Anda di halaman 1dari 4

HARUSKAH EVOLUSI BERTENTANGAN DENGAN AGAMA ?

Agama merupakan suatu kebutahan hakiki yang tentunya dimiliki dan dibutuhkan
oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupannya. Secara etimologis agama berasal dari
bahasa Sansekerta yakni “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berarti sembaranagan.
Agama berarti tidak sembarangan, maksudnya orang yang memiliki agama dalam
menjalankan hidupnya tidak akan sembarangan dalam mengambil tindakan. Lantas
bagaimana dengan ateis/orang yang tidak percaya dengan tuhan? Ateis termasuk didalamnya,
karena agama bisa saja tidak mengakui tuhan, atau dalam proses mencari Tuhan!.
Definisi evolusi biologi bermacam-macam tergantung dari aspek biologi yang dikaji.
Beberapa definisi yang umum dijumpai di buku-buku biologi, antara lain: evolusi pada
makhluk hidup adalah perubahan-perubahan yang dialami makhluk hidup secara perlahan-
lahan dalam kurun waktu yang lama dan diturunkan, sehingga lama kelamaan dapat terbentuk
spesies baru: evolusi adalah perubahan frekuensi gen pada populasi dari masa ke masa; dan
evolusi adalah perubahan karakter adaptif pada populasi dari masa ke masa.

Evolusi
Evolusi merupakan salah satu teori maupun cabang dalam khasanah ilmu
pengetahuan. Teori tersebut menyatakan terjadinya sebuah perubahan pada makhluk hidup
atau spesies secara gradual (perlahan-lahan). Perubahan yang dihasilkan m embutuhkan
waktu yang cukup lama dalam menghasilkan spesies atau makhluk hidup yang baru. Teori
evolusi menjadi sebuah teori yang tenar ketika dipopulerkan oleh seorang ilmuan Inggris
Chalres Darwin (1809-1882). Teori evolusi Darwin dihasilkan dari sebuah ekspedisi yang
Darwin lakukan pada saat pelayaran menjelajahi daratan maupun lautan Amerika Selatan
(Sutrisno, 2015)
Ada dua gagasan utama Darwin dalam bukunya On the Origin of Species. Pertama
adalah spesies-spesies yang ada sekarang ini merupakan keturunan dari spesies moyangnya.
Dalam edisi pertama bukunya, Darwin tidak menggunakan kata evolusi. Dia menyebutnya
modifikasi keturunan (descent with modifcatioii). Gagasan utama yang kedua adalah seleksi
alam sebagai mekanisme modifikasi keturunan (Darwin, 1859 dalam Luthfi danKhusnuryani,
2005).
Asal Mula Kehidupan
Evolusi didefinisikan sebagai perubahan secara berkala (changes overtime). Jadi menurut
teori evolusi, alam semesta beserta isinya terbentuk dari bahan yang sangat primitif melalui
rangkaian perubahan yang terjadi secara perlahan selama jutaan tahun. Umumnya, evolusi alam
semesta tidak menjadi masalah dengan ajaran Islam karena teori mengenai proses
pembentukan alam semesta (Teori Big Bang) sesuai dengan proses penciptaan alam yang
diuraikan di dalam AlQur'an (51:47;21:30) (Sofyan, 2011).

Q.S. Adz-Dzaariyat (51:47)


47. Dan langit itu
kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa

30. Dan apakah orang-orang kafir yang tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami
jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Asal Mula Manusia berdasarkan Al-Qur'an (Nabi Adam a.s) (Sofyan, 2001):


Saat Allah Swt. merencanakan penciptaan manusia, ketika Allah mulai membuat
“cerita” tentang asal-usul manusia, Malaikat Jibril seolah khawatir karena takut manusia akan
berbuat kerusakan di muka bumi. Di dalam Al-Quran, kejadian itu diabadikan,

  ".. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya, Aku
akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam
yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud" (QS. Al Hijr: 28-29). 
Adam adalah ciptaan Allah yang memiliki akal sehingga memiliki kecerdasan, bisa
menerima ilmu pengetahuan dan bisa mengatur kehidupan sendiri. Inilah keunikan manusia
yang Allah ciptakan untuk menjadi penguasa didunia, untuk menghuni dan memelihara bumi
yang Allah ciptakan. Dari Adam inilah cikal bakal manusia diseluruh permukaan bumi.
Melalui pernikahannya dengan Hawa, Adam melahirkan keturunan yang menyebar ke
berbagai benua diseluruh penjuru bumi; menempati lembah, gunung, gurun pasir dan wilayah
lainnya diseluruh penjuru bumi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

"Dan sesungguhnya Kami muliakan anak-anak Adam; Kami angkut mereka didaratan dan di
lautan; Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyak makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS. al-Isra'
[17]: 70)
Menurut para ahli mufassirin, salah satu diantaranya adalah Ibnu Jazir, dalam kitab
tafsir Ibnu Katsir mengatakan: "yang dimaksud dengan mahluk sebelum Adam diciptakan
adalah Al-Jan (golongan jin) yang suka berbuat kerusuhan. Namun ada juga yang
mengatakan bahwa telah ada 3 ummat yang utama sebelum adam, dua diantaranya adalah
bangsa jin, sedangkan yang ketiga dari golongan yang berbeda dengan jin, mereka ini
mahkluk berdarah dan berdaging.
Dalam literatur arkeologi, berdasarkan fosil yang ditemukan, memang ada mahkluk
lain yang nyaris seperti manusia,tetapi memiliki karakteristik yang sangat primitif dan tidak
berbudaya.Volume otak mereka lebih kecil dari manusia, sehingga kemampuan mereka
terbatas. Kelompok makhluk ini kemudian dinamakan Neanderthal oleh para arkeologi.
Sebagai contoh Pithecantropus erectus volume otaknya 900cc dan Homo sapiens di atas
1000cc. Maka dari itu bisa diambil kesimpulan bahwa semenjak 20.000 tahun yang lalu telah
ada sosok makhuk yang memiliki akal yang mendekati kemampuan berpikir manusia pada
zaman sebelum kedatangan adam NAMUN bukan dari golongan manusia.

Pandangan Agama terhadap Evolusi


Teori ilmiah apa pun sesungguhnya tidak dapat meniadakan Tuhan (Weisz, 1982
dalamLuthfi dan Khusnuryani, 2005). Beberapa penafskan ateistik atas teori ilmiah
merupakan bentuk dari "saintisme", yaitu keyakinan bahwa hanya sainslah satu-satunya cara
untuk mengetahui. Saintisme memandang bahwa hanya alam (material) satu-satunya realitas
yang ada, dan segala hal yang tidak dapat dijangkau sains adalah ilusi (Bube , 2001 dalam
Luthfi dan Khusnuryani, 2005). Penafsiran demikian keliru karena melampaui hal-hal yang
dapat dijelaskan sains (Harbour,2002 dalam Luthfi dan Khusnuryani, 2005).
Sebaliknya teori ilmiah tidak dapat begitu saja menghasilkan simpulan-simpulan
keagamaan, karena kebenaran ilmiah adalah relatif dan bersandar pada asumsi-asumsi dasar
serta bergantung pada teori yang ada. Agama (wahyu) merupakan petunjuk bagi umat
manusia,
kebenarannya bersifat mudak. Keyakinan keagamaan dengan sendirinya tidak membutuhkan
dukungan dari ataupun perlu mendukung teori ilmiah apa pun. Sejarah pertentangan gereja
dengan dengan saintis seharusnya menjadi pelajaran berharga dalam melihat hubungan sains
dan agama.
Seorang yang memilih berpaham ateis hanya akan berhenti pada kesadaran akan
harmoni, keteraturan dan kesatuan alam. Mereka tidak dapat menyadari makna di baiik
semua itu. Kejadian alam dianggap semata-mata masalah probabilistik yang ada dan mengada
dengan
sendirinya, tanpa arah dan tujuan. Tidak mengherankan kalau seorang fisikawan ateis
terkemuka, Steven Weinberg, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk
dengan pikiran sadar yang hidup di alam yang penuh kesia-siaan dan kehampaan makna.
Baginya sains merupakan pelipur lara di tengah alam maha luas yang tak bertujuan.
Bagi orang beriman semua hal tersebut mempunyai makna religius dan merupakan
simbol dari adanyarealitas tertinffi, yaitu AJlah, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat-
ayat al-Qur'an. Dalam bahasa al-Qur'an alam dikatakan mengandung dalam dirinya jejak-
jejak Tuhan. Fenomena alam disebut sebagai ayat (tanda-tanda) Tuhan (Bakar,1995 dalam
Luthfi dan Khusnuryani, 2005).Al Qur'an adalah kitab hidayah yang memberikan keterangan
kepada manusia tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan akidah, syariah dan akhlak
untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Ada beberapa muslim yang mencoba membenarkan teori evolusi dengan ayat-ayat Al
Quran seperri "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia
sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkat kejadian" (QS Nuh : 13-14).
Mereka menafsirkan fase-fase tersebut adalah sesuai dengan fase-fase yang diakui oleh
penganut teori evolusi Darwin tentang proses kejadian manusia. Selain itu ayat " Adapun
buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat
kepada manusia, maka ia tetap di bumi " (QS Ar Ra'd : 17) digunakan sebagai penguat
kebenaran teori "'struggle for life" yang menjadi salah satu landasan teori Darwin.
Selain itu QS Al An'am : 133 juga dianggap mendukung teori evolusi. Ada yang
memahaminya bahwa suatu spesies berasal dari spesies lain atau suatu makhluk yang ada
berasal dari makhluk sebelumnya. Berdasarkan tafsiran tersebut dapat saja disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan antara konsep Al Quran dengan konsep ilrnu pengetahuan tentang
asal usul manusia. Akan tetapi selanjutnya timbul pertanyaan, apakah pendapat tersebut benar
ataukah dibuat/ diarahkan agar ada kesesuaian? Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
ayat-ayat tersebut tidak dapat dipaksakan menjadi dasar pembenar teori Darwin, tetapi bukan
berarri pula bahwa teori tersebut adalah salah menurut Al Quran. Penulis berpendapat bahwa
Al-Qur'an tidak menjelaskan secara rinci apakah penciptaan makhluk hidup melalui proses
evolusi atau penciptaan terpisah. Penolakan atau dukungan terhadap teori evolusi seharusnya
didasarkan pada bukti-bukti empiris melalui metode ilrniah.
Di luar pertanyaan di atas, sebenarnya lima abad sebelum munculnya teori evolusi
Darwin (1804—1872) telah ada seorang ilmuwan muslim yang menuliskan pendapatnya
tentang evolusi. Ilmuwan muslim tersebut adalah 'Abdurrahman Ibn Khaldun (1332—1446)
yang menulis dalam kitabnya Kjtab al-'Ibarft Daiivani al-Mubtada' u>a al- Khabari sebagai
berikut, "Alam binatang meluas sehingga bermacammacam golongannya dan berakhir proses
kejadiannya pada masa manusia yang mempunyai pikiran dan pandangan. Manusia
meningkat dari alam kera yang hanya mempunyai kecakapan dan dapat mengetahui tetapi
belum sampai pada tingkat memiliki dan berpikir" (Shihab, 2003). Yang dimaksud kera oleh
'Abdurrahman Ibn Khladun adalah sejenis makhluk yang oleh para penganut evolusionisme
disebut Anthropoides. Ketika menemukan teori tersebut Ibn Khaldun dan ilmuwan-ilmuwan
lainnya tidak merujuk pada ayat-ayat al-Qur'an, tetapi mereka mendasarkannya pada
penyelidikan dan penelitian mereka.

Anda mungkin juga menyukai