Rumah
Kamis, 30 Oktober 2014 - 13:55 WIB
Wanita boleh saja bekerja di luar rumah. Namun dengan syarat masih dalam koridor yang
dibolehkan oleh syariat
BANYAK wanita pada zaman sekarang lebih memilih untuk berada di luar rumah, alasannya
beragam ada dari mereka yang karena terpaksa, ada yang karena keadaan atau kebutuhan,
bekerja dan ada yang sebaliknya mereka senang berada di luar rumah.
Padahal Al Qur’an telah mengajarkan kepada para wanita untuk senantiasa tetap berada di dalam
rumahnya kecuali ada alasan atau keperluan mendesak yang diperbolehkan oleh syariat dan
mendapat izin keluarga atau suami bagi yang sudah menikah dengan memperhatikan batasan-
batasan seperti:
َّ َوقَرْ نَ فِي بُيُوتِ ُك َّن َواَل تَبَرَّجْ نَ تَبَرُّ َج ْال َجا ِهلِيَّ ِة اأْل ُولَى َوأَقِ ْمنَ ال
ُصاَل ةَ َوآتِينَ ال َّز َكاةَ َوأَ ِط ْعنَ هَّللا َ َو َرسُولَه
“..dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah
Allah dan Rasul-Nya.” (QS: Al Ahzaab : 33).
Jika kita perhatikan secara seksama banyak fenomena yang sering kita lihat dan pemberitaan
negatif yang sering kita dengar menimpa kaum hawa, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya
lebih banyak mudharat/efek negatif yang akan menimpa wanita jika bekerja di luar rumah
dibandingkan dengan manfaatnya, antara lain:
Sering terjadinya kemungkaran, seperti;
Bercampur dengan lelaki, berkenalan, bebas mengobrol dan bertatap muka dengan yang
diharamkan,
Memakai minyak wangi berlebihan, tak jarang banyak yang memperlihatkan aurat
kepada selain mahramnya, sehingga bisa menyeret pada kasus perselingkuhan dan
perzinahan.
Kurang bisa melaksanakan kewajiban kepada suami dengan baik atau maksimal.
Keluar dari fitrahnya dengan meremehkan urusan rumah tangga yang seharusnya menjadi
bidangnya wanita.
Mengurangi hak-hak anak dalam banyak hal, sepert ; dalam kasih sayang, perhatian,
pendidikan agama dan lain sebagainya.
Membuat cepat lelah dan penat fisik serta pikiran sehingga bisa mempengaruhi jiwa serta
syaraf yang tidak sesuai dengan tabiat wanita.
Mengurangi makna hakiki tentang kepemimpinan suami dalam rumah tangga di hati
wanita.
Hasratnya tertuju pada pekerjaan, sedangkan jiwa, pikiran dan perasaannya menjadi
sibuk, lupa dan bertambah jauh dari tugas-tugasnya yang alami, yaitu keharusan
membina kehidupan suami istri, mendidik anak-anak dan mengatur urusan rumah tangga.
Tabiat dan kepribadian wanita sejatinya memiliki kekhususan tersendiri sebagaimana dijelaskan
oleh nabi dalam hadistnya. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
“Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari )
Wanita boleh saja bekerja di luar rumah. Namun dengan syarat masih dalam koridor yang
dibolehkan oleh syariat. Yang jadi masalah adalah saat wanita ingin disamakan kewajibannya
seperti laki-laki bahkan melebihi kewajiban para lelaki, lebih menjadi masalah lagi jika kaum
wanita lebih senang berada di luar rumah karena kepuasan dan kesenangan pribadi.
Wanita tetaplah wanita dan janganlah melupakan kerajaan kecilnya, yaitu rumahnya, karena
disitulah letak fitrah bagi dirinya.
Diperbolehkan bagi wanita untuk bekerja akan tetapi harus dengan ketentuan atau syarat-syarat
yang harus diperhatikan dan dipenuhi, seperti :
Ali radiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Fatimah radiyallahu ‘anha putri Rasulullah.
“Wahai Fatimah, apakah yang baik bagi seorang wanita?” Fatimah menjawab, “Hendaknya ia
tidak melihat lelaki (asing/yang bukan mahramnya) dan lelaki (orang lain) tidak melihatnya.”
“Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali yang boleh tampak
dari dirinya. Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali kepada
suami-suami mereka atau bapak-bapak mereka.” (QS: an-Nur [24]: 31).
Semoga dengan zaman seperti ini, para wanita dan Muslimah bisa bekerja di luar rumah seperti
apa yang disampaikan Aisyah dan Al-Quran.*