Anda di halaman 1dari 22

TATA CARA PEMBUATAN SURAT KUASA DAN GUGATAN

Nur’aini Ramadhani1

Pendahuluan
Peradilan Agama adalah terjemahan dari Godsdienstige Rechtspraak
(Bahasa Belanda), berasal dari kata godsdienst yang berarti agama, ibadat,
keagamaan, dan kata rechtspraak berarti peradilan. Pengertian Peradilan
Agama menurut istilah yaitu daya upaya mencari keadilan atau penyelesaian
perselisihan hukum yang dilakukan menurut peraturan-peraturan dan dalam
lembaga-lembaga tertentu dalam pengadilan.2
Dalam lingkungan masyarakat sering terjadi perkara-perkara yang
melibatkan dua pihak atau lebih. Untuk menyelesaikan perkara-perkara
tersebut, maka para pihak yang berperkara dapat mengajukan surat gugatan
kepada Pengadilan.
Para pihak yang hendak berperkara di muka pengadilan, prinsipnya tidak
harus diwakilkan/dikuasakan kepada pihak lain. Dalam artian, pemeriksaan
perkara di persidangan bisa secara langsung terhadap parapihak, namun
apabila dikehendaki oleh pihak yang berperkara dan memang ada alasan
untuk itu, maka kehadiran mereka dalam persidangan bisa dikuasakan kepada
pihak lain. Dalam HIR, pengaturan mengenai surat kuasa khusus ada di dalam
Pasal 123 HIR.3
Masalah kuasa khusus yang dianggap remeh, sehingga sering
pembuatannya dilakukan secara sembarangan. Tidak diperhatikan apakah
pembuatannya telah memenuhi syarat yang digariskan ketentuan perundang-
undangan. Akibatnya, surat kuasa tersebut tidak sah. Dampak yang timbul
dari surat kuasa khusus tidak memenuhi syarat, yaitu surat gugatan tidak sah

1 Mahasiswa Kelas HES 5F. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN
Surakarta, NIM 162111235.
2 Abdullah Tri Wahyudi, Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Indonesia Pada Masa
Kolonial Belanda Hingga Masa Pasca Reformasi, Jurnal Yudisia, Vol.7, No.2, Desember 2006,
hlm 286.
3 Bambang Sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen
Litigasi, (Jakarta: kencana, 2012), hlm 11.

1
apabila pihak yang mengajukan dan menandatangi gugatan adalah kuasa
berdasarkan surat kuasa tersebut, dan segala proses pemeriksaan tidak sah
atas alasan pemeriksaan dihadiri oleh kuasa yang tidak didukung oleh surat
kuasa yang memenuhi syarat. Apabila terjadi hal seperti itu, gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima (niet ont vankelijk verklaard). Keadaan ini
menimbulkan kerugian waktu dan biaya bagi penggugat. Waktu dan biaya
terbuang sia-sia tanpa memperoleh hasil penyelesaian positif. Untuk
menghindari akibat tersebut, perlu diperhatikan syarat yang harus dipenuhi.4
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
Apakah yang dimaksud dengan surat kuasa dan gugatan ?
Bagaimana tata cara pembuatan surat kuasa dan gugatan ?
Bagaimana contoh surat kuasa dan gugatan ?
Pembahasan
1. Pengertian Surat Kuasa dan Gugatan
Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam
Bab 16 Buku III KUH Perdata, sedang aturan khususnya diatur dan tunduk
pada ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBG. Prinsip hukum
pemberian kuasa yang berkaitan dengan kuasa khusus.5
Surat kuasa khusus ialah surat kuasa yang dibuat untuk satu perkara
tertentu dan untuk satu tingkatan pengadilan pada lingkup badan peradilan
tertentu.6 Untuk memahami pengertian kuasa secara umum, dapat dirujuk
Pasal 1792 KUH Perdata yang berbunyi: “Pemberian kuasa adalah suatu
persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang
lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan.” Bertitik tolak dari ketentuan pasal tersebut, dalam perjanjian kuasa
terdapat dua pihak yang terdiri dari:
Pemberi kuasa atau lastgever (instruction, mandate).

4 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: sinar Grafika, 2007), hlm 1.
5 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: sinar Grafika, 2007), hlm 1.
6 Bambang Sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen
Litigasi, (Jakarta: kencana, 2012), hlm 11.

2
Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandat
melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.7
Sedangkan, Gugatan adalah suatu perkara yang terdapat sengketa antara
dua belah pihak.8 Maka yang dimaksud gugatan adalah suatu tuntutan hak
yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat melalui Pengadilan.9 Dalam
suatu gugatan ada seorang atau lebih yang merasa bahwa haknya atau hak
mereka dilanggar, akan tetapi orang yang dirasa melanggar haknya atau hak
mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu.
Untuk menentukan siapa yang benar atau berhak, diperlukan adanya suatu
putusan hakim. Di sini hakim benar-benar berfungsi sebagai hakim yang
mengadili dan memutus siapa diantara pihak itu yang benar dan siapa yang
salah.10
Dasar hukum gugatan diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Herziene Inlandsch
Reglement (HIR) juncto Pasal 142 Rectstreglement voor de Buitengewesten
(RBg) untuk gugatan tertulis dan Pasal 120 HIR untuk gugatan lisan. Akan
tetapi yang lebih diutamakan adalah gugatan berbentuk tertulis.11
2. Tata Cara Pembuatan Surat Kuasa dan Gugatan
Pembuatan Surat Kuasa
Peristiwa hukum dan adanya kesepakatan mengenai pengajuan
gugatan ke pengadilan, maka dibuatlah surat kuasa yang nerupakan
perjanjian para pihak, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata. Karena itu,
perjanjin yang harus dipahami bukan hanya obyek gugatan, tetapi juga
perjanjian antara pemberi kuasa dan yang dikuasakan. Yang dimaksud
perjanjian disini adalah perjanjian antara yang memberi kuasa, yang
mempunyai masalah yang dalam praktik disebut pemberi kuasa
(principal) atau klien dengan yang diberi kuasa disebut penerima kuasa,
7 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: sinar Grafika, 2007), hlm 1-2.
8 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), hlm 95.
9 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm 31.
10 Bambang Sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen
Litigasi, (Jakarta: kencana, 2012), hlm 18.
11 Neng Nani Nurhayani, Hukum Acara Perdata, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hlm
58.

3
yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat, yaitu dalam Pasal 1 diberikan kepada advokat
(lawyer).12
Pihak yang berperkara dipengadilan dapat menghadapi dan
menghadiri pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakilkan kepada
orang lain untuk menghadiri persidangan di Pengadilan. Pemberi kuasa
kepada orang lain untuk menghadiri persidangan dapat dilakukan secara
lisan maupun tertulis. Pemberi kuasa secara lisan harus dinyatakan di
depan persidangan pengadilan dan dicatat di dalam berita acara sidang.
Pemberi kuasa secara tertulis dilakukan di dalam surat kuasa mewakili
pihak yang berperkara untuk mewakili di persidangan.
Orang yang dapat menjadi kuasa untuk mewakili para pihak dalam
persidangan adalah advokat atau orang yang mempunyai izin khusus
untuk beracara di persidangan, misalnya orang lain yang masih
mempunyai hubungan keluarga dengan para pihak. Keterangan masih ada
hubungan keluarga harus berupa surat keterangan dari lurah pihak yang
bersangkutan. Pemberi kuasa secara tertulis bagi orang yang buta
huruf/tidak bisa tanda tangan dilakukan dengan membubuhkan cap ibu
jari di depan pejabat yang berwenang yaitu Notaris setelah dibacakan dan
diterangkan maksudnya oleh pejabat tersebut kemudian ditandatangani
dan dicap ibu jari serta dilegalisasi oleh Notaris.
Pemberi kuasa dapat disertai dengan hak substitusi atau hak untuk
melimpahkan kuasa kepada orang lain baik sebagian maupun
keseluruhan. Apabila dalam suatu kuasa tidak terdapat hak substitusi
maka penerima kuasa tidak adapat melimpahkan kuasa kepada orang lain
baik sebagian maupun seluruhnya. Pemberi kuasa dapat diberikan untuk
mewakili pihak pada Peradilan Tingkat Pertama saja dan boleh
pemberian kuasa sampai Pengadilan Tingkat Kasasi atau bahkan sampai
selesainya perkara.

12 V. Harlen Sinaga, Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman Hukum Materiil, (Jakarta:
Erlangga, 2015), hlm 66.

4
Pemberian kuasa dapat dilakukan sebelum sidang maupun pada
waktu sidang sedang berjalan. Dengan pemberian kuasa tidak menutup
kemungkinan hakim untuk memerintahkan pihak yang bersangkutan
untuk hadir sendiri dalam persidangan, misalnya untuk keperluan
sumpah.
Surat kuasa biasanya memuat hal-hal sebagai berikut:
Identitas, pemberi kuasa dan penerima kuasa. (Nama, alamat, umur,
agama, pekerjaan, dan kewarganegaraan).
Hal yang dikuasakan. (Disebutkan hal apa saja yang dikuasakan,
kedudukan para pihak sebagai penggugat/tergugat, nomor perkara,
pengadilan mana).
Hak yang diberikan kepada penerima kuasa.
Hak substitusi untuk seluruhnya atau sebagian.
Tempat dan tanggal surat dibuat.
Tanda tangan penerima kuasa di atas materai yang cukup dan tanda
tangan penerima kuasa.
2) Pembuatan Gugatan
Gugatan pada prinsipnya secara tertulis, namun kalau para pihak
tidak bisa baca tulis (buta huruf) gugatan dapat diajukan secara lisan ke
Ketua Pengadilan Agama atau dilimpahkan kepada hakim untuk disusun
gugatan kemudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada
pihak kemudian ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama atau
hakim yang ditunjuk.
Orang bisa baca tulis dapat menyampaikan gugatannya secara lisan
ke Pengadilan Agama dengan menyampaikan maksudnya kepada Petugas
Pengadilan Agama untuk dibuatkan gugatan oleh yang bersangkutan dan
ditandatangani oleh yang bersangkutan. Gugatan yang dibuat sendiri oleh
yang bersangkutan ditandatangani oleh yang bersangkutan dan gugatan
yang dibuat oleh kuasa ditandatangani kuasanya.
Isi gugatan secara garis besar memuat hal-hal sebagai berikut:
Identitas Para Pihak

5
Identitas para pihak meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan,
agama, kewarganegaraan. Pencantuman nama lengkap, gelar,
panggilan atau alias. Alamat harus terang dan jelas terutama
penyebutan alamat tergugat agar mudah pemanggilan dan tergugat
mempertahankan hak-haknya. Umur dicantumkan dalam kaitannya
apakah para pihak cakap melakukan perbuatan hukum. Pencantuman
agama erat kaitannya dengan pihak yang berperkara di Pengadilan
Agama yaitu orang-orang yang beragama Islam. Pekerjaan dan
kewarganegaraan dapat dicantumkan untuk mempertegas identitas
para pihak.
Uraian Kejadian (Posita)
Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar
adanya sengketa yang terjadi (recht feitum) dan hubungan hukum
yang menjadi dasar gugatan (recht gronden). Posita disebut juga
fundamentum petendi.
Posita gugatan dibuat dengan ringkas, jelas, dan terinci
mengenai dalil-dalil yang berhubungan dengan perkara. Antara
posita satu dengan posita yang lainnya harus sinkron dan tidak boleh
saling bertentangan. Posita yang satu sama yang lainnya saling
bertentangan akan mengakibatkan gugatan menjadi kabur atau
obscur libel.
Permohonan (Petitum)
Petitum atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan
diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan/penetapan
kepada para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara.
Tuntutan yang diminta untuk diputuskan harus berdasarkan
posita yang diuraikan. Tuntutan yang tidak berdasarkan posita
sebelumya mengakibatkan tuntutan tidak diterima atau tidak
dikabulkan. Posita yang diuraikan ternyata tidak diajukan tuntutan
maka gugatan akan menjadi sia-sia karena hakim tidak berwenang
memutus apa yang tidak dituntut oleh para pihak yang berperkara.

6
Tuntutan terdiri dari dua hal yaitu tuntutan primair dan tuntutan
subsidair. Tuntutan primair adalah tuntutan yang merupakan tuntutan
terhadap gugatan pokok sedangkan tuntutan subsidair adalah
tuntutan yang merupakan tuntutan alternatif atau pengganti yang
biasanya tuntutan subsidair dirumuskan dengan “Mohon putusan
yang seadil-adilnya”.
Secara sistematis susunan gugatan sebagai berikut:
Nama kota dimana gugatan dibuat berikut tanggalnya.
Alamat Ketua Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa
perkara.
Identitas para pihak berikut penegasan kedudukan para pihak sebagai
penggugat atau tergugat.
Posita.
Tuntutan (petitum).
Tanda tangan penggugat atau kuasanya.13
3. Contoh Surat Kuasa dan Gugatan
1. CONTOH SURAT KUASA
Surat Kuasa sebagai Pemohon14

SURAT KUASA

NOMOR : 150/SK/IV/2004

Yang bertanda tangan dibawah ini:

HARTONO Bin SUMODIHARJO, Kewarganegaraan Indonesia, agama


Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Dk. Joho Rt.02/Rw.02, Desa
Joho, Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo.

13 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: CV Mandar Maju,
2018), hlm 93-95.
14 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: CV Mandar Maju,
2018), hlm 85-92.

7
Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak pemberi kuasa, dalam hal ini telah
memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya, dengan ini
menerangkan memberi kuasa kepada :

ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H., Kewarganegaraan Indonesia,


profesi Advokat, yang beralamat di Perum Chrisan Satu Blok B.9 Blulukan
Colomadu Karanganyar 57174.

------------------------------------------KHUSUS--------------------------------------

Untuk dan atas nama serta guna kepentingan hukum pemberi kuasa, penerima
kuasa dikuasakan mewakili pemberi kuasa untuk mengajukan permohonan
cerai talak terhadap istriya bernama SUWARTI Binti HARYO SENTONO
yang bertempat tinggal di Dk. Joho, Rt.01/Rw.02, Desa Joho, Kel. Sukoharjo,
Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, di Pengadilan Agama Sukoharjo.

Atas pemberian kuasa ini, penerima kuasa dikuasakan untuk menghadiri


semua persidangan di Pengadilan Agama Sukoharjo, membela terhadap hak-
hak serta mengurus kepentingan-kepentingan pemberi kuasa, menghadap dan
berbicara kepada pejabat-pejabat, hakim-hakim, instansi-instansi pemerintah
sipil maupun militer di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia,
mengajukan, menandatangani, keterangan-keterangan, permohonan cerai
talak, replik, dan kesimpulam, mengajukan perlawanan, mengajukan bukti-
bukti surat, mengajukan dan meminta keterangan saksi-saksi, dapat
mengadakan perdamaian, meminta dan menerima penetapan-penetapan,
putusan, pelaksanaan putusan, pelaksanaan putusan, begitu pula penerima
kuasa diberi wewenang untuk membuat segala macam surat-surat dan
menandatanganinya untuk selanjutnya melakukan tindakan-tindakan apapun
menurut hukum yang perlu dan berguna bagi kepentingan pemberi kuasa,
termasuk upaya hukum banding dan kasasi, atau dengan kata lain bahwa
penerima kuasa diberi hak dengan seluas-luasnya sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku guna membela
kepentingan pemberi kuasa dalam perkara tersebut di atas.

8
Demikian surat kuasa ini diberikan agar dapat dipergunakan sebagaimana
semestinya, dengan hak retensi serta hak substitusi baik sebagian maupun
seluruhnya yang dikuasakan ini kepada orang lain.

Karanganyar, 20 April 2004

PENERIMA KUASA
PEMBERI KUASA

ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H


HARTONO

9
Surat Kuasa sebagai Penggugat
SURAT KUASA
NOMOR : 30/SKK/IV/2004
Yang bertanda tangan di bawah ini :
SURTINI Binti HARJO SEMITO, Kewarganegaraan Indonesia, agama
Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Dk. Sukosari Rt.01/Rw.04 Desa
Mulur, Kec. Bendosari, Kab. Sukoharjo.
Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak pemberi kuasa, dalam hal ini telah
memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya, dengan ini
menerangkan memberi kuasa kepada :
ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H., Kewarganegaraan Indonesia,
profesi Advokat, yang beralamat di Perum Chrisan Satu Blok B.9 Blulukan
Colomadu Karanganyar 57174.
-------------------------------------------KHUSUS-------------------------------------
Untuk dan atas nama serta guna kepentingan hukurn pemberi kuasa, penerima
kuasa dikuasakan mewakili pemberi kuasa untuk mengajukan gugatan cerai
terhadap suaminya bernama SUROTO Bin KARNO WIBOWO yang
bertempat tinggal di Dk. Joho Rt.01/Rw.02 Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo,
Kab. Sukoharjo, di Pengadilan Agama Sukoharjo.
Atas pemberian kuasa ini, penerima kuasa dikuasakan untuk menghadiri
semua persidangan di Pengadilan Agama Sukoharjo, membela terhadap hak-
hak serta mengurus kepentingan-kepentingan pemberi kuasa, menghadap dan
berbicara kepada pejabat-pejabat, hakim-hakim, instansi-instansi pemerintah
sipil maupun militer di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia,
mengajukan, menandatangani keterangan-keterangan, gugatan cerai, replik,
dan kesimpulan, mengajukan perlawanan, mengajukan bukti-bukti surat,
mengajukan dan meminta keterangan saksi-saksi, dapat mengadakan
perdamaian, meminta dan menerima penetapan-penetapan, putusan,

10
pelaksanaan putusan, begitu pula penerima kuasa diberi wewenang untuk
membuat segala macam surat-surat dan menandatanganinya untuk
selanjutnya melakukan tindakan-tindakan apapun menurut hukum yang perlu
dan berguna bagi kepentingan pemberi kuasa, termasuk upaya hukum
banding dan kasasi, atau dengan kata lain bahwa penerima kuasa diberi hak
dengan seluas-luasnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku guna membela kepentingan pemberi kuasa dalam perkara
tersebut di atas.
Demikian surat kuasa ini diberikan agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya, dengan hak retensi serta hak substitusi baik sebagian maupun
seluruhnya yang dikuasakan ini kepada Iain orang.

Karanganyar, 28 April 2004


PENERIMA KUASA,
PEMBERI KUASA,

ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H.


SURTINI

11
Surat Kuasa sebagai Termohon

SURAT KUASA

NOMOR : 50/SKK/I/2004

Yang bertanda tangan di bawah ini:


SRI MARTINI Binti HARJONO, Kewarganegaraan Indonesia, agama
Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Dk. Mangkuyudan Rt.02/Rw.05
Kel. Purwosari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta.
Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak pemberi kuasa, dalam hal ini telah
memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya, dengan ini
menerangkan memberi kuasa kepada :
ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H., Kewarganegaraan Indonesia,
profesi Advokat, yang beralamat di Perum Chrisan Satu Blok B.9 Blulukan
Colomadu Karanganyar 57174.
---------------------------------------KHUSUS-----------------------------------------
Untuk dan atas nama serta guna kepentingan hukum pemberi kuasa, penerima
kuasa dikuasakan mewakili pemberi kuasa sebagai termohon dalam perkara
No. 07/Pdt.G/2004/PA.Ska sebagaimana diajukan oleh FREDY ANANTA
bin HARSO MULYO yang bertempat tinggal di Dk. Mangkuyudan
Rt.02/Rw.05 Kel. Purwosari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, di Pengadilan
Agama Surakarta.
Atas pemberian kuasa ini, penerima kuasa dikuasakan untuk menghadiri
semua persidangan di Pengadilan Agama Surakarta, membela terhadap hak-
hak serta mengurus kepentingan-kepentingan pemberi kuasa, menghadap dan
berbicara kepada pejabat-pejabat, hakim-hakim, instansi-instansi pemerintah

12
sipil maupun militer di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia,
mengajukan, merandatangani keterangan- keterangan, jawaban, eksepsi,
rekonvensi, duplik, dan kesimpulan, mengajukan perlawanan, mengajukan
bukti-bukti surat, mengajukan dan meminta keterangan saksi-saksi, dapat
mengadakan perdamaian, meminta dan menerima penetapan-penetapan,
putusan, pelaksanaan putusan, begitu pula penerima kuasa diberi wewenang
untuk membuat segala macam surat-surat dan menandatanganinya untuk
selanjutnya melakukan tindakan-tindakan apapun menurut hukum yang perlu
dan berguna bagi kepentingan pemberi kuasa, termasuk upaya hukum
banding dan kasasi, atau dengan kata lain bahwa penerima kuasa diberi hak
dengan seluas-luasnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku guna membela kepentingan pemberi kuasa dalam perkara
tersebut di atas.
Demikian surat kuasa ini diiberikan agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya, dengan hak retensi serta hak substitusi baik sebagian maupun
seluruhnya yang dikuasakan ini kepada lain orang.

Karanganyar, 2 Januari 2004


PENERIMA KUASA,
PEMBERI KUASA,

ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H. SRI


MARTINI

13
Surat Kuasa sebagai Tergugat
SURAT KUASA
NOMOR : 50/SKK/I/2004
Yang bertanda tangan di bawah ini:
FAIZAL AMRAN Bin BUSTAN AMRAN, Kewarganegaraan Indonesia,
agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Pasar Kliwon
Rt.02/Rw.05 Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak pemberi kuasa, dalam hal ini telah
memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya, dengan ini
menerangkan memberi kuasa kepada :
ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H., Kewarganegaraan Indonesia,
profesi Advokat, yang beralamat di Perum Chrisan Satu Blok B.9 Blulukan
Colomadu Karanganyar 57174.
-------------------------------------------KHUSUS-------------------------------------
Untuk dan atas nama serta guna kepentiligan hukum pemberi kuasa, penerima
kuasa dikuasakan mewakili pemberi kuasa sebagai Tergugat dalam perkara
No. 507/Pdt.G/2003/PA.Ska sebagaimana diajukan oleh NISA HAKIM binti
ABDUL HAKIM yang bertempat tinggal di Pasar Kliwon RT.02/RW.05
Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta, di Pengadilan Agama Surakarta.
Atas pemberian kuasa ini, penerima kuasa dikuasakan untuk menghadiri
semua persidangan di Pengadilan Agama Surakarta, membela terhadap hak-
hak serta mengurus kepentingan-kepentingan pemberi kuasa, menghadap dan
berbicara kepada pejabat-pejabat, hakim-hakim, instansi-instansi pemerintah
sipil maupun militer di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia,
mengajukan, menandatangani keterangan- keterangan, jawaban, eksepsi,

14
rekonvensi, duplik, dan kesimpulan, mengajukan perlawanan, mengajukan
buktl-bukti surat, mengajukan dan memlnta keterangan saksl-saksi, dapat
mengadakan perdamaian, meminta dan menerlma penetapan-penetapan,
putusan, pelaksanaan putusan, begitu pula penerima kuasa diberi wewenang
untuk membuat segala macam surat-surat dan menandatanganinya untuk
selanjutnya melakukan tindakan-tindakan apapun menurut hukum yang perlu
dan berguna bagi kepentingan pemberi kuasa, termasuk upaya hukum
banding dan kasasi, atau dengan kata lain bahwa penerima kuasa diberi hak
dengan seluas-luasnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku guna membela kepentingan pemberi kuasa dalam perkara
tersebut di atas.
Demiklan surat kuasa ini diberikan agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya, dengan hak retensi serta hak substitusi baik sebagian maupun
seluruhnya yang dikuasakan ini kepada lain orang.

Karanganyar, 25 November 2003


PENERIMA KUASA,
PEMBERI KUASA,

ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H. FAIZAL AMRAN

15
2. CONTOH GUGATAN CERAI15
Kepada
Yth. Ketua Pangadilan Agama Sukoharjo
Di
SUKOHARJO
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Yang bertanda tangan di bawah ini, ABDULLAH TRI WAHYUDI, S.Ag., S.H.,
Advokat/Penasehat Hukum beralamat di Perum Chrisan Satu Blok B.9 Blulukan,
Colomadu, Karanganyar 57174, berdasarkan surat kuasa khusus No.
61/SKK/.Pdt.PA/VI/2003 tertanggal 24 Juni 2003 bertindak untuk dan atas nama
serta guna kepentingan hukum bernama :
WARSINI binti YATNO WIREJO;
Jenis kelamin Perempuan, tempat dan tanggal lahir, Sukoharjo, 17 April 1978,
Kewarganegaraan Indonesia, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di
Lengkong Kidul RT.3/RW.9 Desa Saranan, Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo,
untuk selanjutnya mohon disebut sebagai---------------------------PENGGUGAT;
Bersama ini Penggugat hendak mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama
Sukoharjo terhadap suaminya bernama:
SUTIYONO bin HADI WIYONO;
Jenis kelamin laki-laki, tempat dan tanggal lahir Sukoharjo, 23 September 1967,
Kewarganegaraan Indonesia, Agama Islam, Pekerjaan swasta, bertempat tinggal
di Tegalrejo RT.01/RW.07 Desa Bekonang, Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo,

15 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: CV Mandar Maju,
2018), hlm 100-103.

16
untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut sebagai
--------------------TERGUGAT;
Adapun hal-hal yang menjadi dasar gugatan adalah sebagai berikut:
Bahwa antara Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah yang
telah melangsungkan akad nikah di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, pada
tanggal 3 Juni 2002 bertepatan tanggal 22 Mulud 1423 H, sebagaimana tercantum
dalam kutipan Akta Nikah Nomor : 287/9/VI/2002 yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) Kec. Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.
Bahwa setelah akad nlkah antara Penggugat dan Tergugat, Tergugat telah
mengucapkan SIGHAT TA'LIK terhadap Penggugat.
Bahwa sejak melangsungkan akad nikah hingga gugatan cerai ini diajukan
antara Penggugat dan Tergugat telah melakukan hubungan sebagaimana
selayaknya suami istri (ba'da dukhul) namun perkawinan antara Penggugat dan
Tergugat tidak dikarunia anak.
Bahwa setelah akad nikah Panggugat dan Tergugat tinggal di Tegalrejo
RT.01/RW.07 Desa Bekonang, Kec, Mojolaban, Kab. Sukoharjo. Setelah kurang
lebih satu minggu tinggal bersama di Tegalrejo RT.01/RW.07, Desa Bekonang,
Kec. Mojolaban, Kab Sukoharjo, Penggugat dan Tergugat kemudian tinggal
bersama di rumah orang tua Penggugat di Lengkong Kidul RT.3/RW.9, Desa
Saranan, Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo.
Bahwa selama satu minggu tinggal bersama di Tegalrejo RT.01/RW.7
Desa Bekonang, Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo dapat berjalan dengan rukun
akan tetapi setelah tinggal bersama di rumah orang tua Penggugat di Lengkong
Kidul RT.3/RW.9, Desa Saranan, Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo, mulai terjadi
perselisihan antara Penggugat dan Tergugat karena Tergugat sering tidak pulang
ke rumah, kalau pulang pun sudah larut malam sekitar jam 01.00 dan tidak pernah
tidur dalam satu kamar bersama Penggugat.
Bahwa Tergugat pernah tidak pulang ke rumah kediaman bersama di
rumah orang tua Penggugat di Lengkong Kidul RT.3/RW.9, Desa Saranan,
Kec.'Mojolaban, Kab. Sukoharjo selama 2 (dua) bulan.

17
Bahwa Penggugat berusaha mencari Tergugat di tempat tinggalnya yang
juga tempat kerjanya di Tegalrejo RT.01/RW.07, Desa Bekonang, Kec.
Mojolaban, Kab. Sukoha,jo namun tidak pernah bertemu dan Tergugat selalu
berusaha menghindar untuk bertemu dengan Penggugat.
Bahwa puncak perselisihan dan pertengkaran antara Panggugat dan
Tergugat terjadi sekitar bulan Agustus 2002 ketika Tergugat datang ke rumah
orang tua Pengugat, Tergugat mengaku terus terang kepada Penggugat dan
keluarga Penggugat bahwa memang benar Tergugat telah menikah di bawah
tangan (kawin siri) dengan seorang perempuan selama kurang lebih 10 tahun
sebelum menikah dengan Penggugat.
Bahwa sejak Agustus 2002 Tergugat sudah tidak lagi serumah pisah
ranjang, dengan Penggugat dan Tergugat tidak pernah memberi nafkah baik lahir
maupun batin kepada Penggugat sampai dengan gugatan ini diajukan.
Bahwa karena perkawinan antara Penggugat dan Tergugat selalu
mengalami perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus dan sudah tidak ada
harapan untuk rukun kembali maka dalam keadaan demikian ini sesuai dengan
ketentuan hukum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 39
ayat (2) jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Pasal
19 huruf (f) jo. Kompilasi Hukum Islam pasal 116 huruf (f), serta yurisprudensi
yang masih berlaku dibenarkan adanya perceraian.
Bahwa karena Tergugat juga tidak pernah memberi nafkah lahir maupun
batin kepada Penggugat sejak bulan Agustus 2002 sampai dengan gugatan ini
diajukan maka Tergugat telah melanggar Sighat Ta'Iik yang telah diucapkan
Tergugat kepada Penggugat setelah ijab qobul dilaksanakan dengan tidak
memberi nafkah wajib kepada Tergugat selama lebih dari tiga bulan lamanya.
Bahwa sesuai dengan alasan-alasan tersebut di atas maka Pengugat berhak
mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya di Pengadilan Agama Sukoharjo
agar ikatan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat sebagai suami istri
putus karena perceraian.
Bahwa berdasarkan segala apa yang terurai di atas Penggugat mohon
kepada Ketua Pengadilan Agama Sukoharjo melalui Majelis Hakim yang

18
memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan memanggil para pihak/kuasa
hukumnya, memeriksa dan untuk selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai
berikut.
PRIMAIR:
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Mengabulkan jatuhnya talak satu ba'in Tergugat (SUTIYONO bin HADI
WIYONO) atas Penggugat (WARSINI binti YATNO WIREJO).
Menetapkan biaya perkara menurut peraturan hukum yang berlaku.

SUBSIDAIR:
Dan apabila Pengadilan Agama Sukoharjo berpendapat lain mohon putusan yang
seadil-adilnya (Ex aequo et bono).

Wassalamu'alaikum wr. wb.


Sukoharjo, 28 Juni 2003
Kuasa Hukum Penggugat

Ttd

ABDULLAH TRI WAHYUDI, S,Ag., S.H.

19
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebagaimana tersebut di atas maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Surat kuasa khusus ialah surat kuasa yang dibuat untuk satu perkara
tertentu dan untuk satu tingkatan pengadilan pada lingkup badan peradilan
tertentu. Surat kuasa biasanya memuat hal-hal sebagai berikut:
Identitas, pemberi kuasa dan penerima kuasa. (Nama, alamat, umur, agama,
pekerjaan, dan kewarganegaraan).
Hal yang dikuasakan. (Disebutkan hal apa saja yang dikuasakan, kedudukan
para pihak sebagai penggugat/tergugat, nomor perkara, pengadilan
mana).
Hak yang diberikan kepada penerima kuasa.
Hak substitusi untuk seluruhnya atau sebagian.
Tempat dan tanggal surat dibuat.
Tanda tangan penerima kuasa di atas materai yang cukup dan tanda tangan
penerima kuasa.
Gugatan adalah suatu perkara yang terdapat sengketa antara dua belah pihak.
Secara sistematis susunan gugatan sebagai berikut:
Nama kota dimana gugatan dibuat berikut tanggalnya.
Alamat Ketua Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa perkara.
Identitas para pihak berikut penegasan kedudukan para pihak sebagai
penggugat atau tergugat.
Posita.
Tuntutan (petitum).

20
Tanda tangan penggugat atau kuasanya.

DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Yahya. 2007. Hukum Acara Perdata. Jakarta: sinar Grafika.
Nurhayani,Neng Nani. 2015. Hukum Acara Perdata. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sarwono. 2011. Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.
Sinaga, V. Harlen. 2015. Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman Hukum
Materiil. Jakarta: Erlangga.
Sugeng, Bambang dan Sujayadi2012. Pengantar Hukum Acara Perdata &
Contoh Dokumen Litigasi. Jakarta: kencana.
Wahyudi, Abdullah Tri. 2004. Peradilan Agama Di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wahyudi, Abdullah Tri. 2006. Kewenangan Absolut Peradilan Agama di
Indonesia Pada Masa Kolonial Belanda Hingga Masa Pasca
Reformasi, Jurnal Yudisia, Vol.7, No.2.
Wahyudi, Abdullah Tri. 2018. Hukum Acara Peradilan Agama “Dilengkapi
Contoh Surat-Surat Dalam Praktik Hukum Acara Di Peradilan
Agama”. Bandung: CV Mandar Maju.

21
22

Anda mungkin juga menyukai