Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad secara mutawatir yang ditujukan kepada umatnya dan sebagai ibadah
bagi yang membacanya. Bahkan al Quran acapkali disebut oleh seluruh penganutnya
untuk mengesahkan berbagai macam prilaku, memotivasi berbagai perjuangan,
melandasi berbagai aspirasi, mensugesti dalam memenuhi segudang harapan dan
mempertguh jati diri manusia yang meyakininya dalam menghadapi berbagai
tantangan perkembangan zaman.
Bahkan bila dilihat pendapat Muhammad Abduh yang selaras dengan tendensi
rasionalitasnya di bidang tafsir bahwa kemukjizatan al Quran mennjukan adanya
ketidakberdayaan zaman untuk menggugurkan apapun darinya. Ia juga menegaskan
bahwa hanya al Quranlah satu-satunya kitab yang memuat berbagai masalah alam,
secara empiris maupun sosial (Abdussalam, 1999: 132). Oleh karena itu al Quran
adalah salah satu naskah atau risalah yang berjangkauan universal yang sering
diperbincangkan dan didiskusikan, meski demikian kurang kita pahami secara
keseluruhan. Mengingat penjelasan pesan-pesan Allah dan segala hikmahnya itu
masih menjadi materi bagi kebanyakan manusia Sehingga kaum muslimin harus
menakwilkannya dan harus mengeluarkan dari seluruh fenomenanya untuk
disesuaikan dengan berbagai fenomena dan tradisi.Sehingga perkembagan ilmu
pengetahuan manusia sesuai dengan realitasnya yang benar-benar riil dalam al Quran.
Misalkan dalam permasalahan muhkam dan mutasyabih yang terdapat dalam ayat-
ayat al Quran. Bila umat Islam tidak memahami dengan bank dan benar keduanya,
tentunya akan menimbulkan permasalahan yang mendasar dalam memahami Al-
Quran. Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-Quran
khususnya dalam ranah Muhkam Mutasyabih, maka kelompok kami menyusun
makalah yang membahas tentang kedua hal tersebut dengan judul “ Al-Muhkam Al-
Mutasyabih”. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai ketentuan dan hal-hal yang
berhubungan dengan Muhkam dan Mutasyabbih, akan dijelaskan dalam bab
berikutnya yaitu bab pembahasan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?

2. Bagaimana sebab-sebab adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?

3. Apa macam-macam dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?

4. Bagaimana sikap para ulama terhadap adanya ayat-ayat Al-Mutasyabih?

5. Apa faedah dari adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Muhkam Wal Mutasyabih


Muhkam adalah bentuk isim maf’ul dari fi’il Ahkama-yuhkimu yang menurut bahasa
diartikan dengan “menahan dari goncangan” 1 dan menyempurnakan. 2
Adapun menurut istiah, para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan muhkan.
Diantara pendapat itu adalah3 :

1. Dalil yang jelas yang tidak mengandung adanya penasakhan (penghapusan).

2. Ayat yang hanya mengandung satub tafsir saja.

3. Ayat yang bias dipahami tanpa membutuhkan rujukan kepada yang lain.
Adapun ulama yang berpendapat dengan pendapat pertama adalah pendapat Al-Jarjani 4.
Diantara perbedaan-perbadaan pendapat tersebut, Ibnu Hazm mengatakan bahwa ada
2 pendapat yang paling benar. Yang pertama yaitu ayat yang maknanya sudah jelas, dapat
menghilangkan musykilah, tidak samar lagi dan tidak menimbulkan pertanyaan jika
disebutkan. Yang kedua adalah ayat yang sudah tersusun dengan susunan yang bisa
dipahami baik itu dengan ditafsirkan ataupun tidak tanpa adanya perselisihan. Beliau
memaparkan pendapat tersebut dalam kitab Al-Ihkam Fi Ushulil Fiqh. 5
Yang termasuk dalam kategori ayat-ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan
sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas) dan zhahir (makna lahir).
Dari perbedaan-perbedaan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam
menurut istilah adalah ayat yang jelas maknanya, dapat dipahami dengan melihat
zhahirnya, tidak mempunyai kemungkinan dihapus hukumnya dan tidak memerlukan
keterangan dari ayat lain untuk memahaminya.

1 Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an, Az-Zarkasyi, jz.2, hlm.68

2 Tajul ‘Arus . Al-Husaini, jz. 12, hlm.72

3 Manahilul ‘Irfan, Az-Zarqani,jz.12, hlm.196

4 At-Ta’rifat, Al-Jarjani,jz. 1, hlm.67

5 Al-Ihkam Fi Ushulil Fiqh, Ibnu Hazm, jz. 1, hlm.62


Mutasyabih berasal dari fi’il tasyabaha-yatasyabahu yang menurut bahasa berarti apa-
apa yang saling menyerupai satu sama lain 6. Dalam Al-Quran, penyerupaan itu dalam
kesempurnaan, kebagusan, kebaikan, dan dalam memberikan banyak hikmah didalamnya.7
Sebagaimana para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan muhkam menurut istilah,
mereka juga berbeda pendapat dalam mengartikan mutasyabih menurut istilah, yaitu :8

1. Ayat-ayat yang diketehaui makna yang sebenarnya oleh siapapun kecuali Allah saja.

2. Ayat yang memiliki banyak tafsiran.

3. Ayat yang tidak bisa dipahami menurut zhahir lafal sehingga membutuhkan keterangan
lain.
Dari perbedaan-perbadaan diatas dapat disimpulkan bahwa ayat mutasyabih menurut istilah
adalah ayat yang maknanya tidak jelas dan masih diperselisihkan tentang penafsirannya dan
penafsiran ayat yang sesungguhnya hanya Allah-lah yang tahu. Contohnya adalah ayat ayat
yang bersifat global dan tidak ada perinciannya di dalam alquran, seperti firman Allah:

‫ الصالة‬E‫وأقيموا‬

“Dirikanlah sholat“.

Mendirikan sholat tidak dijelaskan tata caranya. Karena ayat ini hanya menyebutkan
kewajiban mendirikan sholat saja, tapi bagaimana tatacaranya? Ini diketahui dari dalil
lain.

Yang termasuk dalam kategori ayat-ayat mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus


ditakwil), musykil, dan mubham (ambigius).

B. Sebab-Sebab Adanya Ayat Muhkam Wal Mutasyabbih


Menurut para ulama sebab-sebab adanya ayat muhkam itu sudah jelas, yaitu sebagaimana
ditegaskan dalam QS. Al-Imran ayat 7

6 Ushulut Tafsir wa Qawa’iduhu, Abdurrahman Al-‘Ak, hlm. 291

7 Lisanul Arab, Ibnu Manzhur, jz. 13, hlm 503

8 Manahilul “Irfan, Az-Zarqani, jz. 2, hlm. 196.


ٌ َ‫ب َوأُخَ ُر ُمتَ َشابِه‬
‫ات ۖ فَأ َ َّما الَّ ِذينَ فِي‬ ِ ‫ات ه َُّن أُ ُّم ْال ِكتَا‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
ٌ َ‫َاب ِم ْنهُ آي‬
ٌ ‫ات ُمحْ َك َم‬ َ ‫ه َُو الَّ ِذي أَ ْنزَ َل َعلَ ْي‬

ِ ‫قُلُوبِ ِه ْم َز ْي ٌغ فَيَتَّبِعُونَ َما تَ َشابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغَا َء ْالفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِغَا َء تَأْ ِويلِ ِه ۗ َو َما يَ ْعلَ ُم تَأْ ِويلَهُ إِاَّل هَّللا ُ ۗ َوالر‬
َ‫َّاس ُخون‬

ِ ‫فِي ْال ِع ْل ِم يَقُولُونَ آ َمنَّا بِ ِه ُك ٌّل ِم ْن ِع ْن ِد َربِّنَا ۗ َو َما يَ َّذ َّك ُر إِاَّل أُولُو اأْل َ ْلبَا‬
‫ب‬

Artinya: “Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-
ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari
sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal”.
Pada garis besarnya sebab adanya ayat – ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an ialah
karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat – ayat-Nya sehingga sulit dipahami,
tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam –
macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal – hal yang
pengetahuanya hanya diketahui oleh Allah SWT saja.
Adapun adanya ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an disebabkan 3 (tiga) hal, yakni:

1. Kesamaran Lafal

 Kesamaran Lafal Mufrad, dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing), contohnya : Lafal dalam ayat 31 surat
Abasa : kata Abban jarang terdapat dalam Al – Qur’an, sehingga asing. Kemudian
dalam ayat selanjutnya, ayat 32: yang artinya ”untuk kesenangan kamu dan
binatang – binatang ternakmu”, sehingga jelas dimaksud Abban adalah
rerumputan.

b. Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda. Contohnya: kata Al – Yamin bisa
bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah.

 Kesamaran dalam Lafal Murakkab

Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab terlalu
ringkas, terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.
2. Kesamaran pada Makna Ayat

Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat – sifat
Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat – sifat
lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan
sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah
melihatnya.

3. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat

Seperti, ayat 189 dalam surat Al – Baqarah yang berbunyi:

E‫ى‬Eٰ Eَ‫ ق‬Eَّ‫ت‬E‫ ا‬E‫ن‬Eِ E‫ َم‬EَّE‫ ر‬Eِ‫ ب‬E‫ ْل‬E‫ ا‬E‫ َّن‬E‫ ِك‬Eَ‫ل‬EٰE‫ َو‬E‫ ا‬Eَ‫ ه‬E‫ ِر‬E‫ و‬Eُ‫ ه‬Eُ‫ ظ‬E‫ن‬Eْ E‫ ِم‬E‫ت‬
Eَ E‫ و‬Eُ‫ ي‬Eُ‫ ب‬E‫ ْل‬E‫ ا‬E‫ا‬E‫ و‬Eُ‫ ت‬Eْ‫ أ‬Eَ‫ ت‬E‫ن‬Eْ Eَ‫ أ‬Eِ‫ ب‬EُّE‫ ر‬Eِ‫ ب‬E‫ ْل‬E‫ ا‬E‫س‬
Eَ E‫ ْي‬Eَ‫ ل‬E‫َو‬
“Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebijakan itu ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga
terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab. Hingga
dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang bukan termasuk orang arab.
Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk orang yang sedang melakukan ihrom
baik haji maupun umroh.

C. Macam Macam Ayat Mutasyabihat

Menurut Abdul Jalal, macam – macam ayat Mutasyabihat ada 3 (tiga) macam :

1. Ayat – ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali
Allah SWT. Contohnya terdapat pada Q.S Al-An’am: 59

ِ ‫َو ِع ْن َدهُ َمفَاتِ ُح ْال َغ ْي‬


‫ب اَل يَ ْعلَ ُمهَا إِاَّل ه َُو‬

 “Dan pada sisi Allah–lah kunci – kunci semua yang ghaib, tak ada yang
mengetahuinya, kecuali Dia sendiri”.
2. Ayat – ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contohnya: pencirian mujmal, menentukan
mutasyarak, mengtaqyidkan hukum yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dst.

3. Ayat – ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan – urusan yang
hanya diketahui Allah SWT dan orang – orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.

D. Faedah Ayat-Ayat Muhkamat dan Ayat-Ayat Mutasyabihat

1. Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat

 Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah.
Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti
dan faedahnya bagi mereka.

 Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi
mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan
ajaran-ajarannya.

 Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan
Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan
jelas pula untuk diamalkan.

 Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya,


karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya,
tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.

2. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat

 Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini


keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan
untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu
tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan
keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat
mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena
kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih
itu.

 Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana


Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap
orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan
pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak
mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka
berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan
mengharapkan ilmu ladunni.

 Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan
manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa
besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala
sesuatu.

 Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar


manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa,
melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.

 Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam. 


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhkam  adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan
tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Sedang mutasyabih adalah ayat-
ayat yang maknanya belum jelas.

Ulama’ berbeda pendapat dalam hal memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu


antara bisa tidaknya manusia memahami/memaknai ayat-ayat mutasyabihat.

Sebab munculnya ayat muhkam mutasyabih terbagi menjadi tiga tinjauan


yaitu, Adanya kesamaran dalam lafadz, kesamaran makna ayat dan kesamaran
makna dan ayat.

Terdapat tiga macam ayat mutasyabih yaitu ayat yang tidak bisa difahami oleh
manusia, yang bisa difahami semua orang dengan pemahaman yang dalam dan ayat
yang bisa difahami oleh pakarnya saja.

Terdapat hikmah adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat yang secara


garis besar masuk pada tataran pemafaman dan penggunaan logika akal.

B. Saran

Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tentunya akan


menemui perbedaan antara ulama’ satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita
sebagi mahasiswa tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu
dengan yang lainnya. Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulama’
tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi
perbedaan.

 
 
 
 
  
Daftar Pustaka

Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an, Az-Zarkasyi, jz.2.

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Lintera Antar Nusa

Tajul ‘Arus . Al-Husaini, jz. 12.

Anwar, Rosihon. 2004, Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Media

Manahilul ‘Irfan, Az-Zarqani,jz.12.

Hadi, Abd. 2010, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaa Islamic


Media

Hermawan, Acep, 2011. ‘Ulumul Quran:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, Bandung:PT


Remaja Rosdakarya.

Referensi: https://tafsirweb.com/2183-surat-al-anam-ayat-59.html

Referensi: https://tafsirweb.com/1139-surat-ali-imran-ayat-7.html

Anda mungkin juga menyukai