Anda di halaman 1dari 2

7 Tahapan Dakwah Fardiyah

(Mushthafa Masyhur)
Dakwah fardiyah (dakwah dengan pendekatan personal) merupakan salah satu sarana dakwah,
masih banyak lagi sarana dakwah lain (ceramah, tulisan, dll). Pelaksanaan DF ini juga
merupakan bentuk pengaplikasian dari hadist “Jika Allah memberikan hidayah kepada seorang
saja lantaran dakwahnya, nilainya lebih baik daripada humurun na’am (onta merah). Di sini,
sebagai seorang kader diharapkan bisa menggandeng “al akh” agar semakin banyak komunitas
muslim dan dakwah semakin cepat tersebar. Sebelumnya, kita perlu tahu bagaimana kondisi
umat muslim saat ini, yaitu kelemahan dan pengendapan iman di dalam jiwa ditambah dengan
ketiadaan pengetahuan yang benar tentang hakikat agama ini dan diperparah lagi dengan adanya
ghazwul fikr (perang pemikiran). Di sini yang harus dilakukan adalah membangkitkan keimanan
di dalam jiwa terlebih dahulu.

Adapun tahapan-tahapannya, antara lain:

1. Membina hubungan dan mengenal setiap orang yang hendak didakwahi → seorang da’i
berusaha agar mad’u merasakan bahwa dirinya diperhatikan. belum berbicara mengenai
dakwah agar hatinya lebih terbuka dan siap menerima perkataan yang siap diambil
manfaat. Ini membutuhkan waktu berminggu-minggu.
2. Membangkitkan iman yang mengendap di dalam jiwa → mulai membicarakan mengenai
keimanan dengan fenomena alam, seperti penciptaan alam semesta, hewan, tumbuhan, dll
yang seolah-olah tidak disengaja. Di sini, diharapkan mad’u menyadari akan kelaliannya
dan mulai menginstropeksi diri yang selanjutnya akan mudah di bimbing dan diarahkan
supaya iltizam (komitmen) dengan ajaran islam. 
3. Membantu memperbaiki keadaan dirinya dengan mengenalkan perkara-perkara yang
bernuansa ketaatan kepada Allah dan bentuk-bentuk ibadah yang diwajibkan →
membantu melatih dan membiasakan diri dalam ketaatan dan disiplin dalam menjalankan
ibadah serta menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Mad’u dibekali dengan bahan
bacaan yang sederhana, seperti buku tentang aqidah, ibadah, dan akhlak. Dibiasakan
menghadiri kuliah dan ceramah-ceramah serta dipertemukan dengan orang-orang shalih
(pengenalan lingkungan baik). Jangan membiarkan terlalu lama tanpa bimbingan. 
4. Menjelaskan tentang pengertian ibadah secara syamil (menyeluruh/komprehensif) →
tidak hanya sebatas masalah shalat, puasa, zakat dan haji saja, melainkan mencakup
segala sapek kehidupan (makan,minum,tidur,belajar,sosial,politik,dll) asalkan memenuhi
dua syarat, yaitu niat yang benar (karena Allah) dan menepati syara’ (mengikuti teladan
Rasulullah).
5. Menjelaskan bahwa keberagaman kita tidak cukup hanya dengan keislaman diri kita
sendiri → adanya pembicaraan bahwa seorang muslim tidak hanya menjalankan
kewajiban ritual yang sifatnya hanya pribadi (sholeh seorang diri) melainkan punya rasa
tanggung jawab untuk menegakkan syari’at islam di bumi Allah ini dan mewujudkan
negara islam. 
6. Menjelaskan bahwa kewajiban di atas tidak mungkin dapat ditunaikan secara individu →
Penegakan  negara islam  tidak akan bisa tanpa adanya jama’ah.
7. Menjelaskan akan pentingnya sebuah jama’ah → timbul pertanyaan “dengan jama’ah
mana ia akan bergabung?” memberikan masukan kepada mad’u, jamaah yang hendaknya
diikuti, yaitu sesuai dengan cara Rasulullah (berawal dari kekuatan aqidah, kekuatan
wihdah/persatuan, kekuatan tenaga dan senjata), yang menjadikan media amal mestilah
mengambil islam secara sempurna dan utuh, jama’ah yang tertanzhim (terorganisir)
dengan baik. «Jamaah Ikhwanul Muslimin»

Anda mungkin juga menyukai