Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI EMERGENCY DENGAN


INTARGET ORGAN

Disusun oleh:

Fia Delfia Adventy, S.Ked

FAB 118 069

Pembimbing:

dr. Tagor Sibarani

dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.RM

dr. Yosua Hendriko

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY


MEDICINE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKA RAYA
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama).
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-
satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah
kita secara teratur. Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak
dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki
silent killer. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah
terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ
seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif
atau stroke.Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para
penderitanya.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah
satu orang tua terkena hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita
hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
orang tua penderita hipertensi.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
PRIMARY SURVEY (Tn. H)
Vital Sign :
Tekanan darah : 250/120 mmHg
Nadi : 68 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,20C
Pernapasan : 21 kali/menit
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 24 kali/menit, torako-abdominal, pergerakan thoraks
simetris kanan/kiri
Circulation: Tekanan darah 2500/130 mmHg,Nadi68 kali/menit reguler, kuat
angkat, CRT <2”
Disability : GCS 15, pupil isokor +/+, diameter 3 mm/3mm
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority
sign yaitu Nyeri kepala hebat disertai dengan keluar darah dari hicung sebelah
kiri.
Pemberian label :Kuning.
Tatalaksana awal : tata laksana awal padapasieniniadalahditempatkan di
ruangan non bedahdandiberikan pemasangan IV line dan monitor observasi.

I. IDENTITAS
Nama : Tn. H
Usia : 19 tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Desa Tuwung
Tanggal MRS :24 Desember 2019

II. ANAMNESIS ( autoanamnesis dan alloanamnesisdidapatkandariibu


pasien)
Keluhanutama :Sakit kepala hebat

3
Riwayatpenyakitsekarang :
Pasiendatangdengankeluhansakir kepala sebelah kiri hebat disertai dengan
mimisan sejak ± 4 jam SMRS, pada saat dibawa ke RS mimisan sudah
berhenti spontan. Muntah (+) sebanyak 2 kali, muntah berwarna
kecoklatan. Demam sejak 5 hari yang lalu. Bila pasien demam selalu
keluar darah dari hidung (+), batuk hilang-timbul dan tidak berdahak sejak
5 hari yang lalu. BAK (+) berwarna kuning, BAB (+) pagi hari bab cair,
bab hitam disangkal. Pasien mengaku bila terbentur benda maka bagian
tubuh pasien yang terkena akan membiru. Bintik-bintik perdarahan
disangkal.

Riwayatpenyakitdahulu :
Riwayattransfusi darah saat usia 3 – 5 tahun di RS X karena penyakit
anemia aplastik
Riwayat dirawat di RS Y tahun 2012 karena anemia aplastik.
Riwayatpenyakitkeluarga :
Riwayat mudah berdarah disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaanumum :tampaksakitberat, kesadaran: compos mentis, GCS:
eye (4), verbal (5), motorik (6).
2. Tanda-tandavital :tekanan darah: 250/130 mmHg, denyutnadi: 68
kali/menit, reguler, kuat angkat, suhu 36,2oC, RR: 21 kali/menit.
3. Kulit : turgor <2”, pucat (-), sianosis (-)
4. Mata :cojungtivaanemis (+)/(+), skleraikterik (-), pupil isokor,
diameter pupil 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+).
5. Leher :perbesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
6. Toraks :Simetris, retraksi (-), fremitus taktil normal, sonor, vesikuler
+/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), ictus cordisterlihatdanterabapada SIC
VI2 cm lateral garis midclaviculasinistra, S1-S2 tunggal,
reguler,murmur (-),gallop (-).

4
7. Abdomen :Datar, supel, bisingusus (+) normal, timpani, nyeri tekan
epigastrium (+), heparlientidakterabamembesar, ballotement (-).
8. Ekstremitas :akraldingin, CRT <2”, udema (-)
9. Status Lokalis : purpura (-), petechie (-),laserasi (-), hidung berdarah
(-), subcutan bleeding (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasillaboratorium :
Hb: 7,9 g/dl, Hct: 21%, trombosit: 16.000/uL, leukosit:8.600/uL, GDS:
118 mg/dL, ureum: 250 mg/dL, Creatinin: 14,99 mg/dL, Natrium 134
mmol/L, Kalium 6,47 mmol/L, Chlorida 111 mmol/L

Pemeriksaan Rontgen Thorak : tidak dilakukan


EKG :

V. DIAGNOSIS BANDING
- Hipertensi Emergency
- Hipertensi Urgency
- Oedem Pulmo

5
VI. DIAGNOSIS
Hipertensi Emergency dengan Intarget organ
Anemia
Acute Renal Failure

VII. PENATALAKSANAAN
- Tatalaksana awal di IGD :
 Head Up 30º
 O2 nasal kanul 2-4 lpm
 IVFD NaCL 0,9% 500 cc/24 jam
 Amlodipin 10 mg
 Observasi selama 2 jam : keluhan sakit kepala pasien ↓ , tekanan
darah: 180/90
- Pasien dirawat di ruang ICU. Advice tambahan:
o Bagian Neurologi
 Inj. Lansoprazole 1x1 mg
 Po. Codein 3 x 30 mg
Micardis 1 x 80 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
o Bagian Penyakit Dalam
 Cek MDT
 Transfusi PRC 2 kolf (1 kolf/12 jam)
 Transfusi Trombosit 4 Kolf
 Injeksi asam tranexamat 3 x 500mg
 Injeksi Ca Gluconas 1 amp (IV)
 Bolus D40% 2 fls
 Injeksi Actrapid 10 im/iv
 Po. Aminoral 3 x 1 tab
 HD cito

6
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7
BAB III
PEMBAHASAN
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah secara progresif yang
disertai kerusakan organ target dan dalam penanganannya memerlukan penurunan
tekanan darah dalam beberapa menit untuk mencegah berlanjutnya kerusakan
organ target tersebut. Keadaan klinis berupa ensefalopati hipertensif, perdarahan
intra-cranial, stroke, angina pectoris tak stabil atau infark miokard akut, payah
jantung kiri dengan edema paru, aneurisma aorta disekan, krisis adrenal, epistaksis
yang hebat, eklampsia.
Hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah tanpa adanya kerusakan
organ target dan dalam penaganannya memerlukan penurunan tekanan darah
dalam beberapa jam. Keadaan klinis berupa edema papil akut, sakit kepala yang
hebat (severe headache), sesak nafas, pedal edema.
Peningkatan tekanan darah semata (asymptomatic chronic hypertension)tidak
merupakan krisis hipertensi.

Tabel 1 .Faktor presipitasi krisis hipertensi


1. Akselerasitekanandarah secara tiba-tiba pada orang yang hipertensiesensial
2. Hipertensi renovaskular
3. Glomerulonefritis akut
4. Eklampsia
5. Feokromositoma
6. Sindroma putus obat antihipertensi
7. Trauma kepala berat
8. Tumor yang mensekresikan renin
9. Penggunaan katekolamin pada penderita yang menggunakan MAO inhibitor

8
Tabel 2 .Keadaan klinis pada hipertensi emergensi
Akselerasi tekanan darah disertai edema papil
Kondisi serebrovaskular
Infark otak dengan hipertensi berat
Perdarahan intraserebri
Perdarahan subaraknoid
Trauma kepala
Kondisi Cardiac
Aorta diseksi akut
Payah jantung kiri akut
Infark / impending miokard akut
Keadaan setelah operasi bypass koroner
Kondisi Ginjal
Glomerulonefritis akut
Hipertensi renovaskular
Krisis ginjal karena penyakit kolagen vaskular
Hipertensi berat setelah cangkok ginjal
Gangguan sirkulasi katekolamin
Krisis Feokromositoma
Makanan atau reaksi obat dengan MAO inhibitor
Penggunaan obat simpathomimetik (cocaine)
Reaksi penghentian obat antihipertensi
Reflek automatisasi setelah trauma medula spinalis
Eklampsia
Kondisi Operatif
Hipertensi berat pada pasien yang memerlukan tindakan operasi segera
Hipertensi post operatif
Perdarahan pembuluh darah yang dioperasi
Luka bakar yang luas
Epistaksis hebat
Thrombotic thrombocytopenic purpura

9
Krisis hipertensi sering diperkirakan karena masalah sekunder dari keadaan
lain, ternyata penyebab yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan
hipertensi sebelumnya, penyebab lain adalah hipertensi reno-vaskular, hipertensi
reno-parenkim, feokromositoma, hiperaldosteronisme primer .
Terjadinya akibat peningkatan secara mendadak resistensi perifer sistemik
(systemic vascular resistance) yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan
hormone vasokonstriktor sistemik ( angiotensin II, vasopressin, norepinephrin )
Organ yang terlibat karena hipertensi :
 Susunan saraf pusat (memiliki peranan autoregulasi )
 Ginjal ( punya peranan autoregulasi )
 Jantung
 Pankreas dan usus
Bedakan apakah hipertensi emergensi atau urgensi dengan menilai adanya
kerusakan organ target, telusuri riwayat penyakit sebelumnya, adakah hipertensi
serta pengobatannya, penyakit ginjal dan jantung serta kelainan neurology,
pemeriksaan fisik tekanan darah dalam beberapa kali pengukuran, pemeriksaan
funduskopi dapat membedakan keadaan urgensi bila tak ada kelainan pada
pembuluh darah retina, tidak ada spasme maupun eksudat sedangkan pada
hipertensi emergensi dijumpai papil edema dan eksudasi yang berat, pemeriksaan
jantung dan aorta , pemeriksaan neurologist.
Tes laboratorium meliputi test terhadap proteinuria, hematuria, darah perifer, faal
ginjal berupa elektrolit dan BUN/SC .
Foto thorak diperlukan untuk mencari kardiomegali atau edema paru.
EKG untuk evaluasi kardiologi

10
Tabel 4. Gejala klinis hipertensi emergensi
Tipe hipertensi Gejala Tanda khas Keterangan
emergensi khas
Stroke akut Kelemahan Defisis Hipertensi tidak selalu diobati
(trombosis atau , gangguan neurologist
emboli) kemampua fokal
n motorik
Perdarahan Sakit Gangguan Fungsi lumbar menunjukkan
subaraknoid kepala, mental, santokromia atau sel darah merah
delirium tanda-tanda
rangsang
meningen
Trauma kepala Sakit Perdarahan Computed tomographic (CT)
akut kepala, terbuka, scan dapat menolong penjelasan
gangguan ekimosis, gangguan intrakranial
kemampua gangguan
n sensorik mental
dan
motorik
Encefalopati Sakit Papilledema Biasanya sebagai diagnosa per
hipertensif kepala, ekslusionem
gangguan
mental
Iskemik kardiak Nyeri dada, EKG  
/ infark mual abnormal
muntah, (gelombang.
T-elevasi)
Payah jantung Sesak berat Ronkhi (+)  
kiri akut /
edema paru akut
Aorta diseksi Nyeri dada Pelebaran Echocardiogram, CT dada,
aorta knob atauangiogramkadang-
pada foto kadangdiperlukanuntukkonfirmas

11
polos dada i
Operasi Perdarahan, Perdarahan Sering membutuhkan operasi
pembuluh darah nyeri pada pada bekas perbaikan pembuluh darah
bekas operasi
operasi
Feokromositom Sakit Pucat, Phentolamine sangat berguna
a kepala, flushing,
keringat Fakomatosis
dingin,
palpiltasi
Obat yang Sakit Takikardia Riwayat penggunaan obat
berhubungan kepala,
dengan palpiltasi
katekolamin
Preeklamsi / Sakit Edema, Perlu petunjuk pengobatan /
eklamsia kepala, hiperrefleksi protocol
uterus yang a
sensitif

Tabel 5. Gejala klinis krisis hipertensi


Tekanan darah Urgensi Emergensi
tinggi
Tekanan >180/110 >180/110 >220/140
darah
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala berat, Sesak nafas, nyeri
kecemasan, sering sesak nafas dada, nokturia,
asimptomatik disartria, kelemahan
umum sampai
dengan penurunan
kesadaran,
Pemeriksaan Tidak dijumpai Ada kerusakan Encefalopati, edema
kerusakan organ organ target; pulmonum,

12
target, tidak ada penyakit insufisiensi ginjal,
penyakit kardio kardiovaskular cerebrovascular
vaskular secara yang stabil accident, iskemik
klinis kardiak
Terapi Observasi 1-3 jam; Observasi 3-6 jam; Pemeriksaan lab
tentukan turunkan tekanan dasar; infus;
pengobatan awal; darah dengan obat pengawasan tekanan
tingkatkan dosis oral; berikan terapi darah; mulai
yang sesuai penyesuaian pengobatan awal di
ruang emergensi
Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di ICU;
pengawasan < 72 pengawasan < 24 obati mencapai
jam; jika tidak ada jam target tekanan darah;
indikasi dapat investigasi penyakit
rawat jalan lain.

Gangguan pembentukan eritropoietindi ginjal menyebabkan anemia,


sementara penurunan pembentukan kalsitriol menimbulkan gangguan
metabolisme mineral. Pembentukan rennin dan prostaglandin di ginjal dapat
meningkat atau menurun (kematian sel penghasil rennin dan prostaglandin),
bergantung pada penyebab dan lamanya penyakitnya. Pembentukan rennin yang
meningkat, mendorong terjadinya hipertensi, sangat sering ditemukan pada gagal
ginjal, sedangkan penurunan pembentukannya menghambat terjadinya hipertensi.
Prostaglandin sebaliknya sebaliknya menyebabkan vasodilatasi dan penurunan
tekanan darah. Hilangnya inaktivasi hormone di ginjal dapat memperlambat
siklus pengaturan hormonal.
Erythropoietin adalah hormon peptida yang terlibat dalam kontrol
produksi erythrocyte oleh sumsum tulang. Sumber utama dari erythropoietin
adalah ginjal, walaupun disekresikan juga dalam jumlah sedikit oleh hati. Sel
ginjal yang mensekresi adalah sekumpulan cell di interstitium. Stimulus dari
pengsekresian erythropoietin adalah berkurangnya tekanan parsial oksigen pada
ginjal, seperti pada anemia, hipoksia arterial, dan tidak adekuatnya aliran darah

13
ginjal. Erythropoietin menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi
erythrocytes. Penyakit ginjal bisa menyebabkan penurunan sekresi erythropoietin,
dan memicu penurunan aktivitas sumsum tulang adalah faktor penyebab penting
dari anemia pada penyakit ginjal kronik.
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi ertiropoietin. Hal-hal
lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi,
kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit
yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.3
Pada pasien ini, anemia yang terjadi bersifat idiopatik dan terjadi setelah
anak berumur 3 tahun. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit penderita dan riwayat
penyakit keluarga. Anak tidak pernah menderita sakit sebelumnya. Anak tinggal
bersama orang tua yang bergolongan ekonomi menengah ke atas. Lingkungan
jauh dari daerah pertanian dan tidak pernah terpapar insektisida atau bahan
sejenisnya. Keluarga anak juga tidak ada yang menderita penyakit yang serupa,
karena penyebab yang tidak jelas ini maka etiologinya digolongkan idiopatik.
Manifestasi klinis pada prinsipnya berdasarkan pada gambaran sumsum
tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik,
serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES. Gejala anemia dapat berupa
pucat, sakit kepala, palpitasi dan mudah lelah. Pada anemia yang sangat berat
dapat terjadi dispneu, edema pretibial dan gejala lain yang disebabkan kegagalan
jantung. Trombositopenia mengakibatkan perdarahan pada mukosa dan gusi atau
timbulnya petekie dan purpura pada kulit. Granulositopenia sangat memudahkan
timbulnya infeksi sekunder dan berulang, hal ini biasanya ditandai dengan demam
yang kronik atau tanda infeksi yang lain sesuai agen penyebabnya1,2,3,4. Pada
anemia aplastik tidak terjadi pembesaran organ (hepatosplenomegali,
limfadenopati)2,4.
Manifestasi klinis yang berat dari anemia seperti dispneu, edema pretibial
akibat kegagalan jantung tidak didapatkan baik dari anamnesa maupun

14
pemeriksaan fisik. Dari riwayat tidak didapatkan adanya infeksi sekunder yang
dapat memperberat kondisi pasien saat ini.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa pucat, perdarahan dan
tanpa organomegali. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan
limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang
yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan
lemak; aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik. Diantara sel
sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma,
fibrosit, osteoklas, sel endotel)4.
Pada kasus ini didapatkan manifestasi klinis berupa gejala anemia yaitu
penderita tampak pucat dan mukosa konjungtiva anemis. Pada kasus ini tidak
didapatkan adanya organomegali. Pada pasien ini juga didapatkan peningkatan
creatinin berdasarkan rumus perhitungan GFR didapatkan nilai 6,72671 yang
berarti termasuk kategori Gagal Ginjal dan pasien disarankan untuk cuci darah.
Pada pasien ini tatalaksana di IGD dilakukan Head Up 30º, pemberian O 2
nasal kanul 2-4 lpm, pemasangan IV line dengan infus NaCL 0,9% 500 cc/24 jam,
amlodipin 10 mgdilakukan observasi selama 2 jam. Setelah 2 jam, sakit
kepalapasien ↓ , tekanan darah: 180/90. Kemudian pasien dirawat di ruang ICU.
Pasien diberikan tambahan terapi dari bagian neurologi berupa Inj. Lansoprazole
1x1 mg, obat oral Codein 3 x 30 mg, Micardis 1 x 80 mg, Amlodipin 1 x 10 mg
dan dari bagian penyakit dalam cek MDT, transfusi PRC 2 kolf (1 kolf/12 jam),
transfusi trombosit 4 kolf, injeksi asam tranexamat 3 x 500mg, injeksi Ca
Gluconas 1 amp (IV), bolus D40% 2 fls, injeksi Actrapid 10 im/iv, obat oral
Aminoral 3 x 1 tab pasien disarankan HD cito.

BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pria, Tn. H, usia 19 tahun, datang dengan
keluhan sakit kepala disertai mimisan sejak 4 jam SMRS, tetapi sudah berhenti

15
spontan. Muntah (+) sebanyak 2 kali, muntah berwarna kecoklatan. Demam sejak
5 hari yang lalu. Bila pasien demam selalu keluar darah dari hidung (+), batuk
hilang-timbul dan tidak berdahak sejak 5 hari yang lalu. BAK (+) berwarna
kuning, BAB (+) pagi hari bab cair, bab hitam disangkal. Pasien mengaku bila
terbentur benda maka bagian tubuh pasien yang terkena akan membiru. Bintik-
bintik perdarahan disangkal.Riwayat transfusi darah saat usia 3 – 5 tahun di RS X
karena penyakit anemia aplastik. Riwayat dirawat di RS Y tahun 2012 karena
anemia aplastik. Pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemis (+/+),ictus
cordis terlihat dan teraba pada SIC VI 2 cm lateral garis midclavicula sinistra,
nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 7,9 g/dl,
trombosit: 16.000/uL, ureum: 250 mg/dL, Creatinin: 14,99 mg/dL, Kalium 6,47
mmol/L.Juga didapatkan peningkatan creatinin berdasarkan rumus perhitungan
GFR didapatkan nilai 6,72671 yang berarti termasuk kategori Gagal Ginjal dan
pasien disarankan untuk cuci darahSehingga pasien didiagnosis Hipertensi
emergency, anemia dan ARF.
Tatalaksana di IGD dilakukan Head Up 30º, pemberian O 2 nasal kanul 2-4
lpm, pemasangan IV line dengan infus NaCL 0,9% 500 cc/24 jam, amlodipin 10
mgdilakukan observasi selama 2 jam. Setelah 2 jam, sakit kepala pasien ↓ ,
tekanan darah: 180/90. Kemudian pasien dirawat di ruang ICU. Pasien diberikan
tambahan terapi dari bagian neurologi berupa Inj. Lansoprazole 1x1 mg, obat oral
Codein 3 x 30 mg, Micardis 1 x 80 mg, Amlodipin 1 x 10 mg dan dari bagian
penyakit dalam cek MDT, transfusi PRC 2 kolf (1 kolf/12 jam), transfusi
trombosit 4 kolf, injeksi asam tranexamat 3 x 500mg, injeksi Ca Gluconas 1 amp
(IV), bolus D40% 2 fls, injeksi Actrapid 10 im/iv, obat oral Aminoral 3 x 1 tab
pasien disarankan HD cito.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Black RM,Rose& Black’s Clinical problem in Nephrology.Boston; Little
Brown& Co 2011; 168-175
2. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L.,
Jameson, J.L., Loscalzo, J., 2010. Harrison’s: Principles of Internal
Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies
3. PerhimpunanDokterSpesialisKardiovaskuler Indonesia (PERKI).
Konsensuspedomantatalaksanahipertensi emercency. Jakarta: PERKI;
2010.
4. Hayes, P., Mackay T., 2014, GagalJantungdalamBukuSaku Diagnosis
danTerapi. Penerbit EGC, Jakarta
5. Hirschi MM. Hypertensive crisis. Medical Progress 2009; 23: 44-48
6. Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley
Blackwell. pp. 61, 62.
7. Ismail.,Soegondo, S., Uyainah, A., Trisnohadi, H., Atmakusuma, D., Alwi,
I., Karyadi, H., Subadri, H., Tadjoedin, H., Syafiq, M., Wardhani, A, 2010,
PanduanPelayananMedik.
PenerbitIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas Indonesia:
halaman 67-71
8. Kaplan NM. Clinical Hypertension. Baltimore: William & Wilkins 2012:
339-354
9. Katzung, B.G., 2011. FarmakologiDasardanKlinik. Edisi 6. Editor Agoes,
H.A., Jakarta: EGC. pp. 159, 160.
10. Prabowo P, 1994, Pedoman Diagnosis danTerapiIlmuPenyakitJantung.
RSUD DrSutomo, Surabaya: halaman 11 - 14
11. Rahman, 2007, Angina PektorisStabil, dalam : Sudoyo (editor) Buku Ajar
IlmuPenyakitDalam, Jilid III, Edisi IV,
PenerbitIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas Indonesia,
Jakarta, hal.: 1611-1614
12. Anonim. Aplastic Anemia (Severe). Dalam : Medical Center, 2014. Dari
URL: http://www.medical center.com/

17
13. Anonim. Blood Disease Aplastic Anemia. Dalam : Universitas of
Maryland, 2014. Dari URL: http://www.UMMC.com/
14. Bakhsi S. Aplastic Anemia. Dalam : Emedicine Article, 2012. Dari URL:
http://www.emedicine.com/
15. Hasan R, Alatas H ed. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Buku I, 2010;
Jakarta.
16. Salonder, H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga, 2011;
Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai