Anda di halaman 1dari 11

PREDICARA Volume.1 Nomor.

2 Desember 2012

Harapan akan Kesuksesan Perkawinan pada Individu yang Melakukan Perkawinan


Semarga pada Suku Batak
(Hope of Marital Success In Individuals Who Did The Same-Clan Marriage In
Batak Ethnic)

Ervi Apriliyanti Sembiring1 dan Rahma Fauzia2


Departemen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr Mansyur No. 7 Padang Bulan Medan
1
ervi.apriliyanti@yahoo.co.id

Abstrak
Individu yang melakukan perkawinan semarga khususnya pada suku Batak
menghadapi konflik intrapersonal dan konflik interpersonal dengan keluarga dan masyarakat
Batak. Oleh karena itu, individu perlu mengembangkan harapan akan kesuksesan
perkawinannya sebagai salah satu karakter positif yang membuat individu dapat menjalani
kehidupan perkawinan semarga dengan baik. Harapan merupakan pemikiran yang diarahkan
pada tujuan dimana individu menggunakan pathway thinking dan agency thinking untuk
mencapai tujuannya (Snyder, 2000). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat
gambaran harapan akan kesuksesan perkawinan pada individu yang melakukan perkawinan
semarga pada suku Batak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden 1 dan 3 memiliki
harapan akan kesuksesan perkawinan yang tinggi dilihat dari mampu mengembangkan
pathway thinking dan agency thinking yang tinggi. Sementara responden 2 memiliki agency
thinking yang tinggi tetapi pathway thinking yang rendah. Ketiga responden bertujuan untuk
mencapai kesuksesan perkawinan dengan tolak ukur yang berbeda-beda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas hubungan dengan pasangan membantu responden untuk
mengembangkan pathway thinking. Selain itu, tidak terjadinya mitos perkawinan semarga di
dalam perkawinan ditemukan membantu ketiga responden untuk mengembangkan agency
thinking. Dukungan sosial, kepercayaan religius dan kontrol yang dimiliki oleh ketiga
responden juga membantu mereka dalam mengembangkan harapan akan kesuksesan
perkawinannya.
Kata kunci: harapan akan kesuksesan perkawinan, perkawinan semarga, suku Batak.

Abstract
The individuals who were did the same-clan marriage, especially in Batak ethnic, face
intrapersonal and interpersonal conflicts with their family and society. Therefore, individuals
need to develop a hope of their marital success as one of the positive characters that make the
individual able to live the same-clan marriage well. Hope is a goal-directed thinking in which
the individual use a pathway thinking and agency thinking to achieve the goal (Snyder,
2000). Therefore, the present research aimed to see the description of hope of marital success
in individuals who did the same-clan marriage in Batak ethnic. The results showed that
respondent 1 and 3 have high hope of marital success which can be seen through their ability
to develop high both pathway thinking and agency thinking. While respondent 2 has high
agency thinking but low pathway thinking. The three respondents aimed to achieve a success
marriage with different benchmarks. This result showed that the quality of the relationship
with the spouse helps the respondent to develop pathway thinking. In addition, the absent of
the myth about the same-clan marriage in their marriage is found to be helping the three
respondents to develop agency thinking. The social support, religious belief, and control held
by the three respondents also help them in developing their hope of marital success.
Keywords: hope of marital success, the same-clan marriage, Batak ethnic
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

PENDAHULUAN yang paling penting dalam hidup manusia.


Masyarakat suku Batak memegang Penelitian menunjukkan bahwa adanya
nilai budayanya hingga saat ini untuk hubungan yang kuat dan konsisten antara
digunakan sebagai pedoman hidup kepuasan hidup dan harapan (Park,
masyarakatnya. Pada suku Batak terdapat Peterson dan Seligman, 2004). Selain itu,
norma perkawinan seperti seseorang harapan merupakan salah satu kekuatan
dilarang untuk menikah dengan orang karakter yang dapat meningkatkan
yang berasal dari satu marga yang sama keinginan individu untuk bertahan
dengannya. Oleh karena itu, masyarakat mengatasi masalah yang dihadapi.
Batak yang masih memegang teguh adat Harapan penting untuk dibentuk karena
istiadat Batak melarang terjadinya harapan dapat mempengaruhi well-being
perkawinan semarga hingga saat ini. seseorang. Snyder (2002) menyatakan
Beberapa instansi agama seperti GBKP bahwa harapan adalah sesuatu yang dapat
(Gereja Batak Karo Protestan) dan HKBP dibentuk dan digunakan sebagai langkah
(Huria Kristen Batak Protestan) juga untuk perubahan ke arah yang lebih baik.
melarang terjadinya perkawinan semarga Individu yang melakukan perkawinan
di antara para jemaatnya. Oleh karena itu, semarga sebaiknya memiliki harapan
pasangan perkawinan semarga akan untuk suatu tujuan yang dinilai penting
menghadapi konflik karena tindakan untuk dicapai dalam perkawinannya
mereka melanggar adat istiadat Batak ini. seperti kesuksesan perkawinan. Hal ini
Penanaman nilai dan norma budaya Batak karena kesuksesan perkawinan merupakan
sejak kecil dapat berkontribusi salah satu hal yang mempengaruhi
menimbulkan konflik intrapersonal pada kebahagiaan pada banyak individu dewasa
individu yang melakukan perkawinan (Newman & Newman, 2006).
semarga seperti rasa bersalah dan tidak Oleh karena itu, individu yang
nyaman. Selain itu, individu dan pasangan melakukan perkawinan semarga sebaiknya
juga akan mendapatkan sanksi sosial memiliki harapan bahwa kehidupan
seperti pengucilan dan pandangan negatif perkawinannya akan sukses di masa depan
dari masyarakat terutama keluarga yang meskipun banyak masyarakat Batak yang
kemudian dapat menyebabkan konflik memberikan prediksi negatif tentang
interpersonal pada individu. Konflik- perkawinannya. Harapan akan kesuksesan
konflik yang terjadi karena tindakan perkawinan dilihat menjadi salah satu
melakukan perkawinan semarga ini pada karakter positif yang penting bagi
akhirnya dapat mempengaruhi kualitas individu. Harapan ini akan memunculkan
kehidupan individu dalam perkawinannya. pemikiran-pemikiran dan motivasi untuk
Individu perkawinan semarga mencapai kesuksesan perkawinannya ini
sebaiknya terus berusaha bertahan dan sehingga individu dan pasangan dapat
menjalani kehidupan perkawinannya bertahan dalam menghadapi konflik-
dengan baik dan bahagia meskipun konflik yang ada dalam kehidupan
menghadapi banyak tantangan dan perkawinan semarganya. Hal inilah yang
hambatan terutama yang berasal dari luar kemudian membuat peneliti ingin
perkawinannya agar memperoleh mengetahui lebih dalam mengenai
kehidupan yang baik. Seligman (dalam bagaimana gambaran harapan akan
Carr, 2004) mengungkapkan bahwa untuk kesuksesan perkawinan pada individu yang
mencapai kehidupan yang baik dapat melakukan perkawinan semarga pada suku
dilakukan dengan menjalani seluruh aspek Batak.
kehidupan setiap hari dengan melakukan
aktivitas yang melibatkan kekuatan Harapan akan Kesuksesan Perkawinan
karakter di dalamnya. Dalam hal ini, Harapan adalah keseluruhan dari
harapan merupakan salah satu karakter kemampuan yang dimiliki individu untuk
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

menghasilkan jalan mencapai tujuan yang cara untuk mencapai tujuan. Pathway
diinginkan, bersamaan dengan motivasi thinking menunjukkan kemampuan
yang dimiliki untuk menggunakan jalan seseorang untuk mengembangkan suatu
tersebut (Snyder, 2000). Harapan cara untuk mencapai tujuan yang
didasarkan pada harapan positif dalam diinginkan yang ditandai dengan
pencapaian tujuan. Snyder (dalam Snyder pernyataan self-talk seperti “Saya akan
& Lopez, 2007) mengemukakan harapan menemukan cara untuk
sebagai pemikiran yang diarahkan pada menyelesaikannya!” (Snyder, Lapointe,
tujuan (goal) dimana individu Crowson, & Early dalam Lopez, Snyder &
menggunakan pathway thingking Pedrotti, 2003). Beberapa cara yang
(kapasitas yang dirasakan untuk dihasilkan menjadi penting ketika individu
menemukan jalan menuju tujuan-tujuan menghadapi hambatan, dan orang-orang
yang diinginkan) dan agency thinking yang memiliki harapan yang tinggi merasa
(motivasi yang diperlukan untuk bahwa mereka mampu menemukan
menggunakan jalan atau jalan itu). beberapa jalan alternatif dan umumnya
Menurut Snyder (2000) terdapat tiga mereka sangat efektif dalam menghasilkan
komponen dalam teori harapan yaitu goal, jalan alternatif (Irving, Snyder, &
pathway thinking dan agency thinking. Crowson, 1998; Snyder, Harris, et al.,
Goal atau tujuan adalah sasaran dari 1991 dalam Snyder, Rand & Sigmon,
tahapan tindakan mental yang 2002).
menghasilkan komponen kognitif. Tujuan Agency merupakan komponen
harus cukup bernilai bagi individu untuk motivasional pada teori harapan. Agency
menempati pemikiran sadar yang dapat thinking yaitu kapasitas untuk
bervariasi dalam jangka waktu untuk menggunakan suatu jalan untuk mencapai
mencapainya, mulai dari yang dapat tujuan yang diinginkan. Agency thinking
dicapai dalam beberapa menit berikutnya mencerminkan pemikiran self-referential
(jangka pendek) sampai tujuan yang mengenai mulai berjalan melalui jalan dan
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan terus berkelanjutan sepanjang jalan itu.
bertahun-tahun untuk mencapainya Agency mencerminkan persepsi individu
(jangka panjang). Selain itu, Lopez, bahwa dia mampu mencapai tujuannya
Snyder & Pedroti (2003) menyatakan melalui jalan-jalan yang dipikirkannya,
bahwa tujuan dapat berupa approach- agency juga dapat mencerminkan penilaian
oriented in nature (misalnya sesuatu yang individu mengenai kemampuannya
positif yang diharapkan untuk terjadi) atau bertahan ketika menghadapi hambatan
preventative in nature (misalnya sesuatu dalam mencapai tujuannya. Orang yang
yang negatif yang ingin dihentikan agar memiliki harapan yang tinggi
tidak terjadi lagi). Tujuan harus dapat menggunakan self-talk seperti “Saya bisa
dicapai tetapi juga berada pada tingkat melakukan ini” dan “Saya tidak akan
ketidakpastian. Pada kontinum dari berhenti.” Agency thinking akan lebih
kepastian pencapaian tujuan, kepastian berguna pada saat individu menghadapi
yang absolut yakni tujuan dengan tingkat hambatan. Hal ini karena, ketika individu
kemungkinan pencapaian 100% tidak menghadapi hambatan, agency membantu
memerlukan harapan. Harapan individu menerapkan motivasi pada jalan
berkembang dengan baik pada alternatif yang terbaik (Irving, Snyder, &
kemungkinan pencapaian sedang (Averill Crowson dalam Snyder, Rand & Sigmon,
dkk., dalam Snyder, 2000). 2002).
Pathway thinking merupakan proses Menurut teori harapan, dari ketiga
dimana individu memandang dirinya komponen di atas, komponen pathway
sebagai individu yang memiliki thinking dan agency thinking merupakan
kemampuan untuk mengembangkan suatu dua komponen yang sangat diperlukan.
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

Kedua komponen ini merupakan berdasarkan keturunan yang digunakan


komponen yang saling melengkapi, sebagai identitas diri yang dibawa oleh
bersifat timbal balik, dan berkorelasi setiap keturunan yang dilahirkan dalam
positif, tetapi bukan merupakan komponen perkawinan masyarakat adat Batak. Oleh
yang sama. Komponen agency thinking karena itu, marga tidak hanya berperan
dan pathway thinking saling memperkuat sebagai identitas tetapi juga sebagai tanda
satu sama lain sehingga satu sama lain bahwa orang-orang berasal dari kelompok
saling mempengaruhi secara berkelanjutan marga yang sama merupakan satu
dalam proses pencapaian tujuan. Jika salah keturunan. Pengelompokan marga ini
satu dari kedua komponen ini tidak ada, dilakukan dengan tujuan untuk mengatur
maka kemampuan untuk mempertahankan perkawinan masyarakatnya dan
pencapaian tujuan tidak akan cukup. Oleh menghindari terjadinya perkawinan satu
karena itu, individu yang memiliki keturunan yang sama sehingga bisa
kemampuan dalam agency thinking memperoleh keturunan yang baik.
sebaiknya juga memiliki pathway thinking. Masyarakat Batak melarang perkawinan
Meskipun demikian, tidak semua individu dalam satu kelompok marga karena
mengalami hal tersebut yakni memiliki memandang bahwa melakukan perkawinan
agency thinking dan pathway thinking. dengan satu kelompok marga berarti
Jika individu memiliki keduanya, dapat melakukan perkawinan dengan satu
dikatakan bahwa individu tersebut keturunan (Hasibuan, 1995).
memiliki harapan yang tinggi (Snyder, Masyarakat Batak memandang
2000). perkawinan semarga sebagai suatu hal
Oleh karena itu, harapan akan memalukan yang dipercaya dapat
kesuksesan perkawinan merupakan mengakibatkan lahirnya keturunan yang
pemikiran yang diarahkan pada tujuan tidak baik dari pasangan yang melakukan
untuk mencapai kesuksesan perkawinan perkawinan semarga seperti kecacatan
dimana individu menggunakan pathway (Hasibuan, 1995). Masyarakat Batak
thinking (kapasitas yang dirasakan untuk terutama para ketua adat akan memberikan
menemukan jalan menuju tujuan-tujuan sanksi adat pada pasangan perkawinan
yang diinginkan) dan agency thinking semarga. Apabila perkawinan semarga
(motivasi yang diperlukan untuk dilakukan tanpa restu dari para ketua adat,
menggunakan jalan atau jalan itu). Dalam maka pasangan yang melakukan
hal ini, kesuksesan perkawinan memiliki perkawinan semarga akan diusir dari
definisi dan konsep yang sarat akan nilai lingkungan masyarakat. Bahkan pada
dan subjektivitas. Kesuksesan seseorang zaman dahulu, pasangan perkawinan
dalam perkawinannya bisa menjadi semarga akan mendapatkan hukum yaitu
kegagalan bagi orang lain. Budaya dan dibenamkan ke laut sampai mati atau
nilai-nilai keluarga memainkan peran besar dibakar sampai hangus (Sinaga, 2010).
dalam menentukan kesuksesan dan Selain itu, pasangan perkawinan semarga
kebahagiaan dalam perkawinan juga tidak diakui sebagai anggota marga
(DeGenova, 2008). Oleh karena itu, dan dilarang mengikuti upacara adat
kesuksesan perkawinan dilihat berdasarkan (Bangun, 1986). Terjadinya perkawinan
pandangan setiap individu. semarga juga akan mengakibatkan anak-
anak yang dilahirkan dalam
Perkawinan Semarga Suku Batak perkawinannya menjadi anak haram di
Perkawinan semarga dapat diartikan mata hukum adat karena tidak adanya
sebagai suatu perkawinan antara seorang pengakuan dari masyarakat adat setempat
laki-laki dan seorang perempuan yang walaupun menurut hukum agama dan
mempunyai marga yang sama. Marga hukum nasional perkawinannya dianggap
merupakan hasil dari pengelompokan sah (Astuti, 2005).
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

METODE menjelaskan tentang penelitian yang


Partisipan dalam penelitian ini dilakukan dan menanyakan kesediaannya
berjumlah tiga orang yang terdiri dari untuk berpartisipasi dalam penelitian.
seorang pria dan dua orang wanita. Setelah memperoleh kesediaan dari
Karakteristik partisipan adalah individu responden penelitian, peneliti membuat
dewasa yang telah melakukan perkawinan janji bertemu dengan responden dan
semarga pada suku Batak. Prosedur berusaha membangun rapport yang baik
pengambilan responden menggunakan dengan responden mengingat perkawinan
konstruk operasional (theory-based/ semarga masih menjadi hal yang tabu dan
operational construct sampling). memalukan untuk dibicarakan oleh
Pengambilan data dilakukan dengan responden. Setelah itu, peneliti dan
metode wawancara mendalam sebagai responden penelitian menentukan dan
metode utama dan observasi sebagai menyepakati waktu untuk pertemuan
metode pendukung sehingga diperoleh selanjutnya untuk melakukan wawancara
pemahaman yang lebih mendalam dan penelitian.
utuh mengenai harapan akan kesuksesan Pada tahap selanjutnya yaitu tahap
perkawinan pada individu. Adapun pelaksanaan penelitian, peneliti mengambil
wawancara mendalam dilakukan untuk data penelitian yakni mulai menghubungi
menggali dan mendapatkan gambaran responden yang telah bersedia untuk
yang luas serta mendalam berkaitan berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti
dengan gambaran harapan pada individu meminta kesediaan responden untuk
yang melakukan perkawinan semarga pada diwawancarai melalui surat pernyataan
suku Batak. Sedangkan observasi yang telah disiapkan. Setiap kali
dilakukan dengan tujuan agar peneliti melakukan wawancara, peneliti
memperoleh data tentang hal-hal yang mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat
kurang disadari yang tidak diungkapkan wawancara dengan responden. Penelitian
oleh partisipan secara terbuka dalam ini diawali dengan perkenalan dan
wawancara mengingat bahwa topik memberi penjelasan pada responden
perkawinan semarga masih menjadi hal mengenai tujuan penelitian. Peneliti juga
yang tabu untuk dibicarakan bagi menjelaskan mengenai prosedur dan
partisipan. kerahasiaan data penelitian. Setelah itu,
wawancara dilakukan berdasarkan
Prosedur penelitian pedoman wawancara yang telah dibuat
Prosedur penelitian ini ada dua yaitu sebelumnya. Proses wawancara akan
tahap persiapan penelitian dan tahap direkam dengan tape recorder mulai dari
pelaksanaan penelitian. Pada tahan awal hingga akhir wawancara dengan
persiapan penelitian, peneliti persetujuan responden penelitian
mengumpulkan berbagai informasi dan sebelumnya.
teori-teori yang berhubungan dengan Setelah proses wawancara selesai
perkawinan semarga dan harapan, dilakukan dan hasil wawancara telah
menyusun pertanyaan berdasarkan diperoleh, peneliti kemudian
kerangka teori untuk menjadi pedoman memindahkan hasil wawancara ke dalam
wawancara. Peneliti juga mengumpulkan bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya,
informasi tentang calom responden peneliti membuat koding sesuai dengan
penelitian dan memastikan calon teori yang digunakan. Hasil koding akan
responden memenuhi karakteristik yang membantu peneliti dalam menganalisa dan
telah ditentukan yakni individu suku Batak menginterpretasi data yang diperoleh dari
yang telah melakukan perkawinan masing-masing responden. Setelah koding
semarga. Setelah mendapatkannya, peneliti selesai dilakukan, peneliti kemudian
menghubungi calon responden untuk menganalisis dan membahas data yang
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

diperoleh sehingga diperoleh gambaran faktor-faktor seperti dukungan sosial,


harapan akan kesuksesan perkawinan pada kepercayaan religius dan kontrol.
tiap responden. Responden 1 dan 3 memperoleh banyak
dukungan sosial terutama dari orang tua
HASIL dan keluarga terdekat yang telah menerima
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan semarga, sedangkan
responden 1 dan 3 yang melakukan responden 2 kurang memperoleh dukungan
perkawinan semarga dapat dikatakan sosial dari keluarga terutama orang tua.
memiliki harapan akan kesuksesan Ketiga responden juga meyakini bahwa
perkawinan yang tinggi yang terlihat untuk mencapai kesuksesan perkawinan
dengan mereka mampu mengembangkan dibutuhkan kuasa Tuhan dan bukan
pathway thinking dan agency thinking ditentukan oleh status perkawinan semarga
yang tinggi bahkan mampu memikirkan sehingga berdoa dan melakukan aktivitas
jalur alternatif saat menjumpai hambatan. religius lainnya agar Tuhan memberikan
Sedangkan responden 2 memiliki agency bantuan. Selain itu, responden 2 dan 3
thinking yang tinggi tetapi memiliki memiliki sumber kontrol internal dan tidak
pathway thinking yang rendah. Dalam hal terlalu dipengaruhi oleh orang lain
ini, ketiga responden memiliki tujuan termasuk pasangan, sedangkan responden
untuk mencapai kesuksesan perkawinan 3 memiliki sumber kontrol eksternal.
dengan tolak ukur kesuksesan perkawinan
yang berbeda. Responden 1 menekankan
pada kualitas hubungan dengan pasangan DISKUSI
dan kesuksesan anak laki-laki dan Berdasarkan hasil penelitian,
perempuan, responden 2 menekankan pada diperoleh bahwa ketiga responden
pernikahan yang bisa bertahan dan berharap untuk kesuksesan perkawinannya
kesuksesan anak, sedangkan responden 3 meskipun dengan status perkawinan
menekankan kesuksesan anak sebagai semarga. Adanya konflik intrapersonal dan
satu-satunya karakteristik dari kesuksesan konflik interpersonal dengan keluarga dan
perkawinan. Ketiga responden memandang masyarakat Batak yang dihadapi karena
kesuksesan anak sebagai salah satu perkawinan semarga tidak menjadi
indikator dari kesuksesan perkawinan. hambatan bagi ketiga responden untuk
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mengembangkan harapan akan kesuksesan
kualitas hubungan yang baik dengan perkawinannya. Tidak bisa dipungkiri
pasangan membantu responden 1 dan 3 bahwa konflik yang dihadapi oleh ketiga
untuk mengembangan pathway thinking respoden dapat mempengaruhi
yang tinggi sehingga mampu memikirkan kebahagiaan mereka. Hal ini sesuai dengan
usaha-usaha yang bervariasi termasuk hasil penelitian yang dilakukan oleh Oishi
usaha alternatif, sedangkan responden 2 dan Diener (2001) mengenai hal yang
yang memiliki hubungan tidak harmonis membuat bahagia pada budaya individualis
dengan pasangan tidak banyak memikirkan dan kolektivis menunjukkan bahwa orang-
usaha-usaha untuk mencapai kesuksesan orang pada budaya kolektivis lebih
perkawinannya. Tidak terjadinya mitos mementingkan hubungan yang harmonis
perkawinan semarga pada kehidupan dan dapat memenuhi keinginan orang lain.
perkawinan juga ditemukan membantu Oleh karena itu, ketika individu bisa
ketiga responden mengembangkan agency menjalankan hidupnya sesuai dengan nilai-
thinking yang tinggi sehingga optimis nilai budayanya yang merupakan
untuk bisa mencapai kesuksesan keinginan orang-orang di dalam kelompok
perkawinannya. budaya itu menjadi salah satu hal yang
Harapan ketiga responden untuk membuat individu pada budaya kolektivis
kesuksesan perkawinan dipengaruhi oleh seperti budaya Batak dapat bahagia.
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

Mengembangkan harapan akan kesuksesan anak sendiri (Siahaan, 1982). Hal ini
perkawinan menjadi salah satu cara yang menunjukkan bahwa definisi dan konsep
dilakukan oleh ketiga responden untuk kesuksesan perkawinan sarat akan nilai
bisa bertahan dan mengatasi konflik- dan subjektivitas. Budaya dan nilai-nilai
konflik khas yang muncul karena tindakan keluarga memainkan peran yang besar
mereka melakukan perkawinan semarga. dalam menentukan kesuksesan dan
Berdasarkan hasil penelitian kebahagiaan dalam perkawinan seseorang
diperoleh bahwa dari ketiga responden (DeGenova, 2008).
hanya responden 1 dan 3 yang bisa Ketiga responden mampu
dikatakan memiliki harapan yang tinggi, mengembangkan pathway thinking
dilihat dari mereka mampu berkaitan dengan harapan untuk
mengembangkan pathway thinking dan kesuksesan perkawinannya. Kualitas
agency thinking yang tinggi. Sedangkan hubungan dengan pasangan yang baik
responden 2 meskipun memiliki agency membuat responden 1 dan 3
thinking yang tinggi tetapi memiliki mengembangkan pathway thinking yang
pathway thinking yang rendah. Snyder tinggi yang terlihat dengan mereka mampu
(1994) mengungkapkan bahwa individu memikirkan usaha-usaha yang bervariasi
dikatakan memiliki harapan tinggi jika termasuk usaha alternatif. Responden 1
individu memiliki pathway thinking dan memiliki pathway thinking yang berfokus
agency thinking yang tinggi setelah pada cara untuk menjaga hubungan baik
menetapkan tujuan yang ingin dicapai. dengan pasangan dan memperbesar
Kesuksesan perkawinan menjadi tujuan peluang mendapatkan anak terutama anak
yang ingin dicapai oleh ketiga responden. laki-laki. Responden 1 juga bersedia
Dalam hal ini ketiga responden memiliki terbuka meminta saran dari orang lain
pandangan mereka sendiri mengenai apa untuk menemukan usaha mengatasi
kesuksesan perkawinan itu. Pandangan masalah di dalam rumah tangganya.
responden 1 mengenai kesuksesan Responden 3 memiliki pathway thinking
perkawinan menekankan pada kualitas yang berfokus pada usaha untuk
hubungan dengan pasangan dan mempersiapkan masa depan anak-anaknya
kesuksesan anak laki-laki dan perempuan. dengan baik dimulai dari sekarang.
Responden 2 menekankan pada pernikahan Sedangkan responden 2 mengembangkan
yang bisa bertahan dan kesuksesan anak. pathway thinking yang rendah yang
Sedangkan responden 3 hanya terlihat kurang mampu mengembangkan
menekankan kesuksesan anak. Dari banyak usaha termasuk usaha alternatif
pandangan ketiga responden mengenai ketika sedang menghadapi hambatan.
kesuksesan perkawinan ini bisa dilihat Responden 2 memikirkan usaha untuk
terdapat persamaan dalam pandangan menjaga hubungan baik dengan pasangan
ketiganya yakni memandang bahwa tetapi belum memikirkan usaha untuk
kesuksesan anak menjadi salah satu mencapai kesuksesan anak-anaknya.
indikator dari kesuksesan perkawinan. Kualitas hubungan dengan pasangan yang
Ketiga responden memandang bahwa anak tidak begitu baik dan masih terjadinya
merupakan hal yang terpenting dalam konflik interpersonal dengan keluarga
hidup mereka dan sumber motivasi bagi hingga saat ini menjadi hal-hal yang
mereka untuk menjalani kehidupan membuat pemikiran responden mengenai
perkawinan semarga meskipun usaha untuk mencapai kesuksesan
menghadapi konflik dan hambatan. Salah perkawinannnya menjadi terbatas.
satu falsafah hidup masyarakat Batak yang Hasil penelitian juga menunjukkan
berbunyi Ianakhon Hi Do Arta Na bahwa ketiga responden selalu berusaha
Ummarga Di Ahu yang artinya harta yang berpikir positif mengenai masa depan
bernilai paling penting bagi saya adalah perkawinannya meskipun dengan status
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

perkawinan semarga. Ketiga responden hambatan yang ada disebabkan oleh


melakukan hal ini untuk menghindari perkawinan semarga yang dilakukan,
stress yang dapat menghambat proses melainkan disebabkan oleh kondisi dari
untuk mencapai kesuksesan perkawinan diri mereka sendiri. Misalnya responden 1
mereka. Hal ini seperti yang dinyatakan yang terkadang berpikir bahwa usianya
oleh Santrock (2003) bahwa berpikir yang tidak lagi muda akan memperkecil
secara positif dan menghindari pemikiran peluangnya untuk memiliki anak laki-laki
yang negatif secara umum merupakan nantinya. Meskipun begitu, hal ini tidak
strategi coping yang baik ketika mencoba membuat ketiga responden berhenti
mengatasi stres secara lebih efektif. Ketiga berusaha untuk mencapai kesuksesan
responden berpikir bahwa perkawinan perkawinannya karena ketiga responden
semarga yang telah dijalani sejauh ini memiliki agency thinking yang tinggi
dapat berjalan dengan baik dan bahkan dimana mereka yakin bisa mencapai tujuan
bisa sukses nantinya, meskipun banyak mereka yang bernilai ini. Hal ini sesuai
masyarakat Batak yang meyakini hal dengan yang dinyatakan oleh Snyder
sebaliknya. (2002) bahwa agency thinking akan lebih
Ketiga responden memandang bahwa berguna pada saat individu menjumpai
mitos-mitos negatif tentang perkawinan hambatan.
semarga tidak terjadi di dalam perkawinan Weil (2000) mengemukakan
mereka. Pemikiran ini membantu ketiga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
responden untuk mengembangkan agency harapan yaitu dukungan sosial,
thinking yang tinggi berkaitan dengan kepercayaan religius dan kontrol. Hal ini
harapan untuk kesuksesan perkawinannya juga terlihat pada ketiga responden.
yakni berupa optimisme dan keyakinan Responden 1 dan 3 telah menjalani
untuk bisa mencapai kesuksesan perkawinan semarga selama lebih dari
perkawinan mereka. Responden 1 lima belas tahun dan sebagian keluarga
meyakini bahwa ia dan pasangan bisa sudah mulai bisa menerima status
mencapai kesuksesan perkawinan karena perkawinan semarga. Hal ini membuat
mereka masih saling mendukung dan mereka memiliki banyak sumber dukungan
bekerja sama dan mereka memiliki sosial terutama dari keluarga berupa
keyakinan yang besar pada kuasa Tuhan dukungan emosional, instrumental dan
yang akan membantu mereka. Responden informasional yang membantu mereka
2 juga terlihat bisa mengembangkan dalam mengatasi masalah-masalah dalam
optimisme dan meyakini kemampuannya rumah tangganya. Sedangkan perkawinan
sendiri sebagai suami dan kepala keluarga semarga yang telah dijalani selama enam
untuk menjaga keberlangsungan dan tahun oleh responden 2 dan pasangan,
mencapai kesuksesan perkawinannya, masih menyisahkan konflik dengan
meskipun pada awalnya responden 2 keluarga kedua belah pihak yang belum
menyakini bahwa mitos perkawinan bisa menerima status perkawinan semarga.
semarga itu benar. Selain itu, responden 3 Hal ini membuat responden 2 memiliki
juga memiliki optimisme bahwa ia bisa sedikit sumber dukungan sosial terutama
mencapai kesuksesan perkawinan, berasal dari keluarga terdekatnya.
meyakini bahwa anak-anaknya bisa sukses Responden 2 memperoleh dukungan sosial
nantinya dengan segala usaha yang telah dari saudaranya berupa dukungan
dilakukannya sejauh ini. emosional dan instrumental.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ketiga Ketiga responden juga memiliki
responden menjumpai hambatan dalam kepercayaan religius yang ditunjukkan
pengembangan harapan untuk kesuksesan melalui perilaku berdoa kepada Tuhan dan
perkawinannya. Dalam hal ini, ketiga aktivitas religius lainnya. Ketiga
responden tidak melihat bahwa hambatan- responden memandang bahwa Tuhan yang
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

memiliki kuasa penuh atas hidup mereka. karakteristik psikologis individu yang
Meskipun begitu, responden 2 tidak begitu memiliki harapan tinggi.
meyakini bahwa usaha religius yang Harapan akan kesuksesan
dilakukannya bisa membantunya perkawinan yang merupakan salah satu
mempertahankan pernikahannya karena ia karakter positif menjadi salah satu hal
tidak melaksanakan aktivitas religius yang bisa membuat individu yang
dengan rutin. Sedangkan responden 1 yang melakukan perkawinan semarga bisa
mengaku selalu beribadah bahkan bertahan untuk menjalani kehidupan
menduduki salah satu posisi pengurus di perkawinannya. Ketiga responden
gereja ini memiliki keyakinan yang besar meyakini bahwa pada akhirnya kesuksesan
pada Tuhan sehingga ia meyakini bahwa perkawinan yang mereka inginkan dalam
masa depan rumah tangganya, kesuksesan kehidupan perkawinannya akan terjadi di
perkawinannya itu berada di tangan Tuhan. masa depan meskipun dengan status
Begitu pula dengan responden 3 yang perkawinan semarga. Hasil penelitian
meyakini kuasa Tuhan meskipun tidak menunjukkan bahwa beberapa dari dua
melakukan aktivitas-aktivitas religius belas karakteristik kesuksesan perkawinan
sepenuhnya. Dengan adanya kepercayaan yang diungkapkan oleh DeGenova (2008)
religius ini membantu responden 1 dan 3 terlihat pada ketiga responden pada saat
dalam mempertahankan harapan mereka ini. Oleh karena itu, pada akhirnya harapan
akan kesuksesan pernikahannya. Hal ini ketiga responden untuk kesuksesan
sesuai dengan yang dikemukakan oleh perkawinannya mendorong munculnya
Santrock (2003) bahwa pemikiran religius perilaku dan energi pada responden untuk
dapat memainkan peranan dalam mampu.
mempertahankan harapan dan Hasil penelitian ini diharapkan bisa
menstimulasi motivasi untuk pemulihan menjadi masukan bagi pasangan
(recovery). perkawinan semarga sehingga diharapkan
Kemampuan individu akan kontrol dapat mengembangkan harapan akan
juga mempengaruhi harapan yang kesuksesan perkawinannya meskipun
terbentuk dalam individu. Responden 1 menyadari terdapatnya mitos yang
melihat bahwa ia tidak memiliki kontrol menyatakan bahwa kehidupan perkawinan
atas masa depan rumah tangganya yang semarga tidak akan berjalan dan berakhir
dipandang bergantung pada kuasa Tuhan dengan baik. Individu yang melakukan
dan kerja sama dengan pasangan. perkawinan semarga dapat mengambil
Sedangkan responden 2 dan 3 memandang manfaat dari mengembangkan harapan
diri sendiri memiliki kontrol atas hidup akan kesuksesan perkawinan yakni dapat
mereka dan tidak terlalu dipengaruhi oleh memiliki pemikiran aktif dan positif dan
orang lain. Responden 2 memandang mampu mengatasi hambatan-hambatan
bahwa ia memiliki tubuh dan jiwa yang dengan memikirkan jalan alternatif dalam
sehat hingga saat ini untuk bisa terus usaha untuk mencapai tujuan. Individu
berusaha mempertahankan perkawinannya. juga sebaiknya bisa meningkatkan kualitas
Responden 3 memandang bahwa dirinya hubungan dengan pasangannya karena
mempunyai kontrol dan tidak bergantung kualitas hubungan yang baik ditemukan
pada orang lain termasuk pasangannya membantu pengembangan pathway
untuk memenuhi segala kebutuhan anak- thinking dalam pencapaian tujuan untuk
anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan perkawinan. Dalam hal ini,
responden 2 dan 3 memiliki sumber penelitian selanjutnya bisa melihat
kontrol internal sedangkan responden 1 pengaruh kualitas hubungan pasangan
memiliki sumber kontrol eksternal. Snyder terhadap harapan ataupun kemampuan
(2000) mengemukakan bahwa sumber pasangan untuk menghadapi konflik
kontrol internal merupakan salah satu khususnya pada perkawinan semarga.
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

Selain itu, ketiga faktor yakni dukungan Semarang: Universitas Diponegoro


sosial, dan kontrol terutama kepercayaan Press.
religius juga memiliki dampak yang baik
dan mambantu pengembangan harapan Bangun, Tridah. (1986). Manusia Batak
pada individu yang melakukan perkawinan Karo. Jakarta: Inti Idayu Press.
semarga. Oleh karena itu, penelitian
selanjutnya diharapkan bisa melihat Carr, Alan. (2004). Positive psychology:
bagaimana pengaruh maupun hubungan The science of happiness and human
faktor-faktor tersebut terhadap harapan. strength. New York: Brunner-
Dengan demikian, kita bisa memperoleh Routledge.
pemahaman yang lebih luas mengenai
karakter positif harapan. DeGenova, M. K. (2008). Intimate
Tidak hanya budaya Batak yang relationships, marriage & families
melarang terjadinya perkawinan semarga, (7th ed). New York: Mc. Graw-Hill,
tetapi budaya lainnya seperti etnis Inc.
Tionghoa juga melarang terjadinya
perkawinan semarga. Untuk itu, penelitian Lopez, S. J., Snyder, C. R., & Pedrotti, J.
berikutnya bisa melihat harapan akan T. (2003). Hope: Many definitions,
kesuksesan perkawinan pada individu yang many measures. Dalam S. J. Lopez
melakukan perkawinan semarga pada & C. R. Snyder (Eds). Positive
budaya yang lain. Penelitian berikutnya psychological assessment: A
juga bisa melihat perbedaan konflik yang handbook of models and measures
terjadi pada individu yang melakukan (pp. 91-106). Washington, DC, US:
perkawinan semarga pada budaya yang American Psychological
berbeda sehingga bisa memperoleh Association.
pemahaman mengenai fenomena Newman & Newman. (2006).
perkawinan semarga secara lebih luas. Development through life. A
Salah satu kelemahan dari penelitian psychological approach. USA:
ini terletak pada peneliti yang memiliki Thomson Wadsworth.
keterbatasan dalam membangun rapport
yang baik dengan partisipan penelitian. Oishi, S., & Diener, E. (2001). Goals,
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya culture, and subjective-well being.
diharapkan bisa membangun rapport yang Personality and Social Psychology
lebih baik dengan partisipan. Hal ini Bulletin, 27 (12), 1674-1682.
mengingat bahwa topik perkawinan
semarga masih menjadi hal yang tabu Park, N., Peterson, C., & Seligman, M.E.P.
untuk dibicarakan khususnya oleh individu (2004). Strengths of character and
yang melakukan perkawinan semarga well-being. Journal of Social and
sendiri sehingga penelitian berikutnya bisa Clinical Psychology, 23(5), 603-619.
memperoleh data-data penelitian yang
lebih mendalam. Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
REFERENSI manusia. Lembaga Pengembangan
Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Astuti Sembiring, Fauziyah. (2005). Psikologi Fakultas Psikologi
Perkawinan semarga dalam klan Universitas Indonesia.
sembiring pada masyarakat Karo di
kelurahan Tiga Binanga, kecamatan Santrock, J.W. (2003). Psychology (7nd
Tiga Binanga, Kabupaten Karo. ed).United States: McGraw-Hill
Companies
PREDICARA Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

Siahaan, Nalom. (1982). Adat Dalihan Na Snyder, C.R., and Lopez, S.J. (2007).
Tolu: Prinsip dan Pelaksanaannya. Positive psychology: The scientific
Jakarta: Tulus Jaya. and practical exploration of human
strengths. Sage Pulications London.
Sinaga, Richard. (2010). Perkawinan Adat
Dalihan Natolu. Jakarta: Dian Snyder, C. R., Rand, K. L., & Sigmon, D.
Utama & KERABAT (Kerukunan R. (2002). Hope theory a member of
Masyarakat Batak) positive psychology family. Dalam
C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds).
Snyder, C. R. (1994). The psychology of Handbook of positive psychology
hope: You can get there from here. (pp. 257-276). New York: Oxford
New York: The Free Press. University Press.

Snyder, C. R. (Ed.). (2000). Hypothesis: Weil, C. M. (2000). Exploring hope in


There is Hope. Dalam C. R. Snyder patients with end stage renal disease
(Ed). Handbook of hope: Theory, on chronic hemodialysis. ANNA
measures, and application (pp. 3- Journal (27), 219-223.
21). San Diego, CA: Academic
Press.

Anda mungkin juga menyukai