Anda di halaman 1dari 46

WRAP UP SKENARIO 4

“BISIKAN GAIB”

KELOMPOK 9-BS 18

Ketua : Rayhan Ilyas Perthama 1102018058


Sekertaris: Tiara Mutia 1102018213
Anggota : Dina Kurniati 1102018016
Yuyun Khairunnisa 1102018037
Akmal Ar-rafi 1102018114
Faiz Fadhil Rahman 1102018145
Anggit Anggarda Paramitha 1102018186
Arya Yoedha Tripratomo 1102018246
Muhammad Fardy Udaya 1102018332

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

Jl. Letjen Suprapto, RT.10 / RW.5, Senen, Cempaka Putih Timur, RT.10 / RW.5, Cempaka
Putih Timur Cempaka Putih, Kota Jakaera Pusat 10510
Table of Contents
Skenario 4.................................................................................................................................................... 2
Kata Sulit..................................................................................................................................................... 2
Pertanyaan................................................................................................................................................... 3
Jawaban....................................................................................................................................................... 3
Hipotesa....................................................................................................................................................... 6
Sasaran Belajar............................................................................................................................................ 7
1. Memahami dan menjelaskan gangguan psikotika..................................................................................7
2. Memahami dan Menjelaskan Skizofrenia............................................................................................ 14
2.1 Definisi................................................................................................................................................. 14
2.2 klasifikasi.............................................................................................................................................. 14
2.3 Etiologi................................................................................................................................................. 16
1. Genetik.................................................................................................................................................... 16
2. Lingkungan dan Sosial.............................................................................................................................. 16
3. Penyalahgunaan obat................................................................................................................................. 17
2.4 Epidemiologi......................................................................................................................................... 17
2.5 Patofisiologi.......................................................................................................................................... 17
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................................................................. 21
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding............................................................................................................ 29
2.8 Tatalaksana (gangguan psikotik).............................................................................................................. 35
2.9 Pencegahan........................................................................................................................................... 40
2.10 Komplikasi................................................................................................................................... 40
2.11 Prognosis..................................................................................................................................... 41
3. Memahami dan Menjelaskan Ibadah Mahdhoh Pada Orang Dengan Gangguan Psikotik....................41
DAFTAR PUSAKA.................................................................................................................................... 45

3
Skenario 4

BISIKAN GAIB

Laki laki 25 tahun, dibawa ke IGD RSJ karena memukul ibunya dan memecahkan kaca jendela.
Alasannya ada bisikan bisikan gaib didekat telinganya yang memerintahkannya melakukan
tindakan tersebut. Sudah dua pekan ini pasien mengalami insomnia dan menarik diri, kadang
bicara sendiri yang bila ditegur marah (iritabel). Pasien pernah mengalami gejala seperti ini satu
tahun yang lalu, setelah dirawat di RSJ seminggu pasien dibolehkan pulang, tapi tak mau berobat
jalan dan jadi pemalas. Pada pemeriksaan psikiatrik;kesadaran compos mentis, kontak psikik
tidak wajar, sikap kurang kooperatif; afek tumpul tidak serasi; fungsi kognitif seperti atensi,
konsentrasi, orientasi dan memori tidak terganggu; terdapat waham kejar dan halusinasi
auditorik. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan peninggian metabolit dopamin pada urine.
Dokter menduga pasien menderita Gangguan Skizofrenia sebagai bentuk gangguan psikotik yang
disertai proses kemunduran (deteriorasi). Akhirnya dokter memberikan injeksi psikotropika yang
akan dilanjutkan dengan program psikoterapi, sosioterapi dan rehabilitasi. Dokter menanyakan
apakah sebagai muslim pasien masih bisa melaksanakan ibadah mahdhoh.

Kata Sulit

1. Atensi: pengamatan, proses sejumlah informasi kecil.


2. Afek: respon emosional yang dapat dilihat dari ekspresi wajah, pembicaraan, sikap, dan gerak
gerik tubuh.
3. Halusinasi auditorik: gangguan rasa mendengar suara suara tertentu.
4. Gangguan skizofrenia: gangguan psikotik kronik yang tidak dapat membedakan realitas
dengan baik.
5. Rehabilitasi: suatu kegiatan ataupun proses untuk membantu penderita yang mempunyai
penyakit serius atau kecacatan yang memerlukan pengobatan medis untuk mencapai kemampuan
fisik, psikologis dan sosial yang maksimal atau yang memadai.
6. Gangguan psikotik: kondisi di mana sesorang sulit membedakan kenyataan dan imajinasi.
7. Waham kejar: percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang.

2
8. Ibadah mahdhoh: amal dan ucapan yang merupakan jenis ibadah sejak asal penetapannya
dari dalil Syariah.

Pertanyaan

1. Mengapa dokter menduga pasien mempunyai ganggua skizofrenia?

2. Mengapa pasien mengalami insomnia?

3. Bagaimana pelaksanaan ibadah mahdhoh untuk pasien?

4. Bagaimana tatalaksana yang dapat diberikan bagi penderita gangguan skizofrenia?

5. Apakah penderita skizofrenia dapat sembuh total?

6. Apa saja indikasi injeksi psikotropika dan apa saja kandungannya?

7. Bagaimana dapat terjadi waham dan halusinasi?

8. Pencegahan apa yang dapat dilakukan untuk menghindari gangguan skizofrenia?

9. Apa saja klasifikasi skizofrenia?

10. Apa faktor risiko skizofrenia?

11. Apa cara diagnosis dan diagnosis banding skizofrenia?

12. Bagaimana patofisiologi skizofrenia?

13. Apa komplikasi skizofrenia?

Jawaban

1. Mengapa dokter menduga pasien mempunyai gangguan skizofrenia?

Karena pasien mengalami waham kejar dan juga halusinasi auditorik yang merupakan contoh
gejala dari skizofrenia.

3
2. Mengapa pasien mengalami insomnia?

Karena pasien memiliki keluhan halusinasi auditorik maka terdengar suara yang
menyebabkan psien sulit tidur.

3. Bagaimana pelaksanaan ibadah mahdhoh untuk pasien?

Karena salah satu syarat ibadah adalah sadar, pada kondisi ini pasien dapat dikategorikan
untuk tidak wajib melaksanakan ibadah mahdhah.

4. Bagaimana tatalaksana yang dapat diberikan bagi penderita gangguan skizofrenia?

Terapi kognitif, terapi remediasi kognitif, terapi pendidikan keluarga, terapi pemaparan, terapi
elektrokonvulsif.

Farmakologi: chlorpromazine, haloperidol, fluphenazine, perphenazine, trifluoperazine.

Untuk mencegah efek samping dengan menurunkan dosis antipsikotik dan dengan diberi obat-
obatan golongan antikolinergik (amantadine).

5. Apakah penderita skizofrenia dapat sembuh total?

Pasien yang mendapatkan pengobatan optimal umumnya akan dapat pulih total atau mampu
berfungsi secara normal.

6. Apa saja indikasi injeksi psikotropika dan apa saja kandungannya?

Indikasi psikotropika untuk gangguan mental, kejang atau epilepsi dan gangguan tidur
(insomnia).

7. Bagaimana dapat terjadi waham dan halusinasi?

Karena ada gangguan pada sistem limbik yang mana sistem limbik ini berfungsi untuk
pembentukan tingkah laku dan emosi.

8. Pencegahan apa yang dapat dilakukan untuk menghindari gangguan skizofrenia?

4
Untuk mencegah kekambuhan dapat dilakukan minum obat sesuai anjuran dokter, mengelola
stress dan kenali gejala skizofrenia yang mungkin akan timbul.

9. Apa saja klasifikasi skizofrenia?

Skizofrenia paranoid, disorganisasi, katatonik,residual,simpleks dan tak terinci

10. Apa faktor risiko skizofrenia?

Umur, genetik dari orang tua, bentuk struktur otak dan sistem syaraf yang tidak normal,
kekurangan oksigen, kekurangan nutrisi, terkena virus saat di dalam kandungan, lahir dengan
kondisi prematur, peningkatan aktivasi pada sistem kekebalan tubuh, ketidakseimbangan
kadar serotonin dan dopamin, penyalahgunaan obat obatan terlarang.

11. Apa cara diagnosis dan diagnosis banding skizofrenia?

Melakukan anamnesis dengan menggunakan panduan PPDGJ III

Diagnosis banding: gangguan waham, gangguan perkembangan perpasif, gangguan


kepribadian paranoid, dan gangguan kepribadian schizoid.

12. Bagaimana patofisiologi skizofrenia?

Dipengaruhi oleh empat faktor: biologis, psikososial, lingkungan, dan faktor genetik yang
menimbulkan gejala positif dan negatif sehingga terjadi skizofrenia

13. Apa komplikasi skizofrenia?

Memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri, penyakit jantung, kanker

20% yang memiliki gangguan skizofrenia menyalahgunakan alkohol dan narkoba.

5
Hipotesa

Gangguan skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronik yang tidak dapat membedakan
realitas dengan baik, yang ditandai dengan halusinasi auditorik dan waham kejar. Skizofrenia
disebabkan karena adanya gangguan pada sistem limbik yang mana sistem limbik ini berfungsi
untuk pembentukan tingkah laku dan emosi dapat juga dipengaruhi oleh faktor resiko umur,
genetik dari orang tua, bentuk struktur otak dan sistem saraf yang tidak normal. Proses terjadinya
skizofrenia dipengaruhi oleh empat faktor: biologis, psikososial, lingkungan, dan faktor genetik.
Terapi yang dapat diberikan berupa terapi kognitif, terapi remediasi kognitif, terapi pendidikan
keluarga ,terapi pemaparan, terapi elektrokonvulsif. Pasien dengan gangguan skizofrenia
memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri, penyakit jantung, kanker 20% yang memiliki gangguan
skizofrenia menyalahgunakan alkohol dan narkoba. Dalam pandangan islam orang dengan
gangguan skizofrenia tidak diwajibkan melakukan ibadah mahdhoh karena salah satu syaratnya
yaitu adalah sadar.

6
Sasaran Belajar

1. Memahami dan menjelaskan gangguan psikotika

Psikosis adalah gangguan jiwa yang meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga


penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan berlaku
umum. (Gunarsa, 1998). Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa
kenyataan (sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-
gangguan pada perasaan, pikiran, kemauan, motorik, dst. sedemikian berat sehingga perilaku
penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat
dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang gila
(Maramis, 2005).

Psikosis dapat juga digambarkan sebagai berikut:

a. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit jiwa, yang terjadi
pada semua aspek kepribadian.
b. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas, penderita hidup
dalam dunianya sendiri.
c. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderita tidak menyadari bahwa
dirinya sakit.
d. Usaha menyembuhkan psikosis tak bisa dilakukan sendiri oleh penderita tetapi hanya bisa
dilakukan oleh pihak lain.
e. Dalam bahasa sehari-hari, psikosis disebut dengan istilah gila.

Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya halusinasi,
waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan kacau yang pada umumnya disertai
tilikan yang buruk. Orang dengan gejala psikotik didapatkan bahwa terjadi peningkatan
aktivitas pada bilateral dorsolateral prefrontal cortex, left amygdala, left middle frontal
gyrus, bilateral frontal gyri, left precuneus, dan right pallidum. Juga terjadi penurunan
aktivasi dari amygdala dan left precuneus, penurunan hubungan antara bilateral Heschl’s

7
gyrus seeds dengan dorsal anterior cingulate cortex dan antara hypothalamic dengan
subgenual cortex. Selanjutnya didapatkan bahwa terjadi abnormalitas pada fungsi
precuneus, aktivasi abnormal dari amygdala, midbrain, dan ventral striatum, juga terjadi
abnormalitas dari white matter di right superior frontal gyrus, left middle frontal gyrus,
bilateral parahippocampal gyrus, adjacent to the right caudate head, right thalamus, left
insula, left lentiform nucleus, left fusiform gyrus, bilateral posterior cingulate, left anterior
cingulate, right cingulate gyrus, left lingual gyrus, dan bilateral claustrum (Lumingkewas et
al., 2017).

Selanjutnya juga didapatkan bahwa terjadi penurunan volume grey matter di right
superior temporal gyrus, penurunan aktivasi di executive control circuitry yang
berhubungan dengan defisit kognitif, terjadi penurunan volume seluruh brain gray matter
dan perluasan dari volume white matter. Didapatkan juga bahwa terjadi penurunan volum
yang nyata dari gray matter di lobus temporal medial serta korteks frontal, temporal, dan
parietal. Didapatkan juga bahwa efisiensi nodal dari amigdala, hippocampus, dan area otak
fronto-temporal-parietal memengaruhi gejala kegembiraan, kognitif, positif, dan negatif.
Selanjutnya didapatkan juga bahwa terjadi disregulasi sistem kortikostriatal yang meluas
ditandai paling menonjol oleh gradien dorsal ke ventral hipokonektivitas ke
hiperkonektivitas antara daerah striatal dan prefrontal. Didapatkan juga bahwa girus
cingulatus (sebagai bagian dari sistem kortikal garis tengah) bersama dengan daerah
hemisfer kanan mungkin terlibat dalam gejala self-appraisal pada psikosis onset awal
(Lumingkewas et al., 2017).

Tanda dan Gejala Gangguan Psikotik

A. Gangguan Psikologis Pada KESADARAN & KOGNISI

Kesadaran adalah suatu kondisi kesigapan mental individu dalam menanggapi


rangsang dari luar maupun dari dalam. Gangguan kesadaran seringkali merupakan
pertanda kerusakan organik pada otak. Terdapat berbagai tingkatan kesadaran, yaitu:

a. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental individu
dalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu

8
mampu memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya serta bereaksi
secara memadai.
b. Apatis: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespon
lambat terhadap stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran apatis tampak tak
acuh terhadap situasi disekitarnya.
c. Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur.
Orang dengan kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk danbereaksi
lambat terhadap stimulus dari luar.
d. Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran sopor
nyaris tidak berespon terhadap stimulus dari luar, atau hanya memberikan
respons minimal terhadap perangsangan kuat.
e. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma
tidak dapat bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun sekuat apapun
perangsangan diberikan padanya.
f. Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak
mampu berpikir jernih dan berespon secara memadai terhadap situasi
disekitarnya. Seringkali individu tampak bingung, sulit memusatkan perhatian
dan mengalami disorientasi.
g. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan
fungsikognitif yang luas. Perilaku orang yang dalam keadaan delirium dapat
sangat berfluktuasi, yaitu suatu saat terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak
apatis. Keadaan delirium sering disertai gangguan persepsi berupa halusinasi
atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)
h. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah gangguan kualitas kesadaran
yang terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam keadaan ini
tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak seperti melakukan
aktivitas normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan (sleepwalking) yang
akan tersadar bila diberikan perangsangan (dibangunkan), sementara pada
dream like state penderita tidak bereaksi terhadap perangsangan.

9
i. Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai halusinasi.
Seringkali terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab gangguan otak organik.
Penderita seperti berada dalam keadaan separuh sadar, respons terhadap
lingkungan terbatas, perilakunya impulsif, emosinya labildan tak terduga.

B. Gangguan Psikologis Pada EMOSI / PERASAAN

Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati secara sadar, bersifat kompleks
melibatkan pikiran, persepsi dan perilaku individu. Secara deskriptif fenomenologis
emosi dibedakan antara mood dan afek.

a. Gejala Gangguan Mental Pada Mood

Mood adalah suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama,
yangmewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.

1) Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang normal, yakni


individu mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan
irama hidupnya.
2) Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai
dengan kesedihan dan kemurungan. Individu secara subyektif mengeluhkan
tentang kesedihan dan kehilangan semangat. Secara obyektif tampak dari
sikap murung dan perilakunya yang lamban.
3) Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak
menyenangkan. Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel,
atau bosan.
4) Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara perfasif memperlihatkan
semangat dan kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas
kehidupan. Perilakunya menjadi hiperaktif dan tampak enerjik secara
berlebihan.
5) Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.

10
6) Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang
meluap luap. Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat
psikostimulansia
7) Aleksitimia: adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk
menghayati suasana perasaannya. Seringkali diungkapkan sebagai
kedangkalan kehidupan emosi. Seseorang dengan aleksitimia sangat sulit
untuk mengungkapkan perasaannya.
8) Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan
kehilangan minat dan kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.
9) Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal, tidak atau
sangat sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan
mood kosong nyaris kehilangan keterlibatan emosinya dengan kehidupan
disekitarnya. Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.
10) Mood labil: suasana perasaan yang berubah ubah dari waktu ke waktu.
Pergantian perasaan dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul bergantian
dan tak terduga. Dapat ditemukan pada gangguan psikosis akut.
11) Mood iritabel: suasana perasaan yang sensitif, mudah tersinggung, mudah
marah dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak
disenanginya.

b. Gejala Gangguan Mental Pada Afek

Afek adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat
ekspresiwajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek
mencerminkan situasi emosi sesaat.

1) Afek luas: adalah afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang
luas dengan sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama
suara maupun gerakan tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.

11
2) Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi emosi yang terbatas.
Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat
dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang kurang bervariasi.
3) Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi
emosi yang tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton dan
bahasa tubuh yang sangat kurang.
4) Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif berat lebih parah dari
afekmenumpul. Pada keadaan ini dapat dikatakan individu kehilangan
kemampuan ekspresi emosi. Ekspresi wajah datar, pandangan mata kosong,
sikap tubuh yang kaku, gerakan sangat minimal, dan irama suara datar
seperti ’robot’.
5) Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang
terlihat dari keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang dihayatinya.
6) Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok
dengan suasana yang dihayati. Misalnya seseorang yang menceritakan
suasana duka cita tapi dengan wajah riang dan tertawa tawa.
7) Afek labil: Menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan
tiba tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal.

C. Gangguan Psikologis Pada PERILAKU MOTORIK

Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang dilandasi motif dan tujuan
tertentuserta melibatkan seluruh aktivitas mental individu. Perilaku merupakan respons
totalindividu terhadap situasi kehidupan. Perilaku motorik adalah ekspresi perilaku
individu yang terwujud dalam ragam aktivitas motorik. Gangguan perilaku motorik yang
lazim dijumpai dalam praktek psikiatri, yaitu:

a. Stupor Katatonia: penurunan aktivitas motorik secara ekstrim, bermanifestasi


sebagai gerakan yang lambat hingga keadaan tak bergerak dan kaku seperti
patung. Keadaan ini dapat dijumpai pada skizofrenia katatonik
b. Furor katatonia: suatu keadaan agitasi motorik yang ekstrim, kegaduhan motorik
tak bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh stimulus

12
eksternal. Dapat ditemukan pada skizofrenia katatonik, seringkali silih berganti
dengan gejala stupor katatonik.
c. Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan sikap tubuh dalam posisi tertentu
dalam waktu lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri di atassatu kaki
selama berjam jam tanpa bergerak. Merupakan salah satu gejalayang bisa
ditemukan pada skizofrenia katatonik.
d. Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur tanpa
perlawanan.
e. Akinesia: menggambarkan suatu kondisi aktivitas motorik yang sangat terbatas,
pada keadaan berat menyerupai stupor pada skizofrenia katatonik.
f. Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik yang biasa terjadi pada
parkinsonisme atau penyakit parkinson. Individu memperlihatkan gerakan yang
kaku dan kehilangan respons spontan.

D. Gangguan Psikologis Pada PROSES BERPIKIR

Gejala gangguan mental pada proses berpikir adalah sebagai berikut:

1) Proses pikir primer: terminologi yang umum untuk pikiran yang dereistic, tidak
logis, magis; secara normal ditemukan pada mimpi, tidak normal sepertipada
psikosis
2) Gangguan bentuk pikir/arus pikir: asosiasi longgar: gangguan arus piker dengan
ide ide yang berpindah dari satu subyek ke subyek lain yang tidak berhubungan
sama sekali; dalam bentuk yang lebih parah disebut inkoherensia.
3) Inkoherensia: pikiran yang secara umum tidak dapat kita mengerti, pikiran atau
kata keluar bersama-sama tanpa hubungan yang logis atau tata Bahasa tertentu
hasil disorganisasi piker.
4) Flight of Ideas / lompat gagasan: pikiran yang sangat cepat, verbalisasi berlanjut
atau permainan kata yang menghasilkan perpindahan yang konstan dari satu ide
ke ide lainnya; ide biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak parah,
pendengar mungkin dapat mengikuti jalan pikirnya.

13
5) Sirkumstansial: pembicaraan yang tidak langsung sehingga lambat mencapai
point yang diharapkan, tetapi seringkali akhirnya mencapai point atau tujuan
yang diharapkan, sering diakibatkan keterpakuan yang berlebihan pada detail
dan petunjuk petunjuk.
6) Tangensial: ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung dan
seringkali pada akhirnya tidak mencapai point atau tujuan yang diharapkan.

2. Memahami dan Menjelaskan Skizofrenia

2.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan jiwa atau sekelompok gangguan jiwa yang ditandai
dengan gangguan pada bentuk dan isi pikiran (e.g., waham, halusinasi), mood (e.g., afek
yang tidak sesuai), kesadaran akan diri sendiri dan hubungan dengan dunia luar (e.g.,
hilangnya batas-batas ego, penarikan diri), dan perilaku (e.g., perilaku yang aneh atau
tampaknya tanpa tujuan); dikatakan skizofrenia kalau gangguan-gangguan tersebut
menyebabkan penurunan fungsi secara bermakna dan menetap sekurang-kurangnya
enam bulan (Dorland, 2012).

2.2 klasifikasi

Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke


dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-
batas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti ganti atau mungkin
seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya
adalah sebagai berikut.

Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit.
Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Tidak demikian

14
halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan. Gejala-gejala yang mencolok
adalah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan
pemeriksaan yang teliti ternyata ada juga gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan
kemauan. Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin
subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang
percaya pada orang lain.

Skizofrenia Hebefrenik

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–
25 tahun. Gejala yang mencolok adalah: gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan
adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik. Waham
dan halusinasi banyak sekali.

Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15–30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor
katatonik: penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.
Emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting adalah gejala psikomotor seperti: – mutisme,
kadang-kadang dengan mata tertutup – muka tanpa mimik, seperti topeng – stupor, penderita
tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa bulan – bila diganti posisinya penderita menentang: negativisme – makanan ditolak, air
ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses
ditahan – terdapat grimas dan katalepsi. Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari
keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.

Gaduh-gelisah katatonik: Terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi
yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Penderita terus berbicara atau
bergerak saja. Ia menunjukkan stereotipi, manerisme, grimas dan neologisme. Ia tidak dapat
tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-

15
kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga penyakit badaniah:
jantung, paru, dan sebagainya). Seorang pasien yang mulai membaik dari skizofrenia gaduh-
gelisah katatonik berulang-ulang minta dipulangkan dari rumah sakit. Pikiran ini diutarakannya
melalui berbagai macam cara sehingga sudah merupakan perseverasi.

Skizofrenia Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai
menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan
akhirnya menjadi penganggur. Bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi
pengemis, pelacur atau "penjahat".

Skizofrenia Residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik
yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala
negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpulan afek, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya
perawatan diri dan fungsi sosial.

2.3 Etiologi

1.Genetik

Bukti saintifik mendukung bahwa adanya factor genetic yang berperan dalam etiologi
skizofrenia. Salah satu penjelasan dari studi perkembangan skizofrenia menjelaskan bahwa
skizofrenia dimulai sejak dalam uterus. Komplikasi obstetri seperti perdarahan saat kehamilan,
diabetes gestasional, emergency cesarean section, asfiksia, dan kelahiran dengan berat badan
rendah juga nantinya dapat berpengaruh terhadap perkembangan skizofrenia. (Patel et al., 2014)

2.Lingkungan dan Sosial

16
Lingkungan dan kondisi sosial memiliki kemungkinan untuk memiliki peran dalam
perkembangan skizofrenia. Stressor yang berasal dari lingkungan seperti trauma masa kecil, etnis
minoritas, isolasi sosial, dan lingkungan perkotaan juga dapat dihubungkan dengan kejadian
skizofrenia. (Patel et al., 2014)

3.Penyalahgunaan obat

Stimulan seperti kokain, amfetamin, dan cannabis dapat menginduksi gejala klinis mirip
seperti skizofrenia paranoid. Studi kohort yang dilakukan di Selandia Baru menunjukan bahwa
pasien dengan skizofrenia lebih banyak menggunakan cannabis dibandingkan dengan populasi
yang tidak terdiagnosa skizofrenia (Picchioni and Murray, 2007)

2.4 Epidemiologi

Jenis skizofrenia paling banyak adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia di Indonesia


paling sering terjadi di Yogyakarta dan Aceh dengan tingkat prevalensi 2,7%. Faktor yang
mempengaruhi munculnya skizofrenia, yaitu faktor genetik, usia, jenis kelamin, penyakit
autoimun, dan neuroinflamasi serta lingkungan, seperti pekerjaan, status ekonomi, status
perkawinan, dan faktor psikososial. (Zahnia and Wulan Sumekar, 2016)

2.5 Patofisiologi

Menurut patofisiologi tertua yang dikemukakan melalui hipotesis dopamine, mengatakan


bahwa psikosis disebabkan oleh dopamine yang berlebihan di otak. Dopamin adalah
modulator neurotransmitter yang lama dipahami memainkan peran penting dalam
skizofrenia. 4 jalur dopamin utama terlibat dalam neurobiologi skizofrenia dan efek
samping obat antipsikotik. 4 jalur tersebut diantaranya :
1. Mesolimbik
Hiperaktif jalur dopamin mesolimbik dapat mendasari beberapa gejala
positif dari skizofrenia. Proyek jalur dopamin mesolimbik meproyeksikan dari sel-
sel tubuh dipominergik di daerah tegmental ventral batang otak ke terminal axon
disalah satu daerah limbik otak, yaitu nucleus accumbens pada striatum ventral.
Jalur ini diperkirakan memiliki peran penting dalam beberapa perilaku emosional,

17
termasuk gejala positif psikosis, seperti delusi dan halusinasi. Jalur dopamin
mesolimbic juga penting untuk motivasi, kesenangan dan penghargaan.

2. Mesocorteks
Jalur ini juga muncul dari batang otak, namun diproyeksikan ke daerah
korteks. Gejala negatif dan kognitif skizofrenia mungkin terkait dengan penurunan
aktivitas di jalur mesocorteks, yang dapat menyebabkan penurunan neurotransmisi
dopamin di daerah korteks seperti korteks prefrontal.

3. Nigrostriatal
Proyeksi jalur ini dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Jalur
dopamin nigrostriatal adalah bagian dari system saraf ektrapiramidal dan
mengendalikan gerakan motorik. Kekurangan dalam dopamin di jalur ini dapat
menyebabkan gangguan gerakan termasuk penyakit Parkinson, yang ditandai
dengan kekakuan, akinesia atau bradykinesia (kurang pergerakan atau perlambatan
gerakan) dan tremor. Kekurangan dopamin pada ganglia basalis juga bisa
menghasilkan akathisia (kegelisahan) dan dystonia (gerakan memutar terutama
wajah dan leher). Jalur ini merupakan tempat utama tindakan antipsikotik klasik,
yang dianggap sebagai situs utama antipsikotik pemblokiran dopamin.

4. Tuberoinfundibular
Jalur ini akan memproyeksikan dari hipotalamus ke hipofisis anterior.
Biasanya, neuron ini aktif dan menghambat pelepasan prolactin, namun dalam
keadaan pasca persalinan, aktivitas neuron dopamin ini akan menurun. Tingkat
prolaktin dapat meningkat selama menyusui sehingga laktasi akan terjadi. Jika
fungsi neuron dopamin tuberoinfundibular terganggu oleh lesi atau obat-obatan,
tingkat prolaktin juga dapat meningkat. Peningkatan tingkat prolaktin dikaitkan
dengan galaktorea, amenore dan masalah seperti disfungsi seksual (Hafifah et al.,
2018).

18
Faktor genetik turut menentukan timbulnya skizofrenia. Diperkirakan
bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia melalui gen
yang resesif. Potensi ini mungkin kuat mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya
tergantung pada lingkungan gen individu penderita apakah akan terjadi menifestasi
dari skizofrenia atau tidak.
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
aktiivtas pada jaras dopamine mesolimbik yang berlebihan. Hal ini dibuktikan dari
temuan bahwa amfetamin yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamin, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia dan obat antipsikotik (generasi pertama
atau generasi tipikal/klasik) bekerja dengan memblok reseptor dopamin terutama
reseptor D2. Mekanisme neuroinflamasi berperan dalam skizofrenia termasuk glial
(kehilangan dan aktivasi astrogial, aktivasi mikroglial), imunologik (sitokin, kemokin

19
dan prostaglandin) dan oksidatif (oksigen reaktif dan spesies nitrogen). Mekanisme
ini yang menghasilkan disregulasi glutamatergik (hipofungsi) dan dopaminergik
(hiperfungsi limbik dan hipofungsi frontal).
Dari faktor psikososial meliputi interaksi penderita dengan keluarga dan
masyarakat. Timbulnya tekanan dalam interaksi pasien dengan keluarga, misalnya
pola asuh orang tua yang terlalu menekan, kurangnya dukungan keluarga terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi, penderita skizofrenia kurang diperhatikan oleh
keluarga ditambah dengan penderita yang kurang mampu berinteraksi dengan baik
dimasyarakat menjadikan faktor stressor ini semakin meningkat. Ketika tekanan
tersebut berlangsung dalam waktu lama sehingga dapat mencapai tingkat tertentu,
maka akan menimbulkan gangguan keseimbangan mental dan salah satunya adalah
skizofrenia.
Penyakit autoimun juga merupakan salah satu faktor risiko terbaru dari
skizofrenia. Skizofrenia meningkat pada satu tahun setelah penyakit autoimun
terdiagnosis. Pada penyakit autoimun seperti lupus eritomatous sistemik, ditemukan
prevalensi gejala neuropsikiatrik yang tinggi dapat dipengaruhi oleh autoantibody
yang melewati sawar darah otak. Efek ini yang berkaitan dengan afinitas antibody
terhadap reseptor N-metil-d-aspartat di otak, sebuah resesptor yang menjadi pusat
terhadap patofisiologi terjadinya skizofrenia. Adanya infeksi yang berat juga
meningkatkan risiko skizofrenia secara signifikan. Peningkatan inflamasi pada
penyakit autoimun dan infeksi dapat mempengaruhi otak melalui jalur yang berbeda.
Satu jalur yang mungkin adalah peningkatan permeabilitas sawar darah otak membuat
otak terpengaruh oleh komponen autoimun seperti autoantibody dan sitokin (Zahnia
& Wulan Sumekar, 2016).

20
2.6 Manifestasi Klinis

Gejala Predromal dan Residual Skizofrenia

Sebelum seseorang secara nyata aktif (manifes) menunjukkan gejala-gejala Skizofrenia, yang
bersangkutan terlebih dahulu menunjukkan gejala-gejala awal yang disebut sebagai gejala
prodromal. Sebaliknya bila seseorang penderita skizofrenia tidak lagi aktif menunjukkan gejala-
gejala skizofrenia, maka yang bersangkutan menunjukkan gejala-gejala sisa yang disebut gejala
residual.

1) Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial (withdrawn), enggan bersosialisasi
dan bergaul.

2) Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari nafkah
(tidak mau bekerja), siswa/mahasiswa (tidak mau sekolah/kuliah) atau pengatur
rumah tangga tidak mampu menjalankan urusan rumah tangga, kesemuanya karena
malas.

3) Tingkah laku aneh dan nyata, misalnya mengumpulkan sampah, menimbun


makanan, senyum dan tertawa sendiri, atau berbicara tanpa mengeluarkan suara
(komat-kamit).

4) Hendaya yang nyata dalam higiene khususnya perawatan diri, tidak mau mandi
dan berpakaian kumal.

5) Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar, dan tidak serasi
wajahnya tidak menunjukkan ekspresi dan terkesan dingin

6) Pembicaraan yang melantur (disgressive)

7) Ide atau gagasan yang aneh dan tak lazim atau pikiran magis, seperti takhayul,
telepati, indera keenam, orang lain dapat merasakn perasaannya.

8) Penghayatan persepsi yang tak lazim, seperti ilusi yang selalu berulang, merasa
hadirnya suatu kekuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada. Catatan ; berbeda

21
dengan halusinasi, yang dimaksudkan ilusi adalah pengalaman panca indera dimana
ada sumber atau stimulus, namun ditafsir salah. 

Gejala Negatif Skizofrenia

a)  Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran perasaan ini terlihat dari
wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b)  Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (day dreaming).
c)  Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
d)  Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e)  Sulit dalam berpikir abstrak.
f)   Pola pikir stereotip.
g)  Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisatif, tidak ada
upaya dan usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu)

Gejala-gejala negatif Skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali tidak disadari atau
kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap “tidak mengganggu” sebagaimana
halnya pada penderita Skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak
keluarga seringkali terlambat membawa penderita untuk berobat.Dalam pengalaman praktek,
gejala positif Skizofrenia baru muncul pada tahap akut. Sedangkan pada stadium kronis
(menahun) gejala negatif Skizofrenia lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala positif atau
negatif muncul berbauran, tergantung pada stadium penyakitnya.

Selain itu, gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.

Gejala-gejala primer :

1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).

22
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama
ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau
terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”.
 

Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”.
Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu,
umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”.
Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini
menambah inkoherensinya.
 

Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya


seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga
dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan
ini dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang
sampai beberapa hari.
 

Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir,
timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure of thoughts”. Bila suatu
ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
 

Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada
hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi
biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat
cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
 

2. Gangguan afek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

23
o   Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi acuh
tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan
masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
o   Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita
timbul rasa sedih atau marah.
o   Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi
dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan “incongruity of affect”
dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
o   Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk
skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
§  Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang
sedang bermain sandiwara.
§  Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan
hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita.
§  Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat
bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau
menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada
afek.
 

3. Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan
alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju
dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan
tidak perlu diterangkan.

24
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku
demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
-          Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap
suatu permintaan.
-          Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu
yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan
untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali;
hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju
mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang
berlawanan.
-          Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
 

4. Gejala psikomotor

Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh
Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada
penyakit lain.

Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya
ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku.
Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada
skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham,
ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau
karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin
mengatakan apa-apa lagi.

25
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus
bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan
atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
 

Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-
narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan
ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan
verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada
skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan
gaya.
 

Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas
cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin. Negativisme :
menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme
komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua
perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah
echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita
meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).
 

Gejala-gejala sekunder :
 

1. Waham

Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak
menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham
bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan
kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).

26
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya
sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang
penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap
sebatang pohin untuk kencing.

Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut
isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran,
waham dosa, dan sebagainya.
 

2. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala
yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah
halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau
halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi,
atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa
akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium
permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.
 

Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada
skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya.
Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya penderita
mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi.
Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri
didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
 

27
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia
seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.

Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer.
Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan
kemauan.
 

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:

(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak
ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin
ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis
skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit
pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
 

(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya
(yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.
 

(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial
budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin
dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua
merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal
yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien.

28
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Secara klinis untuk mengatakan apakah seseorang itu menderita skizofrenia atau tidak maka
diperlukan kriteria diagnostik sebagai berikut:

paling sedikit terdapat1 sampai 6 kriteria di bawah ini selama suatu fase penyakit:

1. delusi atau waham yang aneh (isinya jelas tak masuk akal), dan tidak berdasarkan
kenyataan. Sebagai contoh misalnya:

a. waham dikendalikan oleh sesuatu kekuatan luar (delisions of being controlled)

b. waham penyiaran pikiran (thought broadcasting)

c. waham penyisipan pikiran (thought insertion)

d. waham penyedotan pikiran (thought withdrawal)

e. delusi atau waham somatik (fisik), kebesaran, keagamaan, nihilistik atau waham
lainnya yang bukan waham kejar atau cemburu.

f. Delusi atau waham kejar atau cemburu (delusions of persecution or jealousy) dan
waham tuduhan (delusions of suspicion) yang disertai halusinasi dalam bentuk apapun
(halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan )

g. Halusinasi pendengaran yang dapat berupa suara yang selalu memberi komentar
tentang tingkah laku atau pikirannya, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-
cakapan (“dialog”)

h. Halusinasi pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih dari satu atau dua
kata dan tidak ada hubungannya dengan kesedihan (depresi) atau kegembiraan (euforia).

i. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas, jalan pikiran
yang tidak masuk akal, isi pikiran atau pembicaraan yang kacau, atau kermiskinan
pembicaraan yang disertai oleh paling sedikit satu dari yang disebut di bawah ini :

· Afek (alam perasaan) yang tumpul, mendatar atau tidak serasi (innappropiate)

29
· Berbagai waham atau halusinasi

· Katatonia (kekakuan) atau tingkah laku lain yang sangat kacau (disorganized)

j. Deteriorasi (kemunduran / kemerosotan) dari taraf fungsi penyesuaian (adaptasi)


dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan dirinya.

k. Jangka waktu: gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus selama paling
sedikit 6 bulan dalam suatu periode di dalam kehidupan seseorang, disertai dengan
terdapatnya beberapa gejala penyakit pada saat diperiksa sekarang. Masa 6 bulan itu
harus mencakup fase aktif dimana terdapat gejala pada kriteria A, dengan atau tanpa fase
prodromal (gejala awal) atau residual (gejala sisa) seperti yang dinyatakan dibawah ini.

Catatan:

· Fase prodromal: deteriorasi yang jelas dalam fungsi sebelum fase aktif penyakit itu,
dan yang tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat
(NAZA: narkotika, alkohol dat zat adiktif lainnya), serta mencakup paling sedikit 2 dari
8 gejala dibawah ini.

· Fase residual: setelah fase aktif paling sedikit terdapat 2 dari 8 gejala yang tersebut di
bawah ini yang menetap (gejala sisa), dan yang tidak disebabkan oleh gangguan afek
atau akibat gangguan penggunaan zat (NAZA: narkotika, alkohol dat zat adiktif
lainnya).Beberapa gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) yaitu:

· thought echo isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isisnya sama namun
kualitasnya berbeda.

· thought insertion or withdrawal isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya( Insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya(withdrawal)

30
· thought broadcasting isi pikirannya tersiar keluar sehingga oranglain atau umum
mengetahuinya.
· delusion of control waham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan tertentu dari
luar.
· delusion of influence waham tentang dirinya dipengaruhi oleh kekuatan tertentu dari
luar.
· delusion of passivity waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya : secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh /anggota gerak atau ke pikiran.
· delusional perception pengalaman indrawi yang tak wajar , yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, bersifat mistik atau mukjizat.

· halusinasi auditorik suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus


terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka
sendiri(diantara berbagai suara yang berbicara) atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari satu bagian tubuh

· waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat tidak wajar
atau sesuatu yang mustahil misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a. halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami simpanan (interpolation) , yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

c. perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement) , posisi tubuh tertentu
(posturing) atau fleksibilitas cerea , negativisme , mutisme dan stupor.

31
d. gejala-gejala ”negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumoul(afek tumpul) atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuoleptika

e. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan(overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi(personal behaviour), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan , tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri
sendiri(self absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

F.20 Skizofrenia Paranoid

Pedoman diagnostik

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

2. Sebagai tambahan:

· Halusinasi dan/ waham arus menonjol;

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau
bunyi tawa (laughing).

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain perasaan
tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;

· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / tidak menonjol.

32
Diagnosa Banding:

· Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan

· Keadaan paranoid involusional (F22.8)

· Paranoid (F22.0)

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

Pedoman Diagnostik

· Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia

· Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya 15-25 tahun).

· Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun


tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini

· Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan


lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan,
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada
kecenderungan untuk menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan
hampa perasaan. Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering
disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum
sendiri (self absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai,
(grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases),
dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu
(rambling) dan inkoherens.

· Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir biasanya menonjol,
halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion

33
and hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema
abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikirannya.

F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )

Pedoman diagnostik :

1. Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia.

2. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.

3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skiszofrenia.

F20.5 Skizofrenia Residual

Pedoman diagnostik:

Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi semua:

a. Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,


aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi
muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial
yang buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosa skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah
timbul sindrom negatif dari skizofrenia.

34
d. Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya, depresi kronis
atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

F20.6 Skizofrenia Simpleks

Pedoman diagnostik

1. Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari:

· gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik dan disertai dengan perubahan-perubahan
perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,
tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini
kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia lainnya.

2.8 Tatalaksana (gangguan psikotik)

A. TerapiSomatik(Medikamentosa)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik


bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia.Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia.Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).

1. Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :

● Haldol (haloperidol)

35
● Mellaril (thioridazine)
● Navane (thiothixene)
● Prolixin (fluphenazine)
● Stelazine ( trifluoperazine)
● Thorazine ( chlorpromazine)
● Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada dua
pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
○ Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional.
○ Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan
Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation,
obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-

lahan. Sistemdepot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic

antipsycotic.

2. Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

● Risperdal (risperidone)
● Seroquel (quetiapine)
● Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien

36
dengan Skizofrenia.
3. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang
jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya,
pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara
reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran

No. Nama Generik Sediaan Dosis

1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, injeksi 25 mg/ml 150 - 600 mg/hari

2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg 5 - 15 mg/hari

Injeksi 5 mg/ml

3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari

4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari

5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu

6. Levomeprazin Tablet 25 mg Injeksi 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari

7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari

37
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari

B.Terapi Psikososial

1. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untukmeningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
2. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan
tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

38
3. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
4. Psikoterapi individual

Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia
telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis.
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu
hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh
dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli
terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia
seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap
curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat
dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama
pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

C.Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkanmedikasi,
keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien
dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan

39
rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia.

2.9 Pencegahan

Menurut Prof. Tuti, terdapat tiga bentuk pencegahan primer. Pertama, pencegahan
universal, ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko. Caranya adalah
mencegah komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua, pencegahan selektif, ditujukan
kepada kelompok yang mempunyai risiko tinggi dengan cara, orang tua menciptakan
keluarga yang harmonis, hangat, dan stabil. Ketiga, pencegahan terindikasi, yaitu mencegah
mereka yang baru memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal tidak menjadi skizofrenia
yang nyata, dengan cara memberikan obat antipsikotik dan suasana keluarga yang kondusif.

Skizofrenia sendiri merupakan gangguan jiwa yang paling berat, menyerang


bagian yang sangat inti dari manusia yaitu persepsi, pikiran, emosi dan perilaku, sehingga
gejalanya sangat kompleks dan bercampur baur. Pada penderita skizofrenia yang terganggu
adalah sirkuit saraf otaknya, sehingga kadang-kadang disebut misconnection syndrome.
Kemampuan berpikir dan merasakan yang tidak terorganisasi, tidak berkaitan atau salah
mengaitkan, terjadi karena adanya gangguan pada sirkuit saraf pada iregion-regio otak
terkait untuk mengirimkan dan menerima pesan secara efisien dan tepat.

2.10 Komplikasi

Percobaan bunuh diri yang bisa menyebabkan kecacatan atau kematian.


Penyalahgunaan alkohol dan narkoba à skizofrenia dengan memperburuk gejala. Dua puluh
persen menjadi tujuh puluh persen dari individu yang memiliki skizofrenia memiliki
masalah dengan narkotika. Tekanan, pengangguran, kemiskinan, dan tempat tinggal lain-lain
komplikasi yang mungkin. Pasien skizofrenia adalah 3 kali lebih mungkin untuk merokok
sebagai masyarakat umum, dan oleh itu terkena risiko kesehatan merokok terkait termasuk
penyakit jantung dan kanker. Sepuluh persen dari pasien dengan skizofrenia memiliki resiko
yang tinggi bunuh diri

40
2.11 Prognosis

Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.Sekitar


25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih
dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai
dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk
waktu yang singkat.(Imam Setiadi daam Skizofrenia, Refika Aditama, 2006).

Pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia dikaitkan dengan penurunan angka harapan
hidup sebanyak 20%. Orang dengan skizofrenia memiliki tingkat mortalitas dari kecelakaan
dan penyebab natural lebih tinggi dibandingkan populasi pada umumnya. Tingginya angka
tersebut diakibatkan oleh perawatan medis pada orang dengan skizofrenia merupakan hal
yang sulit. 20-30% pasien skizofrenia dapat kembali ke kehidupan normal. Sekitar 20-30%
pasien tetap mengalami gejala skizofrenia, dan 40-60% pasien merasa terganggu oleh
kelainan. Beberapa studi menunjukan 5-10 tahun setelah pengobatan pertama, pasien
skizofrenia memiliki 10-20% untuk dapat keluar dengan hasil yang baik, lebih dari 50%
tidak. (Boland and Verduin, 2021)

3. Memahami dan Menjelaskan Ibadah Mahdhoh Pada Orang Dengan Gangguan


Psikotik

Pengertian Ibadah
Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti
hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik
tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan
tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan
Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya:

41
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS.51(al-
Dzariyat ): 56).
Jenis ‘Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara
hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh:
64 ‫وماارسلنا من رسول اال ليطاع باذن هللا … النسآء‬
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4:
64).
7 ‫وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر‬
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
‫ خذوا عنى مناسككم‬. ‫رواه البخاري‬. ‫صلوا كما رايتمونى اصلى‬ .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul
saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut
bid’ah: Sabda Nabi saw.
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah
karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.

42
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami
rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah
mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan
oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-
mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1.Wudhu,
2.Tayammum
3.Mandi_hadats
4.Adzan
5.Iqamat
6.Shalat
7.Membaca_al-Quran
8.I’tikaf
9.Shiyam(Puasa)
10.Haji
11.Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
Hikmah IbadahMahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah
mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga
dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:

43
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah
ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula
memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang,
sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah
kiblatnya (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama,
terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan
sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah
(diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu
yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu
bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah
bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran

44
DAFTAR PUSAKA

Boland, R. and Verduin, M.L., 2021. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry 12th ed.
Boland, R. and Verduin, M.L., (eds.), Wolters Kluwer.
Gunarsa, Singgih. dkk (1998). Psikologi Olahraga Teori Dan Praktik. Jakarta : PT BPK Gunung
Mulia.

Lumingkewas, P. E., Pasiak, T. F., & Ticoalu, S. H. R. (2017). Indikator yang Membedakan
Gejala Psikotik dengan Pengalaman Spiritual dalam Perspektif Neurosains (Neuro-Anatomi).
Jurnal E-Biomedik, 5(2). https://doi.org/10.35790/ebm.5.2.2017.18515.

Maslim R. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.
Nuh Jaya.

Maramis, F.W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Patel, K.R., Cherian, J., Gohil, K. and Atkinson, D., 2014. Schizophrenia: Overview and
treatment options. P and T, 39(9), pp.638–645.

Picchioni, M.M. and Murray, R.M., 2007. Schizophrenia. British Medical Journal, 335(7610),
pp.91–95.

Zahnia, S. and Wulan Sumekar, D., 2016. Kajian Epidemiologi Skizofrenia. Majority, 5(5),
pp.160–
166.Availableat:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812.

Hafifah, A., Puspitasari, I. M., & Sinuraya, R. K. (2018). Review Artikel : Farmakoterapi dan
Rehabilitasi Psikososial pada Skizofrenia. Farmaka, 16(2), 210–232.

45

Anda mungkin juga menyukai