Anda di halaman 1dari 10

SIADH (Syndrome Of Inappropriate Antidiuretik Hormon)

A. Pengertian
1. SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan
ketidakmampuan ginjal mengabsorbsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang
berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K. Timby)
2. SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan jumlah ADH akibat
ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001)
3. SIADH aadalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran
ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih
ringan. (Corwin, 2001)
Etiologi
Produksi dari vasopresin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kanker
prostat dan limfoma dari duodenum, thymus dan kandung kemih adalah yang paling umum
sering menyebabkan SIADH. (Black dan Matassarin, 1993).
Faktor lain yang menyebabkan SIADH :
1) Kelebihan vasopresin
2) Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi maupun trauma
pada otak.
3) Proses infeksi (virus dan bakteri pneumonia)
4) Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopresin (vinuristin, cisplatin
dan oxytocin)
5) Penyakit endokrin : insufisiensi adrenal, mixedema & insufisiensi pituitary
anterior
6) Analgesik
7) Muntah
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah:
1) Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun / letargi sensitive, koma, mobilitas
gastrointestinal menurun (Anorexia).
2) Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa edema) sekitar 5-10 %.
3) Distensi vena jugularis.
4) Takhipnea.
Menurut Sylvia (2005) tanda dan gejala yang dialami pasien SIADH tergantung pada
derajat lamanya retensi air dan hiponatremia, perlu dilakukan pemeriksaan tingkat
osmolaritas serum, kadar BUN, Natrium, Kalium, Cl, dan tes kapasitas pengisian cairan :
1. Na serum >125 mEq/l
- Anoreksia
- Gangguan penyerapan
- Kram otot
2. Na serum 115-120 mEq/l
- Sakit kepala, perubahan kepribadian
- Kelemahan dan letargia
- Mual dan muntah
- Kram abdomen
3. Na serum <115 mEq/l
- Kejang dan koma
- Reflex tidak ada atau terbatas
- Papiledema
- Edema diatas sternum
C. Patofisiologi
Hormon ADH bekerja pada sel-sel duktus ginjal untuk meningkatkan permeabilitas
terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa diserta reabsorbsi elektrolit.
Air yang di reabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstra
seluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan
konsentrasi urinyang dieksresi.
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkatkan dengan hiponatremi delusional. Dimana
akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin
tetap, akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum
menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan
mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan
osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat beberapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan sekresi ADH yang abnormal. 3 mekanisme patofisiologi yang
bertanggungjawab akan SIADH, yaitu :
a. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh
kelainan system syaraf pusat, tumor, enasafalitis, sindrom guillain barre. Paisen yang
mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi atau tidak
adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis,
yang disebutr sebagai sekresi ektopik (misalnya pada infeksi)
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan. Bermacam-macam
obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk
nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi, suplemen kalium, diuretic tiazid,obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproteronol dan 4 anti neoplastic : sisplatin,
siklofosplamid, vinblastine, dan vinkristin.
D. Pathway
Out put ADH yang berlebih

Kelainan Retensi Peningkatan Atrofi


biokimiawi air volume CES adrenal

Penurunan Na Intoksikasi Menekan renin Korteks


kenaikan cairan dan sekresi adrenal
hipoglekemi aldosteron kolaps

Penurunan Na di Sel korteks


tubulus proximal yang masih
Gangguan Perubahan hidup
proses pikir nutrisi kurang membesar
dari kebutuhan
tubuh
SIADH

Volume cairan berlebih


E. Pemeriksaan diagnostik
1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L (menandakan konservasi ginjal terhadap Na)
2. Natrium urin >20 M Eq/L menandakan SIADH
3. Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun, tergantung ion mana yang hilang dengan
DNA
4. Osmolaritas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi
5. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya : kelebihan cairan
melewati dehidrasi.
6. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium, natrium serum
menurun sampai 170 M Eq/L)
7. Prosedur khusus : tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid normal.
8. Pengawasan ditempat tidur : peningkatan tekanan darah.
9. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia, hipokalemia,
peningkatan natrium urin.

F. Komplikasi
Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai kejang
otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi air.
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal dalam darah
adalah 20-40 mg setiap 100ccm darah. Penurunan kadar urea sering dijumpai pada
penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam
amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadi pengurangan
sintesis karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload tipe hipotonik (keracunan air)
Ketidakseimbangan cairan tubuh dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan
hipotonik, disertai dengan osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan
ekstraseluler akan pindah kekompartemen intraseluler. Terjadi ekspansi air berlebihan
diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang karena dilusi (rendahnya
elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat sulit
mengkompensasinya. Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik adalah SIADH
(kumpulan gejala karena malfungsi hormone antidiuretik)
3. Penurunan osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 270-290 mOsm/L. Sementara penurunan
osmolaritas plasma terjadi akibat hormon ADH yang berlebihan dan gangguan pada
ginjal dalam mengekskresikan cairan. Pada keadaan ini terjadi perpindahan cairan dari
ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema
otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan
terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
4. Hipokalemia
Nilai normal kalium dalam darah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab utama kehilangan kalium
adalah penggunaan obat-obat diuretik yang juga menarik kalium. Misalnya : tiazid,
furosemid)
5. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 - 2,1 Mg/l). Hipomagnesemia dapat
terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam jangka waktu lama.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori :
1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi
penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi
yang ditunjukan adalah untuk mengatasi tumor tersebut
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dapat dikurangi dengan membatasi masukan
cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsentrasi natrium
serum dapat dinormalkan dan gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian
larutan cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran
(kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan keluaran
urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.
a) Rencana non farmakologi
 Pembatasan cairan (kontrol kemungkinan kelebihan cairan)
 Pembatasan sodium
b) Rencana farmakologi
 Penggunaan diuretik untuk mencari plasma osmolaritas rendah
 Penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
 Hiperosmolaritas, volume edema menurun
 Ketidakseimbangan sistem metabolik, kandungan dari hipertonik saline 3% secara
perlahan-lahan mengatasi hiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum
(dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin
disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.
 Pengobatan khusus = prosedur pembedahan.
c) Pengangkatan jaringan yang mensekresi ADH
d) Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk
menghilangkan tumor tersebut.
Penyuluhan yang dilakuka n bagi penderita SIADH antara lain:
a) Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang diprogramkan untuk
membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan (menghemat cairan
untuk situasi sosial dan rekreasi).
b) Perkaya diet dengan garam Na+ dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan
diuretik secara kontinyu.
c) Timbang berat badan pasien  sebagai indikator dehidrasi.
d) Indikator intoksikasi air dan hiponat: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia
segera lapor dokter.
e) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek
samping.
f) Pentingnya tindak lanjut medis  tanggal dan waktu.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH

A. Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, pekerjaan, dan alamat
2. Riwayat penyakit dahulu : adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah
diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala
3. Riwayat penyakit sekarang : tentang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam,
dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana
sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
4. Riwayat penyakit keluarga : terutama yang mempunyai penyakit menular
5. Pantau status cairan dan elektrolit
6. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan
tindakan untuk mengatasinya
7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada
dokter)
8. Pengkajian fisik :
a. Inspeksi : Vena leher penuh
b. Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
c. Auskultasi : Kardiovaskuler, takikardi
B1 (Breathing)
- Takhipnea
B2 (Blood)
- Inspeksi : Distensi vena jagularis
- Auskultasi : Takikardia
B3 (Brain)
- Kekacauan mental
- Kejang
- Sakit kepala
- Confusion
- Disorientasi
B4 (Bladder)
- Penurunan volume urine
- Penurunan frekuensi berkemih
B5 (Bowel)
- Mobilitas gastrointestinal menurun (anorexia)
- Mual dan muntah
- Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa odema)
B6 (Bone)
- Kelemahan
- Letargi
- Perkusi : Penurunan reflex tendon dalam

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia b.d sekresi ADH yang berlebihan.
2. Resiko defisit nutrisi b.d perubahan absorpsi nutrisi dan natrium.
3. Retensi urin b.d hiponatremia
4. Gangguan proses pikir b.d penurunan kadar Na.

C. Intervennsi Keperawatan
Dx 1 : Hipervolemia b.d sekresi ADH yang berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan juga tidak

ada edema pada tubuh cairan serta pengeluaran urine kembali seimbang.

Intervensi Rasional
1. Periksa tanda, gejala dan penyebab 1. Mengetahui seberapa berat hipervolemia

hipervolemia klien

2. Monitor status hemodinamik 2. Mengetahui pengaruh hipervolemia

3. Monitor intake dan output cairan terhadap jantung dan tekanan darah klien

4. Monitor tanda hemokonsentrasi 3. Mengetahui status cairan klien

5. Monitor peningkatan tekanan onkotik 4. Mengetahui kadar natrium, BUN,

plasma hematokrit)

6. Batasi asupan cairan dan garam 5. Mengetahui meningkatnya kadar proterin /

7. Kolaborasi pemberian diuretik albumin.

8. Kolaborasi pemberian continunous renal 6. Mengurangi pemasukan cairan dan garam


replacement therapy (CRRT) agar tidak menumpuk

7. Mencegah penyerapan garam, kadar air,

klorida dalam ginjal.

8. Membersihkan darah sisa metabolism dan

membuang cairan tubuh yang berlebih

Dx 2 : Resiko defisit nutrisi b.d perubahan absorpsi nutrisi dan natrium.


Tujuan : Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan berat badan pasien akan stabil dan

pasien bebas dari tanda-tanda mal nutrisi serta pasien dapat mengumpulkan energinya kembali

untuk beraktivitas.

Intervensi Rasional
1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status defisit nutisi klien

2. Identifikasi intoleransi makanan 2. Mengetahui jumlah kalori dan jenis nutrient

3. Identifiasi kebutuhan kalori dan jenis yang dibutuhkan

nutrien 3. Membantu pemberian nutrisi, jika tidak bisa

4. Identifikasi perlunya penggunaan selang melalui oral

nasogastrik 4. Mengetahui jumlah dan jenis makanan yang

5. Monitor asupan makanan masuk

6. Berikan makanan tinggi kalori 5. Untuk peningkatan energi

7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 6. Mengetahui penyebab defisit nutrisi

8. Kolaborasi dengan ahli gizi, untuk 7. Untuk memenuhi kalori sesuai kebutuhan

menentukan jumlah kalori dan jenis

nutrien

Dx 3 : Retensi urin b.d hiponatremia


Tujuan : Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan dapat berkemih dengan tuntas
Intervensi Rasional
1. Periksa kondisi pasien 1. Mengethui keadaan umum pasien

2. Memantau eliminasi urin (frekuensi, 2. Mengetahui tanda gejala retensi urin

konsistensi, bau, volume dan warna) 3. Mengetahui pengeluaran urin

3. Pantau adanya tanda gejala retensi urin 4. Mengosongkan kandung kemih dengan

4. Perhatikan waktu eliminasi urin terakhir lebih optimal

5. Memonitor output urin

6. Kateterisasi

Anda mungkin juga menyukai