Ketahuilah, setiap kali hati memiliki sesuatu yang baik, maka nafs
pun memiliki hal serupa yang dapat mengaburkan. Sebagaimana Allah
memberi hati keinginan (irâdah), maka Allah juga memberi nafs angan-
angan kosong (tamanniy). Sebagaimana Allah memberi hati perasaan
cinta (mahabbah), maka Allah memberi nafs hawa nafsu (hawâ).
Sebagaimana Allah memberi hati harapan (rojâ`), maka Allah memberi
nafs ketamakan (thoma’). Sebagaimana Allah memberi hati perasaan
takut (khauf), maka Allah memberi nafs perasaan putus asa (qunûth).
Perhatikan dan renungkan kata-kataku ini.
Segala hal yang dirusak oleh hawâ dapat diperbaiki oleh akal, karena
hawâ mempunyai tingkat setaraf dengan akal. Hawâ akan merendahkan
dan menjerumuskan manusia, sebaliknya akal akan memuliakan dan
meninggikannya. Sungguh besar perbedaan keduanya!
Kamu lihat orang yang dipengaruhi hawâ tampak seperti orang buta,
tidak tahu jalan (menuju Allah). Hawâ menghambatnya dari mencari
sesuatu yang memiliki hakikat, membuatnya tidak memikirkan akibat
perbuatan yang ia lakukan, membuatnya suka bertengkar dan
bermusuhan, membuang-buang umur dalam mencintai dan membanding-
bandingkan keutamaan para imam.
Catatan: Hawâ adalah makanan nafs. Hal ini membuat nafs sangat
bergantung dan sulit melepaskan diri dari cengkeraman hawâ. Oleh
karena itu, jauhilah hawâ dan bebaskanlah nafs-mu darinya. Sebab,
hawâ akan menodai agama dan murûah-mu. Jika kamu perhatikan dan
beda-bedakan semua peristiwa yang terjadi, maka akan kamu dapati
bahwa hawâ-lah yang menjadi sumber segala fitnah dan bencana dalam
peristiwa-peristiwa itu. Karena, hawâ merupakan sumber kebatilan dan
kesesatan. Hawâ bak minuman memabukkan. Seseorang yang meneguknya
akan dikuasai oleh minuman itu dan akan hilang akal sehatnya.