Anda di halaman 1dari 22

TUGAS SKILL LAB

BLOK PENDIDIKAN DAN PROMOSI KESEHATAN


“SATUAN ACARA PENYULUHAN TENTANG POLIO”

DISUSUN OLEH:

NAMA : AULIA MAHESA


NIM : G1B117014

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Sri Mulyani,S.Kep.,M.Kep.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
( SAP )

MASALAH : Kurangnya pengetahuan tentang vaksinasi polio


dan penyakit poliomielitis.
TOPIK : Menjelaskan tentang vaksinasi polio dan penyakit
poliomielitis.
SASARAN : Ibu-ibu di kawasan telanai pura kota jambi
WAKTU : 30 menit
HARI/TANGGAL : Jumat / 18 September 2021
TEMPAT : Kampus FKIK Universitas Jambi

I. TUJUAN PENYULUHAN :
a. Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan, peserta dapat memahami
pentingnya pengetahuan tentang vaksinasi polio dan penyakit
poliomielitis.
b. Tujuan Khusus :
Setelah pemberian materi pendidikan kesehatan, diharapkan
sasaran pendidikan dapat :
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari vaksinasi polio dan
penyakit poliomielitis.
2. Mengetahui dan memahami penyebab dari penyakit poliomielitis.
3. Mengetahui dan memahami tanda gejala dari penyakit
poliomielitis.
4. Mengetahui dan memahami pencegahan dan pengobatan dari
penyakit poliomielitis dengan vaksinasi polio.

II. METODE PENYULUHAN :


1. Ceramah
2. Tanya jawab
III. MEDIA PENYULUHAN :
1. Laptop
2. Infokus
3. Leaflet

IV. MATERI PENYULUHAN :


1. Pengertian dari vaksinasi polio dan penyakit poliomielitis.
2. Penyebab dari penyakit poliomielitis.
3. Tanda dan gejala dari penyakit poliomyelitis.
4. Pencegahan dan pengobatan dari penyakit poliomielitis dengan vaksinasi
polio.

V. KEGIATAN PENYULUHAN
SASARAN PERAWAT PENKES
1. Pendahuluan ( 5 menit )

 Menjawab salam perawat  Memberikan salam dan


memperhatikan sikap klien

 Menyimak dan merespon  Memperkenalkan diri

 Menyimak penjelasan perawat  Menyampaikan pokok


bahasan
 Menjawab pertanyaan perawat
 Apersepsi

2. Kegiatan Inti ( 10 menit )

 Mendengarkan/menyimak  Menjelaskan :
penjelasan
 Pengertian dari vaksinasi
polio dan penyakit
poliomielitis.
 Penyebab dari penyakit
poliomyelitis.
 Tanda dan gejala dari
penyakit poliomielitis.
 Pencegahan dan pengobatan
dari penyakit poliomyelitis
dengan vaksinasi polio.

3. Sesi Tanya Jawab (10 menit)

 Mengajukan Pertanyaan  Memberikan kesempatan


bertanya
 Mengemukakan pendapat
 Memberikan kesempatan
peserta menjawab
 Mendengarkan/menyimak dan
memperhatikan semua penjelasan  Memberikan penguatan
perawat
4. Penutup ( 5 Menit )

 Menjawab pertanyaan yang  Mengadakan evaluasi


diberikan secara lisan
 Pengertian dari vaksinasi polio
dan penyakit poliomielitis.
 Penyebab dari penyakit
poliomyelitis.
 Tanda dan gejala dari penyakit
poliomielitis.
 Pencegahan dan pengobatan
dari penyakit poliomyelitis
dengan vaksinasi polio.

 Menyimak dan berpartisipasi  Menyimpulkan bersama – sama


menyimpulkan materi bersama
–sama

 Menjawab salam  Menutup dan memberi salam

VI. Pengorganisasian
Tugas masing masing anggota :

1. Pembawa acara

Uraian tugas :

a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada


peserta.
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan.
c. Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh / Pengajar

Uraian tugas :

a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang


mudah dipahami oleh peserta.
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya.

3. Fasilitator
Uraian tugas :

a. Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta.


b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas.
d. Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang
jelas bagi peserta.

4. Observer

Uraian tugas :

a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri


sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan.
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta.
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan.
d. Mengevaluasi hasil penyuluhan denga rencana penyuluhan.
e. Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa
tidak sesuai dengan  rencana penyuluhan.

Pengorganisasian
1. Pembimbing : Ns. Sri Mulyani,S.Kep.,M.Kep.
2. Moderator : Aulia Mahesa
3. Penyaji : Aulia Mahesa
4. Observer : Aulia Mahesa
5. Notulis : Aulia Mahesa
6. Fasilitator : Aulia Mahesa

VII. Setting Tempat


Keterangan : : Peserta penyuluhan

: Moderator

: Penyaji

: Fasilator

: Observer

: Notulis

VIII. Evaluasi :
a. Evaluasi Struktur
1. Peserta hadir di Kampus FKIK Universitas Jambi
2. Penyuluhan di Kampus FKIK Universitas Jambi
3. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
dan saat penyuluhan
4. Kontrak waktu 30 menit sebelum penyuluhan
b. Evaluasi Proses
1. Seluruh peserta mengikuti penyuluhan sampai akhir acara
2. Seluruh peserta mendengarkan penyuluhan dengn baik
3. Peserta antusias mengajukan pertanyaan
4. Pelaksanan kegiatan sesuai dengan draft pelaksanaan
5. Pengorganisasian sesuai dengan job disk
c. Evaluasi Hasil
1. 80 % dari peserta yang mengikuti dapat menjelaskan pengertian
imunisasi polio
2. 80 % dari peserta yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan
jadwal pemberian imunisasi
3. 80 % dari peserta yang mengikuti penyuluhan dapat menjelaskan
manfaat imunisasi polio
4. 80 % dari peserta yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan
kontraindikasi pemberian imunisasi polio
5. 80 % dari peserta yang mengikuti penyuluhan dapat mengenali
penyakit polio
6. 80 % dari peserta yang mengikuti penyuluhan dapat menjelaskan efek
simpn yang terjadi setelah pemberin imunisasi polio

IX. REFERENSI :
Cahyono, Suharjo, dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah
Penyakit Infeksi. Yogyakarta: 2010.

Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Epidemiology


and Prevention of Vaccine. Preventable Diseases. 13th Edition.
Deswati, Furqonita, dan Setiowati, Tetty. 2007. Biologi Interaktif
Jilid 1. Jakarta: Azka Press
Dinkes Banjar. Polio.
Huldani. 2012. Myelitis. Fakultas Kedokteran Banjarmasin.
Universitas Lampung.
N.Z, Miller.2004. The polio vaccine: a critical assessment of its
arcane history, efficacy, and long-term health-related consequences.
USA: Thinktwice Global Vaccine Institute.
Rahmawati, Dwi. 2008.Validitas Penapisan AFPuntuk
Diagnosis Polio. Jakarta: UI
Zulkifli Andi. 2007.Epidemiologi Penyakit Polio.
Fakultas Kesehatan Masyarakat.Universitas Hasanuddin
Hadinegoro, Sri Rezeki. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Nuraarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Media Action

X. MATERI ( TERLAMPIR )
A. Pengertian

Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio


yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen.
Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun
yang peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun.
Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air
besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare. Kemudian
virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga
menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Penyakit polio pertama
terjadi di Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika Serikat
beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara
maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio
menjadi terus meningkat dan rata- rata orang yang menderita
penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian meningkat
akibat penyakit ini. Penyakit polio menyebar luas di Amerika
Serikat tahun 1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena
penyakit ini ( Miller,N.Z, 2004 )
Gam
bar 1. Orang yang terkena penyakit polio

B. Penyebab

Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3, semua tipe dapat


menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua
kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling
jarang. Tipe 1paling sering menyebabkan wabah. Sebagian besar kasus
vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. (Chin, 2000 dalam
Surya 2007). Sifat virus polio seperti halnya virus yang lain yaitu stabil
terhadap pH asam selama 1-3 jam. Tidak aktif pada suhu 560 selama 30
menit. Virus polio berkembangbiak dalam sel yang terinfeksi dan siklus
yang sempurna berlangsung selama 6 jam. Virus tersebut dapat hidup
di air dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada sampah dan lalat
(Widodo, 1994 dalam Arifah 1998).
Gambar 2. Bentuk poliovirus

C. Gejala

Gejala klinis poliomielitis terdiri dari :


1. Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala.
Kejadian ini sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi
terutama di daerah-daerah yang standar higienenya jelek. Penyakit
ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau
meningginya titer antibodi.
2. Poliomyelitis abortif
Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya
berupa panas dan jarang melebihi 39,50C, sakit tenggorokkan, sakit
kepala, mual, muntah, malaise, dan nyeri perut. Diagnosis pasti
hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan.
3. Poliomyelitis non paralitikGejala klinis hampir sama dengan
poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu
menjadi normal, tetapi lalu naik kembali (dromedary chart) disertai
dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan
ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan
tungkai, dengan tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-
tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap
tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan
kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur.
4. Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai
dengan kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau
kranial. Gejala ini dapat menghilang selama beberapa hari dan
kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan (paralitik)
yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya unilateral dan simetris.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
 Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis
otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thoraks dan
terbanyak ekstremitas bawah.
 Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf
otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni
pernapasan dan sirkulasi.
 Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara
bentuk spinal dan bentuk bulbar. Kadang ensepalitik
dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor
dan kadang kejang.
D. Patofisiologi

Mulut (makan/minuman yang terkontaminasi virus) DAN melalui percikan


ludah

Berkembang biak di saluran cerna (tenggorokan dan usus)

Menyebar ke getah bening ,darah dan seluruh tubuh

Menyerang otak, sumsum tulang.belakang, dan simpul saraf


Biasanya menyerang saraf penggerak otot tungkai kaki dan kadang-
kadang tangan

Menyebabkan kelumpuhan dengan mengecilnya tungkai,

Polio

Sumber : fkep.unand

Penularan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Transmisi


langsung melalui droplet dan orofaring serta feses penderita yang menyebar
melalui jaringan yang tekontaminasi pada peralatan makan, makanan dan
minuman. Sedangkan penularan dengan tidak langsung melalui sumber air,
air mandi dimana virus berada dalam air buangan masuk ke sumber-sumber
air tersebut dikarenakan sanitasi yang rendah (Wahyuhono, 1989).
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak di
dalam tenggorokkan dan saluran pencernaan,diserap dan di sebarkan melalui
sistem pembuluh darah dan getah bening.virus ini dapat memasuki aliran
darah dan dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot
dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunanan syaraf tertentu.
Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila
ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu
sesudah timbul gejala.

E. Stadium penyebaran
Tanda klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas sehingga
penyakit ini telah dikenal sejak 4.000 sebelum masehi dari pahatan dan
lukisan dinding di piramida mesir. Sebagian terbesar (90 persen) infeksi virus
polio akan menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5 persen akan
menampilkan gejala abortive infection, 1 persen non-paralytic, sedangkan
sisanya menunjukan tanda klinik paralitik.
Pendertia yang menunjukan tanda klinik paralitik, 30 persen akan
sembuh, 30 persen menunjukan kelumpuhan ringan, 30 persen menunjukan
kelumpuhan berat, dan 10 persen menunjukkan gejala yang berat dan bias
menimbulkan kematian. Masa inkubasi biasanya berkisar 3-35 hari. Penderita
sebelum masa ditemukan vaksin, terutama berusia di bawah 5 tahun. Setelah
adanya perbaikan sanitasi serta penemuan vaksin, penderita bergeser usianya
pada kelompok anak berusia di atas 5 tahun.
Pada stadium akut (sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu)
ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat, jarang lebih dari 10 hari, kadang
disertai sakit kepala dan muntah.
Kelumpuhan terjadi dalam seminggu dari permulaan sakit. Kelumpuhan ini
terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel-sel motor neuron di Medula spinalis
(tulang belakang) yang disebabkan karena invasi virus. Kelumpuhan ini
bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan deformitas (gangguan
bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih berat.
Sehingga terbesar kelumpuhan akan mengenai tungkai (76,8 persen),
sedangkan 41,4 persen akan mengenai lengan. Kelumpuhan ini akan berjalan
bertahap dan memakan waktu 2 hari s/d 2 bulan).
Pada stadium sub-akut (2 minggu s/d 2 bulan) ditandai dengan
menghilangnya demam dalam waktu 24 jam atau kadang suhu tidak terlalu
tinggi. Kadang disertai kekauan otot dan nyeri otot ringan. Kelumpuhan
anggota gerak ang layuh dan biasanya pada salah satu sisi.
Stadium convalescent ( 2 bulan s/d 2 tahun) ditandai dengan pulihnya
kekuatan otot yang lemah. Sekitar 50-70 persen dari fungsi otot pulih dalam
waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya, sesudah usia 2 tahun
diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot.
Stadium kronik atau lebih 2 tahun dari gejala awal penyakit biasanya
menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan
otot yang ada bersifat permanen.

F. Penularan dalam tubuh

 Patogenesis

Virus masuk melalui mulut, dan virus memperbanyak diri di


tempat implantasi dalam faring dan saluran pencernaan. Satu minggu
setelahnya jumlah virus di tenggorokan berkurang, tetapi virus terus
diekskresikan dalam tinja selama beberapa minggu. Virus menyerang
jaringan limfoid lokal, memasuki aliran darah, dan kemudian dapat
menginfeksi sel-sel dari sistem saraf pusat. Replikasi virus polio dalam
neuron motorik anterior horn dan batang otak menghasilkan kerusakan sel
dan menyebabkan manifestasi khas poliomyelitis.
 Fitur klinis

Masa inkubasi polio nonparalytic adalah 3-6 hari. Terjadinya


kelumpuhan di poliomyelitis paralitik, masa inkubasi biasanya 7-21 hari.
Respon terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi dan telah
dikategorikan berdasarkan keparahan klinis. Hingga 72% dari semua
infeksi polio pada anak-anak tidak menunjukkan gejala. Orang yang
terinfeksi tanpa gejala melepaskan virus dalam tinja dan dapat menularkan
virus kepada orang lain. Sekitar 24% dari infeksi polio pada anak-anak
terdiri dari kecil, penyakit nonspesifik tanpa bukti klinis atau
laboratorium invasi sistem saraf pusat. Presentasi klinis ini
dikenal sebagai polio yang gagal, dan ditandai oleh pemulihan
lengkap dalam waktu kurang dari seminggu. Ini ditandai dengan
demam ringan dan sakit tenggorokan. Nonparalytic meningitis
aseptik (gejala kekakuanleher, punggung, dan / atau kaki),
biasanya setelah beberapa hari setelah prodrome mirip dengan
penyakit ringan, terjadi pada 1% -5% dari infeksi polio pada
anak-anak. Peningkatan atau sensasi abnormal dapat juga terjadi.
Biasanya gejala ini akan berlangsung dari 2 sampai 10 hari,
diikuti oleh pemulihan lengkap. Kurang dari 1% dari semua
infeksi polio pada anak-anak mengakibatkan flaccid paralysis.
Gejala lumpuh umumnya mulai 1 sampai 18 hari setelah gejala
prodromal dan kemajuan selama 2 sampai 3 hari. Umumnya, ada
kelumpuhan lanjut terjadi setelah suhu kembali normal.
Prodrome mungkin biphasic, terutama pada anak-anak, dengan
gejala minor awal yang dipisahkan oleh periode 1 hingga 7 hari
dari gejala yang lebih besar. Tanda-tanda prodromal tambahan
dan gejala dapat termasuk hilangnya refleks superfisial, awalnya
meningkat refleks tendon dalam dan nyeri otot parah dan kejang
pada tungkai atau kembali. Penyakit ini berkembang menjadi
Flaccid Paralysis dengan berkurangnya refleks tendon dalam,
mencapai dataran tinggi tanpa perubahan selama berhari-hari
untuk minggu, dan biasanya asimetris. Kekuatan kemudian mulai
kembali. Pasien tidak mengalami kerugian sensorik atau
perubahan kognisi. Banyak orang dengan poliomyelitis paralitik
sembuh sepenuhnya dan, di sebagian besar, fungsi otot kembali
untuk beberapa derajat. Kelemahan atau kelumpuhan masih
menyajikan 12 bulan setelah onset biasanya permanen. Polio
paralitik diklasifikasikan menjadi tiga jenis, tergantung pada
tingkat keterlibatan. Polio tulang belakang adalah yang paling
umum, dan selama 1969-1979, menyumbang 79% dari kasus
paralitik. Hal ini ditandai dengan kelumpuhan asimetris yang
paling sering melibatkan kaki. Bulbar polio menyebabkan
kelemahan otot diinervasi oleh saraf kranial dan menyumbang
2% dari kasus selama periode ini. Polio Bulbospinal, kombinasi
bulbar dan kelumpuhan tulang belakang, menyumbang 19% dari
kasus. Rasio kematian-to-kasus polio paralitik umumnya 2% -5%
di antara anak-anak dan hingga 15% -30% untuk orang dewasa
(tergantung pada usia). Hal ini meningkatkan sampai 25% -75%
dengan keterlibatan bulbar.

G. Pencegahan dan pengendalian

 Pengobatan

Belum ada pengobatan antivirus spesifik untuk penyakit polio


sampai saat ini. Pencegahan merupakan satu-satunya jalan
terbaik dalam menanggulangi penyebarn penyakit ini. Selain itu,
sanitas lingkungan serta kebersihan perorangan akan
meminimalkan virus yang masuk melalui saluran pencernaan ini
(Deswati Furqonita dan Tetty Setiowati, 2007)
 Pencegahan Poliomielitis

Pencegahan yang paling efektif terhadap penyakit poliomeilitis


adalah dengan pemberian vaksin.
 Vaksin Poliomeilitis

Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio, yaitu OPV (Oral
polio vaccine) dan IPV (Inactivated polio vaccine). OPV
diberikan dua tetes melalui mulut, sedangkan IPV diberikan
melalui suntikan (dalam kemasan sendiri atau kombinasi DpaT).
Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir
kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar. Untuk imunisas
dasar, diberikan pada umur 2, 4, dan 6. Pada PIN (Pekan
imunisasi Nasional) semua balita harus mendapat imunisasi
tanpa memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan
daya tahan tubuh menurun (imunokompromais). Bila
pemberiannya terlambat, jangan mengulang pemberiannya dari
awaltetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan
jadwal. Pemberian imunisasi polio pada remaja dan dewasa yang
belum pernah imunisasi dan pekerja kontak dengan penderita
polio atau anak yang diberik OVP. Bagi ibu yang anaknya
diberikan OPV, diberikan dua tetes dengan jadwal seperti
imunisasi dasar. Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh
terhadap respon pembentukan daya tahan tubuh terhadap polio,
jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa meminum ASI.
Imunisasi polio ulangan (penguat) diberikan saat masuk
sekolah (5

– 6) dan dosis berikutnya diberikan pada usia 15 – 19 tahun.


Sejak tahun 2007, semua calon jemaah haji dan umroh di bawah
usia 15 tahun harus mendapat dua tetes OPV

Gambar 4. Pemberian vaksin polio

 Efek samping vaksin polio

Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomeilitis terjadi


setelah pemberian vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil
orang dapat menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri
otot. Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan pada keadaan
ketika seseorang sedang demam (> 38,5oC), muntah, diare,
sedang dalam pengobatan radio terapi atau obat penurun daya
tahan tubuh, kanker, penderita HIV, ibu hamil trimester pertama,
dan alergi pada vaksin polio.
OPV tidak diberikan pada bayi yang masih di rumah sakit
karena OPV berisi virus polio yang dilemahkan dan vaksin jenis
ini dieksresikan (dibuang) melalui tinja selama enam minggu,
sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi yang dirawat
di rumah sakit, disarankan pemberian IPV

(Suharjo Cahyono, 2010)

H. Vaksin Polio
Vaksin polio bekerja dengan pembentukan antibodi baik dalam darah
maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal
terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian. Dengan cara ini ,
maka frekuensi ekskresi polio virus liar dalam masyarakat dapat dikurangi.
I. Jenis , dosis dan jadwal pemberian imunisasi
1. Jenis vaksin volio
a. Vaksin oral (OPV)
Vaksin polio yang diberikan secara oral melalui mulut
b. Vaksin injeksi (IPV)
Vaksin polio yang diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam
tubuh anak.
2. Dosis pemberian vaksin
Vaksin polio diberikan dengan cara meneteskan langsung ke dalam
mulut anak sebanyak 2 tetes
3. Jadwal pemberian vaksin
Imunisasi Polio di berikan sebanyak tiga kali yaitu polio 1, polio 2,
polio 3. Selang waktu antara pemberian imunisasi polio adalah selama
4 minggu/ satu bulan. Pemberian dapat dimulai ketika anak berusia 2
bulan sampai 11 bulan . tidak perlu mengulang polio pertama jika ada
keterlambatan . dan vaksin diberikan melalui mulut.

J. Efek samping
Setelah vaksinasi sebagian kecil mengalami gejala pusing, diare ringan ,
nyeri otot.

K. Kontra indikasi
1. Anak demam tinggi dengan suhu diatas 38,5 0C
2. Anak sedang diare atau muntah
3. Anak yang sedang mendapatkan pengobatan obat yang menurunkan
kekebalan tubuh
4. Anak yang menderita kanker atau penyakit hipogamaglobulin
5. Anak yang mempunyai riwayat alergi neomisin, polimiksin, dan
streptomisin.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo, dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit


Infeksi. Yogyakarta: 2010.

Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Epidemiology and


Prevention of Vaccine. Preventable Diseases. 13th Edition.
Deswati, Furqonita, dan Setiowati, Tetty. 2007. Biologi Interaktif Jilid
1. Jakarta: Azka Press
Dinkes Banjar. Polio.
Huldani. 2012. Myelitis. Fakultas Kedokteran Banjarmasin. Universitas
Lampung.
N.Z, Miller.2004. The polio vaccine: a critical assessment of its
arcane history, efficacy, and long-term health-related consequences. USA:
Thinktwice Global Vaccine Institute.
Rahmawati, Dwi. 2008.Validitas Penapisan AFPuntuk Diagnosis
Polio. Jakarta: UI
Zulkifli Andi. 2007.Epidemiologi Penyakit Polio. Fakultas
Kesehatan Masyarakat.Universitas Hasanuddin
Hadinegoro, Sri Rezeki. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta :
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Nuraarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Media Action

Anda mungkin juga menyukai