PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan global yang
mengancam dunia termasuk Indonesia. Masalah yang berkembang
sehubungan dengan penyakit HIV/AIDS adalalah angka kejadian dan
kematian yang masih tinggi. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari
HIV/AIDS. Meskipun telah dicapai berbagai kemajuan dibidang
kedokteran dan farmasi, serta telah dilakukan berbagai upaya pencegahan
primer maupun sekunder, tetapi angka kesakitan dan kematia tetap tinggi
(Nasronudin, 2014).
Upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk menurunkan angka
penderita HIV/AIDS yaitu melalui terapi antiretrovival. Terpai tersebut
merupakan terapi yang dijalankan pasie dengan mengkonsumsi obat
seumur hidup mereka. Untuk menekan penggandaan (replikasi) virus
didalam darah, tingkat obat antiretrovival harus elalu diatas tingkat
tertentu. Pemberian terapi ARV tidak serta merta diberikan begitu saja
pada penderita yang dicurigai tetapi perlu mempertimbangkan berbagai
faktor dari segi pengentahuan, kemampuan, kesanggupan pengobatan
jangka panjang, resistensi obat, efek samping, jangkauan memperoleh
obat, serta saat yang tepat untuk memulai terapi. Dengan semakin dekat
dan mudahnya antiretrovival (ARV) dijangkau masyarakat, maka langkah
mantap dari pemerintah tersebut merupakan payung peneduh bagi ODHA
dan keluarga (Nasronudin, 2007).
Kepatuhan adalah perilaku atau kualitas untuk tetap pada jalur, perilaku
untuk tetap berkelanjutan, dan untuk tetap pada pilihan. Terdapat dua hal
dasar tentang kepatuhan yang harus dipertimbangkan oleh konselor ARV.
Pertama pencapaian kepatuhan adalah hasil dari proses interaksi antara
konselor dan pasien. Saat pasien tidak memenuhi aturan dalam terapi
ARV, berarti terdapat permasalahan yang komplek (Sangworn & Sombat,
2006).
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penatalaksanaan pasien ARV ?
2. Bagaimana peran perawat dalam meningkatkan adherence ?
C. Tujuan
1. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap ARV .
2
BAB II
Askep Penatalaksanaan Pasien ARV dan Peran Perawat
dalam Meningkatan Adherence
3
Nama Generik Nama Dagang Nama Lain
Zidovudine Retrovir AZT,ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC,
dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT
dan 3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovu dine/lamivudine/abacavir Trizivir Kombinasi AZT,
3TC dan abacavir
Tenofavir Viread Bis-poc PMPA
4
Ammassari, 2001 dalam kapser et al, 2006). Obat-obat ARV
mempunyai efek samping tertentu seperti
a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, alamat, no regestrasi dan diagnosa medis.
2) Status Kesehatan
a) Alasan MRS
b) Keluhan Utama :
c) Pasien mengeluhkan badan terasa lemas, sakit kepala, susah
tidur, diare dll.
d) Riwayat Kesehatan Sekarang
e) Riwayat Kesehatan Dahulu
f) Riwayat Penyakit Keluarga
3) Pemeriksaan fisik
5
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Aukultasi
4) Aktivitas / istirahat
Mengatakan susah tidur (pola tidur terganggu).
5) Gejala: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelahan / malaise, Perubahan pola tidur
6) Psikososial
Takut menghadapi kematian karena penyakitnya.
6
Suhu tubuh meningkat terhadap orang,
Peningkatan frekuensi tempat dan waktu
nadi, penurunan TD, Pantau status
penurunan volume dan hidrasi
tekanan nadi
Timbang berat
Konsentrasi urin
meningkat badan setiap hari
Penurunan berat badan dan pantau
yang tiba-tiba kecenderungannya
Kelemahan Pertaruhkan
keakuratan catatan
asupan dan
haluaran
7
badan, otot, dan memenuhi
lemak dengan tinggi kebutuhan nutrisi
badan, rangka tubuh, Pantau
jenis kelamin dan kandungan nutrisi
usia. dan kalori pada
catatan asupan
Timbang
pasien pada
interval yang tepat
8
Tanggung jawab Instruksikan
memberi asuhan untuk memonitor
Perubahan pejanan tidur pasien
terhadap cahaya gelap Monitor waktu
Gangguan(mis.,unt makan dan
uk tujuan terapeutik, minum dengan
pemantauan, waktu tidur
pemeriksaan Monitor/catat
laboratorium) kebutuhan tidur
Kurang kontrol pasien setiap hari
tidur dan jam
Kurang privasi,
Pencahayaan
9
dalam pada
pasien untuk
mengurangi
cemas dan
membuat lebih
relaksasi
10
minum obat atau tidak. Kepatuhan ini amat penting dalam penatalaksaan
ART, karena:
a. Bila obat tidak mencapai konsentrasi optimal dalam darah maka akan
memungkinkan berkembangnya resistensi.
b. Minum dosis obat tepat waktu dan meminumnya secara benar.
c. Derajat kepatuhan sangat berkolerasi dengan keberhasilan dalam
mempertahankan supresi virus.
Terdapat kolerasi positif antara kepatuhan dengan keberhasilan,
dan HAART sangat efektif bila diminum sesuai aturan. Hal ini berkaitan
dengan.
a. Resistensi obat. Semua obat antiretroviral diberikan dalam bentuk
kombinasi, di samping meningkatkan efektivitas juga penting dalam
mencegah resistensi. Kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat juga
sangat membantu mencegah terjadinya resitensi. Virus yang resisten
terhadap obat akan berkembang cepat dan berakibat bertambah
buruknya perjalanan penyakit.
b. Menekan virus secara terus menerus. Obat-obatan ARV harus diminum
seumur hidup secara teratur, berkelanjutan, dan tepat waktu. Cara
terbaik untuk menekan virus secara terus menerus adalah dengan
meminum obat secara tepat waktu dan mengikuti petunjuk minum obat
dengan benar serta di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
bergizi.
c. Kiat penting untuk mengingat minum obat.
1) Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari.
2) Harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita berada,
misalnya dikantor, di rumah, dan lain-lain.
3) Bawa obat kemanapun pergi.
4) Gunakan alarm untuk mengingatkan waktu minum obat.
11
kepatuhan:
Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit,
sistem pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan
birokratik adalah penghambat yang berperan sangat signifikan
terhadap kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan pasien
tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah.
Termasuk diantaranya ruangan yang nyaman, jaminan
kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan
membantu pasien.
a. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur,
jenis kelamin, ras / etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek
huruf, asuransi kesehatan, dan asal kelompok dalam
masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan
faktor psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan napza,
lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku
terhadap HIV danterapinya).
b. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam
paduan, bentuk paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil
yang harus diminum, kompleksnya paduan (frekuensi minum
dan pengaruh dengan makanan), karakteristik obat dan efek
samping dan mudah tidaknya akses untuk mendapatkanARV.
c. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan
lamanya sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik
penyerta, dan gejala yang berhubungan dengan HIV. Adanya
infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan
penambahan jumlah obat yang harus diminum.
d. Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan
pasien- tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi kepatuhan
meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga
kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap
kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi yang melibatkan
pasien dalam proses penentuan keputusan, nada afeksi dari
12
hubungan tersebut (hangat, terbuka, kooperatif, dll) dan
kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan
kebutuhan pasien.
Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi
ARV beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling
dan dukungan kepatuhan harus dilakukan oleh petugas (konselor
dan/atau pendukung sebaya/ODHA). Tiga langkah yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antaralain:
Langkah 1: Memberikan informasi
Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana
terapi, kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi
ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang mengutamakan aspek
positif dari pengobatan sehingga dapat membangkitkan komitmen
kepatuhan berobat
Langkah 2: Konseling perorangan
Petugas kesehatan perlu membantu klien untuk mengeksplorasi
kesiapan pengobatannya.Sebagian klien sudah jenuh dengan beban
keluarga atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat
menjaminkepatuhan berobat.
Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada orang
lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV,
sehinggasering menjadi hambatan dalam menjaga kepatuhan.Ketidak
siapan pasien bukan merupakan dasar untuk tidak memberikan ARV,
untuk itu klien perlu didukung agar mampu menghadapi kenyataan dan
menentukan siapa yang perlu mengetahui statusnya.
Langkah 3: Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat
rencana terapi.
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan
dengan diskusi untuk mencari penyelesaian masalah tersebut secara
bersama dan membuat perencanaan praktis. Hal-hal praktis yang perlu
didiskusikan antara lain:
1) Di mana obat ARV akandisimpan?
13
2) Pada jam berapa akandiminum?
3) Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk minumobat?
4) Apa yang akan diperbuat bila terjadi penyimpangan kebiasaan
sehari-hari?
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien
berkunjung dan mengambil obat secara teratur sesuai dengan kondisi
pasien.
Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan
petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi
kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas
yang mendukung dan peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien,
akan mendorong klien untuk bersikap jujur tentang kepatuhan makan
obatnya.
2. Kesiapan Pasien Sebelum Memulai Terapi ARV
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan
pasien untuk memulai terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat
pasien takut minum obat dengan semua kemunginan efek
samping dan kegagalan pengobatan.
b. Membantu pasien agar mampu memenuhi janji berkunjung ke
klinik
c. Mampu minum obat profilaksis IO secara teratur dan tidak
terlewatkan
d. Mampu menyelesaikan terapi TB dengan sempurna.
e. Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani seumur
hidupnya.
f. Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting,
yaitu kalau dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan
setiap 12 jam.
g. Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan
menyesuaikan kondisi pasien baik kultur, ekonomi, kebiasaan
hidup (contohnya jika perlu disertai dengan banyak minum
14
wajib menanyakan sumber air, dll).
h. Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat
tanpa membuat pasien takut terhadap pasien, ingatkan bahwa
semua obatmempunyai efek samping untuk menetralkan
ketakutan terhadap ARV.
i. Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus
tetap menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas
seksual atau menggunakan alat suntik steril bagi parapenasun.
j. Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi
dengan obat ARV yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan
untuk komunikasi dengan dokter untuk diskusi dengan dokter
tentang obat- obat yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.
k. Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien
agar dapat memenuhi janji/jadwal berkunjung.
l. Membantu pasien dalam menemukan solusi penyebab ketidak
patuhan tanpa menyalahkan pasien atau memarahi pasien jika
lupa minum obat.
m. Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas
dan aspek lain diluar pasien sebagai bagian dari prosedur tetap
untuk evaluasi ketidak patuhan pasien.
3. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat
postif dari ARV.
c. Mendorong keterlibatan kelompok dukungan sebaya dan
membantu menemukan seseorang sebagai pendukung berobat
d. Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai
dengan gaya hidup sehari-hari pasien dan temukan cara yang
dapat digunakan sebagai pengingat minum obat
e. Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi
jumlah pil yang harus diminum dan frekuensinya (dosis sekali
sehari atau dua kali sehari), dan meminimalkan efek sampingobat.
15
f. Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah
tergantung dari faktor penyebabnya.
Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan
menghitung sisa obat yang ada dan laporan dari keluarga atau
pendamping yang membantu pengobatan. Konseling kepatuhan
dilakukan pada setiap kunjungan dan dilakukan secara terus menerus
dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa membuat pasien merasa
bosan.
4. Monitoring
Selain adanya kesadaran pasien untuk mematuhi peraturan ART,
doperlukan juga adanya monitoring yang dilakukan oleh pihak yang
berwenag (perawat, konselor dan dokter) atau pihak yang berhubungan
dnegan ODHA lainnya. Upaya monitoring terdiri atas :
a. Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada
setiap kunjungan.
2) Monitoring efek samping ART, yang terdiri atas pertanyaan
langsung, pemeriksaan klinis dan tes laboratorium.
3) Monitoring keberhasilan ART. Monitoring ini berupa indikastor
klinis, misalnya berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan
viral load.
b. Monitoring klinis. Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan
riwayat penyakit yang jelas dan dilakukan pemeriksaan klinis yang
teratur. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali
dilakukannya pemeriksaan klinis.
1) Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika
terjadi efek samping.
2) Kunjungan bulanan sesudahnya, atau lebih bila doperlukan.
3) Tiap kunjungan tanyakan tentang gejal, kepatuhan, maslah yang
berhubungan dnegan HIV dan non HIV, dan kualitas hidup.
4) Pemeriksaan, berat badan, dan suhu.
c. Pemeriksaan laboratorium dasar
16
1) Hitung darah dan hitung jenis (Hb, leukosit, dan TLC-total
limfosit count tiap 3 bulan dan pada awlah pemakaian ARV).
2) SGOT dan SGPT.
3) Hitung CD4, dilakukan pada awal terapi dan tiap 6 bulan.
d. Monitoring efektivitas
ARV dinilai efektif bila :
1) Menurunnya/menghilangnya gejala.
2) Meningkatkan berat badan.
3) Menurunnya lesi kaposi.
4) Meningkatkan TLC.
5) Meningkatnya hitungan CD4.
6) Supresi VL yang bertahan lama.
17
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Antiretroviral (ARV) adalah obat yangdiberikan untuk pasien
HIV/AIDS dengan tujuan menghentikana aktivitas virus, memulihkan
sitem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik,
memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup
dan memperpanjang usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Peran
perawat dalam menigkatkan kepatuhan minum obat pasien sangat
penting yaitu dengan cara memberikan informasi seputar pengobatan
ARV, konseling perorangan untuk mengeksplorasi kesiapan pengobatan
pasien dan membuat rencana terapi pasien.
B. Saran
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan
keperawatan kepada pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai
dengan SOP agar keamanan pasien dan keamanan perawat terjaga.
Selain masalah fisiologis pada pasien, perawat juga harus mampu
melakukan asuhan keperawatan terhadap masalah psikologis dan social
dari pasien. Oleh sebab itu, perlu di bangun hubungan saling percaya
antara klien dan petugas kesehatan. Kunjungan ulang menjadi kunci
kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien.
18
Daftar pustaka
19