Anda di halaman 1dari 34

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Hospitalisasi.................................................................................5
B. Faktor Penyebab Stress di Rumah Sakit.........................................................5
C. Dimensi Peran Sakit.......................................................................................7
D. Manfaat Hospitalisasi.....................................................................................7
E. Reaksi dan Masalah Klien yang Dirawat........................................................8
F. Respon Perawat...............................................................................................10
G.Asuhan Keperawatan dengan Klien Hospitalisasi..........................................15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................................................33
B. Saran...............................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah
mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat
berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang
biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda.
Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya
merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan
proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang
dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah
perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana atau
darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut
anak dan orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukan dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang
sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari
&Erawati, 2016).
Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) ataupun
pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan privasi, otonomi, serta perubahan
gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa bersalah dan frustasi
karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep
hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat
diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan asuhan
keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hospitalisasi?
2. Apa factor penyebab stress di Rumah Sakit?
3. Apa dimensi peran sakit?
3
4. Apa saja manfaat hospitalisasi?
5. Apa reaksi dan masalah klien yang dirawat?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dengan klien hospitalisasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hospitalisasi.
2. Untuk mengetahui factor yang menyebabkan stress di rumah sakit.
3. Untuk mengetahui apa dimensi peran sakit.
4. Untuk mengetahui apa manfaat hospitalisasi.
5. Untuk mengetahui apa reaksi dan masalah klien yang dirawat.
6. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dengan klien hospitalisasi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hospitalisasi

4
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana atau
darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan
orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukan
dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul
yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari & Erawati, 2016).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat
di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari keadaan
sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme koping yang terbatas dalam
menghadapi stresor. Stresor utama dalam hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan
kendali dan nyeri (Wong, 2009).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi,cemas dan stress yang
dialami anak disebabkan oleh karena adanya perubahan status kesehatan dan kebiasaan
kegiatan pada saat sehat maupun saat sakit, atau adanya perpisahan dengan keluarga
saat masa perawatan (Wong, 2008).
Responanak secara umum yang terjadi saat dirawat inap antara lain mengalami
regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan gangguan tidur, terutama terjadi
pada anak dibawah usia 7 tahun (Hockkenberry & Wilson, 2007).
Secara sederhana, hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada
pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongandalam perawatan atau
pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.Tetapi pada
umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat
menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhikesembuhan dan
perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit.

B. Faktor Penyebab Stress di Rumah Sakit


Stress merupakan merupakan bagian dari kehidupan yang dialami setiap hari.
Kejadian yang satu dengan yang lain dapat saling mempengaruhi. Demikian juga klien
yang dirawat di rumah sakit dapat mengalami berbagai stress yang mungkin ia sudah
tidak mampu mengatasinya (Keliat, 1998). Sebagai akibatnya, terjadi perubahan-
perubahan pada diri seseorang manjalani perawatan. Jika seorang anak dirawat di
rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami
stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan
status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari.
5
Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan
lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman,
tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup.
Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan
menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak
marasa kurang nyaman (Keliat, 1998).
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat
membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman
dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak
melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri
membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti
sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah,
menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau
melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir
periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang
mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami,
2005). Beberapa perubahan lingkungan fisik yang dialami selama dirawat di rumah
sakit, pada akhirnya dapat menyebabkan anak mengalami stres emosi.
Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumas
sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya, anak akan
merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan,
sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak menjalani masa
perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama serta orang-orang yang
terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak
akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga
pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2005).

C. Dimensi Peran Sakit


Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi adalah:
6
1. Perubahan konsep diri.
Akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh citra
tubuh, perubahan citra tubuh dapat menyebabkan perubahan peran, ideal diri, harga
diri dan identitasnya.
2. Regresi
Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan sebelumnya atau lebih
rendah dalam fungsi fisik, mental, perilaku dan intelektual.
3. Dependensi
Klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.
4. Dipersonalisasi
Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan kepribadian, tidak realistis,
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas dan sulit
bekerjasama mengatasi masalahnya
5. Takut dan Ansietas
Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap
penyakitnya.
6. Kehilangan dan perpisahan
Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang
asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan
pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.

D. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal:189) manfaat hospitalisasi adalah sebagai berikut :
1.      Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara meberi kesempatan
keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stressor yang dihadapi selama perawatan
di rumah sakit.
2.      Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Perawatan dapat memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan,
terapi, dan perawatan pasien.
3.      Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan , sehingga tiidak terlalu
bergantung pada orang lain dan menjadi percaya diri.

7
4.      Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama klien yang ada,
teman sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya untuk saling kenal dan
berbagi pengalaman.

E. Reaksi dan Masalah Perilaku Klien yang Dirawat


1. Reaksi Anak
Secara umum, anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan hospitalisasi
karena kondisi ini merupakan perubahan dari status kesehatan dan rutinitas umum
pada anak. Hospitalisasi menciptakan serangkaian peristiwa traumatik dan penuh
kecemasan dalam iklim ketidakpastian bagi anak dan keluarganya, baik itu
merupakan prosedur elektif yang telah direncanakan sebelumnya ataupun akan
situasi darurat yang terjadi akibat trauma. Selain efek fisiologis masalah kesehatan
terdapat juga efek psikologis penyakit dan hospitalisasi pada anak (Kyle &
Carman, 2015), yaitu sebagai berikut:
a. Ansietas dan Kekuatan
Bagi banyak anak memasuki rumah sakit adalah seperti memasuki dunia
asing, sehingga akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan. Ansietas seringkali
berasal dari cepatnya awalan penyakit dan cedera, terutama anak memiliki
pengalaman terbatas terkait dengan penyakit dan cidera.
b. Ansietas Perpisahan
Ansietas terhadap perpisahan merupakan kecemasan utama anak di usia
tertentu. Kondisi ini terjadi pada usia sekitar 8 bulan dan berakhir pada usia 3
tahun (American Academy of Pediatrics, 2010)
c. Kehilangan Kontrol
Ketika dihospitalisasi, anak mengalami kehilangan kontrol secara
signifikan.
2. Reaksi Orang Tua
Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi anak
dengan reaksi yang luar biasa. Pada awalnya orang tua dapat bereaksi dengan tidak
percaya, terutama jika penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan serius. Takut, cemas
dan frustasi merupakan perasaan yang banyak diungkapkan oleh orang tua. Takut
dan cemas dapat berkaitan dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis
yang digunakan. Sering kali kecemasan yang paling besar berkaitan dengan trauma
dan nyeri yang terjadi pada anak (Wong, 2009).
8
3. Reaksi dan Saudara Kandung
Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit
adalah kesiapan, ketakutan, khawatiran, marah, cemburu, benci, iri dan merasa
bersalah. Orang tua sering kali memberikan perhatian yang lebih pada anak yang
sakit dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal tersebut menimbulkan perasaan
cemburu pada anak yang sehat dan merasa ditolak (Nursalam, 2013)
4. Perubahan Peran Keluarga
Selain dampak perpisahan terhadap peran keluarga, kehilangan peran orang
tua dan sibling. Hal ini dapat mempengaruhi setiap anggota keluarga dengan cara
yang berbeda. Salah satu reaksi orang tua yang paling banyak adalah perhatian
khusus dan intensif terhadap anak yang sedang sakit (Wong, 2009).
5. Dampak Hospitalisasi
Menurut Cooke & Rudolph (2009), hospitalisasi dalam waktu lama dengan
lingkungan yang tidak efisien teridentifikasi dapat mengakibatkan perubahan
perkembangan emosional dan intelektual anak. Anak yang biasanya mendapatkan
perawatan yang kurang baik selama dirawat, tidak hanya memiliki perkembangan
dan pertumbuhan fisik yang kurang optimal, melainkan pula mengalami gangguan
hebat terhadap status psikologis. Anak masih punya keterbatasan kemampuan
untuk mengungkapkan suatu keinginan. Gangguan tersebut dapat diminimalkan
dengan peran orang tua melalui pemberian rasa kasih sayang.
Depresi dan menarik diri sering kali terjadi setelah anak manjalani
hospitalisasi dalam waktu lama. Banyak anak akan mengalami penurunan
emosional setelah menjalani hospitalisasi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa anak yang dihospitalisasi dapat mengalami gangguan untuk tidur dan
makan, perilaku regresif seperti kencing di atas tempat tidur, hiperaktif, perilaku
agresif, mudah tersinggung, terteror pada saat malam hari dan negativisme
(Herliana, 2010). Berikut ini adalah dampak hospitalisasi terhadap anak usia
prasekolah menurut Nursalam (2013), sebagai berikut:
a. Cemas disebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak pertengahan sampai
anak periode prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan adalah cemas
karena perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang

9
yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal akan
mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b. Kehilangan control
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan kontrol. Hal ini
terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain,
melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari
activity daily living (ADL), dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di
rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan ego dalam
mengembangkan otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak
dari peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif. Jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronis), maka anak
akan kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari
hubungan interpersonal.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries
(perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali berkembang.
Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut atau
suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap
tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat
menyakitkan. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis,
mengatupkan gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari keluar.
d. Dampak negative dari hospitalisasi lainnya pada anak prasekolah adalah
gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.

F. Respon Perawat
Menurut Puspita (2014) peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
secarakomprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan pada
pasien, meliputi:
1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain, artinya
memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana
seseorang berpikir dan bertindak.
2. Sharing, artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
denganpasiennya.
10
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyamanpasien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien maupun
perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun duka.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna.
6. Helping artinya perawat siap membantu denganasuhan keperawatannya.
7. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan
keterampilannya.
9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang
lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhakmengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11. Feeling, artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan
duka, senang, frustasi dan rasa puas pasien.
Dampak hospitalisasi pada anak dapat diatasi dengan mengoptimalkan peran
perawat. Berikut ini adalah peran perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada
anak (Wong, 2009) :
1. Menyiapkan anak untuk hospitalisasi
Persiapan dalam penerimaan anak untuk dirawat di rumah sakit menjadi hal
yang sangat penting bagi perawat. Persiapan tersebut berbeda untuk setiap anak
tergantung pada kondisinya yang tidak terlepas dari berbagai prosedur awal medis
seperti pengambilan spesimen darah, uji sinar-X atau pemeriksaan fisik. Setiap
tindakan dalam penerimaan itu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi
anak yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan rasa percaya
perawat dengan anak-anak tersebut. Perawat sangat memberi pengaruh yang besar
untuk mengatasi semua ini. Selama prosedur penerimaan awal perawat harus
meluangkan waktu bersama dengan anak dan memberi kesempatan untuk lebih
jauh mengenal anak dan mengkaji setiap pemahamannya akan prosedur yang akan
dialaminya selama dirawat di rumah sakit dan semua ini berpengaruh terhadap
pembentukan rasa percaya antara anak dengan perawat selama hospitalisasi(Wong,
2009).

11
Apabila rasa percaya sudah terbentuk maka anak akan merasa lebih nyaman
selama dirawat di rumah sakit. Pada saat anak masuk rumah sakit, perawat akan
melakukan prosedur penerimaan rumah sakit yaitu memperkenalkan dirinya dan
dokter yang akan menangani, memilih ruangan untuk anak yang sesuai,
mengorientasikan anak terhadap ruangan beserta fasilitas di dalamnya,
memperkenalkannya dengan teman satu ruangannya, memberi label identitas,
menjelaskan peraturan rumah sakit dan melakukan berbagai pemeriksaan dan
pengkajian keperawatan awal. Pemilihan ruangan pada anak dilakukan berdasarkan
pertimbangan usia, jenis kelamin dan penyakitnya karena dapat memberikan
manfaat psikologis dan medis(Simatupang, 2015).
2. Mencegah atau meminimalkan perpisahan
Perpisahan anak dengan orang tua atau orang-orang yang dikasihinya menjadi hal
yang sangat ditakuti oleh anak selama mereka dirawat di rumah sakit. Orang tua
atau saudara dari anak tersebut dapat memberi kenyamanan baginya dibanding
orang-orang sekitar yang berada di rumah sakit termasuk perawat. Saat ini, rumah
sakit sudah mengeluarkan suatu kebijakan untuk menjadikan keluarga sebagai
pusat asuhan selama anak di rumah sakit tanpa mengabaikan peran perawat. Dalam
hal ini perawat berkolaborasi dengan orang tua/saudara, melibatkan orang tua
selama proses asuhan di rumah sakit misalnya membantu memberi makan anak
atau menyusun jadwal yang lengkap yang sesuai rutinitas harian anak. Anak yang
mengalami perpisahan selama dirawat di rumah sakit akan menimbulkan berbagai
reaksi seperti menangis(Hastuti, 2015). Kehadiran perawat disamping anak
menjadi salah satu strategi untuk mengatasinya untuk menunjukkan sikap empati
dengan mempertahankan kontak mata, bersuara dengan nada tenang, memberi
sentuhan untuk memberikan anak kenyamanan. Jika tidak berhasil maka perawat
harus menganjurkan orangtua untuk tetap berada dekat anak atau tetap
mempertahankan kontak misalnya melalui telepon ataupun surat yang membuat
anak selalu mengingat orang tuanya(Simatupang, 2015).
3. Meminimalkan kehilangan pengendalian
Anak yang dihospitalisasi akan mengalami perasaan kehilangan pengendalian yang
dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perpisahan dengan orang tua,
adanya pembatasan aktivitas fisik, perubahan rutinitas, pemaksaan ketergantungan
bahkan pemikiran magis. Kondisi anak yang mengharuskan dirinya mengalami
imobilisasi akibat penyakit tertentu akan mengakibatkan stress bagi anak yang
12
dapat mengganggu perkembangan sensorik maupun motoriknya. Pemeriksaan
medis tertentu yang dilakukan perawat bersifat kaku, yang membuat anak harus
tetap berbaring di tempat tidur membuat sebuah pengalaman yang penuh tekanan
bagi anak(Rizka, 2015). Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan anak mengalami kehilangan pengendalian misalnya anak harus
ditempatkan di dalam kotak bermain sehingga membatasi ruang anak untuk
bermain lebih leluasa. Anak yang dihospitalisasi juga akan mengalami perubahan
rutinitas yang berbeda dengan kondisi sebelum anak masuk rumah sakit. Rutinitas
yang dilakukan di rumah sakit dapat bersifat kaku atau fleksibel yang dapat
membuat anak mengalami stress hospitalisasi ditambah lagi anak mengalami
perpisahan dengan orang tuanya. Anak memiliki penstrukturan waktu yang teratur
dan jelas sebelum anak masuk rumah sakit misalnya bangun tidur, belajar, mandi,
makan, bermain dan tidur sedangkan setelah dia dirawat justru mengalami hal yang
berbeda dari kondisi tersebut(Hastuti, 2015).Selain karena adanya pembatasan
aktivitas fisik dan perubahan rutinitas, anak dapat mengalami kehilangan
pengendalian karena ketergantungan sepenuhnya kepada perawat/ orang tua selama
mereka dirawat di rumah sakit baik dalam mengambil keputusan atas tindakan
yang akan diberikan kepadanya atau dalam melakukan perawatan dirinya sendiri.
Anak yang mengalami hospitalisasi juga sering mengalami interpretasi yang keliru
atau pemahaman yang kurang terhadap semua hal yang dialaminya selama dirawat
di rumah sakit akibat kurangnya informasi yang mereka terima dari perawat
sehingga hal ini mengakibatkan stress hospitalisasi pada anak dan akhirnya tidak
dapat mengendalikan pikirannya. Perawat sangat berperan penting dalam
mengatasi kehilangan pengendalian ini diantaranya mempertahankan kontak antara
anak dengan orangtua saat anak mengalami pembatasan aktivitas bahkan
menghadirkan orangtua saat anak mengalami nyeri. Perawat juga perlu
memodifikasi cara pemeriksaan fisik anak yang disesuaikan dengan kondisinya
misalnya digendong oleh ibunya atau dipeluk bahkan berada di pangkuan orang
tuanya. Mobilisasi anak juga dapat ditingkatkan misalnya memindahkan anak ke
gendongan, kursi roda, cart, wagon, atau brankar sehingga anak tidak mengalami
kekakuan hanya berbaring di tempat tidur. Untuk perubahan rutinitas, perawat
perlu membuat jadwal harian anak yang disusun bersama anak dan orang tua lalu
menempatkannya disamping tempat tidur anak disertai jam dinding untuk dapat
mengingatkan setiap kegiatan yang berlalu atau yang akan dikerjakannya.Perawat
13
juga memberikan otonomi kepada anak untuk mengambil setiap keputusan
misalnya mengenai tindakan yang akan diberikan kepadanya atau bahkan
memandirikan anak melakukan perawatan dirinya selama di rumah sakit sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Pemberian informasi sangat berperan
pentingdalam mengatasi stres anak saat anak dirawat di rumah sakit. Perawat perlu
memberi penjelasan sebelum melakukan tindakan bahkan memberitahu apa yang
akan terjadi pada anak sehingga ketakutan anak akan berkurang (Simatupang,
2015).
4. Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri
Anak yang mengalami hospitalisasi tidak akan pernah terlepas dari berbagai
prosedur yang menyakitkan seperti mendapat suntikan, pemasangan infus atau
bahkan anak takut akan mengalami cedera tubuh misalnya mutilasi, intrusi tubuh,
perubahan citra tubuh, disabilitas bahkan mengalami kematian. Banyak hal yang
dapat menyebabkan cedera tubuh pada anak misalnya penggunaan mesin sinar-X
yang penempatannya salah di ruangan, penggunaan alat asing untuk pemeriksaan,
ruang yang tidak dikenal atau bahkan prosedur yang mengharuskan anak untuk
diamputasi. Semua ini dapat mengakibatkan stres atau ketakutan pada anak selama
mereka dihospitalisasi. Perawat sangat berperan penting dalam mengatasi
ketakutan anak akan cedera tubuh yang dialaminya. Secara umum, perawat harus
mempersiapkan anak untuk menghadapi prosedur dengan cara memberi penjelasan
mengenai tindakan yang akan dilakukan dengan bahasa yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif anak sehingga mereka akan memahami dan ketakutan
mereka akan berkurang. Selain itu, perawat dapat memanipulasi atau memodifikasi
teknik prosedural yang akan diberikan pada anak sesuai dengan kondisinya,
secepat mungkin melakukan prosedur pada anak bahkan tetap melakukan
kolaborasi dengan orang tua melalui cara mempertahankan kontak antara orang tua
dengan anak (Hastuti, 2015). Anak yang didapati merasa marah/ stres dengan
kondisi penyakit yang dialaminya, perawat perlu mengubah persepsi anak dengan
cara memberi penjelasan yang berbeda yang tidak terlalu memandang penyakit itu
sebagai sesuatu yang negatif/ menyakitkan sekali misalnya menyampaikan pada
anak jika suatu prosedur dilakukan pada anak maka tindakan yang sama tidak akan
diulangi lagi. Sebagai contoh anak yang mengalami tonsilektomi dapat diubah
menjadi penjelasan bahwa tonsil yang diperbaiki tidak perlu diperbaiki lagi di lain

14
waktu. Jadi apabila suatu waktu dia mengalami 46 sakit tenggorokan, anak tidak
akan memahami bahwa dia akan dioperasi lagi.

G. Asuhan Keperawatan Klien dengan Hospitalisasi

Manajemen asuhan keperawatan untuk balita

1. Berikan asuhan keperawatan yang konsisten


2. Menyanyi dan berbicara dengan bayi
3. Sentuh, pegang, gendong bayi dan terus berinteraksi selama prosedur
4. Anjurkan interaksi dengan orang tua: rooming in, orang tua bicara dengan
anak dan ijin apabila mau pergi
5. Biarkan mainan yang membuat rasa nyaman dan aman
6. Anjurkan orang tua berada disamping anak saat prosedur invasive yang
menyakitkan
7. Dekatkan mainan favorit anak
8. Pertahankan kontak maksimal dengan beberapa perawatan, kenalkan
perawata disamping orang tua, ijinkan anak bertemu perawata sebelum
prosedur dilakukan
9. Bantu kunjungan saudara kandung

Manajemen asuhan keperawatan untuk anak sekolah


1. Batasi aturan dan dorongan pada perilaku
2. Anjurkan orang tua merencanakan kunjungan dengan anak
3. Ijinkan anak memilih dalam batasan yang yang dapat diterima
4. Berikan cara-cara anak dapat membantu pengobatan dan ouji atas kerjasama anak
Permasalahannya :
a. Rasa takut : pahami penyebab penyakit, dan lihat ekspresi verbal dan non
verbal
b. Ansietas : pahan alasan dipisahkan tetapi masih butuk keberadaan orang
tua dan lebih peduli terhadap rutinitas sekolah dan teman-teman
c. Tidak berdaya : anak marah dan frustasi, lamanya imobilisasi
dihubungkan dengan menarik diri, bosan, perasaan antipasti. Peduli
terhadap kehilangan control emosi, menangis karena malu yang
berlebihan karena pengobatan.
d. Gangguan citra diri: peduli terhadap perubahan tubuh, dapat
mengalihkan rasa nyeri dengan alihkan perhatian, takut terhadap
pembedahan di area genital.

15
Manajemen pada anak usia sekolah
1. Monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan emosi terutama pada
anak yang menarik diri dan tidak berespon
2. Jelaskan prosedur rinci (jika anak meminta)
3. Anjurkan kunjungan teman sebaya
4. Diskusikan respon thd pertanyaan ttg penyakit dan perubahan tubuh
5. Berikan waktu diskusi
6. Biarkan anak memilih, partisipasi, privasi
7. Ikuti keinginan anak tentang keberadaan ortu
Permasalahan :
a. Rasa takut : paham bahwa penyakit beragam, menunjukkan sedikit rasa
takut tetapi bisa ketakutan kalau pengalaman lalu menyakitkan.
b. Ansietas : pada orang tua penting tetapi tidak harus, peduli atas
perpisahan dengan guru dan teman, cemas terhadap PR sekolah dan
perubahan peran dalam kelompok.
c. Tidak berdaya : anak berusaha mandiri, mencoba berani selama
prosedur medis, kasar pada orang tua saat berusaha mandiri membuat
stress, peduli dengan cara mengekspresikan perasaan dan malu terhadap
perilaku yang berlebihan, merasa tidak pasti tentang masa depan karena
penyakit atau hospitalisasi.
Manajemen pada anak usia remaja
1. Fasilitasi perencanaan aktifasi (peer)
2. Menjelaskan kepada orang tua tentang kebutuhan mandiri
3. Monitor perilaku anak apabila ingin bicara
4. Berikan permainan dan aktifitas lain yang membantu untuk dapat diskusi
5. Berika npenyuluhan rinci tentang prosedur pengobatan, terapi yang
menyangkut area genital
6. Berikan privasi setiap prosedur tindakan
Permasalahan:
a. Rasa takut: anak dapat berfikir hipotesis tentang penyakitnya, banyak
bertanya dan mengekspresikan rasa takut secara verbal tentang
konsekuensi penyakit
b. Ansietas: perpisahan dengan sekolah dan teman lebih bermakna dari
pada orang tua, menarik diri dikarenakan perubahan penampilan
c. Tidak berdaya : peduli terhadap kehilangan fungsi mandiri, sulit
mengijinkan bantuan secara fisik dan emosi saat marah, menarik diri
atau frustasi.
d. Gangguan citra diri : peduli dengan ancaman terhadap perubahan
terhadap perkembangan identitas seksualitas dan peran sesuai gender,
sangat peduliterhadap perubahan citra diri, kuatir tentang tanggapan

16
orang lain/dikasihi, sulit bekerja sama jika pengobatan yang
berhubungan dengan perubahan citra diri

KASUS: Seorang ibu membawa anaknya ke RS karena sejak 2 minggu yang lalu
mengalami sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan diketahui bahwa sang
anak mengalami kebocoran jantung. Ibu merasakan kecemasan dan bingung karena
baru kali ini anaknya harus dirawat di RS. Ibu bingung dengan kondisi anaknya yang
sering menangis dan tidak mau minum ASI karna tidak terbiasa dengan pengobatan
yang dijalani.

PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
Nama : An. K
No. Medrek : 1303xxxx
Usia : 3 bulan 12 hari
Tanggal lahir : 26 Agustus 2013
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Jln. Ters. Neglasari II RT06/ RW06 Ujung Berung
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk RS : 30 November 2013
Tanggal pengkajian : 9 Desember 2013
Diagnosa Medis : VSD, BP, Malnutrisi Berat, HP

B. Biodata Penanggung Jawab


Nama : Ny. A
Usia : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Ters. Neglasari II RT06/ RW06 Ujung Berung
Pendidikan :-
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Hubungan dengan klien : Ibu

17
C. Keluhan utama : Klien mengalami sesak
D. Riwayat kesehatan sekarang : Klien mengalami sesak yang dirasakan terus menerus,
sesak terlihat saat klien melakukan aktifitas ringan seperti diajak bermain, posisi
tengkurap dan diberi minum susu. Sesak disertai menangis terus, menolak minum
susu, dan BB dan TB yang tidak mengalami peningkatan signifikan sejak klien
dilahirkan.
E. Riwayat kesehatan masa lalu : Sejak 2 minggu SMRS klien mengalami sesak napas
tanpa demam, dibawa berobat ke dokter anak di diagnose infeksi pada paru.
Pemeriksaan lanjutan mengatakan bahwa klien mengalami kebocoran jantung. Dan
satu hari SMRS klien mengalami sesak yang dirasakan semakin berat, keluhan tidak
disertai mengi, mengorok, kebiruan sekitar mulut, ujung jari. Bengkak disertai
muntah, mencret, mata kemerahan, kejang, dan penurunan kesadaran. BAK tidak ada
keluhan.
F. Riwayat kesehatan keluarga : Riwayat penyakit jantung dalam keluarga ada,
yakni paman klien, riwayat batuk dari ayah klien, sedangkan nenek klien mengalami
Diabetes Melitus sejak lama
G. Riwayat Kehamilan : Klien mengaku jarang kontrol ke pelayanan
kesehatan pada saat hamil. Pada usia kehamilan 1-5 bulan klien hanya kontrol 1 kali,
baru kontrol rutin pada saat usia kehamilan 6 bulan. Selama hamil klien sering
mengkonsumsi Redoxon.
H. Genogram :

4 thn 2 thn
3b
Keterangan : ln
= Perempuan
= Laki laki
I. Antropometri
Tinggi Badan lahir : 59 cm Tinggi Badan sekarang : 60 cm
18
Berat Badan lahir : 3,7 kg Berat Badan sekarang : 3,8 kg
Lingkar Kepala : 37 cm
Lingkar lengan : 9 cm

J. TTV
TD : Tidak terkaji
S : 35,3 0 celcius
HR : 120 kali/ menit
RR : 42 kali/menit

K. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)


 Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
 Kepala : rambut tampak jarang, kulit kepala bersih, wajah tampak pucat,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan normal, penggunaan alat
bantu (-), lapang pandang normal, penciuman baik, pernafasan cuping hidung (-),
secret (-), hidung terpasang NGT, terpasang O2 nasal canule 0,5 liter, bibir lembab
dan pucat, lidah bersih, pergerakan leher bebas, KGB tidak teraba
 Thoraks : Retraksi intercostae (+), bentuk dan gerak dada simetris, tidak teraba
pembesaran jantung, bunyi jantung normal, bunyi napas normal
 Abdomen : Retraksi epigastrium (+), nyeri tekan (-), Bising usus menurun, teraba
lembut dan datar, ascites (-)
 Ekstremitas : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, gerak dan bentuk normal, kuku
kuku tampak bersih, edema (-)
 Refleks pada bayi : Moro (+), sucking (+), grasping (+), rooting (+)

L. Pengkajian psikososial
 Support system : Keluarga klien mendukung semua pengobatan yang dijalani
klien dan selalu memberi support pada klien.
M. Riwayat Imunisasi
Klien baru diberikan imunisasi Hepatitis B dan BCG 1
N. Aktivitas Sehari-hari (Activity Daily Living)

19
 Pola makan : Terpasang NGT hanya untuk pemberian obat. Klien
mengkonsumsi susu formula, pemberian susu formula sudah diperbolehkan lewat
mulut sebanyak +/- 65 cc untuk satu kali pemberian, diberikan setiap 3 jam sekali
 Toileting : tidak terpasang kateter, BAK dalam jumlah normal,
menggunakan pampers
 Pola aktivitas : klien sering menangis, sulit tidur dalam waktu yang lama,
terbangun untuk mengkonsumsi susu dan bermain dengan nenek
 Pola Tidur : Gelisah, sulit tidur
O. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Tertanggal : 30/11/2013
-
Hb 12,1 gr/dl
-
Ht 35,3 %
-
Leukosit 8.900/mm3
-
Trombosit 303.000/mm3
-
MCV 83,1 +/- l
-
MCH 28,5 pg
-
MCHC 34,3 %
 Pemeriksaan Radiologi
Klien telah menjalani pemeriksaan Foto Thorax, dengan hasil :
Klinis :
- Cor membesar ke lateral kiri dengan apeks membulat diatas diafragma,
pinggang jantung menonjol (CTR 63%)
- Sinuses dan diafragma normal
- Pulmo : hili normal, corakan bronkhovaskular normal, tampak perbercakan di
parakardia kanan dan lapang atas paru kiri

Kesan : Bronkhopneumonia dan kardiomegali


P. Terapi
- O2 lembab 1 liter/m/nasal canule
- Pasang NGT
- Ampicilin Sulbaktam 4x200 mg IV
- Gentamicin 1x30 mg IV
- Captopril pulvus 3x2 mg per sonde
- Furosemid pulvus 2x2 mg per sonde

20
- Parasetamol syrup 2x ½ cth apabila terjadi demam
- Diet 400 kkal (ASI 8X 65 cc per sonde)
- Vitamin A 100.000 IV hari 1,2,14
- Vitamin B komplek 1x1 tab p.o
- Vitamin C 1x1 tab p.o
- Asam folat tab 5 mg selanjutnya 1x1 mg p.o

Q. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan (kardiopulmonal) berhubungan dengan gangguan
transport oksigen ditandai dengan klien mengeluh sesak napas (RR meningkat),
retraksi intercostae, retrasksi epigastrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan memasukkan atau mencerna makanan ditandai dengan
kurangnya nafsu makan, tidak ada peningkatan BB dan TB yang signifikan
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kondisi
klien ditandai dengan orang tua terlihat bingung dan meminta perawat untuk
menjelaskan mengenai kondisi klien
4. Resiko tinggi jatuh

I. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


DO : Kien dengan VSD, BP, HP Gangguan perfusi jaringan
- Sesak napas (RR 42
x/menit) Terdapat kebocoran pada
- Retraksi intercostae (+) ventrikel kiri
- Retraksi epigastrium (+)
- Tampak lelah saat Transport oksigen ke
melakukan aktifitas ringan jaringan menurun
DS :-
Gangguan perfusi
jaringan

DO : Kien dengan VSD, BP, HP Ketidakseimbangan nutrisi


- Nafsu makan menurun dan malnutrisi berat kurang dari kebutuhan
(malas menyusu)
- BB kurang dari normal Klien mudah lelah
(3,8 kg) (normal 5,1 kg)
- Bising usus meningkat Nafsu makan menurun,

21
DS : - malas menyusu

Berlangsung terus menerus

BB dan TB < normal

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

DO : Kien dengan VSD, BP, HP Kecemasan


- Bingung dan malnutrisi berat
- Meminta perawat untuk
menjelaskan kondisi Membutuhkan perawatan
klien dan pengobatan
DS : -
Kurang informasi

Kecemasan
DO : Klien dengan VSD, BP, Resiko tinggi jatuh
- Skor humpty dumpty HP dan malnutrisi berat
12 (resiko tinggi
jatuh_ Pengukuran skala humpty
- Klien dipasang dumpty (komponen : usia,
gelang kuning jenis kelamin, penyakit
- Klien gelisah dan yang dialami, faktor
menangis terus lingkungan dan
penggunaan obat)
DS : -
Hasil pengukuran skor 12
(resiko tinggi jatuh)

Resiko tinggi jatuh

22
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui suara
jaringan tindakan auskultasi suara jantung dan suara
(kardiopulmonal) keperawatan selama jantung dan suara paru apakah
berhubungan 3 x 24 jam, paru normal atau tidak
dengan gangguan ketidakefektifan 2. Ukur tanda tanda 1. Observasi status
transport oksigen perfusi jaringan vital dan irama klien
ditandai dengan kardiopulmonal denyut jantung 2. Patokan masalah
klien mengeluh teratasi dengan 3. Monitor angkat pada perfusi
sesak napas (RR kriteria hasil : PT, PTT dan AT jaringan jantung
meningkat), - TTV dalam 4. Monitor status 3. Memantau status
retraksi rentang cairan dan cairan klien
intercostae, normal memonitor 4. Indikasi
retrasksi - Tidak ada adanya edema memburuknya
epigastrium edema 5. Monitor adanya status klien
perifer dan peningkatan 5. Salah satu
ascites kelemahan dan indikasi masalah
- Bunyi kelalahan pada perfusi
jantung 6. Monitor adanya 6. Menciptakan
abnormal penggunaan otot suasana nyaman
tidak ada tambahan dan tenang
- Nyeri dada 7. Tingkatkan 7. Mengatasi
dan istirahat masalah yang
kelelahan 8. Kolaborasi : timbul
ekstrem kelola pemberian
tidak ada obat obatan

2. Ketidakseimbanga Setelah dilakukan 1. Hitung dan catat 1. Untuk


n nutrisi kurang tindakan berat badan dan mengetahui BB
dari kebutuhan b.d keperawatan, status tinggi badan klien dan TB klien saat

23
ketidakmampuan nutrisi klien secara berkala ini
memasukkan atau adekuat ditandai (misal : dua hari
mencerna dengan: sekali) 2. Mengetahui
makanan ditandai - Nafsu 2. Tentukan status status nutrisi
dengan kurangnya makan nutrisi klien klien
nafsu makan, tidak meningkat menggunakan
3. Untuk memenuhi
ada peningkatan - BB klien penilaian status
kebutuhan nutrisi
BB dan TB yang meningkat nutrisi dari WHO
klien secara tepat
signifikan - Nilai 3. Tentukan—dalam
laboratoriu kolaborasi
m (misal, dengan ahli gizi,
albumin secara
serum, Hb, tepat—jumlah
Ht, dan kalori dan tipe 4. Agar orang tua
jumlah nutrisi yang klien dapat
limfosit) dibutuhkan untuk memenuhi nutrisi
dalam batas memenuhi klien dengan cara
normal kebutuhan nutrisi pemberian yang
klien tepat
4. Berikan 5. Memenuhi
informasi kepada kebutuhan nutrisi
orang tua klien klien
tentang
kebutuhan nutrisi 6. Meningkatkan
dan bagaimana nafsu makan
cara klien
memenuhinya
5. Berikan klien
makanan sesuai
jumlah kebutuhan
7. Indikasi
yang sudah
kekurangan

24
ditetapkan yaitu 8 cairan
x 65 cc 8. Indikasi masalah
6. Ciptakan pada sistem
lingkungan yang pencernaan
menyenangkan 9. Meningkatkan
untuk makan efektifitas
(misalnya : pemberian
penggunaan makanan untuk
tempat makan memenuhi
dengan aksen kebutuhan nutrisi
lucu dan klien
pemberian
makanan yang 10. Indikasi
interaktif) penumpukan
7. Monitor turgor cairan
kulit
8. Monitor mual
muntah
9. Berikan
informasi kepada
keluarga
mengenai
pentingnya
memberi makan
tepat waktu, cara
penyimpanan dan
pemberian makan
yang baik
10. Catat adanya
edema
3. Kecemasan Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk

25
orang tua tindakan pendekatan yang menumbuhkan
berhubungan keperawatan selama menenangkan kepercayaan
dengan 2x24 jam, klien kepada orang tua orang tua klien
kurangnya dapat mengontrol klien terhadap perawat
informasi kecemasan yang 2. Dorong agar 2. Untuk
mengenai dirasakannya orang tua klien mengetahui
kondisi klien dengan kriteria dapat kondisi orang tua
ditandai dengan hasil sbb: mengungkapkan klien dan
orang tua terlihat - Postur apa yang mengidentifikasi
bingung dan tubuh, ekspresi dirasakannya intervensi yang
meminta perawat wajah, bahasa 3. Dengarkan apa tepat
untuk tubuh, dan yang 3. Meningkatkan
menjelaskan tingkat aktivitas diungkapkan oleh rasa aman dan
mengenai menunjukkan orang tua klien nyaman
kondisi klien berkurangnya dengan penuh 4. Mengetahui
kecemasan perhatian sejauh mana
- TTV dalam 4. Identifikasi skala kecemasan yang
batas normal kecemasan yang dirasakan oleh
- Klien dirasakan oleh klien
mengatakan orang tua klien 5. Mengenali hal
bahwa dirinya 5. Bantu orang tua hal apa saja yang
memahami klien mengenali dapat membuat
penjelasan situasi yang dapat orang tua klien
perawat menimbulkan merasa cemas
mengenai k kecemasan 6. Meningkatkan
- ondisi klien 6. Berikan pemahaman
penjelasan orang tua klien
kepada orang tua mengenai
klien secara tepat kondisi klien,
dan rinci prognosis
mengenai kondisi penyakit dan

26
klien, prognosis tujuan dari
penyakit dan tindakan yang
tindakan yang diberikan
diberikan 7. Menciptakan
perasaan rileks
dan tenang
8. Membangun rasa
7. Ajarkan tekhnik optimis dan
relaksasi seperti meningkatkan
tarik nafas dalam harapan
8. Berikan dorongan mengenai
positif kepada kesembuhkan
orang tua klien klien
dan keluarga
4. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Ciptakan 1. Mencegah klien
jatuh tindakan lingkungan yang terjatuh
keperawatan selama aman bagi klien
1x24 jam resiko dengan 2. Indikasi adanya
jatuh terkontrol, memberitahukan resiko jatuh,
klien tidak orang tua klien meningkatkan
mengalami injuri, untuk tidak kewaspadaan
dengan kriteria memposisikan petugas
hasil : klien terlalu kesehatan dan
- Klien pinggir dengan keluarga
terbebas dari penyangga bed 3. Lingkungan yang
resiko cedera terbuka terang
- Orang tua 2. Gunakan gelang meminimalkan
klien mampu kuning sebagai resiko jatuh
menjelaskan identitas resiko 4. Mengontrol klien
bagaimana jatuh
cara 3. Berikan 5. Meningkatkan

27
mencegah penerangan kewaspadaan
cedera lingkungan yang orang tua
cukup 6. Terhindar dari
4. Anjurkan benda berbahaya
keluarga untuk
selalu menemani
klien
5. Jelaskan kepada
orang tua bahwa
klien beresiko
jatuh
6. Jauhkan klien
dari benda
berbahaya

EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Gangguan perfusi 1. Melakukan auskultasi S= Klien menyatakan perutnya sakit
jaringan suara jantung dan dan seperti mau pecah
(kardiopulmonal) suara paru O = Meringis, menangis, tampak
1. berhubungan 2. Mengukur tanda gelisah dan nyeri berat
dengan gangguan tanda vital dan irama A = masalah belum teratasi
transport oksigen denyut jantung P = Lanjutkan intervensi, konfirmasi
ditandai dengan 3. Monitor angkat PT, ulang kemungkinan operasi
klien mengeluh PTT dan AT laparotomi
sesak napas (RR 4. Memonitor status
meningkat), cairan dan memonitor
retraksi adanya edema
intercostae, 5. Memonitor adanya

28
retrasksi peningkatan
epigastrium kelemahan
6. Meningkatkan
istirahat
7. Kolaborasi :
mengelola pemberian
obat obatan
1. Ketidakseimbang 1. Menghitung dan S = orang tua menyatakan klien
an nutrisi kurang mencatat berat badan meminum susu tepat waktu
dari kebutuhan dan tinggi badan klien O = BB klien belum ideal, malnutrisi
berhubungan 2. Menentukan status berat
dengan nutrisi klien A = masalah belum teratasi
ketidakmampuan menggunakan P = lanjutkan intervensi
memasukkan atau penilaian status
mencerna nutrisi dari WHO
makanan ditandai 3. Menentukan—dalam
dengan kurangnya kolaborasi dengan
nafsu makan, ahli gizi, secara
tidak ada tepat—jumlah kalori
peningkatan BB dan tipe nutrisi yang
dan TB yang dibutuhkan untuk
signifikan memenuhi kebutuhan
nutrisi klien
4. Memberikan
informasi kepada
orang tua klien
tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
cara memenuhinya
5. Memberikan klien
makanan sesuai

29
jumlah kebutuhan
yang sudah ditetapkan
yaitu 8 x 65 cc
6. Menciptakan
lingkungan yang
menyenangkan untuk
makan (misalnya :
penggunaan tempat
makan dengan aksen
lucu dan pemberian
makanan yang
interaktif)
7. Memonitor turgor
kulit
8. Memonitor mual
muntah
9. Memberikan
informasi kepada
keluarga mengenai
pentingnya memberi
makan tepat waktu,
cara penyimpanan dan
pemberian makan
yang baik
10. Mencatat adanya
edema
2. Kecemasan orang 1. Melakukan S = orang tua tampak antusias
tua berhubungan pendekatan yang mendengarkan penjelasan dari
dengan kurangnya menenangkan kepada perawat, mengatakan sudah cukup
informasi orang tua klien mengerti
mengenai kondisi 2. Mendorong agar O = bingung (-)

30
klien ditandai orang tua klien dapat A = masalah teratasi
dengan orang tua mengungkapkan apa P = pertahankan intervensi
terlihat bingung yang dirasakannya
dan meminta 3. Mendengarkan apa
perawat untuk yang diungkapkan
menjelaskan oleh orang tua klien
mengenai kondisi dengan penuh
klien perhatian
4. Mengidentifikasi
skala kecemasan yang
dirasakan oleh orang
tua klien
5. Membantu orang tua
klien mengenali
situasi yang dapat
menimbulkan
kecemasan
6. Memberikan
penjelasan kepada
orang tua klien secara
tepat dan rinci
mengenai kondisi
klien, prognosis
penyakit dan tindakan
yang diberikan
7. Memberikan
dorongan positif
kepada orang tua
klien dan keluarga
3. Resiko tinggi 1. Menciptakan S = orang tua menyatakan paham
jatuh lingkungan yang mengenai penjelsan perawat ttg

31
aman bagi klien resiko jatuh
dengan O = patuh penggunaan gelang kuning
memberitahukan A = masalah teratasi sebagian
orang tua klien untuk P = lanjutkan intervensi
tidak memposisikan
klien terlalu pinggir
dengan penyangga
bed terbuka
2. Menggunakan gelang
kuning sebagai
idebtitas resiko jatuh
3. Memberikan
penerangan
lingkungan yang
cukup
4. Menganjurkan
keluarga untuk selalu
menemani klien
5. Menjelaskan kepada
orang tua bahwa klien
beresiko jatuh
6. Menjauhkan klien
dari benda berbahaya

32
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada
lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongandalam perawatan atau
pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.Tetapi
pada umumnya hospitalisasidapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan
serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang
mempengaruhikesembuhan dan perjalanan penyakit klien selama dirawat di
rumah sakit.Reaksi hospitalisasi bersifat individual.
Perawat berperan penting dalam memberika respon yang positif untuk
keluarga dan pasien dalam hospitalisasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
B. Saran
Perawat sebaiknya sudah harus memahami dan mengerti tentang
hospitalisasi agar dapat menerapkannya dan dapat memberikan pelayanan
yang baik kepada pasien dan keluarga.
Bagi pihak rumah sakit hendaklah mendekorasi ruangannya agar
pasien tidak merasa takut dan gelisah berada di rumah sakit.Ruangan
hendaklah didesain untuk memberikan kenyamanan bagi pasien.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

33
DAFTAR PUSTAKA

E-Book Konsep Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 30 Juli 2020 dari


http://ebookbrowse.com/dia-122-slide-konsep-hospitalisasi-pdf-
d337836072
Dachi, J. (2007). Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 26 September 2012 dari
http://jovandc.multiply.com/reviews/item/3?&show_interstitial=1&u=%
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.
Potter & Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, Dan
Praktik,edisi 4, Volume 2 EGC : Jakarta
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi 4. Salemba Medika: Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai