Anda di halaman 1dari 13

Kepada Yang Mulia;

Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Pidana


Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.Sby
Pada Pengadilan Negeri Surabaya
di
SURABAYA

  

Yang bertanda tangan di bawah ini :


--------------------------------- NOOR AUFA, SH --------------------------------------
----------------------------- S.P. WIBOWO, SH, MH ---------------------------------
Semuanya adalah Advokat pada Kantor Hukum LN & Associates, Advocates –
Legal Consultants – Attorney at Law - Mediator; berdomisili hukum di Sun
City Mall Blok A-2 Jalan Pahlawan No. 1 Sidoarjo Jawa Timur; Phone : +6231-
8078777; Fax ; +6231-8077077; email ; lnassociates@lnassociates.com ;
website : www.lnassociates.com,
Bertindak untuk dan atas nama terdakwa :
Nama : Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai
Tempat Lahir : Surabaya
Tanggal Lahir : 31 Mei 1956
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Kristen
Tempat Tinggal : Jln. Kenjeran No. 232 RT 07 RW o1 Kel. Rangkah
Kec. Tambak Sari Kota Surabaya
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;
Rekan Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian yang berbahagia;
Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Dakwaan Rekan Penuntut
Umum, maka perkenankan kami para Penasihat Hukum Terdakwa
menyampaikan eksepsi/ tangkisan/ keberatan atas dakwaan tersebut.
Bahwa Terdakwa Soleh Harijanto Binj Slamet alias Hok Kian Lai telah
didakwa dengan dakwaan sebagai berikut :

KESATU :

Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan


diancam Pasal 378 KUHP, dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri

1 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


atau orang lain secara melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau
keadaan palsu, dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian
perkataan-perkataan bohong, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya atau supaya member utang maupun
menghapuskan piutang

ATAU
KEDUA :

Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan


diancam Pasal 372 KUHP, dengan sengaja dan melawan hukum mengaku
sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan.

Berangkat dari Surat Dakwaan yang disampaikan pada persidangan


sebelumnya, kiranya kami para Penasihat Hukum Terdakwa merasa urgent
menyampaikan Eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta
memperoleh jaminan perlindungan hak-hak asasi terdakwa atas kebenaran,
kepastian hukum dan keadilan. Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan
demi perlindungan hukum yang lebih luas bagi masyarakat pada umumnya
maupun pembangunan hukum dalam proses beracara persidangan  pidana,
dimana semuanya dijamin Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

Bertitik tolak dari kerangka yang dibangun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 
kepolisian untuk kemudian berlanjut pada Dakwaan Penuntut Umum, pada
dasarnya adalah langkah penegakan hukum demi menemukan kebenaran
materiil –bukan hanya kebenaran formil belaka- pada hukum pidana. Dalam
arti proses yang kita adalah menegakkan prinsip-prinsip hukum pidana yang
berlaku bagi segenap warga negara tanpa pandang bulu, demi terwujudnya
kebenaran dan keadilan yang dituangkan dalam putusan Majelis Hakim Yang
Mulia yang sering diibaratkan sebagai perpanjangan tangan Tuhan di dunia
ini.

 Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian yang berbahagia;

Proses persidangan perkara pidana merupakan rangkaian dari adanya


dugaan tindak pidana yang berlanjut dengan penyelidikan dan penyidikan
kepolisian, untuk kemudian diserahkan kepada Penuntut Umum guna
dilaksanakan penuntutan, dan Penuntut Umum menyerahkan kepada
Pengadilan untuk mengadili guna menghasilkan putusan hukum berdasarkan
nilai-nilai hukum dan keadilan. Rangkaian proses ini tidak satupun yang

2 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


berdiri sendiri-sendiri, melainkan proses saling terkait guna melahirkan
penegakan hukum yang bermartabat. Rangkaian proses ini pula yang
diadopsi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan dikenal
dengan istilah Criminal Justice System.

Surat dakwaan yang memuat berbagai uraian verbal tindak pidana yang di
duga dilakukan terdakwa, haruslah disusun berdasarkan bahan-bahan/fakta-
fakta, kemudian ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan
yang sudah tertuang secara resmi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
yang dilimpahkan penyidik kepada Kejaksaan.

Namun demikian, memperhatikan apa yang tertuang dalam Berita Acara


Pemeriksaan (BAP) di kepolisian serta Surat Dakwaan yang telah
disampaikan Penuntut Umum, kami merasa perlu untuk menyampaikan
eksepsi ini. Bukan demi kepentingan terdakwa yang duduk pada kursi
panas persidangan, melainkan demi tegaknya hukum dan keadilan
sesuai dengan seharusnya. Merupakan kewajiban Penasihat Hukum untuk
mengajukan eksepsi/tangkisan/bantahan atas Surat Dakwaan Penuntut
Umum apabila dalam Dakwaan tersebut ada sesuatu yang tidak sesuai
dengan seharusnya dan/atau Dakwaan tersebut bermula dari proses yang
menyalahi prosedur hukum yang tentunya akan mencederai tujuan mulia
hukum itu sendiri.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian yang berbahagia;

Pada Tahun 399 SM, Socrates sebagai filsuf besar dalam usianya yang 70
Tahun, dihadapkan pada persidangan yang terkenal dengan “Court of The
Heliast”, dimana pada persidangan tersebut Socrates diadili oleh 501 Warga
Athena. Jumlah Ganjil untuk menjamin suatu putusan bebas atau bersalah
dalam peradilan tersebut. Pada dasarnya, peradilan ini menuduh Socrates
melakukan dua kejahatan, yaitu :
● Pertama           : Socrates sengaja menolak menyembah dewa resmi
Yunani
● Kedua              : Socrates sengaja merusak pikiran generasi muda
Yunani
Tiga orang Penuduh (Penuntut) yaitu Anytus, Meletus dan Cylin maju ke
hadapan persidangan dan membacakan kedua tuduhan yang didakwakan
kepada Socrates. Dari awal dibuka persidangan, Socrates telah dengan sadar
menyakini bahwa ia sama sekali tidak punya peluang untuk keluar dari
persidangan sebagai orang bebas, karena sebagian besar hakim adalah
musuh-musuhnya dan demikian pula dengan penuduhnya. Untuk tuduhan
tidak beragama, Socrates akan dengan mudah menangkis karena pokok
masalahnya tidak langsung menyangkut kehidupan warga Athena. Tapi,

3 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


untuk tuduhan “merusak pikiran generasi muda” sangat tidak mungkin bagi
Socrates untuk menangkisnya karena sebagian besar warga Athena telah
bersikap antipati terhadap Socrates. Kaum muda Yunani kala itu dianggap
sering membangkang dan selalu membantah bila diberi nasehat kaum tua
yang di duga akibat tindakan Socrates dengan melatih kaum mudanya
berpikir kritis dan konstruktif. Selain itu, fakta lain yang menimbulkan
kebencian terhadap Socrates adalah ramalan dari Kuil Apollo di Delphi yang
menyatakan Socrates sebagai orang terpandai saat itu. Seiring dengan itu,
isu-isu politik dan tuduhan-tuduhan selalu dilancarkan kepada Socrates dan
berbagai nilai etika serta moral pun diabaikan. Semua ini dilakukan demi
mencapai tujuan sesaat dan bukan demi kemaslahatan umat, apalagi demi
menegakkan hukum dan keadilan.

Berangkat dari peristiwa peradilan Socrates tersebut, terlihat nyata


bagaimana etika, moral dan nilai-nilai mulia hukum dicabut dari akar
KEADILAN, hanya demi tujuan sesaat guna memenuhi kepentingan
kelompok tertentu. Sungguh sebuah ironi, Athena yang terkenal sebagai
negeri paling demokratis di zamannya ternyata memberikan dan
menorehkan noda paling hitam yang menjadi pengalaman sungguh berarti
dalam dunia hukum dan peradilan. Hukum telah dijadikan sebagai senjata
paling ampuh guna mengangkangi nilai-nilai kebebasan dan keadilan.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian yang berbahagia;

Berkaca dari hal tersebut, sudah sepantasnya apabila kita yang hadir dalam
persidangan ini kembali mengetuk hati nurani masing-masing dalam melihat
dan mempelajari dengan seksama perkara yang tengah kita hadapi. Marilah,
bersama-sama menghilangkan segala tendensi atau kepentingan apapun.
“Hukum adalah suatu perintah yang masuk akal, ditujukan untuk
kesejahteraan umum, dibuat oleh mereka yang mengemban tugas
suatu masyarakat yang dipromulgasikan”.
Demikianlah defisini hukum menurut Thomas Aquinas, dimana definisi ini
tetap menjadi definisi yang lengkap dan aktual hingga saat ini. Hukum adalah
suatu perintah yang logis. Kalau ada hukum yang tidak logis maka hukum itu
bertentangan dengan eksistensinya sendiri. Kelogisan hukum itu sendiri
dapat diverifikasikan dalam kalimat-kalimat yang tertuang dalam perumusan
suatu tata aturan serta tata system yang kemudian menjadi tolak ukur
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ketika proses dalam memperoleh keadilan pada suatu peradilan pidana yang
dimulai dari tahap penyidikan hingga adanya putusan peradilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap gagal untuk mewujudkan keadilan, maka
terjadilah apa yang kita kenal dengan “Miscarriage of Justice” (Kegagalan
dalam penegakan keadilan). Persoalan “Misscarriage of Justice” sendiri

4 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


merupakan persoalan yang universal dan faktual yang dihadapi hampir
semua negara dalam penegakan sistem peradilan pidananya, termasuk dalam
hal ini penegakan hukum pidana di Indonesia.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian yang berbahagia;

Pengajuan eksepsi dalam suatu persidangan perkara pidana oleh Terdakwa


dan/atau Penasihat Hukumnya memang sering dinilai sebagai langkah sia-sia
dan mengada-ada guna mengulur waktu persidangan. Ada pula yang
beranggapan pengajuan eksepsi sebagai kebodohan Terdakwa dan/atau
Penasihat Hukunya, karena hal itu akan memberikan peluang bagi Jaksa
Penuntut umum untuk memperkuat strategi menggolkan surat dakwaannya.
Terlepas dari semua itu, kami para Penasihat hukum dari Terdakwa
berkeyakinan Pasal 156 KUHAP yang memberikan kesempatan Terdakwa
dan/atau Penasihat Hukumnya mengajukan keberatan tiada lain bermaksud
memberikan hak sekaligus kewajiban kepada Terdakwa dan/atau Penasihat
Hukum guna mengajukan Eksepsi apabila memang dalam Surat Dakwaan
terdapat kekurangan-kekurangan atau kekeliruan bersifat yuridis yang akan
menyebabkan Terdakwa tidak dapat membela dirinya atau dibela Penasihat
Hukum dengan sebaik-baknya dan seadil-adilnya sesuai dengan aturan
hukum yang seharusnya.

Menurut Yahya Harahap,SH; dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan


Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan
Peninjauan Kembali”, Penerbit Sinar Grafika, halaman 121, menjelaskan :
Eksepsi Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima adalah merupakan
eksepsi yang dilakukan Terdakwa atau penasihat hukumnya apabila tata cara
pemeriksaan terhadap Terdakwa tidak memenuhi syarat yang ditentukan
atau yang dimintakan undang-undang. Dalam mengajukan eksepsi ini,
permohonan yang dimintakan kepada hakim adalah agar hakim menjatuhkan
putusan dengan amar menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima. Termasuk dalam kategori eksepsi ini adalah :
● Eksepsi pelanggaran Miranda Rule; bahwa penyidikan tidak
memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP
● Eksepsi pemeriksaan tidak memenuhi syarat klacht delicten
● Eksepsi penyidikan tidak memenuhi ketentuan yang diwajibkan
dalam KUHAP dan atau peraturan perundangan lainnya yang
berkaitan

Sedangkan menurut Lilik Mulyadi,SH,MH, dalam bukunya “Hukum Acara


Pidana, Suatu Tinjaan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan
Peradilan”; Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung, halaman 102 – 103,

5 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


menjelaskan, yang dimaksud eksepsi tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima, adalah :
● Apa yang didakwakan penuntut umum dalam durat dakwaannya telah
kadaluwarsa
● Bahwa adanya nebis in idem yaitu seseorang tidak dapat dituntut
untuk kedua kalinya terhadap perbuatan yang sama
● Bahwa tidak ada unsur pengaduan padahal terdakwa didakwa telah
melakukan perbuatan tindak pidana yang masuk dalam kategori delik
aduan (klacht delict).
● Adanya unsur yang didakwakan penuntut umum kepada Terdakwa
tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan/disangkakan
● Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa bukan
merupakan tindak pidana akan tetapi merupakan ruang lingkup
dalam bidang hukum perdata

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan ;


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta hadirin sidang sekalian yang berbahagia;

 Jenis Eksepsi Yang Diajukan


Penegakan peraturan tanpa memperhatikan dan memperhitungkan nilai-
nilai keadilan justru melahirkan chaos hukum, sebaliknya keadilan yang
diberikan tanpa didasari penegakan hukum yang benar akan menghilangkan
nurani keadilan manusia. Namun demikian, keadilan dengan menelantarkan
kepastian hukum dan hak asasi bagi TERSANGKA atau TERDAKWA justru
menjadikan keadilan sebagai sarana kepentingan orang-orang tertentu,
bahkan akan menjadikan kepastian hukum sebagai sarana persuasi dari
makna Rule of Law suatu negara.

Bahwa eksepsi yang kami ajukan selaku Para Penasihat Hukum


Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai adalah eksepsi
Dakwaan Tidak Dapat Diterima dengan alasan perkara yang didakwakan
terdapat “Prae Judicieel Geschil” atau adanya unsur keperdataan yang harus
memiliki kejelasan dalam putusan perdata sehingga tidak sepantasnya bila
diajukan atau diselesaikan melalui sarana penegakan hukum pidana.

Prae Judicieel Geschil merupakan sengketa yang bersifat preliminer dan


timbul dalam suatu pemeriksaan karena adanya suatu hak perdata atau
hubungan hukum antara 2 (dua) pihak tertentu. Dalam hal adanya Prae
Judicieel Geschil, maka Hakim pidana mempunyai kewenangan untuk
menangguhkan perkara pidana sampai adanya putusan perdata tentang ada
atau tidaknya hak perdata atau hubungan hukum itu.

6 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Putusan sela berupa penangguhan itu diberikan oleh Hakim Pidana sebelum
memasuki pokok perkara, dengan demikian Hakim Pidana belumlah
memeriksa dan memutuskan pokok perkara yang ada.
Dalam teori dan filsafat hukum pidana yang dikenal luas bangsa dan negara
yang bermartabat mengenal pemahaman bahwa hukum pidana adalah
“ULTIMUM REMEDIUM”. Dikatakannya hukum pidana sebagai “ULTIMUM
REMEDIUM” berangkat dari dasar pemikiran proses hukum pidana akan
melahirkan kenestapaan bagi orang tertentu dan hukum pidana adalah suatu
“pedang yang bermata dua”. Artinya bahwa sanksi pidana dipergunakan
manakala  sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya. Dengan
perkataan lain, dalam suatu undang-undang sanksi pidana dicantumkan
sebagai sanksi yang terakhir, setelah sanksi perdata maupun sanksi
administratif dirasakan tidak lagi bisa mencapai tujuannya.

Selain itu kami selaku Para Penasihat Hukum Terdakwa melihat Surat
Dakwaan dari Rekan Jaksa Penuntut adalah dakwaan tidak cermat
karena tidak didasarkan atas suatu penyidikan sebenarnya dan adanya
bagian-bagian dalam proses penyidikan yang dihilangkan serta diitambahkan
begitu saja untuk kemudian dimasukkan dalam Dakwaan oleh Rekan
Penuntut Umum.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum;
Serta hadirin sekalian yang terhormat;

Keberatan mengenai dakwaan tidak dapat diterima


Bahwa ketentuan Pasal 140 Ayat (1) KUHAP dengan tegas menentukan
dalam hal penuntut umum berpendapat dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan;
Bahwa ketentuan ini mengisyaratkan penuntut umum baru membuat surat
dakwaan apabila berpendapat hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan
dan berarti apabila hasil penyidikan tidak dapat dilakukan penuntutan, ia
belum atau tidak boleh membuat surat dakwaan;

Bahwa ketentuan ini mengisyaratkan hasil penyidikan yang dilakukan


penyidik merupakan dasar pembuatan surat dakwaan, sesuai dengan
pendapat H.M.A. KUFFAL dalam bukunya “Penerapan KUHAP dalam Praktek
Hukum” (Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2003,
halaman 221) yang menyatakan:
Surat Dakwaan adalah sebuah akte yang dibuat oleh penuntut umum
berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan.

Bahwa karena surat dakwaan itu disusun berdasarkan kesimpulan dari hasil
penyidikan, dengan sendirinya apabila hasil penyidikan itu mengandung

7 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara (error in procedure),
maka surat dakwaan itu pun menjadi cacat formal atau mengandung
kekeliruan beracara (error in procedure);
Bahwa untuk mengukur sejauh mana hak-hak asasi tersangka telah
dirugikan oleh penyidik dalam penyidikan atau untuk mengukur sejauh
mana Surat Dakwaan Penuntut Umum telah mengalami cacat formal atau
kekeliruan beracara (error in procedure), hal itu tergantung pada sejauh
mana penuntut umum membuat surat dakwaannya, juga sejauh mana
penyidik melakukan penyidikan telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan dalam KUHAP;

Bahwa karena semua atau sebagian besar hasil penyidikan telah tertuang
dalam Berkas Perkara yang dibuat penyidik pada Polresta Surabaya Nomor :
BP / 355 / IV / 2013 /Satreskrim Tanggal 29 April 2013 , selanjutnya disebut
juga: BERKAS PERKARA, maka untuk keperluan penyusunan KEBERATAN ini
selain Surat Dakwaan Penuntut Umum, Berkas Perkara yang dibuat oleh
penyidik itu juga akan menjadi bahan analisis yang sangat penting dalam
KEBERATAN yang kami ajukan selaku Penasihat Hukum terdakwa ini;

Bahwa karena keterbatasan waktu yang tersedia, dalam penyusunan


KEBERATAN ini Terdakwa atau para advokatnya tidak dapat menganalisis
seluruh bagian dari Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik Polrestabes
Surabaya a quo dan karena itu Terdakwa atau advokatnya hanya akan
mengemukakan beberapa cacat formal atau kekeliruan beracara (error in
procedure) seperti diuraikan di bawah ini;

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum;
Serta hadirin sekalian yang terhormat;

Bahwa Terdakwa dan para advokatnya yakin karena cacat formal atau
kekeliruan beracara (error in procedure) yang terjadi baik dalam Surat
Dakwaan Penuntut Umum maupun selama dalam tahap penyidikan itu cukup
mengganggu fondamen penegakan hukum, khususnya penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia yang telah diamanatkan pembentuk undang-
undang melalui KUHAP, maka sangat diharapkan Majelis Hakim Yang Mulia
mau memberi tempat yang selayaknya bagi KEBERATAN yang diajukan
Terdakwa atau para advokatnya dalam perkara ini.

Pembuatan Surat Dakwaan dilakukan Penuntut Umum secara menyimpang


dari hasil penyidikan, sehingga penuntutan dalam perkara ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 140 Ayat (2) Huruf a KUHAP dan
Pasal 8 Ayat (4) Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia

8 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Bahwa lebih tegas lagi dikemukakan Leden Marpaung dalam bukunya
“Proses Penanganan Perkara Pidana. Bagian Kedua di Kejaksaan dan
Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksekusi” (Sinar Grafika, Jakarta, 1992,
halaman 434) sebagai berikut:
Hasil penyidikan yang dihimpun dalam bundel/ berkas disebut
“berkas perkara”. Berkas perkara tersebut tidak dapat
dipisahkan dengan surat dakwaan karena surat dakwaan
tersebut bermula dari berkas perkara. Jika surat dakwaan
dengan berkas tidak nampak keterkaitannya maka dakwaan
tersebut dapat dinyatakan Hakim/pengadilan negeri “tidak
dapat diterima”.

Bahwa kami para Penasihat Hukum Terdakwa menyadari benar apa yang
dikemukakan Pror. Mr. Taverne, bahwa Jaksa dalam menyusun dakwaan
hidup dibawah tirani tuduhan. Dalam pada itu, banyak tuduhan yang
dituangkan dalam bentuk tidak menguntungkan “lessbarheid”nya yaitu
mengurangi pengertian bagi terdakwa dan menimbulkan kesulitan
(“ingewikkeldheid”), sehingga sudah cukup sempurna apabila disebutkan
secara singkat mengenai “feiten” disertai penyebutan tempat dan waktu
dimana perbuatan dilakukan.

Bahwa apakah Penuntut Umum telah membuat Surat Dakwaan dalam


perkara ini mendasarkan pada hasil penyidikan tanpa menghilangkan
bagian-bagian tertentu yang menurut Terdakwa dapat menguntungkan
Terdakwa atau dengan menambahkan bagian-bagian tertentu yang
menurut Terdakwa dapat merugikan Terdakwa?

Menjawab pertanyaan tersebut, harus dilihat Surat Dakwaan Penuntut


Umum dan membandingkannya dengan hasil penyidikan sebagaimana
tertuang dalam Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik serta berbagai
rangkaian proses penyidikan yang telah dilaksanakan penyidik dalam
perkara a quo;

Bahwa hasil pembandingan ternyata terdapat bagian-bagian tertentu


yang dihilangkan atau disembunyikan Penuntut Umum dan terdapat
pula bagian-bagian tertentu yang ditambahkan Penuntut Umum
sehingga seolah-olah memang demikian fakta hukum dalam perkara ini;

Parahnya lagi, keterangan Legal Opini Ahli Pidana (Prof. Dr. H. Didik
Endro Purwoleksono,SH,MH) yang pernah diajukan Terdakwa dan para
Penasihat Hukumnya sama sekali tidak dilampirkan dalam berkas
perkara dan juga tidak disertakan sebagai salah satu alat bukti yang
dalam berkas perkara ini. Padahal jelas dan tegas keterangan ahli
dalam legal opini yang diberikan saat penyidikan menyatakan perkara
yang sedang disidik Penyidik Polrestabes Surabaya atas nama tersangka

9 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Soleh Harijanto bukanlah perkara pidana dan tidak dapat diproses
melalui hukum pidana. Bahkan saat pelimpahan Tersangka kepada
Penuntut Umum, ketika ditanyakan keberadaan Legal Opini Ahli Pidana
dalam berkas perkara, Rekan Penuntut Umum dengan yakinnya
menjawab tidak perlu dan nanti saja di persidangan kalau mau
diungkapkan. Ada apa dengan ini semua?? (Legal Opinion terlampir dalam
Eksepsi)

Selain itu, apabila dikaji lebih dalam Surat Dakwaan penuntut Umum,
ternyata bagian tertentu yang dihilangkan atau disembunyikan adalah bagian
yang sangat merugikan posisi Terdakwa, dan sebaliknya bagian tertentu
yang ditambahkan Penuntut Umum adalah bagian yang menguntungkan
posisi Saksi Irwan Candra sehingga perkara ini dengan yakinnya oleh
Penuntut Umum dilanjutkankan ke proses pelimpahan perkara ke
Pengadilan Negeri Surabaya di Surabaya untuk disidangkan.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum;
Serta hadirin sekalian yang terhormat;

Berdasarkan Uraian kami diatas, Surat Dakwaan Penuntut Umum masih


terlalu Prematur (belum waktunya) diajukan ke depan persidangan
Pengadilan Negeri Surabaya di Kota Surabaya dan perkara pidana ini
terkandung sengketa kepemilikan dan harus diperjelas dulu secara Hukum
Perdata.

Berdasarkan fakta ini, kami para Penasehat hukum Terdakwa menilai


Dakwaan Penuntut Umum masih bergantung kepada badan peradilan lain
sehingga Dakwaan dinilai prematur “Karenanya, Surat Dakwaan Penuntut
Umum sepantasnya dinyatakan tidak dapat diterima dan terdakwa harus
lepas dari segala tuntutan hukum,”

Karena itu, kami sependapat dengan Ahli Hukum Pidana Hoenagels yang
menyebutkan “Jangan menggunakan Hukum Pidana untuk mempidana
Perbuatan yang tidak jelas korbannya dan Kerugiannya” 

Jika ada Sengketa mengenai Hak Milik menjadi Objek Sengketa dimana ada 2
(dua) Orang atau lebih sama–sama mengaku berhak, maka terlebih dahulu
harus diselesaikan secara perdata hingga mendapatkan kekuatan hukum
tetap karena proses secara pidana merupakan upaya terakhir (ULTIMUM
REMEDIUM).

Bahwa andaikata saksi Irwan Candra merasa berhak atas obyek tersebut
seharusnya yang bersangkutan menempuh jalur hukum perdata dengan
mengajukan gugatan secara perdata bukan dengan cara–cara melakukan

10 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


PERAMPASAN KEBEBASAN SESEORANG dengan menggunakan pedang
aturan hukum pidana meskipun masih sangat kabur unsur pidananya.
Bahwa hukum kita tetap memberikan perlindungan kepada seseorang yang
menguasai akan sesuatu barang. Dalam hal ini terlihat jelas pihak saksi Irwan
Candra telah main hakim sendiri karena tidak ada satu putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap yang mengatakan tanah dan bangunan dalam
perkara a quo adalah miliknya. Padahal, kita semua telah sepakat tindakan
main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam suatu masyarakat yang tertib
dan teratur.

Bahwa kasus pidana yang sedang kita hadapi ini adalah merupakan “Kasus
Rekayasa” yang dilakukan segilintir orang yang Profesional Litigator (Tukang
Pembuat Perkara). Sungguh sangat disayangkan Rekan Penuntut Umum
dalam kasus Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai ikut
hanyut dalam Permainan Tukang Pembuat Perkara dengan memperkosa
kaedah-kaedah Hukum untuk maksud–maksud tertentu dan dengan tujuan
tertentu, dimana Terdakwa Soleh Harijanto ataupun kami para Penasihat
Hukum terdakwa tidak mengetahuinya.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum;
Serta hadirin sekalian yang terhormat;

Kegagalan Penegakan keadilan (Miscarriage of Justice) adalah merupakan


persoalan universal dan aktual yang dihadapi hampir semua bangsa dalam
menegakkan sistem peradilan pidananya. Seorang Pejabat yang mempunyai
kuasa dan wewenang menegakkan hukum dan keadilan, ternyata
menggunakan kuasa dan wewenang yang ada padanya justru untuk memberi
ketidakadilan.

Seharusnya Rekan Penuntut Umum tidak mengeluarkan P.21 (Menyatakan


Berkas Lengkap) dalam perkara ini karena Sdr. Penuntut Umum mengetahui
dari awalnya kejadian perkara ini dan tidak perlu juga Rekan Penuntut
Umum melakukan penahanan atas diri Terdakwa setelah Berkas Perkara dan
Barang Bukti diserahkan kepada Penuntut Umum.

Sebagaimana kita ketahui bersama eksepsi merupakan bagian dari Pledooi


dan merupakan ujung tombak Pledooi yang amat penting mematahkan
argumentasi-argumentasi Penuntut Umum yang telah membawa suatu yang
tidak mempunyai dasar hukum untuk diajukan perkara pidana. Bukan
rahasia lagi banyak oknum penyidik menggunakan peradilan pidana
sebagai alat untuk memuaskan rasa dendam kepada seseorang yang
tidak memenuhi keinginannya ataupun untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu meski dengan cara “pemaksaan” perkara pidana tersebut.

11 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Suatu perkara yang tidak ada dasar hukumnya untuk dipidanakan, dibawa ke
pengadilan dengan dalih “Nanti pengadilan saja yang membuktikan bahwa
bersalah atau tidak“

Sebaliknya Penuntut Umum kadang-kadang juga lupa, adakalanya karena


merasa sesama aparatur negara di bidang hukum harus ada tenggang rasa,
sehingga berusaha tidak mengecewakan oknum penyidik dan meneruskan
perkara tersebut ke pengadilan, tetap dengan prinsip yang sama “Nanti saja
dibuktikan di Pengadilan”.

Kami para Penasehat Hukum Terdakwa, memohon dengan sangat agar


Majelis Hakim Yang Muia dapat meneliti Perkara TERDAKWA SOLEH
HARIJANTO BIN SLAMET alias HOK KIAN LAI yang diajukan Rekan Penuntut
Umum yang nyata-nyata telah memaksakan suatu keadaan dan rangkaian
peristiwa sehingga seakan terlihat benar suatu tindak pidana telah dilakukan
oleh Terdakwa, meskipun hal itu masih jauh panggang dari api.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;


Rekan Jaksa Penuntut Umum;
Serta hadirin sekalian yang terhormat;

Atas uraian eksepsi/keberatan yang telah kami sampaikan maka dengan ini
kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias
Hok Kian Lai memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim pemeriksa perkara
ini agar berkenan menetapkan dan memutuskan : 

1. Menerima dalil-dalil serta alasan-alasan yang kami uraikan dalam


eksepsi atau keberatan kami atas surat dakwaan jaksa penuntut
umum dalam perkara ini
2. Menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima .
3. Menyatakan Perkara ini tidak dapat dilanjutkan pemeriksaannya atau
Setidak- tidaknya Menunda Pemeriksaan Perkara Pidana atas nama
Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias Hok Kian Lai dalam
Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.Sby pada Pengadilan Negeri
Surabaya di Surabaya karena ada Perselisihan Prayudisial. 
4. Menetapkan Mengembalikan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum
dari Kejaksaan Negeri Surabaya
5. Menetapkan Perkara A.n.Terdakwa Soleh Harijanto Bin Slamet alias
Hok Kian Lai dicoret dari Register Perkara Pidana pada Pengadilan
Negeri Surabaya di Surabaya
6. Memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari Tahanan.
7. Membebankan Biaya Perkara Kepada Negara. 

12 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY


Demikianlah eksepsi/keberatan ini kami ajukan ke hadapan Yang Mulia
Majelis Hakim pemeriksa perkara ini.
Atas perhatian serta terkabulnya eksepsi/keberatan yang kami ajukan ini
kami ucapkan terima kasih dan bila ada kekurangan atau kesalahan
didalamnya kami mohon maaf atas keterbatasan kami selaku manusia.

Surabaya; September 2013


Penasihat Hukum Terdakwa
 

 
NOOR AUFA, SH S.P. WIBOWO, SH, MH

13 | EKSEPSI Perkara Nomor : 2152/Pid.B/2013/PN.SBY

Anda mungkin juga menyukai