A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian Penyakit PPOK
PPOK (penyakit paru obtruksi kronis) merupakan terganggunya pergerakan udara
masuk dan keluar paru.
Penyakit paru obtruksi kronis (PPOK) merupakan obstruksi saluran pernafasan
yang progresif dan ireversibel terjadi bersamaaqn dengan bronchitis kronik,
emfisema atau kedua-duanya.
2. Etiologi
a. Merokok adalah resiko utama terjadinya PPOK karena sejumlah zat iritan
yang ada di dalam rokok menstimulasi produksi mucus berlebih.
b. Batuk
c. Polusi udara : Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dll, maupun polusoi dari dalam
rumah misalnya asap dapur.
d. Prokok pasif
e. Riwayat infeksi saluran nafas saat kanak-kanak dan keturunan.
f. Pekerjaan : Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan
keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan
debu gandum, toluene diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih
besar daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi : CT Scan, Foto Thoraks
b. Pemeriksaan Elektrokardiografi : untuk mengetahui komplikasi pada jantung
yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
c. Darah Rutin : Hb, Ht, Leukosit
d. Analisa Gas Darah
e. Ekokardiografi : untuk menilai fungsi jantung kanan
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum meliputi pendidikan pada pasien dan keluarga,
menghentikan merokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi, menciptakan
lingkungan yang sehat, mencukupi kebutuhan cairan, mengkonsumsi diet yang
cukup dan memberikan imunoterapi bagi pasien yang punya riwayat alergi.
b. Pemberian obat-obatan
a. Bronkodilator
Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengurangi/mengatasi
obstruksi saluran nafas yang terdapat pada penyakit paru obstruktif. Obat-
obatan golongan bronkodilator adalah obat-obat utama untuk manajemen
PPOK. Bronkodilator golongan inhalasi lebih disukai terutama jenis long
acting karena lebih efektif dan nyaman, pilihan obat diantarnya adalah
golongan β2 Agonis, Antikolinergik, Teofilin atau kombinasi.
b. Antikolinergik
Golongan antikolinergik seperti Patropium Bromide mempunyai efek
bronkodilator yang lebih baik bila dibandingkan dengan golongan
simpatomimetik. Penambahan antikolenergik pada pasien yang telah
mendapatkan golongan simpatomimetik akan mendapatkan efek
bronkodilator yang lebih besar.
c. Metilxantin
Golongan xantin yaitu teofilin bekerja dengan menghambat enzim
fosfodiesterase yang menginaktifkan siklik AMP. Pemberian kombinasi
xantin dan simpatomimetik memberikan efek sinergis sehinga efek optimal
dapat dicapai dengan dosis masing-masing lebih rendah dan efek samping
juga berkurang. Golongan ini tidak hanya bekerja sebagai bronkodilator
tetapi mempunyai efek yang kuat untuk meningkatkan kontraktilitas
diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan otot pada pasien PPOK
d. Glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid bermanfaat dalam pengelolaan eksaserbasi PPOK,
dengan memperpendek waktu pemulihan, meningkatkan fungsi paru dan
mengurangi hipoksemia. Disaxmping itu Glukokortikosteroid juga dapat
mengurangi risiko kekambuhan yang lebih awal, kegagalan pengobatan
dan memperpendek masa rawat inap di RS.
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan utama : adanya sesak napas, demam, batuk, anoreksia
c. Riwayat penyakit sekarang : Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan
penyakit yang dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah
Sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu : Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah
mengalami penyakit ini atau penyakit yang lain
e. Pola fungsi kesehatan
Persepsi terhadap kesehatan adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS
akan menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
f. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis mengalami
keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya
dispnea yang dialami.
g. Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya adalah
gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi
fowler.Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena
untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang
berlebih.Pola nutrisi-metabolik.
h. Pola nutrisi
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada
pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang
berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
i. Pola eliminasi.
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK.
j. Pola hubungan dengan orang lain.
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi
hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
k. Pola persepsi dan konsep diri.
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,
identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
l. Pola reproduksi dan seksual.
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.
m. Pola mekanisme koping.
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang
intensif.
n. Pola nilai dan kepercayaan.
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru
yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya.
o. Pemeriksaan fisik
1. Kepala : Simestris dan rambut warna hitam, tidak ada ketmbe, bersih.
1. Rambut : warna rambut, tidak rontok
2. Mata : konjuntiva tidak anemis,ukuran pupil normal.
2. Hidung : simetris, tidak ada lesi, polip
3. Mulut : mukosa bibir, pucat,
4. Telinga : simetris, tidak ada lesi, tidak ada kotoran
5. Leher : simetris, tidak ada lesi, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran
trakea
6. Dada
a. Inspeksi : bentuk dada simetris, tampak pernafasan 28x/menit
b. Palpasi : tidak ada pembekakan pada paru, tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : hipersonor
d. Auskultasi : suara nafas wheezing kadang terdengar ronchi
2. Diagnose Keperawatan
Diagnosa I : ketidakefektifan pola napas
NOC : ketidakefektifan pola napas
Outcome : Status Pernafasan
Status dipertahankan pada level 3 deviasi sedang dari kisaran normal
dan ditingkatkan ke level 5 tidak ada deviasi dari kisaran normal
dengan indicator:
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Kedalaman inspirasi
4. Suara auskultasi nafas
5. Saturasi oksigen
6. Penggunaan otot nafas
7. Pernafasan bibir dan mulut mengerucut
8. Dispneu saat istirahat
9. Dispneau saat aktivitas ringan
10. Perasaan kurang istirahat
11. Gangguan kesadran
12. Akumulasi sputum
13. Suara nafas tambahan
14. Batuk
15. Demam
Black, j. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk
Hasil yang Diharapkan. Elsevier: Salemba Medika.
Susianti, & Widayana, I. E. (2016). Penyakit Paru Obtruksi Kronis Pada Pria Berusia 63
Tahun. journal medula unila.