

Bahan ajar adalah seperangkat materi pembelajaran yang

disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana

yang memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2008: 7).

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan

untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar dikelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan

tertulis maupun bahan tidak tertulis. Bahan ajar merupakan

informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk

perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (Ali

Mudlofir, 2011: 28).

Dengan mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan

usia dan karakteristik siswa akan didapatkan beberapa manfaat

yaitu:

a. Bagi guru

1) Guru akan memperoleh bahan ajar yang sesuai dengan

kurikulum dan kebutuhan belajar siswa.


2) Guru tidak akan bergantung lagi pada buku teks yang

kadang sulit diperoleh.

3) Guru akan dapat menambah khasanah pengetahuan dan

pengalaman dalam menulis bahan ajar.

4) Guru akan dapat membangun komunikasi pembelajaran

yang efektif antara guru dan siswa.

b. Bagi siswa

1) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa menjadi lebih

menarik.

2) Siswa akan mendapat lebih banyak kesempatan untuk

belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan

terhadap guru.

3) Siswa dapat dengan mudah mempelajari setiap kompetensi

(Depdiknas, 2008: 9).

Menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah (2008) pengembangan bahan ajar hendaklah

memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip

pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu

apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang

kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka;

b. pengulangan dalam pembelajaran sangat diperlukan agar siswa

lebih memahami suatu konsep. Namun pengulangan dalam


penulisan bahan belajar harus disajikan secara tepat dan

bervariasi sehingga tidak membosankan;

c. umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap

pemahaman siswa;

d. seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih

berhasil dalam belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas dalam

melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan

motivasi. Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain

dengan memberikan pujian, memberikan harapan, menjelaskan

tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun menceritakan

sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dll;

e. mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap,

akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu;

f. mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa

untuk terus mencapai tujuan.

Sumber bahan ajar merupakan tempat dimana bahan ajar dapat

diperoleh. Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk

mendapatkan materi pembelajaran dari setiap kompetensi dasar.

Ali Mudlofir (2011: 138) menjabarkan sumber-sumber bahan ajar

sebagai berikut:

a. Buku teks,

b. Laporan hasil penelitian,

c. jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah),


d. Pakar bidang studi,

e. Professional,

f. Buku kurikulum,

g. Penerbitan berkala seperti harian, mingguan dan bulanan,

h. Internet,

i. Media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio),

j. lingkungan (alam, sosial, seni budaya, teknik, industri,

ekonomi).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-

bentuk bahan ajar adalah sebagai berikut:

a. Bahan cetak, seperti hand out, buku, LKS, lembar kerja siswa,

brosur, leaflet;

b. Audio visual, seperti video/film, VCD;

c. Audio, seperti radio, kaset, CD audio, PH;

d. Visual, seperti foto, gambar, model/maket;

e. Multimedia, seperti CD interaktif, computer based, internet.

Menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah (2008), sebuah bahan ajar paling tidak mencakup

hal-hal berikut:

a. Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru),

b. Kompetensi yang akan dicapai,

c. Content atau isi materi pembelajaran,

d. Informasi pendukung,
e. Latihan-latihan,

f. Petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja (lk),

g. Evaluasi,

h. Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi.

B. Pengertian Pembelajaran Daring

Dampak yang diberikan covid 19 pada kegiatan belajar mengajar cukup

terasa, hal tersebut terlihat dari pembelajaran yang semestinya dilakukan

secara langsung dan bermakna sekarang hanya dapat dilakukan secara

mandiri. Dengan begitu peserta didik melakukan pembelajaran tidak langsung

dengan memanfaatkan pembelajaran dalam jaringan atau daring yang dirasa

cukup tepat guna di situasi seperti saat ini.

Dampak dari belum meredanya wabah covid 19 ini pembelajaran masih

akan terus dilakukan dari rumah masing-masing (study from home). Salah

satu alternatif agar pembelajaran tetap berjalan yaitu dengan pembelajaran

dalam jaringan secara online. Moore et al (dalam Firman dan Sari, 2020)

menyebutkan bahwa pembelajaran online merupakan suatu kegiatan belajar

yang membutuhkan jaringan internet dengan konektivitas, aksesibilitas,

fleksibilitas, serta kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi

pembelajaran.

(Zhang et al., 2004) menunjukkan bahwa penggunaan internet dan

teknologi multimedia mampu merombak cara penyampaian pengetahuan dan

dapat menjadi alternatif pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas.

Pelaksanaan pembelajaran daring membutuhkan adanya fasilitas sebagai


penunjang, yaitu seperti smartphone, laptop, ataupun tablet yang dapat

digunakan untuk mengakses informasi dimanapun dan kapanpun (Gikas &

Grant, 2013). Di Indonesia sendiri, ada beberapa aplikasi yang disediakan

pemerintah sebagai penunjang kegiatan belajar di rumah. Selain itu seorang

pendidik dapat melakukan tatap muka bersama peserta didiknya melalui

aplikasi yang dapat diakses dengan jaringan internet. Namun beberapa

kendala yang ada dalam pembelajaran daring membuat para peserta didik

kurang berminat terhadap pembelajaran daring tersebut.

Penggunaan teknologi mobile mempunyai sumbangan besar dalam

lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya adalah pencapaian tujuan

pembelajaran jarak jauh (Korucu & Alkan, 2011). Berbagai media juga dapat

digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran secara daring.

Misalnya kelas-kelas virtual menggunakan layanan Google Classroom,

Edmodo, dan Schoology (Enriquez, 2014; Sicat, 2015; Iftakhar, 2016), dan

aplikasi pesan instan seperti WhatsApp (So, 2016). Pembelajaran secara

daring bahkan dapat dilakukan melalui media social seperti Facebook dan

Instagram (Kumar & Nanda, 2018). Pembelajaran daring menghubungkan

peserta didik dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur,

perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat

saling berkomunikasi, berinteraksi atau berkolaborasi (secara

langsung/synchronous dan secara tidak langsung/asynchronous).

Pembelajaran daring adalah bentuk pembelajaran jarak jauh yang


memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi, misalnya internet,

CD-ROOM (Molinda, 2005).

C. Pengertian Etnomatematika

Istilah etnomatematika diperkenalkan pertama kali oleh D’ambrosio,

seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977. Definisi etnomatematika

menurut D’ambrosio (Rosa & Orey, 2011) adalah:

The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers

to socialcultural context and therefore includes language, jargon,

and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of

mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know, to

understand, and to do activities such as ciphering, measuring,

classifying, inferring and modeling. The suffix tics is derived from

techne, and has the same root as technique.

Secara bahasa, awalan ethno diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas

yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode

perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar mathema cenderung berarti

menjelaskan, mengetahui, memahami dan melakukan kegiatan seperti

pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan.

Akhiran kata tics berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik (Astri

Wahyuni dkk, 2013: 1).

Menurut Wahyuni (2013: 2) etnomatematika adalah bentuk matematika

yang dipengaruhi atau didasarkan budaya. Melalui penerapan etnomatematika


dalam pendidikan khususnya pendidikan matematika diharapkan nantinya

siswa dapat lebih memahami matematika, dan lebih memahami budaya

mereka, dan nantinya para pendidik lebih mudah untuk menanamkan nilai

budaya itu sendiri dalam diri siswa, sehingga nilai budaya yang merupakan

bagian karakter bangsa tertanam sejak dini dalam diri siswa.

Shirley (Marsigit, 2016: 2) berpandangan bahwa sekarang ini bidang

etnomatematika, yaitu matematika yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, dapat digunakan sebagai

pusat proses pembelajaran dan metode pengajaran, walaupun masih relatif

baru dalam dunia pendidikan.

Menurut Marsigit (2016: 6-8) peran etnomatematika dalam pembelajaran

di sekolah adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika selaras dengan hakikat

matematika sekolah.

Ebbutt dan Staker (1995) mendefinisikan metematika sekolah sebagai

suatu kegiatan penelusuran pola dan hubungan, intuisi dan investigasi,

komunikasi dan pemecahan masalah.

a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika akan memberi

implikasi siswa:

1) Memperoleh kesempatan untuk melakukan kegiatan penemuan dan

penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan matematika.


2) Memperoleh kesempatan untuk melakukan percobaan matematika

dengan berbagai cara,

3) Memperoleh kesempatan untuk menemukan adanya urutan,

perbedaan, perbandingan, pengelompokan dalam matematika,

4) Memperoleh kesempatan unuk menarik kesimpulan umum

(membuktikan rumus),

5) Memahami dan menemukan hubungan antara pengertian

matematika satu dengan yang lainnya.

b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi

Pembelajaran metematika berbasis etnomatematika akan memberi

implikasi bagi siswa:

1) Mempunyai inisiatif untuk mencari penyelesaian persoalan

matematika

2) Mempunyai rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan

menyanggah dan kemampuan memperkirakan,

3) Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal

bermanfaat,

4) Berusaha menemukan struktur dan desain matematika,

5) Menghargai penemuan siswa yang lainnya,

6) Mencoba berpikir refleksif, yaitu mencari manfaat matematika,

7) Tidak hanya menggunakan satu metode saja dalam menyelesaikan

matematika.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika mempunyai sifat-

sifat:

1) Menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang

timbulnya persoalan matematika,

2) Memberikan kesempatan kepada siswa memecahkan persoalan

matematika menggunakan caranya sendiri dan juga bersama-sama,

3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan

informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan

matematika,

4) Memberi kesempatam kepada siswa untuk melakukan kegiatan

berpikir logis, konsisten, sistematis dan membuat catatan,

5) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memcahkan

persoalan matematika,

6) Memberikan kesempatan menggunakan berbagai alat peraga

matematika seperti: jangka, kalkulator, penggaris, busur derajat,

dsb.

d. Matematika sebagai alat berkomunikasi

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika akan memberi

implikasi siswa:

1) Berusaha mengenalai dan menjelaskan sifat-sifat matematika

2) Berusaha membuat contoh-contoh persoalan matematika sendiri,

3) Mengetahui alasan mengapa siswa perlu mempelajari matematika,


4) Mendiskusikan penyelesaian soal-soal matematika dengan teman

lain,

5) Mengerjakan contoh soal dan soal-soal matematika,

6) Menjelaskan jawaban siswa kepada teman yang lain.

2. Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika selaras dengan

hakikat siswa belajar matematika

Ebbut dan Straker (1995) memberikan pandangannya bahwa agar

potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal, maka asumsi dan

implikasi berikut dapat dijadikan sebagai referensi:

a. Murid akan belajar jika mendapat motivasi

Pembelajaran metematika berbasis etnomatematika memberi manfaat:

1) Menyediakan kegiatan yang menyenangkan

2) Memperhatikan keinginan mereka

3) Membangun pengertian melalui apa yang mereka ketahui

4) Menciptakan suasana kelas yang mendukung dan merangsang

belajar

5) memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran,

6) Memberikan kegiatan yang menantang,

7) Memberikan kegiatan yang memberikan harapan keberhasilan,

8) Menghargai setiap pencapaian siswa.


b. Cara belajar siswa bersifat unik

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika akan memberi

kesempatan kepada guru untuk:

1) Berusaha mengetahui kelebihan dan kekurangan para siswa,

2) Merencanakan kegiatan yang sesuai dengan tingkat kemampuan

siswa,

3) Membangun pengetahuan dan keterampilan siswa baik yang dia

peroleh di sekolah maupun di rumah,

4) Merencanakan dan menggunakan catatan kemajuan siswa

(assessment).

c. Siswa belajar matematika melalui kerjasama

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika akan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk:

1) Belajar dalam kelompok dapat melatih kerja sama,

2) Belajar secara klasikal memberikan kesempatan untuk saling

bertukar gagasan,

3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatannya

secara mandiri,

4) Melibatkan siswa dalam pengembilan keputusan tentang kegiatan

yang akan dilakukannya

d. Murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam

belajarnya.

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika memberikan sifat:


1) Menyediakan dan menggunakan berbaga alat peraga,

2) Belajar matematika di berbagai tempat dan kesempatan,

3) Menggunakan matematika umtuk berbagai keperluan,

4) Mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat

untuk memecahkan problematika baik di sekolah maupun rumah,

5) Menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni dalam

pengembangan matematika,

6) Membantu siswa merefleksikan kegiatan matematikannya.

D. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian terdahulu yang relevan dari Maulida Yulianti

dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis

Etnomatematika Dengan Pendekatan Saintifik Untuk Pembelajaran

Matematika Pada Materi Geometri SMK pada bidang Teknologi” diperoleh

bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnomatematika yang diangkat

dari budaya Candi Borobudur yang dikembangkan menjadi perangkat

pembelajaran RPP dan LKS, masing-masing memiliki nilai kevalidan 3,73

dan 3,91 (dari nilai maksimal 5). Kemudian perangkat pembelajaran juga

praktis dipakai (skor 4,10 dari maksimal 5), dan efektif untuk pembelajaran

54,17 persen dalam segi pemahaman siswa setelah mempelajari LKS dan

79,68 persen untuk keterlaksanaan proses pembelajaran berdasarkan RPP

yang disusun.

Sedangkan penelitian terdahulu yang relevan dari David Slamet Setiana

dengan judul “Pengembangan Perangkat pembelajaran Matematika Berbasis


Etnomatematika Kraton Yogyakarta” diperoleh hasil bahwa hasil penelitian

ini adalah sebagai berikut: (1) Perangkat pembelajaran dikembangkan

menggunakan model pengembangan Plomp, (2) Produk yang dihasilkan

berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kegiatan

Siswa (LKS), dan perangkat evaluasi yang berupa tes matematika yang

berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta, (3) Menghasilkan perangkat

pembelajaran matematika berbasis etnomatematika Kraton Yogyakarta yang

valid, praktis, dan efektif.

Berdasarkan penelitian yang relevan di atas maka dapat disimpulkan

bahwasannya penelitian pengembangan perangkat pembelajaran berbasis

etnomatematika dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang valid,

praktis dan efektif serta dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep

siswa. Kesamaan yang ada pada penelitian terdahulu dengan penelitian

penulis adalah sama menggunakan perangkat pembelajaran yang dihasilkan

serta berbasis etnomatematika.

E. Kerangka Teoritis

Salah satu faktor yang melatarbelakangi penelitian ini adalah perangkat

pembelajaran yang disajikan oleh guru mata pelajaran matematika tidak valid,

praktis serta efektif, sehingga terjadi ketidakpahaman siswa terhadap materi

yang disampaikan. Terlebih lagi disaat pembelajaran daring, siswa dituntut

lebih ekstra memahami materi yang disajikan. Maka dari itulah penulis

meneliti perangkat pembelajaran daring berbasis etnomatematika yang valid,


pratis serta efektif, yang mana pembelajaran akan dikaitkan langsung kepada

kebudayaan daerah setempat yaitu khusunya kabupaten Kampar.

F. Hipotesis
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTS

2. Waktu Penelitian

B. Desain Penelitian

Model pengembangan perangkat pembelajaran RT dipadu dengan PBMP

yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan Plomp.

Model Plomp terdiri dari empat fase, yaitu : (1) preliminary investigation

phase (fase investigasi awal), (2) design phase (fase desain), (3) realization

phase (fase realisasi) dan (4) development (fase tes, evaluasi, dan revisi)2 .

Berikut akan diuraikan secara rinci fase-fase pengembangan perangkat

pembelajaran dengan model Plomp. Fase-fase pengembangan pembelajaran

tersebut adalah sebagai berikut :

Diagram Alur Pengembangan Model Plomp (2011)

Pengembangan LKS ini dilakukan dengan prosedur pengembangan yang

terdiri dari lima fase, yaitu:

1. Fase investigasi awal (prelimenary investigation)

Istilah “prelimenary investigation” juga disebut analisis kebutuhan

(needs analysis) atau analisis masalah (problem analysis). Plomp dan van

de Wolde dalam Rochmad menyatakan:


“In this investigation important elements are the gathering and

analysis of information, the definition of the problem and the

planning of the possible continuation of the project.” Investigasi

unsur-unsur penting adalah mengumpulkan dan menganalisis

informasi, definisi masalah dan rencana lanjutan dari proyek.

Pada fase ini, peneliti mengumpulkan data-data atau informasi

yang terdapat di lapangan dan mengidentifikasi permasalahan yang

terkait. Pengumpulan data ini berfungsi untuk memperkuat latar belakang

masalah, tujuan penelitian, serta manfaatnya. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara, studi dokumentasi dan observasi.

2. Fase desain (design)

Dalam fase ini pemecahan (solution) di desain, mulai dari definisi

masalah. Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendesain pemecahan

masalah yang dikemukakan pada fase investigasi awal. Pada fase ini,

peneliti mendesain produk berupa Lembar Kerja Siswa (LKS).

Tujuan dari fase ini adalah untuk menyiapkan LKS yang akan

dikembangkan. Hal ini dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menetapkan materi LKS yang akan disusun

b. Melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar, serta merancang

bentuk kegiatan pembelajaran yang sesuai.

c. Menyiapkan buku-buku sumber dan buku referensi lainnya.

d. Mengidentifikasi indikator pencapaian kompetensi dan merancang

bentuk dan jenis penilaian yang akan disajikan.


e. Merancang format penulisan LKS

Pada tahap melakukan pemilihan format disesuaikan dengan

faktor-faktor pada tujuan pembelajaran. Selanjutnya mendesain LKS

dan pemilihan model/model pembelajaran. LKS yang dibuat bertujuan

untuk membantu siswa mengasah kemampuan pemecahan masalahnya.

Kegiatan pembelajaran kreatif-produktif yang harus dimuat dalam LKS

ini adalah :

a. Orientasi: penyusunan tujuan pembelajaran, waktu, langkah langkah

pembelajaran,dsg.

b. Eksplorasi: LKS akan mengarahkan siswa untuk mencari tahu atau

menemukan materi yang akan dikaji. Proses meneukan materi

tersebut dapat dilakukan dengan membaca, wawancara, browsing

lewat internet,dsg.

c. Interpretasi: LKS mengarahkan siswa untuk melakukan interpretasi.

Hasil dari eksplorasi, diinterprtasikan melalui kegiatan anlisis dan

tanya jawab.

d. Re-kreasi: setelah menganalisi dan Tanya jawab, siswa diarahkan

untuk membuat kesimpulan sendiri mengenai materi yang dipelajari

e. Evaluasi: pemberian soal soal kepada siswa.

3. Fase realisasi/konstruksi (realization/construction)

Desain merupakan rencana kerja atau cetak-biru untuk

direalisasikan dalam rangka memperoleh pemecahan pada fase

realisasi/konstruksi. Plomp dalam Rochmad menyatakan:


“In fact, the design is a written out or worked out plan which forms

the departure point for the phase in which the solution is being

realized or made. This is often entail construction or production

activities such us curriculum development or the production of

audio-visual material.” Desain merupakan rencana tertulis atau

rencana kerja dengan format titik keberangkatan dari tahap ini

adalah pemecahan direalisasikan atau dibuat. Ini sering diakhiri

dengan kegiatan konstruksi atau produksi seperti pengembangan

kurikulum atau produksi materi audio-visual

Pada fase ini dihasilkan bentuk dasar produk sebagai hasil

realiasasi dari fase desain. Pada tahapan ini, Lembar Kerja Siswa (LKS)

mulai dikembangkan sesuai dengan desain yang sudah dirancang pada

tahap desain.

4. Fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision)

Suatu pemecahan yang dikembangkan harus diuji dan dievaluasi

dalam praktik. Evaluasi adalah proses pengumpulan, memproses dan

menganalisis informasi secara sistematik, untuk memperoleh nilai

realisasi dari pemecahan. Plomp dan van den Wolde dalam Rochmad

menyatakan8:

“without evaluation it can not be determined whether a problem

has been solved satisfactorily, in other words, wether the desired

situation, as described in the definite formulation of the problem,

has been reached.” Tanpa evaluasi tidak dapat ditentukan apakah


suatu masalah telah dipecahkan dengan memuaskan. Dengan

perkataan lain, apakah situasi yang diinginkan sebagaimana yang

diuraikan pada perumusan masalah telah terpecahkan.

Berdasarkan data yang terkumpul dapat ditentukan pemecahan

manakah yang memuaskan dan manakah yang masih perlu

dikembangkan. Ini berarti kegiatan suplemen mungkin diperlukan dalam

fase-fase sebelumnya dan disebut siklus balik (feedback cicle). Siklus

dilakukan berulang kali sampai pemecahan yang diinginkan tercapai.

Pada tahapan ini dilakukan kegiatan validasi kepada ahli media dan

ahli materi. Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai

apakah rancangan produk berupa materi dan kisi-kisi sudah layak dan

sesuai atau belum. Kegiatan validasi desain dilakukan dengan meminta

beberapa dosen yang ahli di bidang matematika untuk menilai atau

memberikan komentar untuk instrumen yang berupa kisi-kisi dan materi

LKS yang dibuat oleh peneliti. Kegiatan yang dilakukan pada waktu

memvalidasi LKS adalah sebagai berikut:

a. Meminta pertimbangan ahli dan praktisi tentang kelayakan LKS

yang telah direalisasikan. Untuk kegiatan ini diperlukan

instrumen berupa lembar validasi dan LKS yang diserahkan

kepada validator.

b. Melakukan analisis terhadap hasil validasi dari validator. Jika

hasil analisis menunjukkan:


c. Valid tanpa revisi, maka kegiatan selanjutnya adalah ujicoba

lapangan.

d. Valid dengan sedikit revisi, maka kegiatan selanjutnya adalah

merevisi terlebih dahulu kemudian langsung uji coba lapangan.

e. Tidak valid, maka dilakukan revisi sehingga diperoleh Prototipte

baru, kemudian kembali pada kegiatan meminta pertimbangan

ahli dan praktisi. Di sini ada kemungkinan terjadi siklus

(kegiatan validasi secara berulang) untuk mendapatkan model

yang valid.

5. Fase implementasi (implementation)

Setelah dilakukan evaluasi dan diperoleh produk yang valid,

praktis, dan efektif; maka produk dapat diimplementasikan untuk wilayah

yang lebih luas. Plomp dalam Rochmad menyatakan:

“Solutions have to be introduced, in other words, have to be

implemented.” Pemecahan (solusi) harus dikenalkan. Dengan

perkataan lain, harus diimplementasikan.

Setelah pengujian terhadap produk berhasil dan mungkin ada revisi

lagi, maka selanjutnya produk yang berupa Lembar Kerja Siswa (LKS)

tersebut diterapkan dalam lingkup lembaga pendidikan yang luas. Dalam

operasinya, LKS tersebut harus tetap dinilai kekurangan atau hambatan

yang muncul untuk perbaikan lebih lanjut.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:


1. Angket

Teknik ini digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan dan kepraktisan

produk yang dihasilkan. Angket ini diberikan kepada validator untuk

mengetahui tingkat kevalidan produk dan angket di berikan kepada siswa

untuk mengetahui tingkat kepraktisan produk.

2. Tes

Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada peserta didik untuk

mendapatkan jawaban jawaban yang diharapkan. Tes ini dilakukan oleh siswa

setelah peneliti mengembangkan LKS berbasis kreatif produktif dengan

memenuhi kriteria praktis dan valid. Tes ini dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Adapun instrumen dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar Validitas LKS

Instrumen ini digunakan untuk mengukur validitas LKS yang akan

dilakukan oleh validator. Untuk memvalidasi LKS, peneliti menggunakan

dua instrumen yaitu Validasi bagian Materi dan Validasi bagian

Teknologi.

a. Lembar Validasi Materi

Lembar validitas bagian materi digunakan validator ahli materi

untuk memperoleh data yang menyatakan kevalidan LKS bagian


materi. Validator ahli meliputi dosen maupun guru bidang studi

matematika.

b. Lembar Validasi Teknologi

Lembar validitas bagian teknologi digunakan validator ahli untuk

mendapatkan data yang menyatakan kevalidan LKS bagian teknologi.

2. Lembar Praktikalitas LKS

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh tingkat kepraktisan

penggunaan LKS matematika untuk model kreatif produktif yang akan

dikembangkan. Lembar tersebut berupa angket untuk memperoleh respon

siswa.

3. Tes hasil belajar

Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai hasil

belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai