Anda di halaman 1dari 7

CHINA MENUJU NEGARA SUPERPOWER: REALISTIS ATAU UTOPIS?

TUGAS

Oleh :
Muhammad Yusuf Azhari
NIM 180910101013

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2021
1. PENDAHULUAN
China selama beberapa dekaade terakhir telah menjelma menjadi salah satu
raksasa dunia. Negara yang dulunya dikenal sebagai negara pembuat barang-barang
tiruan, murah, dan berkualitas rendah kini telah menunjukkan taringnya yang sebenarnya.
Industrialisasi besar-besaran selama puluhan tahun dan pemasifan riset menjadi penopang
utama pertumbuhan ekonomi China. Hal tersebut juga didukung dengan banyaknya
sumber data manusia yang dimiliki. Menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak
di dunia tidak disia-siakan begitu saja. Sistem pemerintahan otoriter juga memberikan
pengaruh terhadap stabilitas politik yang mengakibatkan perekonomian dapat tumbuh
dengan aman dan nyaman. Dengan pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa ini,
berimbas juga dengan kebijakan luar negerinya dimana investasi keluar dan kerjasama
antar negara intens dilakukan, sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar
seperti “apakah China akan menjadi kekuatan superpower baru menggusur Amerika
Serikat?
Kebangkitan China ini juga telah lama diprediksi oleh tokoh-tokoh dunia.
Napoleon Bonaparte, yang merupakan Kaisar terbesar Perancis juga telah memprediksi
hal ini. “China adalah raksasa yang tertidur, biarkan ia tertidur karena ketika ia terbangun
maka ia akan menggentarkan dunia” kata-kata yang diperkirakan muncul pada tahun
1816 tersebut mungkin akan dianggap sebagai omong kososng semata, mengingat pada
saat itu China bukanlah salah satu negara dengan kekuatan yang besar. Omongan tersebut
tampaknya mulai terbukti pada saat ini. Makin hari, kekuatan dan pengaruh China
semakin menjadi-jadi.
China melakukan banyak strategi untuk memperkuat dan menyebarkan
pengaruhnya. Salah satu strategi yang paling fenomenal hingga saat ini adalah proyek
Belt and Road Initiative (BRI). Proyek ini adalah rencana China untuk menghidupkan
kembali Jalur Sutera yang menjadi jalur perdagangan besar apada masa China kuno.
Diharapkan proyek ini dapat mepermudah perdagngan antar negara. Namun, disisi lain
banyak pengamat Hubungan Internasional yang menganggap ini adalah salah satu cara
China untuk memperluas pengaruhnya, yang pada akhirnya juga akan banyak
menguntungkan China. Namun kembali, dengan kekuatan dan strategi yang telah
dipersiapkan apakah China dapat menjadi negara penguasa dunia mengalahkan Amerika
Serikat?

2. PEMBAHASAN
a. Belt and Road Initiative (BRI)
BRI memiliki beberapa pemahaman. Jonathan Hillman (2018)
menjelaskan bahwa BRI adalah visi geo-ekonomi yang paling ambisius dalam
sejarah terkini, yang mencakup sekitar 70 negara dan mengklaim dapat mencakup
lebih dari dua pertiga populasi dunia. Lowy Institute (2017), di sisi lain,
mendefiniskan BRI sebagai kebijakan luar negeri dan ekonomi paling ambisius
dari Presiden Xi Jinping untuk meningkatkan kerja sama dan konektivitas
regional pada skala lintas benua. Sementara itu, beberapa akademisi dan media
(Habova, 2015; Shen & Chan, 2018; Guardian, 2018; Forbes, 2018) juga
mendiskusikan BRI sebagai ‘Chinese Marshall Plan’, yang serupa dengan
program ekonomi Marshall Plan AS pasca Perang Dunia II. Namun, pemerintah
China menolak analogi tersebut karena BRI, berdasarkan ukuran dan ambisinya,
berbeda dengan Marshall Plan AS. Contohnya, The China Development Bank
telah menginvestasikan sekitar $900 miliar untuk BRI (The Diplomat, 2016),
sedangkan Office of The Historian mencatat bahwa biaya Marshall Plan AS di
tahun 1948 adalah hanya sekitar $12 miliar dan sekitar $130 miliar dalam nilai
tahun 2015 (Djankof & Miner, 2016). Sebagai tambahan, pemerintah China juga
menolak penyebutan BRI sebagai sebuah ‘rencana’ atau ‘strategi’, karena bagi
mereka BRI adalah murni sebuah ‘inisiatif’ (Sharma & Kundu, 2016).
Belt merujuk pada rute darat untuk transportasi jalan dan kereta api, ,
sedangkan Road mengacu pada rute laut (The Guardian, 2019). Sejak itu, BRI
menjadi prioritas bagi China. Proyek menjadi bagian dari konstitusi Partai
Komunis China pada Kongres Nasional ke-19 di Beijing pada Oktober 2017, yang
menegaskan bahwa BRI akan tetap menjadi fokus bagi kebijakan luar negeri
China dan penjangkauan ekonomi internasionalnya, bahkan sampai di akhir masa
jabatan Presiden Xi pada 2022 (Mingjiang, 2015; Laurenceson, Nieuwenhuizen,
& Collinson, 2017).
Dalam masa modern China sekarang, program BRI bukan bertujuan untuk
menghidupkan kembali Jalur Sutra saja, tetapi juga memperluas rutenya dengan
membuka jaringan kereta api baru, pelabuhan, jaringan pipa, jaringan listrik, dan
jalan raya di berbagai negara. BRI adalah program krusial China, ia akan
menciptakan dua rute besar dalam sejarah dunia, yaitu rute darat dan laut. BRI
bertujuan memperkuat hubungan kerja sama infrastruktur, perdagangan, dan
investasi antara China dan sekitar 65 negara lain yang secara kolektif
menyumbang lebih dari 30% PDB global, 62% populasi, dan 75% cadangan
energi yang diketahui (The World Bank, 2018).
Namun, program ini juga memunculkan kekhawatiran dari beberapa
negara partnernya. Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah kemampuan
sebuah negara untuk menjalankan BRI dan kemungkinan untuk terjebak dalam
‘utang’. Sebagai contoh, dalam kunjungannya ke China di tahun 2018, Perdana
Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengumumkan penghentian tiga proyek
BRI: the East Coast Rail Link (ECRL), the Multi-Product Pipeline (MPP), dan
Trans-Sabah Gas Pipeline (TSGP) (The Diplomat, 2018). Mahathir menyalahkan
pemerintahan Malaysia sebelumnya yang melakukan korupsi, yang merugikan
dan membahayakan kesehatan fiskal negara. Dia menyatakan keberlanjutan BRI
hanya akan meningkatkan utang Malaysia. Mahathir juga menyebut BRI sebagai
‘kolonialisme gaya baru’: “We do not want a situation where there is a new
version of colonialism happening because poor countries are unable to compete
with rich countries” (ABC News, 2018).
Terlihat, program ini memang sangat menjanjikan dan saling
menguntungkan. Namun, ketika kita melihat lebih luas lagi terdapat kekhawatiran
yang menghantui kepala negara partner China mengindikasikan ini bukanlah
sebuah program kerjasama belaka. Program ini juga merupakan salah satu strategi
yang diterapkan China untuk memperluas pengaruhnya dan sebagai salah satu
jalannya untuk menjadi penguasa dunia.

b. Apakah China Dapat Menjadi Penguasa Dunia?


Dengan program Belt and Road Iniative yang saat ini sedang digarap oleh
China, memang terlihat sangat menjanjikan untuk masa depannya. Ketika dilihat
lebih jauh lagi program ini dan berbagai upaya lain yang sedang diupayakan,
terlihat masih sangat jauh untuk menuntun China menjadi negara nomor satu di
dunia.
Menjalankan dan menuju kekuatan super global adalah hal yang mahal.
Amerika Serikat telah menghabiskan lebih banyak anggaran untuk pertahanan
daripada gabungan 10 negara lainnya. Namun, militer AS masih kekurangan dana
dan peralatan untuk menjalankan peran adidaya. Kemudian, jika Amerika Serikat
tidak mampu menjadi negara adikuasa global, dengan ekonomi AS kira-kira 50
persen lebih besar dari China dan produk domestik bruto (PDB) per kapita AS
lebih dari enam kali lipat lebih besar dari China, maka China terlihat harus
bekerja ekstra untuk menyalip AS.
Sebelum pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi China telah
melambat dari dua digit pada awal 2000-an menjadi 6,1 persen pada 2019, jika
memang angka resmi itu bisa dipercaya. Pemodelan independen yang diterbitkan
oleh Brookings Institution menunjukkan China secara historis melebih-lebihkan
pertumbuhan PDB rata-rata 1,7 persen per tahun.
Penghasilan pajak China yang dilaporkan secara resmi mengonfirmasi
gambaran ini, yakni pertumbuhan hanya 3,8 persen pada 2019, dibandingkan
dengan 6,2 persen pada 2018 dan 7,4 persen pada 2017. Namun, ketika sarana
keuangan China menjadi lebih terbatas, belanjanya tetap tumbuh 8,1 persen pada
2019. Hasilnya adalah kesenjangan yang melebar dalam anggaran pemerintah
China, dengan defisit anggaran yang dilaporkan secara resmi mencapai 4,9 persen
dari PDB pada 2019.
Komitmen pendanaan BRI China telah turun sejak 2017. Desember 2019
China menekan Pakistan yang enggan untuk melanjutkan pekerjaan di Koridor
Ekonomi China-Pakistan yang macet. China juga berencana membangun
pelabuhan baru di Myanmar, tetapi enggan membayarnya. China menandatangani
Perjanjian Transit dan Transportasi dengan Nepal pada 2015, tetapi belum
membangun jalan atau jalur kereta api satu mil pun di negara itu. Juga di Afrika
dan Eropa Timur, China terus mengumumkan proyek-proyek besar tetapi tidak
mau memberikan cukup uang untuk menjalankan proyek.
Jika ditilik dari penjelasan diatas, maka upaya China untuk menjadi negara
adidaya masih jauh api dari panggang. Strategi matang ayang telah direncanakan
tidak dapat dijalankan dengan maksimal karena ketidakmampuan dari China
sendiri. Alhasil upaya China untuk menggantikan Amerika Serikat masih sebagai
angan-angan semata.
c. Kesimpulan
China sebagai negara dengan pertumbuhan yang sangat pesat telah
mengguncang kedudukan negara-negara di dunia. Banyak pihak menyatakan
bahwa China akan menjadi kekuatan ekonomi baru pengganti Amerika Serikat.
Anggapan itu didukung pula dengan rencana dan strategi China untuk
memperkuat ekonominya dan memperluas pengaruhnya. Namun, kemampuan
China untuk menjadi negara yang akan menggeser dominasi Amerika Serikat
masih tampak seperi angan-angan belaka.
Proram BRI yang diluncurkan Pemerintah China terlihat sangat
menjanjikan bagi keuntungan China sendiri, proram ini juga menjadi salah satu
strategi China menjadi negara adidaya menggantikan Amerika Serikat. Namun,
hingga berjalannya program saat ini, Pemerintah China nampak seperti ridak
mampu untuk menjalankan rencananya sendirir. Nampak jelas ternyata kekuatan
ekonomi China tidak tidak mampu mengimplementasikan programnya dengan
maksimal. Hingga, keinginan China untuk menjadi negara adidaya menggantikan
Amerika Serikat hanyalah mimpi semata.
d. Daftar Pustaka
Cai, P. (2017, 27 Maret). Understanding China’s Belt and Road Initiative. Diakses
---------21 Januari 2019 dari https://
---------=====www.lowyinstitute.org/publications/understanding-belt-androad-
initiative

Habova, A. (2015). Silk Road economic belt: China’s Marshall plan, pivot to
111111Eurasia or China’s way of foreign policy. KSI Transactions on Knowledge
111111Society, VIII(1),pp. 64-70.

Chance, A. (2016, 26 Januari). The ‘Belt and Road Initiative’ Is Not ‘China’s
111111Marshall Plan’. Why Not? The Diplomat
111111https://thediplomat.com/2016/01/the-beltand- road-initiative-is-not-chinas-
111111marshall-plan-why-not/

Djankof, S., & Miner, S. (2016). China’s Belt and Road Initiative: Motives,
1111111Scope, and Challenges. Peterson Institute for International Economics.

Sharma, B. K., & Kundu, N. D. (2016). China’s One Belt One Road: Initiative,
111111Challenges and Prospects. Delhi: Vij Books India Pvt Ltd.

(Mingjiang, 2015; Laurenceson, Nieuwenhuizen, & Collinson, 2017).


1111111S. Rajaratnam School of International Studies. (2015). China’s “One
Belt, 111111One Road” Initiative: New Round of Opening Up? (Issue Brief 15
April 1111112015). Singapore: L. Mingjiang.

Laurenceson, J., Nieuwenhuizen, S. V., & Collinson, E. (2017). 11 Decision


Time: 111111Australia’s Engagement with China’s Belt and Road Initiative.

ABC News. (2018, 21 Agustus). Malaysia’s Mahathir Mohammad Warns against


111111‘New Colonialism’ during China Visit. ABC News.
111111https://www.abc.net.au/news/2018- 08-21/mahathir-says-china-will-
111111sympathise-with-malaysiaproblems/ 10145750

Babones, S. (2020, July 06). China's Superpower Dreams Are Running Out Of
-------------Money. Retrieved from Foreignpolicy.com.

Anda mungkin juga menyukai