Anda di halaman 1dari 4

BAGIAN II

DESKRIPSI ISU

A. ISU Ke -1: Pelaksanaan PIO ( Pelayanan Informasi Obat ) Kepada Tenaga


Kesehatan Lain
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016 Pelayanan Informasi
Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan :
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
rumah sakit, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Selama ini PIO yang dilaksanakan hanya dilakukan kepada pasien saja, namun
PIO terhadap tenaga kesehatan lainnya belum pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya jumlah tenaga kefarmasian sehingga Pelayanan Kefarmasian di
RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias tidak hanya dijalankan oleh apoteker saja tapi juga
dengan mendelegasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dalam hal ini perawat. Dalam
pelaksanaannya, sering ditemukan resep yang kurang rasional serta penjelasan
informasi obat yang kurang tepat kepada pasien. Berdasarkan pengamatan peserta,
ketidakrasionalan peresepan serta kurang tepatnya pelayanan informasi obat yang
diberikan kepada pasien dapat terjadi selain karena kurangnya tenaga kefarmasian dapat
juga diakibatkan belum adanya sosialisasi atau edukasi terkait informasi obat kepada
tenaga kesehatan lain tersebut, sehingga menyebabkan kurangnya pemahaman tenaga
kesehatan terkait obat. Selain itu belum adanya SOP (Standar Operasional Prosedur)
juga membuat tenaga kesehatan lain, belum memiliki acuan dan tidak ada prosedur
yang harus diikuti dalam menjelaskan resep.
Dampak jika pelayanan informasi obat tidak dilaksanakan dengan benar dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan peluang terjadinya kesalahan pemberian obat,

6
peresepan tidak sesuai, kurangnya efektivitas dan efisiensi dalam pengobatan dan dapat
menurunkan keselamatan pasien.
Upaya yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan isu ini adalah pelaksanaan PIO
(Pelayanan Informasi Obat) kepada tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang akan
dilakukan adalah mengadakan sosialisasi atau edukasi terkait informasi obat kepada
tenaga kesehatan lain (Whole Of Government dan Etika Publik) dan menyusun
media informasi terkait PIO (Pelayanan Informasi Obat) (Komitmen Mutu).
Pelayanan Kesehatan kepada pasien secara langsung dapat dikategorikan
Pelayanan Publik. Sehingga peresepan maupun pelayanan informasi obat kepada
pasien menjadi lebih baik dan akan menurunkan tingkat kesalahan dosis serta kesalahan
pelayanan informasi obat oleh tenaga kesehatan lain kepada pasien. Namun dalam
pelaksanaanya, PIO kepada tenaga kesehatan lainnya juga dapat meningkatkan
pengembangan diri seorang ASN yang tentunya dapat dikaitkan dengan Manajemen
ASN tersebut. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai
ASN yang profesional memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

B. ISU Ke-2 : Pelayanan Konseling Obat pada Pasien Rawat Jalan

C. ISU Ke-3 : Kepatuhan minum Obat melalui Konseling Obat Pada Pasien
Rawat Inap
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016 Konseling Obat
adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker
(konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan
keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Dampak tidak dilakukannya konseling obat adalah tidak terpantaunya masalah
terkait obat di rawat inap, peningkatan peluang terjadinya kesalahan pengobatan di

7
rawat inap, tidak terwujudnya paradigma “patient oriented” dalam pelayanan
kefarmasian di rawat inap.
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap mampu mengintergrasikan
tugas dan fungsi dari Apoteker . Selain itu, konseling obat diharapkan mampu
mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan obat. Sehingga pengobatan pasien
lebih optimal dengan dilakukannya konseling obat kepada pasien dan pelaksanaan
konseling obat juga dapat membangun hubungan yang lebih efektif dan efesien
(pelayanan publik) antara Apoteker dan pasien.

D. ISU Ke-4 : Pelayanan Visite Apoteker di Ruang Rawat Inap


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian dirumah sakit. Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien
rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait
Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta
profesional kesehatan lainnya
Tujuan dari pelaksanaan visite adalah memberikan kontribusi secara langsung
dalam farmakologi teraupetik serta memberikan efektifitas pelayanan obat kepada
masyarakat, meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat yang
tidak dikehendaki.
Saat ini pelayanan visite apoteker yang dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Gunungsitoli belum optimal. Hal ini terjadi karena Beberapa apoteker
diruangan belum memahami dan menguasai SOP pelayanan visite apoteker dengan
baik, kegiatan visite belum terdokumentasi dengan baik sehingga tidak ada bahan
evaluasi untuk memperbaiki mutu kegiatan.penulisan file rekam medis pasien (Lembar
perkembangan catatan terintegrasi, lembar konseling, informasi dan edukasi obat,
lembar rekonsiliasi obat) belum dilaksanakan dengan baik sehingga terapi pengobatan
yang diterima oleh pasien kurang efektif dan tidak berada pada prinsip “patient
oriented”. Pelaksanaan edukasi dan konseling pemberian obat kepada pasien di
beberapa ruangan rawat inap masih kurang maksimal, sehingga kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat kurang maksimal.

8
Dampak dari tidak dilakukannya pelayanan visite adalah tidak tercapainya tujuan
terapi pengobatan yaitu meningkatnya efektifitas terapi dan pelayanan obat kepada
pasien, dan tidak tercapainya salah satu misi dari RSUD Gunungsitoli yaitu
meningkatkan pelayanan medik sesuai standar Rumah sakit kelas B.
Penyelesaian isu ini dapat dilakukan melalui implementasi mata pelatihan
Manajemen ASN dalam menjalankan tugas dan fungsi Apoteker dalam Pelayanan
Publik dan Whole of Government untuk menyelesaikan kasus belum optimalnya
pelayanan visite apoteker diruang rawat inap RSUD Gunungsitoli.

Anda mungkin juga menyukai