Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI

Disusun Oleh :
FITRYA LAILATUL HIDAYAH
1820020

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2020/2021


Laporan Pendahuluan Mioma Uteri

A. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium
normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara,
tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang
sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara
internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal
dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,
yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

C. Gejala Mioma Uteri


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada
20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak
mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejala klasik dari mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan
pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering
adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan
keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi
sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan
peningkatan luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya
insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang
disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena
pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin
dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua
jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke
endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan
yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial.
Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe.
Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan
muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus
uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan,
2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada
organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak
biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma.
Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra
tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat
menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak
begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila
sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba,
sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus
karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari
benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara
yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan
kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut
mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

E. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan
itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.
Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan
diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

G. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.

f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya,
faktor- faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan
yang dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga
diri, peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme
pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan
orang lain.

g. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang
harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu
makan yang terjadi.

h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB
terakhir. Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi,
warna, dan bau.

i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain


Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi,
berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi
j. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang
dan malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.

H. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman
pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait
penyakit)

I. Intervensi

NO Diagnosa Intervensi
NOC NIC
. Keperawatan
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan tindakan 1) Lakukan
dengan nekrosis keperawatan selama pengkajian nyeri
atau trauma 1 x 24 jam, pasien komprehensip yang
jaringan dan mioma uteri mampu meliputi lokasi,
refleks spasme mengontrol nyeri karakteristik,
otot sekunder dibuktikan dengan onset/durasi, frekuensi,
akibat tumor kriteria hasil: kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
Definisi: Mengontrol Nyeri faktor pencetus
Pengalaman 1) Mengenali 2) Observasi adanya
sensori dan kapan nyeri pentunjuk nonverbal
emosional tidak terjadi mengenai ketidak
menyenangkan 2) Menggambarka nyamanan terutama
yang muncul n faktor pada mereka yang
akibat kerusakan penyebab nyeri tidak dapat
jaringan aktual 3) Menggunakan berkomunikasi secara
atau potensial atau tindakan efektif
yang digambarkan pencegahan 3) Pastikan perawatan
sebagai kerusakan nyeri analgesik bagi pasien
(International dilakukan dengan
Association for 4) Menggunakan pemantauan yang ketat
the Study of tindakan 4) Gunakan strategi
pain) awitan yang pengurangan komunikasi terapeutik
tiba-tiba atau nyeri (nyeri) untuk mengetahui
lambat dari tanpa analgesik pengalaman nyeri
intensitas ringan dan sampaikan
hingga berat 5) Menggunakan penerimaan pasien
dengan akhir yang analgesik terhadap nyeri
dapat diantisipasi yang 5) Gali pengetahuan
atau diprediksi. direkomendasik dan kepercayaan
an pasien mengenai nyeri
Batasan 6) Pertimbangkan
karakteristik: 6) Melaporkan pengaruh budaya
a)Bukti nyeri perubahan terhadap respon nyeri
dengan terhadap 7) Tentukan akibat dari
menggunakan gejala nyeri pengalaman nyeri
standar daftar pada terhadap kualitas hidup
periksa nyeri profesional pasien (misalnya, tidur,
untuk pasien kesehatan nafsu makan,
yang tidak dapat pengertian, perasaan,
mengungkapann 7) Melaporkan performa kerja dan
ya gejalah yang tanggung jawab peran)
b)Ekspresi wajah tidak 8) Gali bersama pasien
nyeri (misal: terkontrol pada faktor-faktor yang
mata kurang profesional dapat menurunkan atau
bercahaya, kesehatan memperberat nyeri
tampak kacau, 9) Evaluasi pengalaman
gerakan mata 8) Menggunakan nyeri dimasa lalu yang
berpencar atau sumber daya meliputi riwayat nyeri
tetap pada satu yang tersedia kronik individu atau
fokus, meringis) untuk keluarga atau nyeri
c)Fokus menangani yang menyebabkan
menyempit nyeri disability/ ketidak
misal: mampuan/kecatatan,
Persepsi waktu, 9) Mengenali apa dengan tepat
proses berpikir, yang terkait 10) Evaluasi bersama
interaksi dengan gejala pasien dan tim
dengan orang nyeri kesehatan lainnya,
dan lingkungan) mengenai efektifitas,
d)Fokus pada diri 10) Melaporkan pengontrolan nyeri
sendiri nyeri yang yang pernah digunakan
e)Keluhan tentang terkontrol sebelumnya
intensitas 11) Bantu keluarga
menggunakan dalam mencari dan
standars kala menyediakan
nyeri dukungan
f) Keluhan 12) Gunakan metode
tentang penelitian yang sesuai
karakteristik dengan tahapan
nyeri dengan perkembangan yang
menggunakan memungkinkan untuk
standar memonitor perubahan
instrumen nyeri nyeri dan akan dapat
g)Laporan membantu
tentang perilaku mengidentifikasi faktor
nyeri/ perubahan pencetus aktual dan
aktivitas potensial (misalnya,
h)Perubahan catatan perkembangan,
posisi untuk catatan harian)
menghindari 13) Tentukan kebutuhan
nyeri frekuensi untuk
i) Putus asa melakukan pengkajian
j) Sikap ketidak nyamanan
melindungi area pasien dan
nyeri mengimplementasikan
rencana monitor
Faktor yang 14) Berikan informasi
berhubungan: mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri,
a) Agens cidera berapa nyeri yang
biologis dirasakan, dan
antisipasi dari ketidak
b) Agens cidera
nyamanan akibat
fisik
prosedur
Agens cidera
15) Kendalikan faktor
kimiawi
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan,
suara bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilih
strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur yang
menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananbersa
ma pasien, catat
perubahan dalam
cacatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan
modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien untuk
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika
tindakan tidak
berhasil atau keluhan
pasien saat ini
berubah signifikan
dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan
multi disiplin untuk
menajemen nyeri, jika
sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuesi obat analgesik
yang diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik sesuai lebih
dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-
tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute, pemberian,
atau perubahan
interval dibutuhkan,
buat rekomendasi
khusus bedasarkan
prinsip analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
dilakukan 1)Monitor adanya respon
berhubungan perawatan selama konpensasi terhadap syok
dengan 1x24 jam (misalnya, tekanan darah
diharapkan tidak normal, tekanan nadi
perdarahan terjadi syok melemah, perlambatan
Definisi: beresiko hipovolemik dengan pengisian kapiler, pucat/
kriteria: dingin pada kulit atau
terhadap 1)Tanda vital dalam kulit kemerahan, takipnea
ketidakcukupan batas normal. ringan, mual dan munta,
2)Tugor kulit baik. peningkatan rasa haus,
aliran darah 3)Tidak ada dan kelemahan)
kejaringan tubuh, sianosis. 2)Monitor adanya tanda-
4)Suhu kulit hangat. tanda respon sindroma
yang dapat 5)Tidak ada inflamasi sistemik
mengakibatkan diaporesis. (misalnya, peningkatan
6)Membran mukosa suhu, takikardi, takipnea,
disfungsi seluler kemerahan. hipokarbia, leukositosis,
leukopenia)
yang mengancam
3)Monitor terhadap adanya
jiwa. tanda awal reaksi alergi
(misalnya, rinitis, mengi,
Faktor resiko
stridor, dipnea, gatal-
1) Hipotensi. gatal disertai kemerahan,
gangguan saluran
2) Hipovolemi pencernaan, nyeri
3) Hipoksemia abdomen, cemas dan
gelisa)
4) Hipoksia 4)Monitor terhadap adanya
5) Infeksi tanda ketidak adekuatan
perfusi oksigen
6) Sepsis kejaringan (misalnya,
7) Sindrom peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan,
respon perubahan status mental,
inflamasi egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan
sestemik warna kulit tidak merata)
5)Monitor suhu dan status
respirasi
6)Periksa urin terhadap
adanya darah dan protein
sesuai kebutuhan
7)Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8)Lakukan skin-test untuk
mengetahui agen yang
menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9)Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai langkah-
langkah timbulnya gejala
syok
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat
berhubungan dengan dilakukan tindakan terapi per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang
sekunder akibat 1 x 24 jam, pasien riwayat
gangguan hematologis mioma uteri kontraindikasih
(perdarahan) menunjukkan pemasangan alat
pasien mampu pervaginam pada
Definisi: melakukan pasien (misalnya,
Mengalami peningkatan pencegahan infeksi infeksi pelvis,
resiko terserang organisme secara mandiri, laserasi, atau
patogenik ditandai dengan adanya massa
kriteria hasil: sekitar vagina)
Faktor yang 1) Kemerahan 2) Diskusikan
berhubungan: tidak ditemukan mengenai
a. Penyakit kronis pada tubuh aktivitas- aktivitas
1) Diabetes melitus b. 2) Vesikel yang seksual yang
Obesitas tidak mengeras sesuai sebelum
b. Pengetahuan yang permukaannya memilih alat yang
tidak cukup untuk 3) Cairan tidak dimasukan
menghindari berbauk busuk 3) Lakukan
pemanjanan patogen pemeriksaan
c. Pertahanan tubuh 4) pelvis
primer yang tidak Piuria/nanah 4) Intruksikan
tidak ada
adekuat pasien untuk
dalam urin
1) Gangguan melaporkan
5) Demam
peritalsis ketidaknyamanan,
berkurang
2) Kerusakan disuria, perubahan
integritas kulit warna,
(pemasangankatete 6) Nyeri konsistensi, dan
r intravena, berkurang frekuensi cairan
prosedur invasif) vagina
3) Perubahan sekresi 7) Nafsu makan 5) Berikan obat-
PH meningkat obat berdasarkan
4) Penurunan kerja resep dokter untuk
siliaris mengurangi iritasi
5) Pecah ketuban dini 6) Kaji kemampuan
6) Pecah ketuban pasien untuk
lama melakukan
7) Merokok perawatan secara
8) Stasis cairan tubuh mandiri
9) Trauma 7) Observasi ada
jaringan (misalnya, tidaknya cairan
trauma destruksi vagina yang tidak
jaringan) normal dan berbau
d. Ketidak adekuatan 8) Infeksi adanya
jaringan sekunder lubang, laserasi,
1) Penurunan ulserasi pada
hemoglobin vagina
2) Supresi respon Kontrol Infeksi
inflamasi 1) Bersihkan
e. Vaksinasi tidak lingkungan
adekuat dengan baik
f. pemajanan terhadap setelah digunakan
patogen lingkungan untuk setiap
meningkat pasien
g. prosedur invasif 2) Isolasi orang
h. malnutrisi yang terkena
penyakit menular
3) Batasi jumlah
pengunjung
4) Anjurkan pasien
untuk mencuci
tangan yang benar
5) Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan
pada saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung
tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan
pencegahan
universal
9) Pakai sarung
tangan steril
dengan tepat
10) Cukur dan
siapkan untuk
daerah persiapan
prosedur invasif
atau opersai sesuai
indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka
yang tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake
cairan yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda
dan gejalah infeksi
dan kapan harus
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan
kesehatan
17) Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi
4. Retensi urine NOC: setelah Manajemen
berhubungan dengan dilakukan tindakan eliminasi urin:
penekanan oleh massa keperawatan 1x 24 1)Monitor eliminasi
jaringan neoplasma jam diharapkan urin termasuk
pada organ sekitarnya, eliminasi urin frekuensi,
gangguan sensorik kembali normal konsistensi, bau,
motorik. dengan kriteria hasil: volume dan warna
1)Pola eliminasi urin sesuai
Definisi: pengosongan kembali normal kebutuhan.
kantung kemih tidak 2)Bau urin tidak ada 2)Monitor tanda dan
komplit 3)Jumlah urin dalam gejala retensio urin.
Batasan karakteristik: batas normal 3)Ajarkan pasien
1)Tidak ada keluaran urin 4)Warna urin normal tanda dan gejala
2)Distensi kandung kemih 5)Intake cairan infeksi saluran
3)Menetes dalam batas kemih.
4)Disuria normal 4)Anjurkan pasien
5)Sering berkemih 6)Nyeri saat kencing atau keluarga untuk
6)Inkontinensia aliran tidak ditemukan melaporkan urin
berlebih uotput sesuai
7)Residu urin kebutuhan.
8)Sensasi kandung 5)Anjurkan pasien
kemih penuh untuk banyak
9)Berkemih sedikit minum saat makan
dan waktu pagi hari.
Faktor yang 6)Bantu pasien dalam
berhubungan mengembangkan
rutinitas toileting
1) Sumbatan sesuai kebutuhan.
2) Tekanan ureter tinggi 7)Anjurkan pasien
3) Inhibishi arkus reflex untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur
dan alasan
dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter
sesuai kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6)Anjurkan pasien
untuk banyak
minum saat makan
dan waktu pagi hari.
7)Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting
sesuai kebutuhan.
8)Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur
dan alasan
dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter
sesuai kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada
jaringan uretra
dengan inflasi balon
6)Isi balon kateter
untuk menetapkan
kateter, berdasarkan
usia dan ukuran
tubuh sesuai
rekomendasi
pabrik (misalnya,
dewasa 10 cc, anak
5 cc)
7)Amankan kateter
pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8)Monitor intake dan
output.
9)Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter,
jenis, dan
pengisian bola
kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah Manajemen saluran
dilakukan cerna
dengan penekanan pada
perawatan selama 1 1) Monitor bising
rectum (prolaps rectum) x 24 usus
2) Lapor
Definisi: penurunan pada
jam pasien peningkatan
frekuensi normal defekasi frekuensi dan
diharapkan
bising usus
yang disertai oleh
konstipasi tidak bernada tinggi
kesulitan atau 3) Lapor
ada dengan kriteria
berkurangnya
pengeluaran tidak lengkap
hasil: bising usus
feses atau pengeluaran 4) Monitor adanya
1) Tidak ada irita
tanda dan
feses yang kering, keras, bilitas
gejalah diare,
dan banyak. konstipasi dan
2) Mual tidak ada impaksi
Batasan karakteristik
5) Catat masalah
1)Nyeri abdomen 3) Tekanan darah BAB yang sudah
dalam batas normal ada sebelumnya,
2)Nyeri tekan abdomen
4) Berkeringat BAB rutin, dan
dengan teraba resistensi penggunaan
laksatif
otot
6) Masukan
3)Nyeri tekan abdomen Keparahan supositorial
Gejalah rektal, sesuai
tanpa teraba resistensi
dengan kebutuhan
otot 1) Intensitas 7) Intruksikan pasien
gejalah mengenai
4)Anoraksia
makanan tinggi
5)Penampilan tidak khas 2) Frekuensi serat, dengan cara
gejalah yang tepat
pada lansia
8) Evaluasi profil
6)Darah merah pada feses 3) Terkait ketidak medikasi terkait
nyamanan dengan efek
7)Perubahan pola defekasi
samping
8)Penurunan frekuensi 4) Gangguan gastrointestinal
mobilitas fisik
9)Penurunan volume feses
Manajemen
10) Distensia abdomen 5) Tidur yang konstipasi/inpaksi
11) Rasa rektal penuh kurang cukup
1) Monitor tanda
12) Rasa tekanan rektal
6) Kehilangan dan gejala
13) Keletihan umum nafsu makan konstipasi
2) Monitor tanda
14) Feses keras dan
dan gejala
berbentuk impaksi
3) Monitor bising
15) Sakit kepala
usus
16) Bising usus 4) Jelaskan
penyebab dari
hiperaktif
masalah dan
17) Bising usus rasionalisasi
tindakan pada
hipoaktif
pasien
18) Peningkatan 5) Dukung
peningkatan
tekanan abdomen
asupan cairan,
19) Tidak dapat jika tidak ada
kontraindikasi
makan, mual
6) Evaluasi
20) Rembesan feses pengobatan
yang memiliki
cair
efek samping
21) Nyeri pada saat pada
gastrointestinal
defekasi
7) Intruksikan pada
22) Massa abdomen pasien dan atau
keluarga untuk
yang dapat diraba
mencatat warna,
volume,
frekuensi dan
Faktor yang
konsistensi dari
berhubungan feses
8) Intruksikan
1) Funfsional
pasien atau
a) Kelemahan otot
keluarga
abdomen
mengenai
b) Ketidak
hubungan antara
adekuatan toileting
diet latihan dan
c) Kurang aktifitas
asupan cairan
fisik
terhadap
d) Kebiasaan defekasi
kejadian
tidak teratur
konstipasi atau
2) Psikologis
impaksi
a) Defresi, stres,
9) Evaluasi catatan
emosi
b) Konfusi mental asupan untuk apa
3) Farmakologi saja nutrisi yang
4) Mekanis telah dikonsumsi
5) fiologis 10) Berikan
petunjuk kepada
pasien untuk
dapat
berkonsultasi
dengan dokter
jika konstipasi
atau impaksi
masih tetap
terjadi
11) Informasukan
kepada pasien
mengenai
prosedur untuk
mengeluarkan
feses secara
manual jika di
perlukan
12) ajarkan pasien
atau keluarga
mengenai proses
pencernaan
normal
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. (2007). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume


102. No. 2. Romanian

Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:


EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri

Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta:


Andi

Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221
.

Anda mungkin juga menyukai