Disusun Oleh:
2. ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius
seperti bakteri, klamidia, virus, jamur, parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu,
radiasi), maupun imunologi (pada reaksi alergi).
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral, penyebabnya
adalah toksik atau kimia. Organisme penyebab tersering adalah stafilokokus,
streptokokus, pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau virus. Juga dapat
disebabkan oleh butir-butir debu dan serbuk sari, kontak langsung dengan kosmetika
yang mengandung klorin, atau benda asing yang masuk kedalam mata
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi
berdasarkan klasifikasi konjungtivis yaitu :
a. Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi humoral
terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari Sindrom Steven
Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang
dengan presdiposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa
kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
b. Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti : Stafilokok, Streptokok, Corynebacterium
diphtheria, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhea, Haemophilus
influenza
c. Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti : Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Klamidia, New castle, Pikorna, Enterovirus
3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan
dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada anak-anak dengan
gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas, serta dengan kondisi
lingkungan yang tidak higiene. Pada orang dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih
jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak
jarang penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan konjungtivitis
flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah
helmintiasis. Di Indonesia umumnya, terutama anak-anak menderita helmintiasis,
sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten menjadi tidak jelas.
(Alamsyah, 2010)
4. PATHOFISIOLOGI
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang
dapat menembus pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk
mmelarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior
maka dapat terjadi konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh
masyarakat, ada yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari
factor penyebab konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh
pasien. Pada konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2
minggu tanpa pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila
tidak mendapat penanganan yang adekuat akan menimbulkan kerusakan pada kornea
mata atau komplikasi lain yang sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan
mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi
infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi
antimikroba termasul lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel
konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel
atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis)
dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi
dari stroma konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung
dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya
didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah
jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan siliare berarti kornea
terkena.
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang
paling sering terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-musim
tertentu saja dan biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari,
protein hewani, bulu-bulu, debu, bahan makanan tertentu, gigitan serangga, obat-
obatan. Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi setelah kontak dengan bahan
kimia beracun seperti hair spray, make up, asap, atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal
karena alergi tanaman dan eksim, juga berhubungan dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah
konjungtivitis yang mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus
aureus. Mungkin juga terjadi setelah sembuh dari haemophylus influenza atau neiseria
gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri
hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleus. Biasanya disertai dengan pembentukan
folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya
tertular dalam 24-48 jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru
lahir.
Bakteri, Virus, Alergen Masuk melalui udara/kontak langsung
5. PATHAWAY
6.
Menembus tear film di meatus nasi inferior
Peradangan di konjungtiva
Nyeri Dilatasi pembuluh konjungtiva posterior Sel radang menuju stoma konjungtiva melalui
epitel permukaan
Hiporemia (kemerahan)
Gangguan rasa
nyaman Sel mukus dan fibrin bergabung jadi 1
Risiko infeksi
Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasar (ngeres/tercakar) atau terasa ada benda asing. Penyebab keluhan ini
adalah edema konjungtiva, terbentuknya hipertrofi papilaris, dan folikel yang mengakibatkan perasaan adanya
benda asing didalam mata.
Gejala objektif meliputi hyperemia konjungtiva, epifora (keluar air mata berlebihan), pseudoptosis (kelopak
mata atas seperti akan menutup), tampak semacam membrane atau pseudomembran akibat koagulasi fibrin.
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani atau diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata atau
gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya :
a) Glaucoma
b) Katarak
c) Ablasi retina
d) Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti ekstropin,
trikiasis .
e) Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
f) Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan
jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi
buta.
g) Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mata
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat pemeriksaan pandangan).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek epitel kornea).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya kebocoran kornea).
- Pemeriksaan oftalmoskop
- Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda menjadi lebih besar
disbanding ukuran normalnya).
b. Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi pada herpes simplek virus).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang
dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis
yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
9. PENATALAKSANAAN
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau
antibiotic (gentamycin 0,3%), chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan
antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan kortikosteroid (dexamentosone 0,1%). Umumnya
konjungtivitis dapat sembuhmtanpa pengobatan dalam waktu 10-14 hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam
waktu 1-3 hari.
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotic tunggal, seperti gentamisin,
kloramfenikol, folimiksin selama 3-5 hari. kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan
menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata
disertai antibiotic spectrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
o Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topical dan sistemik. Secret dibersihkan
dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
o Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan terisolasi, medika menstosa :
- Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000/ml setiap 1 menit
sampai 30 menit.
- Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberiansalep penisilin setiap 1 jam
selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali
berturut-turut negative.
3. Konjungtivitis Alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus penyakit.
Dokter biasanya memberikan obat antihistamin atau bahan vasokonstkiktor dan pemberian astringen, sodium
kromolin, steroid topical dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang kerak-kerak dikelopak
mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin (gram fisiologi). Pemakaian pelindung seluloid pada mata
yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis Viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin/dekongestan topical.
Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5. konjungtivitis blenore
Pemberian penisilin topical mata dibersihkan dari secret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman
yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol.
Pengobatan dokter biasnay disesuaikan dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis blenore :
o Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam
pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan.
o Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka pemberian obat tidak
akan efektif.
o Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi chlamdya yang banyak terjadi.
2. DIAGNOSA
1) Nyeri berhubungan dengan peradangan ditandai dengan rasa panas pada mata
2) Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi konjungtiva ditandai dengan peningkatan
eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.
3) Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan ulkus kornea yang ditandai dengan adanya sekret purulen.
4) Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata
(bengkak /edema)
5) Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang berhubungan dengan
keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi prognosis dan pengobatan
proses penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tamsuri, Anas. 2010. Buku Ajar Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : CV. Sagung
Seto
Capernito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media Aeuscualpius.
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS DIRI
a. KLIEN
1) Nama : Nn. A
2) Tanggal Lahir : 14 – 02-1960
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : S1
6) Pekerjaan :-
7) Alamat : Komplek Polri Jati Rangga, Jakarta Selatan.
8) Status Perkawinan :-
9) Sumber Informasi :-
10) Tanggal pengkajian : 08-02-21
11) Tanggal Masuk : 08-02-21
12) No RM : ??-??-XX
13) Diagnosa Medis : konjungtivitis
b. PENANGGUNG JAWAB
1) Nama : Ny. A
2) Umur : 25
3) Alamat : Komplek Polri Jati Rangga, Jakarta Selatan.
4) Pekerjaan : ibu rumah tangga
2. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan utama saat pengkajian:
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan disekitar mata, epipora mata dan
sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva,
b. Riwayat penyakit sekarang :
Klien merasakan nyeri, gatal dan merasa seperti ada benda asing dalam mata.
Karakteristik Demografi
Keterangan:
: Perempuan
:laki-laki
: Laki-laki
a. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum:
b. BB : 48 kg; TB: 154 cm ; IMT : -
c. Kesadaran :
GCS E M V
d. Vital Signs
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5o
e. Kepala
1) Bentuk :
Inspeksi : tidak terlihat moon face
2) Wajah :
wajah simetris dan konjungtiva merah muda
3) Mata :Pada miopia bentuk mata terkadang menonjol sedangkan pada
hipermetropia terkadang bola mata relatif lebih kecil, presbiopi
Lensa : pada prepobia terjadi penurunan elastisitas kapsul lensa dan klerosis
Sclera : putih
4) Telinga
Bentuk simetris tidak mengunakan alat bantu pendengaran
5) Hidung
tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret/ingus, tidak ada
pemberian O2 melalui nasal/masker.
6) Mulut
Inspeks : Mukosa bibir lembab
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
7) Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
8) Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen), tidak ada
luka.
Perkusi : hipertympani
9) Kulit:
Warna kulit tidak terdapat kelainan dan turgor kulit baik
Data fokus Etiologi Masalah Analisa Data
Hipersekresi
Resiko infeksi
DS : klien mengatakan Konjungtivitis Gangguan
mata gatal dan mata rasa nyaman
merah Peradangan
DO : mata merah
Dilatasi pembuluh darah
Tidak nyaman
DS: Pasien mengatakan Konjungtivitis Gangguan
saat bangun tidur persepsi
Pengeluaran cairan meningkat
matanya lengket, dan sensori
pandangan klien sedikit
TIO meningkat
kabur.
Kanal schlemm tersumbat
DO: Mata klien tampak
hiperemia, berair dan Iskemia syaraf optic
kotor. Terdapat
purulent. Ulkus kornea
-Memberikan
penjelasan tentang
penyakit yang dialami
-Jelaskan perubahan
kepada pasien/orang
yang terjadi
terdekat sehingga
berhubungan
ansietas dapat
dengan penyakit
berkurang.
yang dialami
-Menyediakan,
menegaskan
kesanggupan dan
meningkatkan
-Berikan kesempatankepercayaan diri klien
klien untuk
menentukan
keputusan tindakan
yang dilakukan.
-Diharapkan tidak
terjadi penularan baik
dari pasien ke
-Beritahu klienperawat maupun
mencegah dari perawat ke
pertukaran sapupasien.
tangan, handuk dan
bantal dengan- Meminimalkan
anggota keluargarisiko penyebaran
yang lain. infeksi
Intervensi dilanjutkan.
Kolaborasi :
-Berkolaborasi dalam
pemberian Antibiotik dan
analgesik