Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

PAINFUL HEMIPLEGIC SHOULDER POST SROKE + DIABETES


MELITUS TIPE II

Oleh :

Dita Ayu Pertiwi, S.Ked

FAB 118 065

Pembimbing :
dr. Widia Hitayani

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency
Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr.Doris Sylvanus Palangkaraya
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Painful hemiplegic shoulder merupakan nyeri bahu yang diakibatkan oleh adanya
hemiplegia atau kelumpuhan yang terjadi karena gangguan peredaran darah otak seperti
stroke baik hemoragik ataupun non hemoragik. Biasanya ini terjadi 2 sampai 3 bulan post
stroke, tetapi dapat juga terjadi di awal 2 minggu post stroke. Pada penelitian yang
dilakukan Gamble tahun 2000, dilaporkan 34% nyeri bahu post stroke dimana 28% terjadi
dalam dua minggu pertama dan 87% terjadi setelah 2 bulan. Penelitian Lindgren tahun
2007 menyatakan bahwa gangguan nyeri bahu ini terjadi pada 24% dari 305 pasien yang
mengalami stroke untuk pertama kali.1
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah ke otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah
fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa
hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai
daerah otak yang terganggu. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88%
dari seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau
penurunan aliran darah otak.2
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan
berat badan, rasa kesemutan di ekstremitas.3
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes
Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan
ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus di dunia adalah
sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun
2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%.3

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 PRIMARY SURVEY


Tn. L, 60 tahun
Vital Sign :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,7 0C
Pernapasan : 24 x/menit, torako-abdominal
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 24x/menit, pernapasan torako-abdominal, pergerakan
thoraks simetris kanan & kiri
Circulation : tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 x/menit reguler,kuat angkat.
Disability : GCS (Eye 4,Verbal 5, Motorik 6)
Evaluasi masalah : pasien datang dengan keluhan nyeri bahu sebelah kiri. Penanganan
pertama kasus ini adalah menempatkan pasien ke ruang non bedah dan diberi label hijau.
Tatalaksana awal : pasien ditempatkan di ruang non bedah dan pemberian obat
antinyeri.

2.2 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. L
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jabiren
Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2019

2.3 ANAMNESIS
Autoanamnesis

3
1. Keluhan Utama : Nyeri bahu sebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien datang dengan keluhan nyeri bahu sebelah kiri yang hilang timbul
sejak ± 9 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri hanya dirasakan di bahu sebelah kiri, tidak
menjalar sampai ke lengan atau ke punggung. Riwayat trauma (-).
 Pasien tidak ada nyeri dada, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala
(-), bicara pelo (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien mempunyai riwayat stroke 1 tahun yang lalu. Riwayat stroke
perdarahan atau tidak perdarahan tidak diketahui, disertai dengan
kelemahan pada lengan dan tungkai kiri.
 Pasien mempunyai riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu, riwayat
pengobatan untuk DM tidak jelas. Sekitar 3 tahun yang lalu, tungkai kiri
pasien diamputasi setinggi lutut.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Pasien tidak mengetahui apakah ada anggota keluarga yang pernah
mengalami seperti ini sebelumnya.

2.4 PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
- Vital sign:
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 82x/menit, reguler, kuat angkat
- Suhu : 36,7 0C
- Pernapasan : 24 x/menit, torako-abdominal

4
Kepala dan Leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Refleks pupil (+/+), pupil isokor 3mm/3mm
- Mengerutkan dahi (+/+), menutup mata (+/+), mengembangkan pipi (+/+),
tersenyum simetris.
- Peningkatan JVP (-)
Thoraks
- Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-).
Perkusi : timpani. Asites (-)
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)
- Sensorik : baik

5
- Kekuatan motorik :
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 2 5 2
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Atrofi
Sensibilitas + + + +
Nyeri - - - -

Status Lokalis:
Shoulder joint sinistra :
- Deformitas (-)
- Krepitasi (-)
- Nyeri tekan (+)
- Pergerakan :
o adduksi/abduksi (-/-),
o rotation of movement (-)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
 Leukosit : 8.110 /uL
 Hb : 15,2 g/dL
 Ht : 44 %
 Trombosit : 241.000/uL
 GDS :147mg/dL
 Creatinin : 1,82 mg/dl

2.6 Diagnosis
Painful Hemiplegic Shoulder Post Stroke + Diabetes Melitus tipe II

6
2.7 Penatalaksaan IGD
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm.
- Inj. Ketorolac 3x30 mg/IV
- Inj. Mecobalamin 2x1 A/IV
- Inj. Sohobion 2x1 A/IV
- Inj. Ranitidine 2x1 Ampul
- Pakai armsling
- Konsul ke saraf, penyakit dalam dan ortopedi.

2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

7
BAB 3
PEMBAHASAN

Painful hemiplegic shoulder merupakan nyeri bahu yang diakibatkan oleh adanya
hemiplegia atau kelumpuhan yang terjadi karena gangguan peredaran darah otak seperti
stroke baik hemoragik ataupun non hemoragik. Biasanya ini terjadi 2 sampai 3 bulan post
stroke, tetapi dapat juga terjadi di awal 2 minggu post stroke.1
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya nyeri bahu post stroke seperti shoulder
subluxation, kontraktus bahu atau retriksi bahu dalam pergerakan, kekakuan bahu, kelainan
pada otot subscapularis dan pectoralis atau trauma pada rotator cuff muskuloskeletal.
SHOULDER SUBLUXATION
Shoulder subluxation atau subluksasi bahu merupakan penyebab tersering dari nyeri bahu
yang terjadi post stroke. Subluksasi bahu merupakan perubahan integritas sendi sehingga
menyebabkan kesenjangan antara akromion dan kepala humerus. Selama periode awal
stroke, bahu dan lengan menjadi hipotonik, tidak dapat digerakkan sehingga otot bahu yaitu
otot rotatoar pada lengan muskulostending tidak dapat melakukan fungsinya menjaga
kepala humerus di fossa glenoid.
Pada pasien ini, nyeri bahu sudah dirasakan sekitar 9 bulan yang lalu dengan
intensitas nyeri yang hilang timbul. Pasien mempunyai riwayat stroke sekitar 1 tahun yang
lalu. Ini berarti pasien sudah merasakan nyeri di bahu kirinya sejak 3 bulan pasca serangan
stroke sehingga kemungkinan diagnosa pasien ini mengarah pada painful hemiplegic
shoulder post stroke yaitu shoulder subluxation. Kemungkinan adanya stroke yang
berulang atau recurent dapat disingkirkan karena pasien tidak mengeluh adanya sakit
kepala, pusing, muntah, bicara pelo dan juga kelemahan pada satu sisi tubuh.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluhan nyeri dan riwayat penyakit pada
penderita. Pemeriksaan penunjang seperti Foto Rontgen, MRI (Magnetic Resonance
Imaging) atau ultrasonografi kadang diperlukan untuk memastikan diagnosis ataupun untuk
mengesampingkan penyebab lain dari keluhan yang timbul.

8
Pemeriksaan radiologi biasanya tidak ditujukan untuk melihat kelainan jaringan
lunak (otot, tendon, bursa atau ligamen). Namun dari pemeriksaan radiologi dapat dilihat
adanya  kelainan bentuk tulang acromion ataupun adanya pengapuran (pembentukan spur
ataupun penumpukan calcium) pada ujung atas tulang lengan atas tempat melekatnya
tendon-tendon otot bahu tersebut.
Pemeriksaan MRI dan USG kadang dianjurkan untuk memeriksa peradangan yang
terjadi, terutama apabila dengan pengobatan konservatif kondisi tidak membaik, untuk
menilai adanya sobekan atau kerusakan lain pada area Rotator Cuff. Pengobatan terdapat
dua macam pilihan yaitu terapi konservatif atau terapi dengan pembedahan.
Pada pasien diberikan penatalaksanaan yaitu pemasangan infus NaCl 0,9% 20 tpm.
Injeksi ketolorac untuk mengurangi nyeri, injeksi sohobion untuk vitamin B complex dan
mecobalamin untuk neuroprotektor. Pasien memakai armsling untuk mengurangi
pergerakan pada sendi bahu. Pasien lalu dikonsulkan ke bagian saraf, penyakit dalam dan
bedah ortopedi
DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan
berat badan, rasa kesemutan di ekstremitas.2
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
PATOFISIOLOGI
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas

9
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak
terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun
tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe
2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya
akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.2,4
DIAGNOSIS
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah
2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang
menurun cepat . Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya
resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat
abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida
≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.11
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

10
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) standar.4
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah jangka pendek : hilangnya keluhan
dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa
darah. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.2,4

11
BAB 4
KESIMPULAN

TN. L. 60 tahun datang dengan keluhan nyeri bahu sebelah kiri. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan diagnosis painful hemiplegic
shoulder post stroke + diabetes melitus tipe II. Painful hemiplegic shoulder merupakan
nyeri bahu yang diakibatkan oleh adanya hemiplegia atau kelumpuhan yang terjadi karena
gangguan peredaran darah otak seperti stroke baik hemoragik ataupun non hemoragik.
Biasanya ini terjadi 2 sampai 3 bulan post stroke. Kemungkinan painful hemiplegic
shoulder ini disebabkan karena shoulder subluxation.
Penatalaksanaan awal yang diberikan kepada pasien adalah obat antinyeri, lalu
diberikan neuroprotektor, vitamin B komplek dan pasien memakai armsling untuk
mengurangi gerakan. Pasien dikonsulkan ke bagian saraf, penyakit dalam dan bedah
ortopedi.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Gould R. Shoulder pain in hemiplegia. Medscape: 2015


2. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Yogyakarta: FKUGM. 2011
3. Zahtamal, Chandra F, Suyanto, Restuastuti. Faktor resiko pasien diabetes mellitus.
Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 23 No. 3. 2010.
4. Eliana F. Penatalaksanaan DM sesuai consensus perkeni 2015. PDUI. 2015.
5. Kenneth., et.al. risk factors nonhemorrhagic stroke. AHA Journal. 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai