Anda di halaman 1dari 31

LATIHAN MENGGENGGAM BOLA KARET TERHADAP

PENINGKATAN MOTORIK PASCA STROKE NON HEMORAGIC


DENGAN HOMECARE DI KAMPUNG GEMBONG
RT 002/RW 002 KEC.BALARAJA KABUPATEN
TANGERANG BANTEN

OLEH :

ANNY HESTIYANA 20200305008

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat yang dilimpahkannya
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposalini dengan judul “LATIHAN
MENGGENGGAM BOLA KARET TERHADAP PENINGKATAN MOTORIK
PASCA STROKE NON HEMORAGIC DENGAN HOMECARE DI KAMPUNG
GEMBONG
RT 002/RW 002 KEC.BALARAJA KABUPATEN TANGERANG BANTEN” tujuan
dibuatnya proposal ini ialah untuk menambah ilmu pengetahuan dan memenuhi tugas mata
kuliah stase keperawatan profesi ners hospice homecare.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini tidak mungkin akan terwujud apabila tidak
ada bantuan dari berbagai pihak, melalui kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan
ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini, diharapkan proposal ini dapat
bermanfaat, Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, karena
terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga proposal ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin.

Tangerang, 09 Juli 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan Kegiatan
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................
1.4 Manfaat Kegiatan
1.4.1 Manfaat Bagi Pendidikan............................................................................
1.4.2 Manfaat Bagi Penulis...................................................................................
1.4.3 Manfaat Bagi Klien.....................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
2.1.2 Klasifikasi Stroke
2.1.3 Etiologi Stroke
2.1.4 Faktor Risiko
2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.6 Patofisiologi
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostic
2.1.8 Komplikasi
2.1.9 Penatalaksanaan
2.2 Stroke Non Hemoragic............................................................................................
2.2.1 Klasifikasi Stoke Non Hemoragic...............................................................
2.2.2 Etiologi Stroke Non Hemoragic..................................................................
2.2.3 Patofisiologi Stroke Non Hemoragic...........................................................
2.2.4 Manifestasi Klinis Stroke Non Hemoragic..................................................
2.2.5 Penatalaksanaan Non Hemoragic................................................................
2.2.6 Fisiologi Pengaturan Motoric......................................................................
2.2.7 Pengukuran Kekuatan Otot..........................................................................
2.2.8 Otot Pergelangan Tangan............................................................................
2.2.9 Delapan Pola Gerakan Utama Hand Grip....................................................
2.3 Konsep Homecare....................................................................................................
2.3.1 Definisi Homecare.......................................................................................
2.3.2 Tujuan Homecare........................................................................................
2.3.3 Manfaat Homecare......................................................................................
2.3.4 Pasien Homecare.........................................................................................
2.3.5 Ruang Lingkup Homecare...........................................................................
2.3.6 Prinsip Homecare........................................................................................
2.3.7 Proses Keperawatan Pada Homecare...........................................................
2.3.8 Peran Dan Fungsi Perawat Homecare
2.3.9 Hak-Hak Pasien

3
2.4 Konsep Terapi Menggenggam Bola
2.4.1 Definisi
2.4.2 Tujuan Latihan Menggenggam Bola Karet
2.4.3 Prosedur Pelaksanaan
2.4.4 Patofisiologi
2.4.5 Indikasi Dan Contra Indikasi
2.4.6 Peningkatan Motoric Pasien Stroke Non Hemoragic
2.5 Pembaruan (Novelty)
BAB III METODE INTERVENSI
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL
BAB V EVALUASI, KESIMPULAN DAN PENUTUP

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat stroke selain kecacatan atau kelumpuhan pada
anggota gerak adalah gangguan pada proses bicara atau afasia, dan daya ingat. Apabila
terjadi hambatan pada sistem motorik maka pasien akan mengalami kesulitan atau
keterbatasan dalam melakukan gerakan. Anggota ekstremitas yang mengalami serangan
adalah ekstremitas atas dan bawah. Kelemahan pada ekstremitas atas menyebabkan
hilangnya kemampuan fungsi motorik pada tangan seperti kemampuan menggenggam,
dan mencubit, sehingga perlu dilakukan pemulihan pada fungsi motorik halus. Hal ini
terjadi karena adanya defisit pada sistem neurologis yang mengakibatkan gangguan pada
sistem motorik oleh karena tidak adanya stimulus dari syaraf yang merangsang
serebelum dan korteks serebri yang mengatur suatu pola gerakan tubuh(Adi and Kartika,
2017).

Data di AHA (Amerikan Heart Association) 2014 mengatakan sekitar 1-19 orang
meninggal karena stroke. Sekitar (55-75%) di Amerika pasien stroke mengalami
penurunan pada kemampuan motorik. Berdasarkan data dari Riskesdas pravelensi stroke
di Jakarta tahun 2018 yaitu (11.7%) dan banten pada tahun 2018 yaitu (10.9%)
terdiagnosis oleh tenaga Kesehatan. Jika dilihat dari karakteristik umur prevalensi
tertinggi pada usia ≥75 yaitu (50.2%), penderita Laki-Laki lebih banyak (11.0%)
dibanding dengan perempuan (10.9%). Sebagian besar mengalami penurunan fungsi
motoric. Stroke merupakan penyakit neurologis yang dapat menyebabkan hilangnya
kemampuan fungsi motorik pada penderitanya. Serangan stroke mengakibatkan
kemampuan motorik pasien mengalami kelemahan, atau hemiparesis (Nasir, 2017). Hal
ini disebabkan karena adanya atropi pada otot sehingga mengakibatkan penurunan fungsi
otot. Otot yang mengecil karena atropi lambat laun akan kehilangan kemampuan
berkontraksi. Apabila tidak segera mendapatkan terapi akan memicu terjadinya
kelemahan hingga kelumpuhan yang dapat menyebabkan otot kehilangan fungsi motorik
(Bakara et all 2016). Terapi yang dilakukan pada pasien stroke ditujukan untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dengan cara latihan motorik,
merangsang tangan dalam melakukan suatu pergerakan atau kontraksi otot, sehingga

5
membantu fungsi motorik ekstremitas atas yang hilang salah satunya seperti latihan
menggenggam bola karet (Tegar, 2011).
Untuk mencapai hal ini, peranan keluarga sangat penting , karena anggota keluarga
sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan keluarga
ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan. Pelayanan
keperawatan di rumah merupakan pelayanan keperawatan yang diberikan di tempat
tinggal klien dan keluarga, sehingga klien tetap memiliki otonomi untuk memutuskan
hal-hal yang terkait dengan masalah kesehatannya. Perawat yang melakukan
keperawatan di rumah bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan keluarga
untuk mencegah penyakit dan pemeliharaan kesehatan (Bakara et all 2016).

Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka homecare sebagai pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan dan komprehensif yang dapat diberikan kepada individu, keluarga
ditempat tinggal mereka dapat menjadi jembatan antara rumah sakit dan masyarakat
dalam sector kesehatan harus berperan aktif dalam ikut mendukung program
pembangunan dimasa yang akan datang, namun dengan tidak mengabaikan aspek social
dan menjaga martabat moral etika sesuai dengan etika yang ada dimasyarakat.
Berdasarkan pertimbangan yang ada sudah selayaknya terbentuk suatu jasa pelayanan
yang bersifat social sekaligus ekonomis yaitu dengan adanya jasa pelayanan homecare.
Oleh karena itu jasa pelayanan Kesehatan yang bersifat social tetapi tetap
memperhatikan nilai ekonomis maka perlu disusun dalam suatu perencanaan baik
(Akhmadi, 2019). Hasil penelitian akhmadi et all (2019) pada pasien pasca stroke
menyatakan mereka membutuhkan program pelayanan home care yang dilakukan oleh
homecare agency karena pihak keluarga kurang mampu melaksanakan perawatan dan
rehabilitasi pasca stroke secara mandiri dirumah selain juga karena keterbatasan waktu
yang ada dan mereka setuju adanya homecare dengan biaya lebih murah.

Dari uraian diatas penulis tertarik melakukan kegiatan homecare dengan latihan
menggenggam bola karet pada pasien pasca stroke non hemoragic.
1.2 Rumusan Masalah
Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan satu orang pasca stroke non
hemoragic dikampung gembong rt 002/ rw 002 yang mengalami keterbatasan rentang
gerak terutama pada bagian lengan sebelah kiri. Berdasarkan masalah tersebut penulis

6
tertarik melakukan kegiatan terkait adakah peningkatan kekuatan motoric pasien
pasca stroke non hemoragic dengan latihan menggenggam bola karet.
1.3 Tujuan Kegiatan
Tujuan dari kegiatan ini terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujun khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas latihan menggenggam
bola karet dengan peningkatan kekuatan motoric pasien pasca stroke non
hemoragic
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kekuatan motorik pasien stroke non hemoragik
sebelumdilakukan latihan menggenggam bola karet dikampung gembong.
2. Mengidentifikasi peningkatan kekuatan motorik pasien stroke non
hemoragik sesudahdilakukan latihan menggenggam bola karet dikampung
gembong
3. Mengidentifikasi peningkatan kekuatan motorik pasien stroke non
hemoragik sebelum dan sesudah latihan menggenggam bola karet
dikampung gembong
1.4 Manfaat Kegiatan
1.4.1 Manfaat Bagi Pendidikan
Hasil kegiatan ini diharapkan menjadi media dalam pembelajaran mata kuliah
keperawatan, medical bedah dan hospice homecare.
1.4.2 Manfaat Penulis
Secara teoritis hasil kegiatan ini dapat menambah pengetahuan, pengalaman
dan wawasan ilmiah, inovasi, serta bahan penerapan ilmu metode penelitian,
khususnya mengenai perawatan pasien stroke non hemoragik yang mengalami
gangguan pada kemampuan motorik pada ekstremitas atas.
1.4.3 Manfaat klien
Hasil kegiatan ini diharapkan menambah pengetahuan pasien terkait alternatif
metode perawatan pada pasien pasca stroke non hemoragik sehingga klien
ataupun keluarga dapat membantu mengembalikan kemampuan fungsi
motorik ekstremitas atas pasien yang sempat hilang dengan menerapkan
latihan meggenggam bola karet ini.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke


2.1.1 Definisi Stroke
Stroke atau penyakit serebrovaskuler adalah penyakit yang menunjukkan
adanyakematian jaringanmenyebabkan kelainan patologis didalam otak yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat memicu terjadinya pecah pembuluh
darah sehingga suplai darah ke otak menjadi berkurang dan menyebabkan otak
mengalami kelainan fungsi akibat kurangnya suplai oksigen (Wijaya dan Mariza,
2013).
2.1.2 Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan menjadi 2 golongan sesuai dengan gejala klinisnya menurut
(Wijaya dan Mariza, 2013) yaitu :
1. Stroke Hemoragik Merupakan jenis stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan
pada otak serebral atau subarknoid, sehingga terjadi pecah pembuluh darah pada
otak. Biasanya terjadi pada saat melakukan aktivitas aktif ataupun saat sedang
beristirahat. Pada umumnya stroke hemoragik akan menyebabkan kesadaran
pasien menurun.
2. Stroke Non Hemoragik Merupakan stroke yang terjadi akibat adanya emboli dan
trombosis sereberal, pada stroke non hemoragik tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia sehingga dapat menimbulkan hipoksia yang dapat memicu edema
sekunder tetapi kesadaran umum pasien tidak mengalami penurunan atau bisa
dikatakan baik.
2.1.3 Etiologi Stroke
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yangmenyumbat pembuluh
darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak.Gumpalan dapat berkembang
dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor
resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakitjantung dan vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan
subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang
subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM
(malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor

8
resiko dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau
kematian.Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi
kongenitalatau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah
dinding arteri(Nasir, 2017).
2.1.4 Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko pencetus stroke menurut Wijaya dan Mariza (2013) yaitu:
1. Hipertensi Hipertensi dapat disebabkan oleh arterosklerosis dan perdarahan.
2. Penyakit kardiovaskuler Adanya embolisme serebral kongestijantung, pada
vibrilasi atrium (Denyut jantung tidak teratur dan sering kali aliran darah tidak
lancar) sehigga otak kekurangan oksigen menyebabkan terjadinya stroke
3. Arterosklerosis
4. Kontrasepsi
5. Riwayat kesehatan keluarga adanya stroke
6. Stress emosional
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada pasien stroke antara lain :
1. Gangguan komunikasi CVA yang mempengaruhi fungsi otak ialah bahasa dan
komunikasi, yaitu :
a. Disartria, gangguan bicara karena gangguan paralisis otot.
b. Disfasia atau afasia yaitu gangguan bicara karena kerusakan di otak.
2. Gangguan Persepsi
a. Hemonimus hemianopsia, merupakan perasaan kehilangan disetengah dari
bidang visual satu mata atau kedua mata.
b. Amorfosintesis, merupakan kondisi berpaling dari sisi tubuh yang sakit.
c. Visual spasia, adalah gangguan seseorang untuk menangkap dunia visual
beberapa objek
d. gangguan sensori, yaitu kesuliatan dalan bergerak (gangguan propioseptik)
tidak bisa menstimulus visual.
3. Kelemahan motoric
Gejala penyakit stroke dapat berupa hemiplegia (kelumpuhan), Hemiparesis
(kelemahan), dan juga bisa menyebabkan menurunnya kekuatan otot.
2.1.6 Patofisiologi

9
Oksigen sangat diperlukan oleh otak. Apabila suplai darah ke otak terlambat karena
gangguan thrombus dan embolus, akan menyebabkan kurangnyanya asupan O2 dalam
darah ke sebuah jaringan diotak. Kurangnyanya asupan O2 beberapa menit
mengakibatkan gejala penurunan kesadaran. Kemudian bila kurangnya suplai oksigen
yang lama bisa menimbulkan nekrosis mikroskopikneuron-neuron. Daerah nekrotik
dinamai infark. Berkurangnya oksigen disebabkan beberapa faktor yaitu penumpukan
kolesterol, darah beku, dan flakmen lemak. Dan apabila CVA Bledding maka
penyebabnya adalah darah tingggi. CVA Infark akan mengalami iskemia maka infark
tidak mudah di pastikan. Kemungkinan CVA meluas setelah serangan pertama yang
menyebabkan edema, peningkatan tekanan intracranial, dan menyebabkan kematian
daerah yang lainnya. Dampaknya sesuai luasnya daerah otaknya yang terserang.
Gangguan suplai darah otak terjadi dalam arteri. Biasanya suplai darah ke otak
terputus 10 – 15 menit akan menyebabkan kematian jaringan. Perlu dilihat jika CVA
infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut tidak selalu disebabkan oleh
okulasi di sebuah arteri (Wijaya dan Mariza, 2013).
Kondisi ini terjadi karena otak di perdarahi oleh suatu proses patologik yang
mendasar atau salah satu proses yang terjadi di pembuluh darahnya. Dan juga terdapat
sirkulasi yang menandai di daerah tersebut. Dipatologi terdapat:
1. Di pembuluh darahnya ada penyakitnya contohnya, arterosklerosis, peradangan
dan pembuluh darah robek. Dan juga hiperviskitos darah atau syok yang terjadi
karena gangguan di pembuluh darah akibat perfusinya berkurang.
2. Jantung dan pembuluh ekstrakraniuum menyebabkan bekuan atau infeksi di
saluran pembuluh darah.
3. Ruang subarachnoid atau jaringan terjadi rupturevaskuler.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
2. Elektro encefalography
3. Sinar x tengkorak
4. Ultrasonography Doppler
5. CT-Scan
6. MRI
7. Pemeriksaan foto thorax
8. Pemeriksaan laboratorium
Wijaya dan Mariza (2013)

10
2.1.8 Komplikasi
Berhubungan dengan imobilisasi

1. Infeksi pernafasan
2. Konstipasi
3. Tromboflebitis
4. Dislokasi sendi
Berhubungan dengan kerusakan otak

1. Epilepsi
2. Sakit kepala
3. Kraniotomi
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke menurut (Wijaya dan Mariza, 2013).
1. Penatalaksanaan Medis
a. Trombolitik (streptokinase)
b. Antikoagulan (heparin)
c. Hemorragik (pentoxyfilin)
d. Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
e. Antagonis kalsium (nomodipin, piracetam)
2. Penatalaksanaan Khusus/Komplikasi
a. Atasi kejang (anti konvulsan)
b. Atasi dekompresi (kraniotomi)
3. Untuk penatalaksanaan fakto resiko
a. Atasi hiper uresemia
b. Atasi hipertensi
c. Atasi hiperglikemia

2.2 Stroke Non Hemoragic


Adanya emboli dan trombosis sereberal menimbulkan hipoksia yang dapat memicu
edema sekunder tetapi kesadaran umum pasien tidak mengalami penurunan atau bisa
dikatakan baik. Stroke iskemik biasanya terjadi karena adanya penumpukan lemak
diartreri karotis, arteri serebri, sehingga mengkibatkan sumbatan yang dapat
mengakibatkan kematian jaringan otak (Wijaya dan Mariza, 2013).

11
2.2.1 Klasifikasi Stroke Non Hemoragic
Penggolongan stroke non hemoragik atau infark menurut (Wijaya dan Mariza, 2013)
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. TIA(Transient Ischemic Attack)Gangguan neurologis setempat yang terjadi dalam
waktu 24 jam, dimana gejala ini akan hilang dan timbul dengan spontan.
2. Stroke komplit Gejala neurologis fokal terus berkembang. Terlihat semakin berat
dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara
bertahap hingga menjadi berat.
2.2.2 Etiologi Stroke Non Hemoragic
Stroke disebabkan oleh beberapa faktor yaitu trombosis serebri, dan emboli serebri.
Pada umumnya aterosklerosis menyebabkanembolisme serebri yang dapat memicu
perwujutan penyakit jantung. (Wijaya dan Mariza, 2013).
2.2.3 Patologis Stroke Non Hemoragic
Stroke non Hemoragik dapat terjadi karena trombus (terjadinya bekuan darah pada
arteri serebri) atau embolus (terjadinya bekuan darah yang berjalan menuju otak dari
tempat lain tubuh). Stroke trombolitik mengakibatkan oklusi pada aliran darah, yang
disebabkan oleh arterosklerosis berat. TIA adalah gangguan pada fungsi otak yang
terjadi secara singkat bersifat reversibel akibat hipoksia serebral. TIA dapat terjadi
karena pembuluh darah mengalami arterosklerotik yang menyebabkan spasme,
sehingga kebutuhan oksigen meningkat namun tidak dapat dipenuhi oleh karena
arterosklerosis yang berat. Stroke embolik berkembang setelah terjadi oklusi pada
arteri yang terbentuk diluar otak akibat embolus. Penyebab lain embolus yang
mencetuskan terjadinya stroke adalah jantung setelah miokardium atau fibrilasi atrium
dan embolus yang merusak aorta (Bakara dan Warsito, 2016)
2.2.4 Manifestasi Klinik Stroke Non Hemoragic
Terdapat emboli yang cukup besar, hilangnya sensabilitas, perubahan mendadak
status mental dan afasia.Gejala khusus pada pasien stroke adalah kehilangan motorik
yang dapat menyebabkan kehilangan volunter seperti hemiplegia dan hemiparesis
(Wijaya dan Mariza, 2013).
2.2.5 Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragic
Penatalaksanaan penderita stroke fase akut bila terjadi koma saat masuk rumah sakit
dapat dipertimbangkan memiliki prognosis yang buruk. Pada Fase akut yang menjadi
prioritas adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekut, biasanya fase
akut berakhir selama 48 sampai 72 jam.

12
1. Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi tempat tidur bagian kepala
agak ditinggikan sampai tekanan serebral berkurang.
2. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu dilakukan untuk penderita stroke
massif, karena henti nafas menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada fase
ini.
3. Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelaktasis, pneumonia yang
berkaitan dengan ketidakefektifan jalan nafas, imobilitas atau hipoventilasi.
4. Pemeriksaan jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas Antikoagulan
diresepkan untuk mencegah pembentukan trombus dan emboli dalam sistem
jantung. Setelah fase akut dan kondisi pasien stroke stabil serta jalan nafas
adekuat pasien dapat diberikan tindakan rehabilitasi dini atau terapi latihan untuk
mencegah terjadinya kekakuan pada sendi dan otot tujuannya untuk memperbaiki
fungsi mototrik dan sensorik yang telah mengalami gangguan serta untuk
mencegah terjadinya komplikasi (Bakara dan Warsito, 2016).
2.2.6. Fisiologi Pengaturan Motoric
Daya gerakan dihasilkan oleh kegiatan motorik bawah sadar yang di integrasikan
dalam medula spinalis dan batang otak. Gerakan volunter sederhana atau kompleks
dilaksanakan oleh struktur motor di otak besar terutama area korteks. Kecelakaan atau
trauma berat pada korda spinalis akan menyebabkan gangguan kendali motorik otot
yang diinervasi oleh segmen saraf ditempat yang mengalami kerusakan khususnya
pada kemampuan menggerakkan anggota tubuh atas dan bawah. Neuron motorik atau
neuron eferen membawa instruksi-instruksi dari SSP menuju efektor perifer. Jaringan
perifer, organ dan sistem organ akan mendapatkan stimulus dari neuron motorik yang
nantinya memodifikasi semua aktivitas tersebut (Muttaqin, 2019). Serebelum adalah
pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Fungsi dari serebelum adalah
mengatur otot-otot postural tubuh. Selain itu serebelum juga bertugas untuk
mengkoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan memelihara
keseimbangan tubuh. Melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar
dan bawah sadar. Korteks motorik sering rusak akibat suatu kelainan yang terjadi
padaotak salah satu penyebabnya adalah stroke karena hilangnya suplai darah ke
kortek. Gangguan fungsi yang mengenai ganglia basalis dan korteks motorik akan
mengakibatkan spasme otot pada sisi tubuh yang berlawanan (Syaifudin, 2019).
Serangan stroke mengakibatkan kemampuan motorik pasien mengalami kelemahan,

13
atau hemiparesis (Nasir, 2017). Hal ini disebabkan karena adanya atropi pada otot
sehingga mengakibatkan penurunan fungsi otot. Otot yang mengecil karena atropi
lambat laun akan kehilangan kemampuan berkontraksi. Apabila tidak segera
mendapatkan terapi akan memicu terjadinya kelemahan hingga kelumpuhan yang
dapat menyebabkan otot kehilangan fungsi motorik (Bakara dan Warsito, 2016).
2.2.7. Pengukuran Kekuatan Otot
Berikut merupakan pengukuran otot yaitu :
1. Skala 0 : Pada skala ini jika di tekan atau di palpasi tidak terdapat kontraksi
2. Skala 1 : Pada skala ini jika tangan tidak ada kontarksi otot
3. Skala 2 : Pada skala ini jika tangan bisa meluruskan dan membengkokkan telapak
tangan.
4. Skala 3 : Pada skala ini jika tangan bisa menggerakkan jari-jari dan telapak tangan.
5. Skala 4 : Pada skala ini jika tangan bisa bergerak dengan hambatan ringan.
6. Skala 5 : Pada skala ini jika tangan bisa bergerak bebas.
2.2.8. Otot Pergelangan Tangan
Otot-otot yang berfungsi untuk menggerakkan pergelangan tangan menurut (Evelyn,
2019)
1. Fleksi : Otot-otot panjang yang melintasi sebelah delapan pergelangan tangan.
2. Ekstensi : semua yang melintasi sebelah belakang sendi
3. Aduksi : fleksor karpal dan ekstensor di sisi ulna pergelangan tangan
4. Abduksi : fleksor karpal dan ekstensor di sebelah radial
2.2.9. Delapan Pola Gerakan Utama Hand grip
Pola gerakan hand grip terbagi menjadi delapan macam :
1. Pulp pinch Gerakan (mencubit) merupakan gerakan dimana objek berada diporos
antara jari tangan dan ditahan oleh ibu jari dimana kelima jari tangan saling
berpengaruh dalam menahan benda agar tidak jatuh.
2. Lateral pinch Gerakan pada objek dimana benda diapit oleh ibu jari dan jari
telunjuk (mengarah ke depan) sedangkan ketiga jari mengarah ke belakang.
3. Tripod pinch Gerakan menahan objek yang berada diantara jari telunjuk dan
ditahan oleh ibu jari dengan arah gerakan semua jari berada ditengah (menulis).
4. Five finger pinch Gerakan keempat jari mengambil beban yang diberikan secara
Bersama tapi tidak ada kontak dengan telapak tangan.
5. Diagonal volargrip Gerakan memegang objek dengan posisi benda jatuh ke bawah
(berada pada di telapak tangan).

14
6. Transverse volargrip Gerakan ini hampir sama dengan gerakan nomor lima hanya
saja gerakan ini memotongporos objek sebagai pegangan.
7. Sphericalvolar grip Gerakan menggenggam objek dengan benda kerja ditahan oleh
kelima jari seperti tangan digunakan untuk menggenggam benda berbentuk bola.
8. Ekstensiongrip Gerakan mengapit objek diantara keempat jari adanya kontak
dengan interphalangeal joint, tanpa berporos pada telapak tangan.

2.3 Konsep Homecare


2.3.1 Definisi Homecare
Menurut Depkes RI (2012) mendefinisikan bahwa homecare adalah pelayanan
Kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu,
keluarga, ditempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan/memaksimalkan kemandirian dan
meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien/keluarga yang direncanakan, dikoordinir, oleh pemberi layanan
melalui staff yang diatur berdasarkan perjanjian bersama.
2.3.2 Tiga Unsur Utama Homecare
Terdapat tiga unsur utama dalam Home Care, yakni pengelola pelayanan, pelaksanaan
pelayanan dan klien.
1. Pengelola pelayanan adalah agensi atau unit yang bertanggung jawab terhadap
seluruh pengelolaan perawatan kesehatan dirumah, baik penyediaan tenaga, sarana
dan peralatan serta mekanisme pelayanan sesuai standar yang ditetapkan.
2. Pelaksanaan pelayanan adalah pelaksana yang terdiri dari tenaga perawatan
professional yang merupakan kolaborasi praktisi kesehatan baik itu perawat,
dokter, fisioterapi, ahli gizi dibantu dengan tenaga-tenaga professional lain terkait
dan tenaga non professional.
3. Klien adalah penerima perawatan kesehatan di rumah dengan melibatkan salah
satu anggota keluarga sebagai penanggung jawab yang mewakili klien. Apabila
diperlukan keluarga dapat juga menunjukkan seseorang yang akan menjadi
pengasuh (care–giver) yang melayani kebutuhan sehari –hari dari klien (Prasetyo,
2011).
2.3.3 Tujuan Homecare
1. Meningkatkan support system yang adekuat dan efektif, serta mendorong
digunakannya pelayanan kesehatan.

15
2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga
dengan masalah kesehatan dan kecacatan.
3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota
keluarga dan keluarga, sertamemberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan.
4. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar anggota keluarga
5. Meningkatkankesehatan lingkungan.
2.3.4 Manfaat Homecare
1. Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprehensif
2. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan di bawah naungan legal
dan etik keperawatan.
3. Kebutuhan klien akan dapat terpenuhi sehingga klien akan lebih nyaman dan puas
dengan asuhan keperawatan yang professional.
2.3.5 Pasien Homecare
Umumnya pasien home care adalah :
1. Penderita lanjut usia (lansia) yang tidak dirawat di Rumah Sakit tapi masih
memerlukan pelayanan kesehatan.
2. Bayi/anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan pelayanan Kesehatan
khusus untuk tumbuh kembang mereka.
3. Pasien pasca rawat inap dari Rumah Sakit yang mempunyai kondisi berat
dengannyeri kronik seperti pasien stroke, hepatitis kronis, gagal ginjal, kanker
stadium lanjut namun atas permintaan keluarga pasien itu dibawa pulang untuk
perawatan lanjut di rumah.
4. Pasien yang dinyatakan oleh ahli medis bahwa penyakitnya parah dan secara
medis tidak dapat disembuhkan lagi. Andai kata pasien sudah tidak memiliki
harapan untuk hidup maka Dokter biasanya menyarankan agar pasien dirawat
dirumah agar dekat dengan keluarganya. Selain itu untuk membantu keluarga
pasien untuk menekan biaya Rumah Sakit dan biaya pengobatan.
5. Khusus untuk perawatan pasien kronis atau penyakit yang secara medis tidak
bisadisembuhkan lagi, perawatan home care biasanya lebih fokus pada
penanggulangan rasa nyeri/ketidak nyamanan yang muncul akibat penyakit
pasien. Nyeri yang diderita ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup
pasien (Irfan Nur, 2018).
2.3.6 Ruang Lingkup Homecare

16
Ruang lingkup pelayananhome careadalah:
1. Pelayananmedic
2. Pelayanan dan asuhan keperawatan
3. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan terapeutik
4. Pelayanan rehabilitasi medik dan keterapian fisik
5. .Pelayanan informasi dan rujukan
6. Pendidikan, pelatihan,dan penyuluhan Kesehatan
7. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan
8. Pelayanan perbantuan untuk kegiatan sosial.
2.3.7 Prinsip Homecare
1. Pengelolaan home care dilaksanakanoleh perawat/ tim
2. Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam praktik.
3. Mengumpulan data secara sistematis, akurat dan komrehensif.
4. Menggunakan data hasil pengkajian dalam menetapkan diagnosa keperawatan.
5. Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosa keperawatan.
6. Memberi pelayananprepentif, kuratif, promotif dan rehabilitatif.
7. Mengevaluasi respon pasien dan keluarganya dalam intervensi keperawatan
8. Bertanggung jawab terhadap pelayanan yang bermutu melalui manajemen kasus.
9. Memelihara dan menjamin hubungan baik diantara anggota tim.
10. Mengembankan kemampuan profesional.
2.3.8 Proses Keperawatan Pada Homecare
Perawat melakukan proses keperawatan dengan melakukan assessment, menetapkan
diagnosa, membuat suatu planning, melaksanakan rencananya, implementasi,
melakukan review hasil dari perencanaan dan membuat penyesuaian pada hal-hal
yang penting. Perawatan pasien dilakukan dengan cara:
1. Perawat menolong melahirkan dan merawat ibu-ibu baru sebelum dan setelah
persalinan.
2. Perawat menolong orang yang sakit dan terluka untuk menjadi lebih baik, sehat
dan tetap sehat.
3. Perawat melakukan pemeriksan fisik.
4. Perawat memberi obat dan treatmen yang telah diorder dokter.
5. Perawat memperhatikan kondisi emosional, sosial dan spiritual pasien.
6. Perawat meberi penkes pada pasien dan keluarga, menjelaskan apa yang
dapatmereka lakukan pada saat proses pemulihan.

17
7. Perawat memberi pendidikan kesehatan dankonselling pada komunitas.
8. Perawat mengobservasi, mengkaji, mengevaluasi dan mencatat kondisi pasien dan
perkembangannya, kemudian menginformasikan kepada dokter dan tim Kesehatan
lainnya.
9. Perawat menolong pasien dan keluarganya untuk menentukan rumah sakit dan
pelayanan kesehatan yang terbaik, home care, rehabilitasi, terapi fisik dan lain-
lain.
10. Perawat mengatur aktivitas yang sesuai dengan kegiatan keperawatan.
11. Perawat menolong pasien terminal agar meninggal dengan tenang dan menolong
keluarga menghadapinya.
2.3.9 Peran dan Fungsi Perawat Homecare
Manajer kasus : Mengelola dan mengkolaborasikan pelayanan,
1. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.
2. Menyusun rencana pelayanan.
3. Mengkoordinir aktifitas tim.
4. Memantau kualitaspelayanan.

Pelaksana : Memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan,

1. Melakukan pengkajian komprehensif


2. Menetapkan masalah
3. Menyusun rencana keperawatan
4. Melakukan tindakan perawatan
5. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien.
6. Membantu pasien dalam mengembangkan prilaku koping yang efektif.
7. Melibatkan keluarga dalam pelayanan
8. Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan kesehatan.
2.3.10 Hak-Hak pasien
Klien mempunyai hak untuk diberi informasi secara tertulis sebelum pengobatan
diberikan. Klien dan petugas mempunyai hak dan kewajiban untuk saling menghargai
dan menghormati. Petugas dilarang menerima pemberian pribadi maupun meminjam
sesuatu dari klien. Klien mempunyai hak untuk:
1. Membina hubungan dengan petugas sesuai dengan standar etik.
2. Memperoleh informasi tentang prosedur-prosedur yang harus diikuti.
3. Mengekspresikan kesedihan dan ketakutannya.

18
4. Klien mempunyaihak dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini
klienmempunyai hak untuk diberi tahu secara tertulis tentang pengaturan,
jenispelayanan yang diberikan, dan jumlah kunjungan rumah yang akan
dilakukan.
5. Klien mempunyai hak untuk memperoleh nasehat-nasehat tentang rencana-
rencana perubahan yang akan dilakukan.
6. Mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam perencanaan pelayanankeperawatan,
perencanaan perubahan pelayanan serta nasehat-nasehat lainnya.
7. Klien mempunyai hak untuk menolak rencana perubahan tersebut.
8. Dalam hal privacy, klien mempunyai hak untuk dijaga kerahasiaan
kondisikesehatannya, hal-hal yang berhubungan dengan sosial ekonomi, serta hal-
hal yang dilakukan di rumahnya.
9. Perawat atau petugas hanya akan memberikan informasi bila diperlukansecara
hukum atau bila diperlukan oleh klien atau keluarganya.
10. Dalam hal finansial, klien mempunyai hak untuk diberi informasi tentang biaya
yang harus dikeluarkan, memberikan informasi pembiayaan dengan jelas.
11. Klien mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dengan kualitas yang tinggi,
serta berhak mendapat informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
keadaan emergensi.
2.4 Konsep Terapi Menggenggam Bola Karet
2.4.1 Definisi
Latihan menggenggam bola merupakan bentuk latihan gerak aktif asitif yang
dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri dengan bantuan gaya dari luar seperti terapis,
dan alat mekanis (Tegar, 2011). Tujuan dari latihan ini adalah untuk mempertahankan
fungsi tubuh dan mencegah adanya suatu komplikasi akibat kelemahan pada
ekstremitas atas (Chaidir Reny, 2014). Bola karet digunakan sebagai media karena
berpengaruh untuk meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas atas yang
mengalami kelemahan melalui rangsangan latihan menggenggam sehingga dapat
meningkatkan kekuatan motorik pasien stroke (Adi dan Kartika, 2017).
2.4.2 Tujuan Latihan Menggenggam Bola Karet
Tujuan terapi latihan menggenggam bola karet menurut (Adi dan Kartika, 2017)
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kekutan otot
2. Memperbaiki tonus otot serta refleks tendon yang mengalami kelemahan

19
3. Menstimulasi saraf motorik pada tangan yang akan diteruskan ke otak
2.4.3 Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan terapi latihan menggenggam bola karet menurut (Adi dan
Kartika, 2017) adalah sebagai berikut :
1. Posisikan klien senyaman mungkin
2. Letakkan bola karet diatas telapak tangan klien yang mengalami kelemahan
3. Instruksikan klien untuk menggenggam atau mencengkeram bola karet
4. Kemudian kendurkan genggaman atau cengkraman tangan
5. Instruksikan klien untuk mengulangi menggenggam atau mencengkram bola
karet, lakukan secara berulang ulang selama durasi satu sampai dua menit.
6. Setelah selesai instruksikan klien untuk melepaskan genggaman atau cengkraman
bola karet pada tangan

Rekomendasi dasar dalam melakukan latihan neuromotor yang melibatkan


keterampilan motorik seperti latihan keseimbangan, latihan gerak, koordinasi dan
gaya berjalan frekuensinya yang ideal adalah 2 sampai 3 kali perminggu, dengan
waktu 15-20 menit selama sesi latihan (Chaidir, 2014).
2.4.4 Patofisiologi
Gerakan yang terjadi pada latihan gerak aktif diawali dengan adanya perintah untuk
bekerja yang diaktifkan oleh sinyal dari otak yang diawali oleh korteks serebri yang
dicapai ketika korteks mengaktifkan pola fungsi yang tersimpan pada area otak yang
lebih rendah yaitu medula spinalis, batang otak, ganglia basalis dan serebelum yang
kemudian mengirimkan banyak sinyal pengaktivasi spesifik ke otot dan memicu
banyak aktivitas motorik normal terutama untuk pergerakan (Chaidir, 2014).
2.4.5 Indikasi dan kontra indikasi
1. Pasien yang masih dapat melakukan kontraksi otot baik dengan bantuan atau
tidak.
2. Pasien yang memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan persendian
sepenuhnya, membutuhkan bantuan melalui gayadari luar secara manual atau
mekanik.
3. Tidak boleh diberikan apabila mengganggu proses penyembuhan
4. Pada keadaan setelah infark miokard,operasi arteri koronaria dan lain-lain.
5. Adanya peningkatan rasa nyeri dan peradangan

20
2.4.6 Peningkatan Kemampuan Motoric Pasien Stroke Non Hemoragic Dengan
Latihan Menggenggam Bola Karet.
Stroke menyebabkan ketidak mampuan melakukan gerak atau motorik pada beberapa
bagian anggota tubuh (Prok, 2016). Jika terus dibiarkan akan mengakibatkan
kelemahan pada sendi yang dapat menyebabkan kekakuan otot atau atrofi otot
sehingga pasien tidak akan mampu menggerakkan tangannya. Kekuatan adalah suatu
kemampuan dari sistem neromuskular untuk menghasilakan sejumlah tenaga sehingga
mampu melawan tahanan dari luar atau eksterna menurut. Daya gerakan yang
dihasilkan oleh kegiatan motorik bawah sadar yang di integrasikan dalam medula
spinalis dan batang otak akan menghasilkan suatu gerakan volunter yang
dikoordinasikan secara cepat dan otomatis oleh serebelum. Latihan gerak aktif
menggenggam bola karet merupakan salah satu program latihan gerak aktif asitif yang
diberikan kepada pasien stroke non hemoragik yang bertujuan untuk merangsang
tangan dalam melakukan suatu pergerakan atau kontraksi otot, yang dapat membantu
mengembalikan kemampuan fungsional motorik ekstremitas atas yang hilang
sehingga membangkitkan kembali kendali otak terhadap otot tersebut (Adi dan
Kartika, 2017).
2.5 Pembaruan (Novelty)
1. Penelitian Lois (2018) mengenai “Peningkatan Kekuatan Motorik Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Latihan Menggenggam Bola Karet” diperoleh hasil : Sebelum
diberikan intervensi latihan menggenggam bola karet kekuatan motorik pasien stroke
non hemoragik dari 16 responden yang mengalami hemiparesis pada ekstremitas atas
7 diantaranya dikategorikan kurang dengan persentase 43,75%. Setelah diberikan
intervensi latihan menggenggam bola karet kekuatan motorik pasien stroke non
hemoragik dari 16 responden yang mengalami hemiparesis ekstremitas atas 13
diantaranya dikategorikan cukup baik dengan persentase 81,25%. Hasil uji Wilcoxon
didapatkan signifikansi(p = 0,001). Kesimpulan: ada peningkatan kekuatan motorik
pasien stroke non hemoragik dengan latihan menggenggam bola karet.

2. Penelitian Armando et all ( 2020) mengenai “Pengaruh Terapi Genggam Bola Karet
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Post Cva Infark” Diperoleh hasil :
Sebelum dilakukan terapi genggam bola karet kekuatan otot pasien Post CVA Infak
skalanya 3 (dapat menggerakkan jari-jari dan telapak tangan) sebanyak 20 responden
(100%) kemudian setelah dilakukan terapi genggam bola karet kekuatan ototnya
21
menjadi skala 4 (dapat bergerak dengan hambatan ringan) sebanyak 16 responden
(80%). Hasil Uji Wilcoxon didapatkan signifikansi p=0,00< α (0,05) maka H1
diterima. Kesimpulan: Kesimpulan pada penelitian ini adalah ada pengaruh terapi
genggam bola karet terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien Post CVA Infark.

3. Penelitian Isabel et all (2020) mengenai “Hand Muscle Grip Strength On Pre-And
Post-Rubber Ball Performing Exercises Of Olderpeople” diperoleh hasil : Rerata nilai
total kekuatan genggaman otot sebelum latihan adalah 10,8 ± 3,9 kg. Rerata nilai total
kekuatan genggaman otot tangan pasca latihan adalah 11,97 ± 4,08 kg. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara latihan bola karet
sebelum dan sesudah dilakukan pada lansia di panti jompo St. Joseph Surabaya.
(p=0,025).Kesimpulan: Ada perbedaan yang signifikan antara latihan bola karet
sebelum dan sesudah dilakukan pada lansia di panti jompo St. Joseph Surabaya.

4. Penelitian Made wedri et all ( 2017) mengenai “The ROM exercise with rubber ball
can increase muscle strength of non hemorrhagic stroke patients” diperoleh hasil :
Rata-rata kekuatan otot tangan sebelum latihan ROM dengan bola karet 4.5130
sesudah 8.1696, rata-rata kekuatan otot tangan sebelum latihan ROM tanpa bola karet
5.7261 sesudah 6.9609. Hasil uji analisis Paired T testkelompok perlakuan diperoleh
hasil p = 0,000 < α (α = 0,05) dan kelompok kontrol hasil p = 0,000 <α (α = 0,05).
Hasil analisis Independent T testnilai p = 0,000 < 0,05, disimpulkan ada pengaruh
latihan ROM dengan bola karet terhadap kekuatan otot tangan pasien stroke non
hemoragik.

5. Penelitian Heny et all (2021) mengenai “The Effect Of Rubber Ball Griping Training
On Muscle Strength Of Non-Hemorric Stroke Patient” diperoleh hasil : Penelitian ini
menunjukkan peningkatan kekuatan otot pada kelompok intervensi dan pada
kelompok kontrol. Nilai signifikan (p = 0,01) pada kelompok intervensi dan (p= 0,02)
pada kelompok kontrol. Dilihat dari nilai rata-rata setelah dilakukan perlakuan (pos
tes) pada kelompok intervensi sebesar 3,71 lebih tinggi dari pada kelompok kontrol
sebesar 2,43.kelompok intervensi dengan latihan menggenggam bola karet lebih
baikdari pada kelompok kontrol dengan pelatihan ROM.

22
6. Penelitian Dirga (2017) mengenai “Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” diperoleh hasil :
Sebelum diberikan intervensi terapi aktif menggenggam bola karet rata-rata kekuatan
otot pasien stroke non hemoragik adalah 2,44. Setelah diberikan intervensi terapi aktif
menggenggam bola karet rata-rata kekuatan otot pasien stroke non hemoragik adalah
3,81. Hasil uji paired t-testdidapatkan signifikansi (p) 0,000. Kesimpulan: Ada
pengaruh terapi aktif mengenggam bola karet terhadap kekuatan otot pada pasien
stroke non hemoragik di Wilayah Kerja Puskesmas Pengasih II Kulon Progo
Yogyakarta (p value 0,000).

7. Penelitian Winona pork et all ( 2016) mengenai “The effect of active motion exercises
holding the ball on stroke patients is measured by a handgrip dynamometer” diperoleh
hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot sebelum latihan
sebesar 10,56 Kg dan sesudah latihan 14,06Kg. Hasil analisis data menunjukkan ada
perbedaan bermakna rata-rata kekuatan otot sebelum dan sesudah latihan (p= 0,000).
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bermakna latihan gerak aktif
menggenggam bola terhadap kekuatan otot tangan pada pasien stroke.

8. Penelitian Ervilina et all (2019) mengenai “The Effect Of Range Of Motion Exercise
On The Upper Extremity With A Rubber Ball On Muscle Strength Of Stroke
Patients” diperoleh hasil : Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 23 responden (57,5% ), berumur antara 40-60 tahun yaitu sebanyak 31
responden (77,5%), pendidikan SMP sebanyak 21 (52,5%), kekuatan otot sebelum
latihan ROM pada kategori 3 yaitu 23 responden (57,5%) dan kekuatan otot setelah
latihan ROM pada kategori 4 yaitu 26 responden (65%). Uji WilxoconP value =0,000.

9. Penelitian Umi et all (2018) mengenai “Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap
Kekuatan Otot Genggam Pasien Strokedi Rsud Raa Soewondo Pati” diperoleh hasil :
didapatkan kelompok intervensi diperoleh nilai ρ value adalah 0,000 (p<0,05) dan
kelompok kontrol diperoleh nilai ρ value adalah 0,009 (p<0,05). Hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ρ value kelompok intervensi lebih kecil dibandingkan ρ value
kelompok kontrol sehingga pemberian ROM exercise bola karet lebih efektif
meningkatkan kekuatan otot genggam pasien stroke dibandingkan kelompok kontrol
tanpa perlakuan yang hanya diberikan alih baring sesuaiadvise dokter.

23
10. Penelitian Reny et all (2014) mengenai “Pengaruh Latihan Range Of Motionpada
Ekstremitas Atas Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragi Di Ruang Rawat Strokerssn Bukittinggi” diperoleh hasil : Berdasarkan
hasil penelitian dapat dibuat simpulan sebagai berikut: Distribusi frekuensi
karakteristik responden. Umur responden kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
tidak jauh berbeda dan paling banyak (11 responden) berada pada rentang usia 45-64
tahun, faktor risiko paling banyak hipertensi (12 responden), dan admission time
kurang dari 6 jam lebih banyak dari yang lebih dari 6 jam. Rata-rata nilai kekuatan
otot sebelum dan sesudah latihan kelompok perlakuan (2,88 menjadi 3,75) lebih
tinggi dari pada kelompok kontrol (2,63 menjadi 3,13). iAda hubungan yang
signifikan antara pengaruh latihan rangeof motion pada ekstremitas atas dengan bola
karet terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pasien stroke non hemoragi pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p=0.012, α=<0.05).

24
BAB III
METODE INTERVENSI

3.1 Rancangan Metode Intervensi


Penulis melakukan studi kasus terhadap Latihan menggenggam bola karet pada pasien
pasca stroke non hemoragic dengan gangguan mobilitas fisik. Banyaknya angka kejadian
pasca stroke yang mengalami gangguan pada motoric membuat peneliti tertarik
melakukan kegiatan ini, Bola karet digunakan sebagai media karena berpengaruh untuk
meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas atas yang mengalami kelemahan melalui
rangsangan latihan menggenggam sehingga dapat meningkatkan kekuatan motorik
pasien stroke. Langkah pertama yang akan dilakukan yaitu dengan mengumpulkan
informasi secara lengkap dengan prosedur pengumpulan data pada studi pendahuluan,
setelah didapatkan data yang diperlukan maka tahapan selanjutnya yaitu menganalisa
data. Penulis melakukan Analisa data terhadap data yang diperoleh. Dalam kegiatan ini
penulis melibatkan penulis secara langsung dimana penulis memberikan arahan terkait
penjelasan Tindakan dan manfaat dari kegiatan yang akan dilakukan, Langkah
selanjutnya penulis mendemonstrasikan terkait Latihan menggenggam bola karet yang
dilakukan setiap hari selama 7 hari saat jam 08.00 pagi , diharapkan klien dapat
melakukan latihan ini secara mandiri, penulis akan mengevaluasi Latihan menggenggam
bola karet yang dilakukan serta respon dari klien setelah dilakukan nya Latihan
menggenggam bola karet ini kemudian mendokumentasikan hasil evaluasi yang
didapatkan.
1. Subyek Kegiatan
Subyek dalam kegiatan ini yaitu klien dengan pasca stroke non hemoragic dengan
adanya hemiparesis yang sudah melewati fase akut, dengan keadaan umum pasien
baik dan tingkat kesadaran klien composmentis.
2. Focus kegiatan
Focus kegiatan yang akan dilakukan yaitu :
a. Penerapan pemberian Latihan menggenggam bola karet pada pasien pasca stroke
non hemoragic yang mengalami gangguan hemiparesis
b. Respon pasien setelah memperoleh Latihan menggenggam bola karet yang
berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan adanya peningkatan respon
positif dari motoric klien.
3.2 Prosdur Latihan Bola Karet

25
Prosedur Latihan menggenggam bola karet menurut (Armando, 2020) adalah sebagai
berikut.
1. Persiapan alat : lembar pengukuran kekuatan otot dan bola karet, kursi
2. Prosedur pelaksanaan
a. Posisikan pasien senyaman mungkin dan memposisikan tangan anatomis
horizontal yang tidak mengalami kelemahan
b. Letakan Bola Karet diatas telapak tangan

c. Intruksikan pasien untuk menggenggam / mencenggkram Bola Karet selama 1-2


menit

d. Kemudian kendurkan genggaman / cengkraman tangan


e. Lalu genggam / cengkram kembali Bola Karet dan lakukan berulang-ulang
selama durasi satu sampai dua menit
f. Setelah selesai kemudian instruksikan pasien untuk melepaskan genggaman /
cengkraman Bola Karet pada tangan
g. Kemudian lakukan Terapi Genggam Bola Karet kembali sesuai keinginan pasien
sendiri secara mandiri
3.3 Media Yang Digunakan
media yang digunakan dalam kegiatan ini berupa :
1. bola karet
2. leaflet terkait stroke
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengobservasi dan wawancara
serta studi literatur.
3.5 Waktu Dan Tempat

26
Waktu dan tempat kegiatan ini dilaksanakan dikampung gembong rt 002/002 desa
gembong kecamatan balaraja kabupaten Tangerang banten, dilakukan setiap hari dimulai
pada tanggan 14-Juli-2021 selama 7 hari.

27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

28
DAFTAR PUSTAKA

Armando. (2020). PENGARUH TERAPI GENGGAM BOLA KARET TERHADAP


PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PASIEN POST CVA INFARK (Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang). 53(9), 1689–1699.
American Heart Association, (2014). Heart Disease and Stroke Statistics. AHA Statistical
Update, p. 205.

Adi, D.Dirga Dan Kartika, R. Dwi (2017) ‘Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pengasih Ii Kulon Progo Yogyakarta'.

Akhmadi (2019) ‘Penerapan Terapi Genggam Menggunakan Bola Karet Untuk Pemulihan
Kebutuhan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik’.

Bakara,D.M. Dan Warsito, S. (2016) ‘Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif Terhadap
Rentang Sendi Pasien Pasca Strokeexercise Range Of Motion (Rom) Passive To Increase
Joint Range Of Post-Stroke Patients’, Idea Nursing Journal, Vii(2).

Chaidir Reny, Z. M. I. (2014) ‘Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke
Non Hemoragi Di Ruang Rawat Stroke Rssn Bukittinggi Tahun 2012’, Afiyah, 1(1), Pp.
1–6.

Dirga. (2017). Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. Вестник Росздравнадзора, 4, 9–15.
Ervilina. (2019). The Effect Of Range Of Motion Exercise On The Upper Extremity With A
Rubber Ball On Muscle Strength Of Stroke Patients. Proceeding Book, 143–152.
Evelyn, P. C. (2019) Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. 30th Edn. Edited By H. Y.
Sri. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Umum.

Heny. (2021). The Effect Of Rubber Ball Griping Training On Muscle Strength Of Non-
Hemorric Stroke Patient. 1, 806–809.
Isabel. (2020). Hand Muscle Grip Strength on Pre- And Post- Rubber Ball Performing
Exercises of Older People. Journal Widya Medika Junior, 2(3), 168–173.
https://doi.org/10.33508/jwmj.v2i3.2661
Irfan, Nur. (2018). Perilaku Aktif Pencegahan Penyakit Stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Lois. (2018). PENINGKATAN KEKUATAN MOTORIK PASIEN STROKE NON


HEMORAGIK DENGAN LATIHAN MENGGENGGAM BOLA KARET. Journal of
Materials Processing Technology, 1(1), 1–8.

29
http://dx.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.2016
.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.
matlet.2019.04.024%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.127252%0Ahttp://dx.doi.o
Muttaqin, A. (2019) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Edited By A. Novianti. Jakarta: Gramedia.

Nasir,M. (2017) ‘Global Health Science, Volume 2issue 3 ,September 2017 Issn 2503-5088
Global Health Science,Http://Jurnal.Csdforum.Com/Index.Php/Ghs Global Health
Science, Volume 2 Issue 3 , September 2017 Issn 2503-5088 Global Health
Sciencehttp://Jurnal’, 2(3), Pp. 283–290.

Nimade. (2017). Pemberian Latihan Rom Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot
Tangan Pasien Stroke. Jurnal Gema Keperawatan, 10(1), 41–45.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/id/eprint/4760
Prok, W. (2016) ‘Pengaruh Latihan Gerak Aktif Menggenggam Bola Pada Pasien Stroke
Diukur Denganhandgrip Dynamometer’, Jurnal E-Clinic, 4(1), Pp. 71–75.

Ricko Armando (2020) ‘The Effect Of Handheld Rubber Ball Therapy On Increasing Muscle
Strenght Of Post Cva Infarction Patients’, Jurnal Kti Homecare.

Reny. (2014). Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragi Di
Ruang Rawat Stroke Rssn Bukittinggi. Afiyah, 1(1), 1–6.
http://ejournal.stikesyarsi.ac.id/index.php/JAV1N1/article/viewFile/3/163
Syaifudin (2019) Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. 2nd Edn. Edited
By C. Sally. Jakarta: Salemba Medika.

Tegar, D.A. R. (2011) ‘Pengaruh Latihan Bola Karet Terhapa Kekuatan Otot, Fakultas Ilmu
Kesehatan , Ump ,2017’, Pp. 9–49.

Umi. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien
Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36–43.
Wijaya, A. Saferi And Mariza, P. Yessie (2013) Keperawatan Medikal Bedah. Pertama.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Winona. (2016). The effect of active motion exercises holding the ball on stroke patients is
measured by a handgrip dynamometer. E-CliniC, 4(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.4.1.2016.10939

Yoyok Bekti Prasetyo, Faqih Ruhyanudin, Sri Sunaringsih Ika Wardojo, Kumboyono(2011).
Pusat Pelayanan Kesehatan Di Rumah (Home Health Care Center) Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang Tahun 2011.

30
31

Anda mungkin juga menyukai