Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sylvia A, Price, 2012). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam lumen
usus, dinding usus atau benda asing diluar usus yang menekan, serta kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus
(Indrayani, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008, diperkiakan
penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian didunia.
Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh
penyakit saluran cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3 jiwa per 100.000 jiwa (World
Health Organization, 2008). Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosis ileus. Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruksi yang merupakan
kegawatan dalam bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus obstruksi merupakan
60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendiksitis akut
(Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008)
Obstruksi ileus merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering
dijumpai. Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri
abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.
Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
menghambat proses pencernaan secara normal (Sjamsuhidayat, 2006). Inside dari ileus
obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi dunia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Obstruksi Illeus?
2. Apa Etiologi Obstruksi Illeus?
3. Apa Klasifikasi Obstruksi Illeus?
4. Apa Manifestasi Obstruksi Illeus?
5. Bagaimana Patofisiologi Obstruksi Illeus?
6. Apa pemeriksaan Penunjang Obstruksi Illeus?
7. Apa Trend dan Issue Perawatan Kritis Pada Kasus Obstruksi Illeus?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Obstruksi Illeus?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Obstruksi Illeus
2. Untuk Mengetahui Etiologi Obstruksi Illeus
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Obstruksi Illeus
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Obstruksi Illeus
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Obstruksi Illeus
6. Untuk Mengetahui pemeriksaan Penunjang Obstruksi Illeus
7. Untuk Mengetahui Trend dan Issue Perawatan Kritis Pada Kasus Obstruksi Illeus
8. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Obstruksi Illeus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Obstruksi Illeus


Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi total usus halus merupakan
keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat
bila penderita ingin tetap hidup. Ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis
pada usus merupakan penyumbatan yang sama sekali menutupi atau menganggu
jalannya isi usus. (Sabara.2007)
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya
aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal. (Reeves,2005)
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada tr
aktusintestinal ( Price & Wilson, 2007). Obstruksi ileus adalah gangang bisa
disebabkan oleh adanya mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen
usus.

B. Etiologi Obstruksi Illeus


1. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5%
dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan
kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai
riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus,
dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum
atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya
pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi,
atau hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium

C. Klasifikasi Obstruksi Illeus


Di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus di hambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pengerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hingga secara spontan setelah 2samapi 3
hari.
2. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia daninfark (strangulasi) sehingga
menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksimekanik yang
berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan
danmenyebabkan gangren dinding usus

D. Manifestasi Klinis Obstruksi Illeus


1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB)
4. Distensi abdomen
5. Bising usus tenang
6. Pemeriksaan laboratorium sering kali normal
7. BAB darah dan lendir tetapi tidak ada feces dan flatus.

E. Patofisiologi Obstruksi Illeus


Pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan ahkirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan kedalam saluran cerna setiap
hari. Sebagaian besar cairan diabsorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini
menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumalsi gas dan cairan (70%
dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi dibagian proksimal atau
distal usus. Apa bial akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadi
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi
cairan di usus dan rongga peritonium mengakibatkan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya
usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
menurun, terjadilah iskemia dan nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya peforasi akan
menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Pathway
Benda asing Stenosis, invaginasi, volvulus Ileus paralitik, intoksikasi, thrombus/
(Biji buah, batu empedu, cacing) sigmoid/ sekum, tumor, atresia emboli pembuluh darah daerah
Obstruksi Mekanis mesenterika Obstruksi Non - Mekanis

Peristaltik usus menurun


Obstruksi Usus Merangsang reseptor nyeri
Disfungsi Motilitas
Gastrointestinal Cairan, gas dan udara Dihantarkan serabut tipe
berkumpul di belakang A & serabut tipe C
obstruksi
KONSTIPASI Medulla spinalis
Peristaltik meningkat sementara
waktu, dalam upaya memaksa Sistem Sistem Area
isi usus mendorong sumbatan aktivitas aktivitas Grisea
resikuler retikuler
Distensi bertambah
Talamus Hipotalamus Talamus
Isi usus mengalir balik Distensi menghalangi pasokan dan sistem
kedalam lambung darah ke dalam usus sehingga limbik
menghambat absorbsi usus

Distensi Dinding usus membengkak Otak


Lambung ketia air, natrium, serta kalium (Korteka Somatosensorik)
Resiko
Ketidakseimbangan disekresikan kedalam usus dan
Elektrolit tidak di absorbsi kembali dari Persepsi Nyeri
dalam usus
Lambung Nyeri Akut
mendorong Dehidrasi
Kekurangan
diafragma kedalam
Volume Cairan
kavum thorak Tidak Teratasi Penatalaksanaan
Dekompresi
Tekanan Hipovolemia
intratorakal Proses pemasangan
meningkat Syok NGT

Memaksa spingter esophagus bagian atas Dekompresi ANSIETAS


membuka, glottis menutut dan palatum
mole menyekat nasofaring
Kematian

Tekanan memaksa isi lambung melewati


spingter untuk disemburkan keluar
melalui mulut

Muntah

Defisit Nutrisi
F. Pemeriksaan Penunjang Obstruksi Illeus
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatansigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatanhitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadarserum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic

G. Trend dan Issue Perawatan Kritis Pada Kasus Obstruksi Illeus


Di zaman modern dengan adanya peningkatan derajat ekonomi yang juga
terjadi pada masyarakat sangat berpengaruh terhadap gaya hidup sehari-
hari,misalnya pola aktifitas dan pekerjaan,namun tanpa disadari bahaya yang
mengancam kesehatan juga tidak dapat di hindari (Sjamsuhidayat, 2005).
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Sekitar 20% pasien ke rumah sakit datang dengan keluhan akut abdomen oleh
karena obstruksi pada saluran cerna, 80% obstruksi terjadi pada usus halus
(Emedicine, 2009).
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap
tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Deparetemen Kesehatan RI,
2010).
Laparatomi pada ileus merupakan jenis pembedahan darurat abdomen yang
paling sering dilakukan di Negara-negara barat. Ileus dapat terjadi pada setiap usia,
perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sam untuk
menderita penyakit ini. Namun penyakit ini sering dijumpai pada dewasa muda
antara umur 20-30 tahun (Smeltzer, 2002). Insiden antara laki-laki dan perempuan
pada usia ini menunjukkan frekuensi yang sama, akan tetapi pada usia 25 tahun, pada
laki-laki frekuensinya lebih
tinggi dengan rasio 3:2 dari perempuan (Issebalcher, 2000). Gangrene dan
perforasi biasanya terjadi sesudah 24-36 jam. Oleh karena itu pada pasien yang sudah
terdiagnosa Ileus obstruksi, maka harus segera dilakukan tindakan pembedahan
sewaktu-waktu. Keterlambatan pembedahan dapat menyebabkan berbagai
komplikasi, diantaranya 20% mengalami perforasi appendiks, peritonitis, abses
appendiks dan bahkan kematian.
Berdasarkan data yang diperoleh jumlah pasien yang masuk ke Instalasi
Bedah Sentral RSDM Dr. Moewardi Surakarta selama 3 bulan terakhir dimulai dari
bulan Juli sampai bulan September 2012 adalah 1801 pasien, sedangkan pasien yang
mengalami Ileus Obstruksi adalah 26 pasien yang menjalani tindakan operasi
Laparatomi.
BAB III
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3. Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
a. P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
b. Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh pasien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus.
c. R : Di daerah mana gejala dirasakan
d. S : Seberapa keparahan yang dirasakan pasien dengan memakai skala numeric 1
s/d 10.
e. T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan

4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa
bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.Penderi
ta tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007) 
b. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran
episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak
ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston,
1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta
tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif
usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di
dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas
lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007)

B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adequat dan
ketidakefektifan penyerapan usus halus yang d.d adanya mual, muntah, demam dan
diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Gangguan pola eliminasi: konstipasi b.d disfungsi motilitas usus.. 
4. Nyeri b.d distensi abdomen
5. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
6. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit

C. Intervensi
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adequat dan
ketidakefektifan penyerapan usus halus yang d.d adanya mual, muntah, demam dan
diaforesis.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan tanda – tanda
kekurangan cairan (dehidrasi) dapat berkurang

Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ Urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi,suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi
d. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
Intervensi:
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status dehidrasi
c. Monitor tanda – tanda vital
d. Kolaborasi pemberian cairan IV
e. Monitor tingkat HB dan Hematrokrit
f. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian

2. Defisit Nutrisi b.d gangguan absorbsi nutrisi.


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pada
pasien dapat kembali normal

Kriteria Hasil:
a. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
b. Serum albumin meningkat
c. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
d. Nyeri abdomen menurun
e. Berat badan semakin mambaik

Intervensi:
a. Tinjau faktor - faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis: status puasa,mual, ileus paralitik setelah selang
dilepas.
b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen lalu catat
c. Monitor berat badan pasien
d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
e. Sajikan makanan secara menarik dan masih hangat
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.

3. Nyeri akut b.d distensi abdomen


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan nyeri abdomen
dapat semakin menurun
Kriteria Hasil:
a. Keluhan nyeri semakin menurun
b. Gelisah dapat menurun
c. Ketegangan otot menurun
d. Tekanan darah semakin membaik

Intervensi:
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis: kompres
hangan / dingin, tarik nafas dalam, terapi bermain, terapi musik)
d. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik

Perawatan Pre dan Post Operatif


1. Asuhan Keperawatan Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Diagnosa ini ditegakkan dari data klien mengatakan
tegang , takut karena belum punya pengalaman operasi dan selalu
menanyakan kapan mulai dioperasi. TTV : TD : 130/90 mmHg, S : 36, 5
o
C, N : 90 x/mnt, RR : 16 x/mnt.

Tujuan dari diagnosa diatas yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 1x20 menit ansietas berkurang atau hilang dengan kriteria
hasil klien mengatakan sudah siap untuk dioperasi dan tidak cemas, wajah
klien tampak rileks dan tidak tegang.

Intervensi dari diagnosa diatas yaitu


1. Lakukan komunikasi terapeutik untuk membangun kepercayaan
pada klien (BHSP)
2. Identifikasi tingkat rasa yang mengharuskan intervensi lebih tepat
3. Beri informasi tentang peran advokat perawat intraoperasi
4. Perkenalkan staf, perawat ataupun dokter yang akan melakukan
operasi, Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama
pemindahan ataupun pada ruang operasi, Kolaborasi : Rujuk pada
perawatan oleh rohaniawan, psikiatri jika diperlukan, Beri obat
sesuai petunjuk : zat-zat sedatif sesuai indikasi.
Implementasi yang dilakukan yaitu
1. Membangun interaksi melalui komunikasi terapeutik (BHSP)
2. Memberi informasi tentang peran perawat
3. Memberitahu pasien rasa yang ditimbulkan saat dilakukan anastesi
4. Menjelaskan nama-nama tim bedah yang akan melakukan operasi.
5. Memindahkan pasien dengan meminimalkan pemajanan tubuh.

Evaluasi yang diperoleh adalah masalah ansietas teratasi dengan


ditandai klien siap untuk dioperasi.

2. Asuhan keperawatan Intra Operasi


a. Resiko cidera b.d penurunan kesadaran
Didukung data klien mendapatkan general anestesi, klien mengalami
kehilangan kesadaran. Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan tidak terjadi cidera saat pembedahan dengan
rencana yang akan dilakukan adalah pasang tali pengaman pada klien,
selalu awasi klien, lakukan tindakan untuk menjaga keseimbangan
klien dan atur pencahayaan.
Implementasi yang dilakukan adalah memasang tali pengaman ke
tubuh klien, menghidupkan lampu operasi, mengawasi postur
keadaan klien serta menempatkan kedua tangan pada penyangga
tangan/hands support meja operasi.
Evaluasi yang diperoleh adalah masalah teratasi dengan ditandai klien
tampak aman diatas meja operasi, tidak terjadi cidera, tali pengaman
terpasang dan pencahayaan baik.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive (tindakan pembedahan
Laparatomi)
Didukung data terpasang infuse dan dilakukan general anestesi
serta dibuatnya sayatan sepanjang ± 10 cm. Setelah dilakukan
asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi dengan rencana
lakukan drapping dan lakukan tindakan aspetic dengan desinfektan
ke medan operasi.

Implementasi yang dilakukan adalah mempersiapkan meja operasi,


menyiapkan peralatan operasi (steril), setelah semua siap dan
menghadirkan klien ke ruang operasi, masing-masing tim operasi
mencuci tangan steril, memakai pakaian operasi steril, melakukan
tindakan aseptic untuk area yang akan dioperasi dengan memberikan
cairan savlon, kemudian betadine dan dibersihkan dengan alcohol
untuk meminimalkan terjadinya infeksi saat operasi, penempatan duk
steril disekitar lapangan operasi.
Evaluasi yang diperoleh pada luka operasi tidak terjadi kontak /
paparan langsung dengan barang- barang / hal-hal yang tidak steril,
serta tanda-tanda infeksi pada luka operasi baru bisa dilihat setelah 2 x
24 jam, masalah teratasi.

3. Asuhan keperawatan Post Operasi


Klien tiba di Recovery Room pada tangggal -.- jam -.- WIB.
Instruksi di RR : Posisi terlentang (supine), O2 2 lt/mnt, pertahankan agar
pernafasan baik, bila muntah miringkan klien, infuse RL 24 tpm. Keadaan
umum : lemah, Tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg, Nadi :90 x/mnt,
Respirasi : 20 x/mnt, Suhu : 36ºC, Keadaan luka : luka tertutup dengan kasa,
panjang luka jahitan ± 10 cm, darah tidak rembes. Klien belum sadar akibat
pengaruh dari obat anestesi.
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi
(Port de entry)
Tujuan dari diagnosa diatas yaitu Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 1x2 jam risiko infeksi terkontrol dengan kriteria hasil
Bebas dari tanda & gejala infeksi setelah 2x24 jam, Angka lekosit
normal (4- 11.000), Suhu normal (36– 37o C).
Intervensi dari diagnosa diatas yaitu
1. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
2. Gunakan baju, masker dan sarung tangan sebagai alat
pelindung, Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat
3. Mengobservasi luka operasi, Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik sesuai program
4. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal setelah
2x24 jam
5. Inspeksi kulit terhadap kemerahan, panas, drainase.
Implementasi yang dilakukan yaitu
1. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
2. Menggunakan baju, masker dan sarung tangan
sebagai alat pelindung
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local,
Mengobservasi luka operasi.
Evaluasi yang diperoleh masalah resiko tinggi terhadap infeksi
teratasi ditandai dengan luka operasi tertutup kasa steril tampak
kering, suhu tubuh 36,8oC, klien belum sadar, belum terlihat tanda-
tanda dan gejala infeksi setelah 2x24 jam.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal. (Reeves,2005)
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktusinte
stinal ( Price & Wilson, 2007). Obstruksi ileus adalah gangang bisa disebabkan oleh adanya
mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus. Faktor – faktor penyebab
dari obstruksi illius diantaranya Adhesi ( perlekatan usus halus ), Tumor primer usus halus,
Batu empedu, Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut,dll.
Diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : Obstruksi paralitik (ileus paralitik) adalah
Peristaltik usus di hambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi
kontrol otonom pengerakan usus. Dan yang kedua Obstruksi mekanik yaitu digolongkan
sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup
(paling sedikit 2 obstruksi). Dengan tanda gejala yang di timbulkan yaitu: Nyeri tekan pada
abdomen, Muntah, Konstipasi (sulit BAB), Distensi abdomen, Bising usus tenang,
Pemeriksaan laboratorium sering kali normal, BAB darah dan lendir tetapi tidak ada feces dan
flatus. Pemeriksaan penunjang yang digunakan yaitu Sinar X, Barium enema, Laboratorium.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
waluyo, dkk, Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis
Missouri:Mosby Elsevier
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsip Kritis Proses – Proses Penyakit . Edisi 6,
Volume1.Jakarta: EGC
Rahayu Rejeki indrayani, bahar asril. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta :
DepartemenPendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jilid III edisi IV ;2007. 1405-1410
Rice A. silvia & wilson M` lorraine, (2007).  patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit Edisi 6, Volume 1. Jakarta  : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

http://perirusli.blogspot.com/2017/04/asuhan-keperawatan-ileus-obstruksi.html
https://www.academia.edu/36224572/LAPORAN_PENDAHULUAN_ILEUS_OBSTRU
KTIF_docx

Anda mungkin juga menyukai