Anda di halaman 1dari 33

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : An. NK
Umur : 2 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kalisari 3/1 Plumutan Bancak Kab. Semarang
Agama : Islam
Tanggal masuk : 04 Februari 2015
No.CM : 073857-2015
DPJP : dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc,
Sp.A Pasien Kelas I Umum

I.2. DATA DASAR


1.2.1. Anamnesis
Alloanamnesis dan autoanamnesis dilakukan pada tanggal 04 Februari 2015.
Keluhan Utama : Buang air besar (BAB) cair.
Keluhan Tambahan : Muntah, demam
Riwayat Perjalan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair sejak HMRS
yaitu tepatnya pada saat pagi hari. BAB cair timbul dengan tiba-tiba dan sudah
berlangsung ± 5x saat itu. Tinja berbentuk cair, jumlah tinja setiap kali BAB tidak
begitu banyak dengan ampas sedikit, berwarna kuning, tidak ada lendir, tidak ada
darah, berbau amis, tidak seperti minyak, dan tidak seperti air cucian beras. Selain
itu, juga disertai muntah sejak 1 hari SMRS yaitu pada selasa malam, sebanyak 4
kali sehari, muntah berisi makanan yang dimakan dan tidak ada darah. Selama
BAB cair dan muntah ibu pasien mengatakan anaknya terlihat lemas dan lebih
rewel dari biasanya, namun masih mau minum serta terlihat lebih haus dari
biasanya.
Selain buang air besar cair dan muntah, pasien juga mengalami demam
sejak HMRS yaitu pada pagi hari timbul bersamaan dengan munculnya buang air

1
besar cair. Demam tidak begitu tinggi, timbul secara perlahan. Demam tidak
disertai dengan menggigil.
Pada rabu pagi, pasien sempat dibawa ke bidan dan diberikan obat untuk
buang air besar (BAB) cair, muntah dan demamnya namun keluhan tidak
membaik sehingga orang tua pasien langsung membawa pasien pada siangnya ke
RSUD Ambarawa. Riwayat mencret apabila memakan makanan tertentu atau
minum susu disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat yang serupa dengan pasien disangkal

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ibu dengan P1A0
 ANC : Ibu pasien rutin memeriksa kehamilan di bidan, kaki bengkak (-),
muntah-muntah berlebihan (-), trauma (-), anemia (-), perdarahan (-)
 Riwayat kelahiran : Pasien anak pertama, lahir lebih bulan 40 minggu lebih 1
minggu, BBL 2600 gram, lahir langsung menangis dengan Ibu KPD.
 Riwayat kuning dan sesak setelah lahir (-).

Riwayat Nutrisi
Pasien diberi ASI hanya sampai usia 1 minggu setelah itu dilanjutkan dengan susu
formula. Pada usia 6 bulan baru diberikan MPASI.
Riwayat Imunisasi

Usia Vaksin
0 Hb 1
1 BCG, Polio 1
2 DPT/Hb Kombo 1, Polio 2
3 DPT/Hb Kombo 2, Polio 3
4 DPT/Hb Kombo 3, Polio 4
9 Campak

Riwayat Tumbuh Kembang


 5 bulan  pasien bisa tengkurap
 6 bulan  duduk
 12 bulan  mulai bisa berjalan sedikit
 13 bulan  sudah bisa berjalan
 Kesan  perkembangan (motorik kasar) pasien normal
Untuk perkembangan motorik halus pada usia 2 tahun 5 bulan ini, pasien
sudah menggambar garis di kertas, menggambar lingkaran, menunjuk mata dan
hidung, belajar makan sendiri.
Untuk perkembangan bahasa, di usia saat ini pasien sudah mampu
menyusun kalimat lengkap, menggunakan kata-kata bertanya, memahami kata-
kata yang ditujukan kepadanya
Untuk perkembangan sosial, pasien sudah mampu main bersama dengan
teman sebayanya.

I.3. PEMERIKSAAN (Obyektif)


Tanggal 04 Februari 2015

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemas, rewel


Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
 Tekanan darah : 90/70 mmHg
 Nadi : 104 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
 RR : 36 x/menit, reguler
 Suhu : 37,3o C, axillar

Status Gizi :
 BB : 13 Kg
 TB : 78 cm
 Status gizi :
 BB/U : 0 < SD < 2
 TB/U : -3 < SD
 BB/TB : 2 < SD ≤ 3

Status Generalis
 Kulit : pucat (-), sianosis (-)
 Kepala : ubun-ubun cekung (-)
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-)
 Hidung : sekret (-), darah/epistaksis (-)
 Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), bibir dan lidah terlihat agak
kering
 Leher : pembesaran limfonodi (-)
 Cor
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
kuat angkat (-)
- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara tambahan (-), bising (-)

 Pulmo
-Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis)
-Palpasi : fokal fremitus dextra=sinistra
-Perkusi : sonor seluruh lapang paru
-Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)

 Abdomen
-Inspeksi : pembesaran (-)
-Auskultasi : bising usus (+)
-Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba. nyeri tekan (-)
-Perkusi : timpani (+)
-Turgor pada kulit di abdomen sedikit menurun

 Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), capillary refill <2 detik

1.4. Diagnosis Sementara


 GEAD ringan-sedang

1.5. Diagnosis Banding

GEA e.c virus


GEA e.c bakteri
GEA e.c parasit
GEA e.c jamur
I.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 5 Februari 2015
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 13.1 12.5 – 15,5
gr/dL
Leukosit 7.5 5 – 11 ribu
Eritrosit 4.74 4 – 5.4 juta
Hematokrit 36.9 37 – 45%
Trombosit 273 150 – 440
ribu/mm3
MCV 77.8 77 – 91 fl
MCH 27.6 24 – 30 pg
MCHC 35.5 32-36 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
Limfosit 2.0 22 – 40%
Monosit 0.4 4 – 8%
Granulosit 5.2 2-4
Feses Rutin
Makroskopis
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Lendir (-) -
Darah (-) -
Mikroskopis
Leukosit (-)
Eritrosit (-) 0-1
Amoeba (-) -
Telur cacing (-)
Sisa makanan (+)
Lain-lain (-)

1.7. Diagnosis
✓ GEA dehidrasi ringan-sedang

1.8. Resume
Pasien datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair sejak HMRS
yaitu tepatnya pada saat pagi hari. BAB cair timbul dengan tiba-tiba dan sudah
berlangsung ± 5x saat itu. Tinja berbentuk cair, jumlah tinja setiap kali BAB tidak
begitu banyak dengan ampas sedikit, berwarna kuning, tidak ada lendir, tidak ada
darah, berbau amis, tidak seperti minyak, dan tidak seperti air cucian beras. Selain
itu, juga disertai muntah sejak 1 hari SMRS yaitu pada selasa malam, sebanyak 4
kali sehari, muntah berisi makanan yang dimakan dan tidak ada darah. Selama
BAB cair dan muntah ibu pasien mengatakan anaknya terlihat lemas dan lebih
rewel dari biasanya, namun masih mau minum serta terlihat lebih haus dari
biasanya.
Selain buang air besar cair dan muntah, pasien juga mengalami demam
sejak HMRS yaitu pada pagi hari timbul bersamaan dengan munculnya buang air
besar cair. Demam tidak begitu tinggi, timbul secara perlahan. Demam tidak
disertai dengan menggigil.
Pada rabu pagi, pasien sempat dibawa ke bidan dan diberikan obat untuk
buang air besar (BAB) cair, muntah dan demamnya namun keluhan tidak
membaik sehingga orang tua pasien langsung membawa pasien pada siangnya ke
RSUD Ambarawa.
Pasien dilahirkan dari Ibu P1A0, lahir secara spontan, BBL 2600 gram,
hamil lebih bulan (postterm), dengan KPD (+). Pasien mendapatkan ASI hanya
sampai usia 1 minggu kemudian dilanjutkan dengan susu formula. Setelah usia 6
bulan baru diberikan MPASI. Imunisasi pada pasien sudah semua. Riwayat
tumbuh kembang normal sesuai usia dan tidak ada keterlambatan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien tampak sakit sedang,
lemas dan rewel. Pada pemeriksaan kepala ubun-ubun cekung (-), mata cekung
(-), bibir dan lidah terlihat sedikit kering, turgor sedikit menurun, namun pasien
merasa haus dan masih mau minum banyak.
Pada pemeriksaan laboratorium, dari hasil darah rutin tidak ada hasil yang
bermakna namun ditemukan peningkatan granulosit dan juga dari hasil
pemeriksaan faeces semua masih dalam batas normal.

1.9. Tatalaksana
1. Farmakologi
 Inf. KAEN 3B 12 tpm
 Inj. Ondansentron 3 x 2 mg k/p
 Inj. Ranitidin
 L-zinc 1 x cth I
 Lacto-B 2 x1 sachet

2. Non-farmakologi
 Makanan tetap terus diberikan
 Menjaga higienitas
 Bedrest

1.10. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Que ad santionam : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DIARE (GASTROENTERITIS)
Definisi
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dari biasanya dengan atau tanpa
lendir dan darah. Diare akut adalaha diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(kurang dari 2 minggu), sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung
lebih dari 14 hari (lebih dari 2 minggu).1, 2, 3, 4
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4
kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis
atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara
eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air
besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak
seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3
kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare. 1

Epidemiologi
Secara epidemiologi diare dapat ditemukan di seluruh dunia baik di negara
yang telah maju ataupun di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di
negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan sosial ekonomi yang
tinggi tetapi penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan selain karena
morbiditasnya juga karena biaya perawatan kesehatannya yang cukup besar.5
Berdasarkan data dari World Gastroenterology Organisation Practice Guideline di
seluruh dunia terdapat sekitar 1,5 miliar kasus diare pertahun dengan angka
kematian 1,5-2 juta terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun atau mencapai
angka 18% dari seluruh dunia yang berarti lebih dari 5000 anak yang menderita
diare setiap harinya, dari semua kasus yang kematian akibat diare sekitar 78%
terjadi di kawasan Afrika dan Asia Tenggara dan pada negara berkembang anak-
anak usia dibawah 3 tahun mengalami diare kurang lebih 3 kali setiap tahunnya.6,
7

Di Indonesia angka morbiditas dan mortalitas akibat diare masih tinggi.


Pada tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insidens yang meningkat
berdasarkan hasil survei dari Departemen Kesehatan. Pada tahun 2000 incidence
rate (IR) diare 310/1000 penduduk, tahun 2003 menjadi 374/1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk.8 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi dengan
jumlah kematian yang masih tinggi.9 Diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 berdasarkan pola penyebab kematian pada semua umur,
sedangkan berdasarkan dari hasil Riskesdas tahun 2007 diare masih sebagai
penyebab kematian nomor satu pada Balita.9 Dengan keadaan tersebut masalah
diare menjadi perhatian yang cukup serius demi mancapai target millennium
development goals (MDGS) poin ke empat yaitu menurunkan angka kematian
balita.8

Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :10, 11
1. Lama waktu diare : diare akut dan diare kronik
2. Mekanisme patofisiologis : osmotik, sekretorik, malabsorbsi, inflamasi,
infeksi, dan gangguan peristaltik
3. Berat ringannya diare : berat atau ringan
4. Penyebabnya infeksi atau tidak : diare infektif atau diare non infektif
5. Penyebabnya organik atau tidak : diare organik atau diare fungsional

Cara Penularan
Cara penularan diare pada umumnya secara fekal-oral yang berarti melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
antara tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita diare atau secara tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, flies,
fluid, field).1

Faktor Risiko
1. Sindrom defisiensi kekebalan didapat
2. Tidak memadainya air bersih
3. Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk 4-6 bulan
pertama kehidupan bayi
4. Pencemaran air oleh tinja
5. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6. Kurangnya sarana kebersihan mandi, cuci, kakus (MCK)
7. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis.1

Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh banyak penyebab, dimana dapat dikelompokkan
menjadi :10, 11
1. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida
rantai panjang, dan protein seperti beta-laktoglobulin.
2. Keracunan makanan, makanan mengandung zat kimia beracun atau
makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin.
3. Alergi : susu sapi Cow’s milk protein sensitive enteropathy (CMPSE), atau
makanan tertentu.
4. Imonodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada
penderita AIDS.
5. Atau infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus ataupun parasit
(Gambar 1).

Gambar 1. Agen Penyebab Diare


(Sumber : World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2012)

Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang
paling sering menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus.
Rotavirus dan adenovirus merupakan penyebab tersering diare akut pada anak
dibawah usia 2 tahun. 1
Tabel 1 Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Tabel 2. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan


umur

Patogenesis dan Patofisiologi


a. Diare osmotik : terjadi apabila ada bahan yang tidak dapat diserap yang
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik : terjadi bila ada gangguan transport elektrolit baik
absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat
terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau
pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non
osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Misalnya
pada V. cholerae eltor, bekteri ini mengeluarkan enterotoksin yang terikat
pada mukosa usus halus, dalam 15-30 menit sesudah diproduksi,
enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine
dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin
3’5’- siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natriu dan kalium.10, 11
b. Diare eksudatif (inflamatorik) : inflamasi akan mengakibatkan kerusakan
mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat
terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten
sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.10,11
c. Kelompok lain : akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
atau diabetes mellitus.10,11
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri
dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.7
Simadibrata & Daldiyono (2009) serta Setiawan (2009) patogenesis diare
karena infeksi bakteri terdiri atas :
1. Diare karena bakeri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare yang disebabkan oleh bakteri-bakteri non invasif disebut juga diare
sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh
bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak
mukosa. Misalnya S. aureus, C. perfringens, V cholera eltor,
Enterotoxigenic E. coli (ETEC). Misalnya pada V. cholerae eltor, bekteri
ini mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus, dalam 15-
30 menit sesudah diproduksi, enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’5’- siklik monofosfat (siklik
AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam
lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natriu dan kalium.
2. Diare karena bakteri invasif (enteroinvasif)
Bakteri-bakteri yang bersifat merusak (invasif) diantaranya S. enteritidis,
S. typhimurium, S. paratyphi, S. choleraesuis, Shigella, Yersinia,
C. perfringens tipe C, Enteroinvasive E coli (EIEC). Diare disebabkan
oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.

Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya dapat terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, keram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1, 2

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung


sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat. 1, 2

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen


antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurologik dari infeksi usus bisa berupa parestesia ( akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot. 1, 2

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom
yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: virus enterik,
bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium. 1, 2

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya


penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh
karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi

tentang adanya

imunodefisiensi atau penyakit. 1, 2

Tabel 3. Gejala linis diare akut oleh berbagai penyebab


Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala klinis :
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp
Nyeri kepala - + + - - -
lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari

Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek menerus
Darah - + Kadang - + Cair
Bau Langu - Busuk - - -
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Amis khas
Leukosit - + + - - Seperti air
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ cucuian beras
-
-

Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan
darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan
minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain
yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke
puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasinya.1,

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah. 1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak, ada bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary
refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya
atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan criteria WHO atau maurice king. 1

Penilaian A B C

Lihat:

Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Kering

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa,tidak haus *haus ingin minum banyak *malas minum atau tidak
bias minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat

Bila ada 1 tanda* ditambah Bila ada 1 tanda* ditambah


1 atau lebih tanda lain 1 atau lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Tabel 4. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951


3. Pemeriksaan laboratrium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut 1
 darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

 urin: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika

 tinja:

a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. 1,
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak
terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua
berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang
dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth.
Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi
tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas
dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja
yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat
dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6
dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa. 1, 3
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negatif, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+
++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore. 1, 3
b. Pemeriksaan mikroskopik :

Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah


besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya :1

 bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negatif

 bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)

 bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)

 bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+


++)

 bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (+++


+)

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan


sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat
diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran
lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria :1

 (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½
lapang pandang

 (++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang

 (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang


pandang.

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan


memakai batang lidi atau tusuk gigi, tinja diambil sedikit dan diemulsikan
dalam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan
Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak
mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung
udara. Sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis) diperiksa dahulu, karena
telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat.
Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan
dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan
spesiesnya.1

Tata laksana

Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yang telah ditetapkan
Departemen Kesehatan baik untuk yang dirawat dirumah maupun yang dirawat di
rumah sakit : 1, 12

1. Rehidrasi
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini: 1, 12

1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah

Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

 Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan pada ibu:

- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan


tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.

- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan

- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang

jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgbb dan katakan pada ibu
- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/
cangkir/gelas

- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan


lebih lambat.

- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

 Beri tablet Zinc

Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis : 1

- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari

- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

 Lanjutkan pemeberian makanan

 Kapan harus kembali

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik


sesuai yang dianjurkan selama periode 4 jam. Jumlah oralit yang diperlukan 75
ml/kgBB. Kemudian setelah 4 jam ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali
derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan. Setelah rehidrasi kebutuhan cairan yang diperlukan untuk
mencegah dehidrasi 10-20 ml/kgBB. Jika ibu memaksa pulang sebelum
pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa
banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 4 jam
pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6
bungkus lagi sesuai yang dainjurkan. Jika anak menginginkan oralit lebih
banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan cairan yang sedang
berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri
juga 100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah memberi makan
segera setelah anak ingin makan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu
cara memberikan larutan oralit. berikan tablet zinc selama 10 hari. 1, 12

3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau
ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai
berikut. 1

Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB selama Pemebrian berikut 70ml/kgBB selama

Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam


Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 ½ jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera
setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali
bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian
pilih rencana terapi) untuk melanjutkan penggunaan. 1, 12

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan
untuk memberikan pada penderita: 1, 12

1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit

2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi

3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.

Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun
berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun
karena diare. WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai
dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih
rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk
diare akut non kolera pada anak. 1, 12

 diare akut dehidrasi ringan-sedang dengan penyulit


4 jam pertama : 50 cc/KgBB
20 jam kedua : 150 cc/KgBB
 diare akut dehidrasi berat dengan penyulit
4 jam pertama : 60 cc/KgBB
20 jam kedua : 190 cc/KgBB
Beberapa penyulit diare diantaranya :

 KKP
 Bronkopneumonia
 Ensefalitis
 Meningitis
 Meteorismus
 AKI
 Impending decom cordis

PENGOBATAN DIETIK

Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetik diapakai


singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding,
Simultaneously with Education. 1, 3

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan


setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak
anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan
menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare
tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain
memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 IgA/hari yang berperan
memberikan perlindungan terhadap kuman patogen.12 Bayi yang tidak minum ASI
harus diberi susu yang bisa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu
atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah
hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat
tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%.
Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba
kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3
hari.1, 12

Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
(hari)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diet
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau
lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat
pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus per satuan waktu. Pemberian
makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama
dalam mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya
nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan
energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml
makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran,
serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik
untui menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari. 1, 12

Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadi anorexia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi
beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk
mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra
makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.1, 12

ZINC

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air
dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak: 1
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari
diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau
oralit.1, 12

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti


antibiotika:antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu
mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut. 1, 12

Antibiotik

Antbiotik pada umunya tidak diperlukan pada semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1, 12

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada kasus


berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

Obat Antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis


dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari
obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1, 12

 Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau
bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai
kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare
akut pada anak.
 Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi
dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal.
Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak
dengan diare.
 Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja


pada anak dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.

obat-obat lain:

 Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak
dengan diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi

PROBIOTIK

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang


difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan
adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel
mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi
dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa
usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada
manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT
29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium,
sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah.
Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain
LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan entero patogenic
Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium,
Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif
bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah
infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri
probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi
antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty
acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen. 1, 13

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis gastroenteritis akut dehidrasi ringan-sedang. Hal-hal
yang mendasari pengambilan diagnosis tersebut diantaranya :

Gastroenteritis akut dehidrasi ringan-sedang :


Seorang anak dikatakan diare akut jika didapatkan buang air besar pada
bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dari biasanya dengan atau tanpa lendir dan darah. Diare akut adalah
diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (kurang dari 2 minggu).
Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis dengan keluhan yaitu buang air
besar (BAB) cair sejak HMRS yaitu pada pagi hari. BAB cait timbul dengan tiba-
tiba dan berlangsung sudah ± 5x pada pagi itu. Selain itu, BAB cair ini disertai
dengan muntah ± 4x sejak 1 hari SMRS (selasa malam), muntah berisi makanan
bercampur dengan air dan tidak ada darah. Pada anamnesis didapatkan
penampilan klinis tinja yaitu berbentuk cair, berwarna kekuningan, tidak ada
lendir, tidak ada darah, tidak berbau busuk, tidak seperti minyak dan tidak seperti
air cucian beras. Selain BAB cair dan muntah, pasien juga merasakan demam
yang naik secara perlahan-lahan sejak 1 hari SMRS. Demam tidak disertai dengan
menggigil. Tidak ada riwayat mencret apabila memakan makanan tertentu atau
minum susu disangkal oleh ibu pasien menunjukkan bahwa kemungkinan
penyebab diare adalah infeksi atau dengan kata lain ini merupakan diare infeksi
yang cenderung disebabkan oleh virus.
Selama BAB cair dan muntah ibu pasien mengatakan anaknya terlihat
lemas dan lebih rewel dari biasanya, namun masih mau minum serta terlihat lebih
haus dari biasanya. Yang penting pada kasus ini adalah menilai apakah dengan
timbulnya diare dan muntah ini sudah sampai menyebabkan dehidrasi bahkan
sampai terjadi syok pada pasien ini karena kehilangan air dan elektrolit dari
diarenya dan diperburuk lagi dengan keluhan muntah pasien. Untuk menentukan
apakah terjadi dehidrasi pada pasien ini maka kita harus terlebih dahulu
melakukan penilaian untuk menentukan terjadinya dehidrasi dan dari penilaian itu
dikelompokkan apakah masuk ke dalam kelompok tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan-sedang dan dehidrasi berat. Beberapa keadaan pada pasien ini termasuk ke
dalam kelompok dehidrasi ringan-sedang karena berdarsarkan panduan untuk
dehidrasi ringan-sedang yaitu keadaan umum yang tampak lemah dari biasanya,
ubun-ubun cekung, mata cekung, air mata tidak ada (kering), bibir dan mulut
kering, anak merasa haus dan ingin banyak minum dan turgor kembali melambat.
Pada pemeriksaan fisik didapatka beberapa tanda yang menguatkan diare karena
infeksi dan menunjukkan adanya dehirasi ringan-sedang
Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemas, rewel
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Nadi : 104 x/mnt, reguler, isi dan tegangan menurun,
equal
Suhu tubuh : 37,30C aksila
Ubun-ubun : tidak cekung
Mata : kelopak mata tidak cekung
Mulut : mukosa mulut sedikit kering
Abdomen
Palpasi : turgor kulit kembali agak lambat

Pada pemeriksaan penunjang secara keseluruhan tidak ada peningkatan


yang bermakna hanya ditemukan peningkatan granulosit. Namun dalam hal untuk
mengetahui pasti penyebabnya harus dilakukan pemeriksaan feses yang meliputi
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik feses serta kultur dan uji resistensi
bakteri agar dapat menegakkan penyabab dari diare dan tepat dalam pemberian
penatalaksanaan. Berdasarkan pemeriksaan feses tidak ditemukan adanya
penemuan yang bermakna. Serta membutuhkan pemeriksaan elektrolit untuk
mengetahui status dari elektrolit pasien agar tepat dalam memberikan
panatalaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo, B. S. 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jilid 1,


Edisi 1. Jakarta: IDAI.

2. Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor


C. nelson textbook of pediatrics. 17th edition. EGC. Jakarta : 2000

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman pelayanan medis. jilid 1.


Jakarta : pengurus pusat IDAI

4. Salwan, hasri. 2014. Diare Akut. Palembang. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSMH

5. Lindberg, G., Salam, M., Farthing, M., Khalif, I., Lind, E. S.,
Ramakrishna, B. S., et al. 2012. Acute diarrhea in adults and children : a
global perspective. World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines.

6. Farthing, M., Lindberg, G., Dite, P., Khalif, I., Lindo, E. S., Ramakrishna,
B. S., et al. 2008. acute diarrhea. World Gastroenterology Organisation
practice guideline.

7. Zein, U., Sagala, K. H., & Ginting, J. (2004). Diare Akut Disebabkan
Bakteri. sumatera utara: Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara

8. Agtini, M. D., & Soenarto, S. S. 2011. Situasi Diare di Indonesia.


Kementrian kesehatan RI.

9. Kemenkes, R. 2011. panduan sosialisasi tatalaksana diare balita.


Indonesia : kementrian kesehatan republik indonesia.

10. Setiawan, B. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5 ed.). Jakarta:
Interna Publishing.

11. Simadibarata, M., & Daldiyono. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam
(5 ed.). jakarta: interna publishing.
12. Suratmaja Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. Halaman :1-24

13. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2007:100-111

14. Rahajoe. NN, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1 cetakan
Pertama. Jakarta. IDAI. h.350-365

15. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit
standar WHO. Jakarta : Depkes

16. Yangtjik, kiagus. 2014. Bronkopneumonia. Palembang. Bagian Ilmu


Kesehatan Anak RSMH

Anda mungkin juga menyukai