DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah
mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat
berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang
biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda.
Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya
merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan
proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang
dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah
perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana atau
darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut
anak dan orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukan dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang
sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari
&Erawati, 2016).
Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) ataupun
pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan privasi, otonomi, serta perubahan
gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa bersalah dan frustasi
karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep
hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat
diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan asuhan
keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hospitalisasi?
2. Apa factor penyebab stress di Rumah Sakit?
3. Apa dimensi peran sakit?
3
4. Apa saja manfaat hospitalisasi?
5. Apa reaksi dan masalah klien yang dirawat?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dengan klien hospitalisasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hospitalisasi.
2. Untuk mengetahui factor yang menyebabkan stress di rumah sakit.
3. Untuk mengetahui apa dimensi peran sakit.
4. Untuk mengetahui apa manfaat hospitalisasi.
5. Untuk mengetahui apa reaksi dan masalah klien yang dirawat.
6. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dengan klien hospitalisasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hospitalisasi
4
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana atau
darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan
orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukan
dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul
yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari & Erawati, 2016).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat
di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari keadaan
sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme koping yang terbatas dalam
menghadapi stresor. Stresor utama dalam hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan
kendali dan nyeri (Wong, 2009).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi,cemas dan stress yang
dialami anak disebabkan oleh karena adanya perubahan status kesehatan dan kebiasaan
kegiatan pada saat sehat maupun saat sakit, atau adanya perpisahan dengan keluarga
saat masa perawatan (Wong, 2008).
Responanak secara umum yang terjadi saat dirawat inap antara lain mengalami
regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan gangguan tidur, terutama terjadi
pada anak dibawah usia 7 tahun (Hockkenberry & Wilson, 2007).
Secara sederhana, hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada
pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongandalam perawatan atau
pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.Tetapi pada
umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat
menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhikesembuhan dan
perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit.
D. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal:189) manfaat hospitalisasi adalah sebagai berikut :
1. Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara meberi kesempatan
keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stressor yang dihadapi selama perawatan
di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Perawatan dapat memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan,
terapi, dan perawatan pasien.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan , sehingga tiidak terlalu
bergantung pada orang lain dan menjadi percaya diri.
7
4. Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama klien yang ada,
teman sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya untuk saling kenal dan
berbagi pengalaman.
9
yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal akan
mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b. Kehilangan control
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan kontrol. Hal ini
terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain,
melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari
activity daily living (ADL), dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di
rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan ego dalam
mengembangkan otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak
dari peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif. Jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronis), maka anak
akan kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari
hubungan interpersonal.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries
(perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali berkembang.
Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut atau
suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap
tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat
menyakitkan. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis,
mengatupkan gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari keluar.
d. Dampak negative dari hospitalisasi lainnya pada anak prasekolah adalah
gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.
F. Respon Perawat
Menurut Puspita (2014) peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
secarakomprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan pada
pasien, meliputi:
1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain, artinya
memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana
seseorang berpikir dan bertindak.
2. Sharing, artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
denganpasiennya.
10
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyamanpasien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien maupun
perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun duka.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna.
6. Helping artinya perawat siap membantu denganasuhan keperawatannya.
7. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan
keterampilannya.
9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang
lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhakmengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11. Feeling, artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan
duka, senang, frustasi dan rasa puas pasien.
Dampak hospitalisasi pada anak dapat diatasi dengan mengoptimalkan peran
perawat. Berikut ini adalah peran perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada
anak (Wong, 2009) :
1. Menyiapkan anak untuk hospitalisasi
Persiapan dalam penerimaan anak untuk dirawat di rumah sakit menjadi hal
yang sangat penting bagi perawat. Persiapan tersebut berbeda untuk setiap anak
tergantung pada kondisinya yang tidak terlepas dari berbagai prosedur awal medis
seperti pengambilan spesimen darah, uji sinar-X atau pemeriksaan fisik. Setiap
tindakan dalam penerimaan itu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi
anak yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan rasa percaya
perawat dengan anak-anak tersebut. Perawat sangat memberi pengaruh yang besar
untuk mengatasi semua ini. Selama prosedur penerimaan awal perawat harus
meluangkan waktu bersama dengan anak dan memberi kesempatan untuk lebih
jauh mengenal anak dan mengkaji setiap pemahamannya akan prosedur yang akan
dialaminya selama dirawat di rumah sakit dan semua ini berpengaruh terhadap
pembentukan rasa percaya antara anak dengan perawat selama hospitalisasi(Wong,
2009).
11
Apabila rasa percaya sudah terbentuk maka anak akan merasa lebih nyaman
selama dirawat di rumah sakit. Pada saat anak masuk rumah sakit, perawat akan
melakukan prosedur penerimaan rumah sakit yaitu memperkenalkan dirinya dan
dokter yang akan menangani, memilih ruangan untuk anak yang sesuai,
mengorientasikan anak terhadap ruangan beserta fasilitas di dalamnya,
memperkenalkannya dengan teman satu ruangannya, memberi label identitas,
menjelaskan peraturan rumah sakit dan melakukan berbagai pemeriksaan dan
pengkajian keperawatan awal. Pemilihan ruangan pada anak dilakukan berdasarkan
pertimbangan usia, jenis kelamin dan penyakitnya karena dapat memberikan
manfaat psikologis dan medis(Simatupang, 2015).
2. Mencegah atau meminimalkan perpisahan
Perpisahan anak dengan orang tua atau orang-orang yang dikasihinya menjadi hal
yang sangat ditakuti oleh anak selama mereka dirawat di rumah sakit. Orang tua
atau saudara dari anak tersebut dapat memberi kenyamanan baginya dibanding
orang-orang sekitar yang berada di rumah sakit termasuk perawat. Saat ini, rumah
sakit sudah mengeluarkan suatu kebijakan untuk menjadikan keluarga sebagai
pusat asuhan selama anak di rumah sakit tanpa mengabaikan peran perawat. Dalam
hal ini perawat berkolaborasi dengan orang tua/saudara, melibatkan orang tua
selama proses asuhan di rumah sakit misalnya membantu memberi makan anak
atau menyusun jadwal yang lengkap yang sesuai rutinitas harian anak. Anak yang
mengalami perpisahan selama dirawat di rumah sakit akan menimbulkan berbagai
reaksi seperti menangis(Hastuti, 2015). Kehadiran perawat disamping anak
menjadi salah satu strategi untuk mengatasinya untuk menunjukkan sikap empati
dengan mempertahankan kontak mata, bersuara dengan nada tenang, memberi
sentuhan untuk memberikan anak kenyamanan. Jika tidak berhasil maka perawat
harus menganjurkan orangtua untuk tetap berada dekat anak atau tetap
mempertahankan kontak misalnya melalui telepon ataupun surat yang membuat
anak selalu mengingat orang tuanya(Simatupang, 2015).
3. Meminimalkan kehilangan pengendalian
Anak yang dihospitalisasi akan mengalami perasaan kehilangan pengendalian yang
dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perpisahan dengan orang tua,
adanya pembatasan aktivitas fisik, perubahan rutinitas, pemaksaan ketergantungan
bahkan pemikiran magis. Kondisi anak yang mengharuskan dirinya mengalami
imobilisasi akibat penyakit tertentu akan mengakibatkan stress bagi anak yang
12
dapat mengganggu perkembangan sensorik maupun motoriknya. Pemeriksaan
medis tertentu yang dilakukan perawat bersifat kaku, yang membuat anak harus
tetap berbaring di tempat tidur membuat sebuah pengalaman yang penuh tekanan
bagi anak(Rizka, 2015). Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan anak mengalami kehilangan pengendalian misalnya anak harus
ditempatkan di dalam kotak bermain sehingga membatasi ruang anak untuk
bermain lebih leluasa. Anak yang dihospitalisasi juga akan mengalami perubahan
rutinitas yang berbeda dengan kondisi sebelum anak masuk rumah sakit. Rutinitas
yang dilakukan di rumah sakit dapat bersifat kaku atau fleksibel yang dapat
membuat anak mengalami stress hospitalisasi ditambah lagi anak mengalami
perpisahan dengan orang tuanya. Anak memiliki penstrukturan waktu yang teratur
dan jelas sebelum anak masuk rumah sakit misalnya bangun tidur, belajar, mandi,
makan, bermain dan tidur sedangkan setelah dia dirawat justru mengalami hal yang
berbeda dari kondisi tersebut(Hastuti, 2015).Selain karena adanya pembatasan
aktivitas fisik dan perubahan rutinitas, anak dapat mengalami kehilangan
pengendalian karena ketergantungan sepenuhnya kepada perawat/ orang tua selama
mereka dirawat di rumah sakit baik dalam mengambil keputusan atas tindakan
yang akan diberikan kepadanya atau dalam melakukan perawatan dirinya sendiri.
Anak yang mengalami hospitalisasi juga sering mengalami interpretasi yang keliru
atau pemahaman yang kurang terhadap semua hal yang dialaminya selama dirawat
di rumah sakit akibat kurangnya informasi yang mereka terima dari perawat
sehingga hal ini mengakibatkan stress hospitalisasi pada anak dan akhirnya tidak
dapat mengendalikan pikirannya. Perawat sangat berperan penting dalam
mengatasi kehilangan pengendalian ini diantaranya mempertahankan kontak antara
anak dengan orangtua saat anak mengalami pembatasan aktivitas bahkan
menghadirkan orangtua saat anak mengalami nyeri. Perawat juga perlu
memodifikasi cara pemeriksaan fisik anak yang disesuaikan dengan kondisinya
misalnya digendong oleh ibunya atau dipeluk bahkan berada di pangkuan orang
tuanya. Mobilisasi anak juga dapat ditingkatkan misalnya memindahkan anak ke
gendongan, kursi roda, cart, wagon, atau brankar sehingga anak tidak mengalami
kekakuan hanya berbaring di tempat tidur. Untuk perubahan rutinitas, perawat
perlu membuat jadwal harian anak yang disusun bersama anak dan orang tua lalu
menempatkannya disamping tempat tidur anak disertai jam dinding untuk dapat
mengingatkan setiap kegiatan yang berlalu atau yang akan dikerjakannya.Perawat
13
juga memberikan otonomi kepada anak untuk mengambil setiap keputusan
misalnya mengenai tindakan yang akan diberikan kepadanya atau bahkan
memandirikan anak melakukan perawatan dirinya selama di rumah sakit sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Pemberian informasi sangat berperan
pentingdalam mengatasi stres anak saat anak dirawat di rumah sakit. Perawat perlu
memberi penjelasan sebelum melakukan tindakan bahkan memberitahu apa yang
akan terjadi pada anak sehingga ketakutan anak akan berkurang (Simatupang,
2015).
4. Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri
Anak yang mengalami hospitalisasi tidak akan pernah terlepas dari berbagai
prosedur yang menyakitkan seperti mendapat suntikan, pemasangan infus atau
bahkan anak takut akan mengalami cedera tubuh misalnya mutilasi, intrusi tubuh,
perubahan citra tubuh, disabilitas bahkan mengalami kematian. Banyak hal yang
dapat menyebabkan cedera tubuh pada anak misalnya penggunaan mesin sinar-X
yang penempatannya salah di ruangan, penggunaan alat asing untuk pemeriksaan,
ruang yang tidak dikenal atau bahkan prosedur yang mengharuskan anak untuk
diamputasi. Semua ini dapat mengakibatkan stres atau ketakutan pada anak selama
mereka dihospitalisasi. Perawat sangat berperan penting dalam mengatasi
ketakutan anak akan cedera tubuh yang dialaminya. Secara umum, perawat harus
mempersiapkan anak untuk menghadapi prosedur dengan cara memberi penjelasan
mengenai tindakan yang akan dilakukan dengan bahasa yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif anak sehingga mereka akan memahami dan ketakutan
mereka akan berkurang. Selain itu, perawat dapat memanipulasi atau memodifikasi
teknik prosedural yang akan diberikan pada anak sesuai dengan kondisinya,
secepat mungkin melakukan prosedur pada anak bahkan tetap melakukan
kolaborasi dengan orang tua melalui cara mempertahankan kontak antara orang tua
dengan anak (Hastuti, 2015). Anak yang didapati merasa marah/ stres dengan
kondisi penyakit yang dialaminya, perawat perlu mengubah persepsi anak dengan
cara memberi penjelasan yang berbeda yang tidak terlalu memandang penyakit itu
sebagai sesuatu yang negatif/ menyakitkan sekali misalnya menyampaikan pada
anak jika suatu prosedur dilakukan pada anak maka tindakan yang sama tidak akan
diulangi lagi. Sebagai contoh anak yang mengalami tonsilektomi dapat diubah
menjadi penjelasan bahwa tonsil yang diperbaiki tidak perlu diperbaiki lagi di lain
14
waktu. Jadi apabila suatu waktu dia mengalami 46 sakit tenggorokan, anak tidak
akan memahami bahwa dia akan dioperasi lagi.
15
Manajemen pada anak usia sekolah
1. Monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan emosi terutama pada
anak yang menarik diri dan tidak berespon
2. Jelaskan prosedur rinci (jika anak meminta)
3. Anjurkan kunjungan teman sebaya
4. Diskusikan respon thd pertanyaan ttg penyakit dan perubahan tubuh
5. Berikan waktu diskusi
6. Biarkan anak memilih, partisipasi, privasi
7. Ikuti keinginan anak tentang keberadaan ortu
Permasalahan :
a. Rasa takut : paham bahwa penyakit beragam, menunjukkan sedikit rasa
takut tetapi bisa ketakutan kalau pengalaman lalu menyakitkan.
b. Ansietas : pada orang tua penting tetapi tidak harus, peduli atas
perpisahan dengan guru dan teman, cemas terhadap PR sekolah dan
perubahan peran dalam kelompok.
c. Tidak berdaya : anak berusaha mandiri, mencoba berani selama
prosedur medis, kasar pada orang tua saat berusaha mandiri membuat
stress, peduli dengan cara mengekspresikan perasaan dan malu terhadap
perilaku yang berlebihan, merasa tidak pasti tentang masa depan karena
penyakit atau hospitalisasi.
Manajemen pada anak usia remaja
1. Fasilitasi perencanaan aktifasi (peer)
2. Menjelaskan kepada orang tua tentang kebutuhan mandiri
3. Monitor perilaku anak apabila ingin bicara
4. Berikan permainan dan aktifitas lain yang membantu untuk dapat diskusi
5. Berika npenyuluhan rinci tentang prosedur pengobatan, terapi yang
menyangkut area genital
6. Berikan privasi setiap prosedur tindakan
Permasalahan:
a. Rasa takut: anak dapat berfikir hipotesis tentang penyakitnya, banyak
bertanya dan mengekspresikan rasa takut secara verbal tentang
konsekuensi penyakit
b. Ansietas: perpisahan dengan sekolah dan teman lebih bermakna dari
pada orang tua, menarik diri dikarenakan perubahan penampilan
c. Tidak berdaya : peduli terhadap kehilangan fungsi mandiri, sulit
mengijinkan bantuan secara fisik dan emosi saat marah, menarik diri
atau frustasi.
d. Gangguan citra diri : peduli dengan ancaman terhadap perubahan
terhadap perkembangan identitas seksualitas dan peran sesuai gender,
sangat peduliterhadap perubahan citra diri, kuatir tentang tanggapan
16
orang lain/dikasihi, sulit bekerja sama jika pengobatan yang
berhubungan dengan perubahan citra diri
KASUS: Seorang ibu membawa anaknya ke RS karena sejak 2 minggu yang lalu
mengalami sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan diketahui bahwa sang
anak mengalami kebocoran jantung. Ibu merasakan kecemasan dan bingung karena
baru kali ini anaknya harus dirawat di RS. Ibu bingung dengan kondisi anaknya yang
sering menangis dan tidak mau minum ASI karna tidak terbiasa dengan pengobatan
yang dijalani.
PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
Nama : An. K
No. Medrek : 1303xxxx
Usia : 3 bulan 12 hari
Tanggal lahir : 26 Agustus 2013
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Jln. Ters. Neglasari II RT06/ RW06 Ujung Berung
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk RS : 30 November 2013
Tanggal pengkajian : 9 Desember 2013
Diagnosa Medis : VSD, BP, Malnutrisi Berat, HP
17
C. Keluhan utama : Klien mengalami sesak
D. Riwayat kesehatan sekarang : Klien mengalami sesak yang dirasakan terus menerus,
sesak terlihat saat klien melakukan aktifitas ringan seperti diajak bermain, posisi
tengkurap dan diberi minum susu. Sesak disertai menangis terus, menolak minum
susu, dan BB dan TB yang tidak mengalami peningkatan signifikan sejak klien
dilahirkan.
E. Riwayat kesehatan masa lalu : Sejak 2 minggu SMRS klien mengalami sesak napas
tanpa demam, dibawa berobat ke dokter anak di diagnose infeksi pada paru.
Pemeriksaan lanjutan mengatakan bahwa klien mengalami kebocoran jantung. Dan
satu hari SMRS klien mengalami sesak yang dirasakan semakin berat, keluhan tidak
disertai mengi, mengorok, kebiruan sekitar mulut, ujung jari. Bengkak disertai
muntah, mencret, mata kemerahan, kejang, dan penurunan kesadaran. BAK tidak ada
keluhan.
F. Riwayat kesehatan keluarga : Riwayat penyakit jantung dalam keluarga ada,
yakni paman klien, riwayat batuk dari ayah klien, sedangkan nenek klien mengalami
Diabetes Melitus sejak lama
G. Riwayat Kehamilan : Klien mengaku jarang kontrol ke pelayanan
kesehatan pada saat hamil. Pada usia kehamilan 1-5 bulan klien hanya kontrol 1 kali,
baru kontrol rutin pada saat usia kehamilan 6 bulan. Selama hamil klien sering
mengkonsumsi Redoxon.
H. Genogram :
4 thn 2 thn
3b
Keterangan : ln
= Perempuan
= Laki laki
I. Antropometri
Tinggi Badan lahir : 59 cm Tinggi Badan sekarang : 60 cm
18
Berat Badan lahir : 3,7 kg Berat Badan sekarang : 3,8 kg
Lingkar Kepala : 37 cm
Lingkar lengan : 9 cm
J. TTV
TD : Tidak terkaji
S : 35,3 0 celcius
HR : 120 kali/ menit
RR : 42 kali/menit
L. Pengkajian psikososial
Support system : Keluarga klien mendukung semua pengobatan yang dijalani
klien dan selalu memberi support pada klien.
M. Riwayat Imunisasi
Klien baru diberikan imunisasi Hepatitis B dan BCG 1
N. Aktivitas Sehari-hari (Activity Daily Living)
19
Pola makan : Terpasang NGT hanya untuk pemberian obat. Klien
mengkonsumsi susu formula, pemberian susu formula sudah diperbolehkan lewat
mulut sebanyak +/- 65 cc untuk satu kali pemberian, diberikan setiap 3 jam sekali
Toileting : tidak terpasang kateter, BAK dalam jumlah normal,
menggunakan pampers
Pola aktivitas : klien sering menangis, sulit tidur dalam waktu yang lama,
terbangun untuk mengkonsumsi susu dan bermain dengan nenek
Pola Tidur : Gelisah, sulit tidur
O. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tertanggal : 30/11/2013
-
Hb 12,1 gr/dl
-
Ht 35,3 %
-
Leukosit 8.900/mm3
-
Trombosit 303.000/mm3
-
MCV 83,1 +/- l
-
MCH 28,5 pg
-
MCHC 34,3 %
Pemeriksaan Radiologi
Klien telah menjalani pemeriksaan Foto Thorax, dengan hasil :
Klinis :
- Cor membesar ke lateral kiri dengan apeks membulat diatas diafragma,
pinggang jantung menonjol (CTR 63%)
- Sinuses dan diafragma normal
- Pulmo : hili normal, corakan bronkhovaskular normal, tampak perbercakan di
parakardia kanan dan lapang atas paru kiri
20
- Parasetamol syrup 2x ½ cth apabila terjadi demam
- Diet 400 kkal (ASI 8X 65 cc per sonde)
- Vitamin A 100.000 IV hari 1,2,14
- Vitamin B komplek 1x1 tab p.o
- Vitamin C 1x1 tab p.o
- Asam folat tab 5 mg selanjutnya 1x1 mg p.o
Q. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan (kardiopulmonal) berhubungan dengan gangguan
transport oksigen ditandai dengan klien mengeluh sesak napas (RR meningkat),
retraksi intercostae, retrasksi epigastrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan memasukkan atau mencerna makanan ditandai dengan
kurangnya nafsu makan, tidak ada peningkatan BB dan TB yang signifikan
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kondisi
klien ditandai dengan orang tua terlihat bingung dan meminta perawat untuk
menjelaskan mengenai kondisi klien
4. Resiko tinggi jatuh
I. ANALISA DATA
21
DS : - malas menyusu
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Kecemasan
DO : Klien dengan VSD, BP, Resiko tinggi jatuh
- Skor humpty dumpty HP dan malnutrisi berat
12 (resiko tinggi
jatuh_ Pengukuran skala humpty
- Klien dipasang dumpty (komponen : usia,
gelang kuning jenis kelamin, penyakit
- Klien gelisah dan yang dialami, faktor
menangis terus lingkungan dan
penggunaan obat)
DS : -
Hasil pengukuran skor 12
(resiko tinggi jatuh)
22
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui suara
jaringan tindakan auskultasi suara jantung dan suara
(kardiopulmonal) keperawatan selama jantung dan suara paru apakah
berhubungan 3 x 24 jam, paru normal atau tidak
dengan gangguan ketidakefektifan 2. Ukur tanda tanda 1. Observasi status
transport oksigen perfusi jaringan vital dan irama klien
ditandai dengan kardiopulmonal denyut jantung 2. Patokan masalah
klien mengeluh teratasi dengan 3. Monitor angkat pada perfusi
sesak napas (RR kriteria hasil : PT, PTT dan AT jaringan jantung
meningkat), - TTV dalam 4. Monitor status 3. Memantau status
retraksi rentang cairan dan cairan klien
intercostae, normal memonitor 4. Indikasi
retrasksi - Tidak ada adanya edema memburuknya
epigastrium edema 5. Monitor adanya status klien
perifer dan peningkatan 5. Salah satu
ascites kelemahan dan indikasi masalah
- Bunyi kelalahan pada perfusi
jantung 6. Monitor adanya 6. Menciptakan
abnormal penggunaan otot suasana nyaman
tidak ada tambahan dan tenang
- Nyeri dada 7. Tingkatkan 7. Mengatasi
dan istirahat masalah yang
kelelahan 8. Kolaborasi : timbul
ekstrem kelola pemberian
tidak ada obat obatan
23
ketidakmampuan nutrisi klien secara berkala ini
memasukkan atau adekuat ditandai (misal : dua hari
mencerna dengan: sekali) 2. Mengetahui
makanan ditandai - Nafsu 2. Tentukan status status nutrisi
dengan kurangnya makan nutrisi klien klien
nafsu makan, tidak meningkat menggunakan
3. Untuk memenuhi
ada peningkatan - BB klien penilaian status
kebutuhan nutrisi
BB dan TB yang meningkat nutrisi dari WHO
klien secara tepat
signifikan - Nilai 3. Tentukandalam
laboratoriu kolaborasi
m (misal, dengan ahli gizi,
albumin secara
serum, Hb, tepatjumlah
Ht, dan kalori dan tipe 4. Agar orang tua
jumlah nutrisi yang klien dapat
limfosit) dibutuhkan untuk memenuhi nutrisi
dalam batas memenuhi klien dengan cara
normal kebutuhan nutrisi pemberian yang
klien tepat
4. Berikan 5. Memenuhi
informasi kepada kebutuhan nutrisi
orang tua klien klien
tentang
kebutuhan nutrisi 6. Meningkatkan
dan bagaimana nafsu makan
cara klien
memenuhinya
5. Berikan klien
makanan sesuai
jumlah kebutuhan
7. Indikasi
yang sudah
kekurangan
24
ditetapkan yaitu 8 cairan
x 65 cc 8. Indikasi masalah
6. Ciptakan pada sistem
lingkungan yang pencernaan
menyenangkan 9. Meningkatkan
untuk makan efektifitas
(misalnya : pemberian
penggunaan makanan untuk
tempat makan memenuhi
dengan aksen kebutuhan nutrisi
lucu dan klien
pemberian
makanan yang 10. Indikasi
interaktif) penumpukan
7. Monitor turgor cairan
kulit
8. Monitor mual
muntah
9. Berikan
informasi kepada
keluarga
mengenai
pentingnya
memberi makan
tepat waktu, cara
penyimpanan dan
pemberian makan
yang baik
10. Catat adanya
edema
3. Kecemasan Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk
25
orang tua tindakan pendekatan yang menumbuhkan
berhubungan keperawatan selama menenangkan kepercayaan
dengan 2x24 jam, klien kepada orang tua orang tua klien
kurangnya dapat mengontrol klien terhadap perawat
informasi kecemasan yang 2. Dorong agar 2. Untuk
mengenai dirasakannya orang tua klien mengetahui
kondisi klien dengan kriteria dapat kondisi orang tua
ditandai dengan hasil sbb: mengungkapkan klien dan
orang tua terlihat - Postur apa yang mengidentifikasi
bingung dan tubuh, ekspresi dirasakannya intervensi yang
meminta perawat wajah, bahasa 3. Dengarkan apa tepat
untuk tubuh, dan yang 3. Meningkatkan
menjelaskan tingkat aktivitas diungkapkan oleh rasa aman dan
mengenai menunjukkan orang tua klien nyaman
kondisi klien berkurangnya dengan penuh 4. Mengetahui
kecemasan perhatian sejauh mana
- TTV dalam 4. Identifikasi skala kecemasan yang
batas normal kecemasan yang dirasakan oleh
- Klien dirasakan oleh klien
mengatakan orang tua klien 5. Mengenali hal
bahwa dirinya 5. Bantu orang tua hal apa saja yang
memahami klien mengenali dapat membuat
penjelasan situasi yang dapat orang tua klien
perawat menimbulkan merasa cemas
mengenai k kecemasan 6. Meningkatkan
- ondisi klien 6. Berikan pemahaman
penjelasan orang tua klien
kepada orang tua mengenai
klien secara tepat kondisi klien,
dan rinci prognosis
mengenai kondisi penyakit dan
26
klien, prognosis tujuan dari
penyakit dan tindakan yang
tindakan yang diberikan
diberikan 7. Menciptakan
perasaan rileks
dan tenang
8. Membangun rasa
7. Ajarkan tekhnik optimis dan
relaksasi seperti meningkatkan
tarik nafas dalam harapan
8. Berikan dorongan mengenai
positif kepada kesembuhkan
orang tua klien klien
dan keluarga
4. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Ciptakan 1. Mencegah klien
jatuh tindakan lingkungan yang terjatuh
keperawatan selama aman bagi klien
1x24 jam resiko dengan 2. Indikasi adanya
jatuh terkontrol, memberitahukan resiko jatuh,
klien tidak orang tua klien meningkatkan
mengalami injuri, untuk tidak kewaspadaan
dengan kriteria memposisikan petugas
hasil : klien terlalu kesehatan dan
- Klien pinggir dengan keluarga
terbebas dari penyangga bed 3. Lingkungan yang
resiko cedera terbuka terang
- Orang tua 2. Gunakan gelang meminimalkan
klien mampu kuning sebagai resiko jatuh
menjelaskan identitas resiko 4. Mengontrol klien
bagaimana jatuh
cara 3. Berikan 5. Meningkatkan
27
mencegah penerangan kewaspadaan
cedera lingkungan yang orang tua
cukup 6. Terhindar dari
4. Anjurkan benda berbahaya
keluarga untuk
selalu menemani
klien
5. Jelaskan kepada
orang tua bahwa
klien beresiko
jatuh
6. Jauhkan klien
dari benda
berbahaya
28
retrasksi peningkatan
epigastrium kelemahan
6. Meningkatkan
istirahat
7. Kolaborasi :
mengelola pemberian
obat obatan
1. Ketidakseimbang 1. Menghitung dan S = orang tua menyatakan klien
an nutrisi kurang mencatat berat badan meminum susu tepat waktu
dari kebutuhan dan tinggi badan klien O = BB klien belum ideal, malnutrisi
berhubungan 2. Menentukan status berat
dengan nutrisi klien A = masalah belum teratasi
ketidakmampuan menggunakan P = lanjutkan intervensi
memasukkan atau penilaian status
mencerna nutrisi dari WHO
makanan ditandai 3. Menentukandalam
dengan kurangnya kolaborasi dengan
nafsu makan, ahli gizi, secara
tidak ada tepatjumlah kalori
peningkatan BB dan tipe nutrisi yang
dan TB yang dibutuhkan untuk
signifikan memenuhi kebutuhan
nutrisi klien
4. Memberikan
informasi kepada
orang tua klien
tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
cara memenuhinya
5. Memberikan klien
makanan sesuai
29
jumlah kebutuhan
yang sudah ditetapkan
yaitu 8 x 65 cc
6. Menciptakan
lingkungan yang
menyenangkan untuk
makan (misalnya :
penggunaan tempat
makan dengan aksen
lucu dan pemberian
makanan yang
interaktif)
7. Memonitor turgor
kulit
8. Memonitor mual
muntah
9. Memberikan
informasi kepada
keluarga mengenai
pentingnya memberi
makan tepat waktu,
cara penyimpanan dan
pemberian makan
yang baik
10. Mencatat adanya
edema
2. Kecemasan orang 1. Melakukan S = orang tua tampak antusias
tua berhubungan pendekatan yang mendengarkan penjelasan dari
dengan kurangnya menenangkan kepada perawat, mengatakan sudah cukup
informasi orang tua klien mengerti
mengenai kondisi 2. Mendorong agar O = bingung (-)
30
klien ditandai orang tua klien dapat A = masalah teratasi
dengan orang tua mengungkapkan apa P = pertahankan intervensi
terlihat bingung yang dirasakannya
dan meminta 3. Mendengarkan apa
perawat untuk yang diungkapkan
menjelaskan oleh orang tua klien
mengenai kondisi dengan penuh
klien perhatian
4. Mengidentifikasi
skala kecemasan yang
dirasakan oleh orang
tua klien
5. Membantu orang tua
klien mengenali
situasi yang dapat
menimbulkan
kecemasan
6. Memberikan
penjelasan kepada
orang tua klien secara
tepat dan rinci
mengenai kondisi
klien, prognosis
penyakit dan tindakan
yang diberikan
7. Memberikan
dorongan positif
kepada orang tua
klien dan keluarga
3. Resiko tinggi 1. Menciptakan S = orang tua menyatakan paham
jatuh lingkungan yang mengenai penjelsan perawat ttg
31
aman bagi klien resiko jatuh
dengan O = patuh penggunaan gelang kuning
memberitahukan A = masalah teratasi sebagian
orang tua klien untuk P = lanjutkan intervensi
tidak memposisikan
klien terlalu pinggir
dengan penyangga
bed terbuka
2. Menggunakan gelang
kuning sebagai
idebtitas resiko jatuh
3. Memberikan
penerangan
lingkungan yang
cukup
4. Menganjurkan
keluarga untuk selalu
menemani klien
5. Menjelaskan kepada
orang tua bahwa klien
beresiko jatuh
6. Menjauhkan klien
dari benda berbahaya
32
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada
lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongandalam perawatan atau
pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.Tetapi
pada umumnya hospitalisasidapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan
serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang
mempengaruhikesembuhan dan perjalanan penyakit klien selama dirawat di
rumah sakit.Reaksi hospitalisasi bersifat individual.
Perawat berperan penting dalam memberika respon yang positif untuk
keluarga dan pasien dalam hospitalisasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
B. Saran
Perawat sebaiknya sudah harus memahami dan mengerti tentang
hospitalisasi agar dapat menerapkannya dan dapat memberikan pelayanan
yang baik kepada pasien dan keluarga.
Bagi pihak rumah sakit hendaklah mendekorasi ruangannya agar
pasien tidak merasa takut dan gelisah berada di rumah sakit.Ruangan
hendaklah didesain untuk memberikan kenyamanan bagi pasien.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.
33
DAFTAR PUSTAKA
34