DISUSUN OLEH:
Penguji Penguji
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., karena atas segala berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Hipertensi di Unit IGD RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ns. Ade Prianto, S.Kep., Sp.KV yang
telah memberikan kami wawasan dan masukan untuk dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik, serta kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang ikut mendukung baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dalam isi
maupun penyusunan makalah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
pembaca.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum .......................................................................................... 4
1.2.2 Tujuan Khusus.......................................................................................... 4
1.3 Manfaat Studi kasus.................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6
2.1 Teori dan Konsep Hipertensi ........................................................................ 6
2.1.1 Definisi Hipertensi .................................................................................... 6
2.1.2 Klasifikasi ................................................................................................ 6
2.1.3 Etiologi..................................................................................................... 7
2.1.4 Patofisiologi ............................................................................................. 8
2.1.5 Manifestasi klinis.................................................................................... 12
2.1.6 Faktor yang berhubungan dengan Hipertensi............................................ 15
2.1.7 Pemeriksaan diagnostik ........................................................................... 18
2.1.8 Pemeriksaan penunjang ........................................................................... 21
2.1.9 Penatalaksanaan Hipertensi ..................................................................... 22
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi ................................................. 28
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................................... 28
2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................ 30
2.2.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................... 32
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................. 38
3.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................................... 38
3.1.2 Identitas ................................................................................................. 38
3.1.3 Riwayat Pasien ....................................................................................... 38
3.1.4 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 39
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 40
3.1.6 Terapi Farmakologi ................................................................................ 41
iii
3.2 Analisis Data .......................................................................................... 42
3.3 Diagnosa Keperawatan............................................................................ 44
3.4 Intervensi Keperawatan........................................................................... 44
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ................................................. 47
BAB 4 PEMBAHASAN.................................................................................. 51
BAB 5 PENUTUP........................................................................................... 55
1.1 Kesimpulan ............................................................................................ 55
1.2 Saran ...................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit hipertensi merupakan masalah yang sedang dialami oleh seluruh dunia.
Menurut data World Health Ourganizatition (WHO) di seluruh dunia, sekitar 972
juta orang atau 26,4% penduduk didunia mengalami hipertensi, angka ini
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333
juta berada di negara maju dan 639 berada di negara berkembang, termasuk
Indonesia (Haendra, 2013 dalam Yonata, dkk 2016). Prevelensi di Amerika
Serikat sebesar 35%, dikawasan Eropa sebesar 41%, dan Australia sebesar 31,8%.
Prevalensi hipertensi pada kawasan Asia Tenggara adalah sebesar 37%, Thailand
sebesar 34,2%, Brunei Darusalam 34,4%, Singapura 34,6% dan Malaysia 38%
(Estiningsih, 2012 dalam Sinubu, 2015). Di Indonesia prevelensi kejadian
hipertensi menurun, Hasil Riskesdas 2007 prevalensi hipertensi pada penduduk
umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi,
prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan selatan (39,6%) dan terendah di
Papua Barat (20,1%). Sedangkan hasil dari Riskesdas tahun 2013 prevalensi
hipertensi di Indonesia yang di dapat melalui pengukuran pada umur lebih dari 18
tahun sebesar 25,8%, tertinggi di bangka Belitung (30,095%), diikuti Kalimantan
Selatan (29,6%), dan Jawa Barat (29,4%). Walaupun terjadi penurunan prevalensi
kejadian hipertensi di Indonesia, tetapi hipertensi masih menjadi salah satu
penyakit tidak menular yang sangat serius saat ini yang disebut sebagai the silent
killer (Ekowati & Sulistyowati, 2009 dalam Ade & arif, 2016).
1
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (PERKI 2015). Sedangkan kriteria
hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis
JNC VIII tahun 2014, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥130 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013b; Webber et al., 2013).
2
Perawat bisa mengambil peran dalam pencegahan primer, pencegahan sekunder
dan pencegahan tertier. Peran perawat di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita sebagai RS rujukan dan menjadi pelayanan kesehatan tingkat ketiga,
berperan dalam pencegahan tertier yakni berperan dalam pencegahan
ketidakmampuan dan kecacatan lebih lanjut melalui asuhan keperawatan yang
berfokus pada upaya rehabiltatif, mengoptimalkan fungsi kehidupan pasien.
Keterlibatan perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan tersebut
menyebabkan tindakan keparawatan harus lebih efektif diberikan kepada pasien.
3
1.2 Tujuan Penulisan
4
Hasil studi kasus ini diharapkan memberikan informasi dan gambaran
asuhan keperawatan yang tepat yang bisa dilakukan pada pasien
hipertensi.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
2.1.2.1 Klasifikasi American Heart Association (AHA)
6
Tabel 2.2
Hipertensi Krisis: Emergensi dan Urgensi (AHA, 2017)
Menurut Chobanian et al. dalam The Eighth Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure membagi hipertensi krisis menjadi dua, yaitu hipertensi emergensi
(darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak) (Palupi dan Rahmawati, 2015).
Hipertensi emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan
keduanya berbeda.
Hipertensi urgensi adalah situasi dimana tekanan darah meningkat sangat tinggi
dengan tekanan sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik lebih dari 110 mmHg,
akan tetapi tidak terdapat kerusakan organ terkait (Palupi dan Rahmawati, 2015).
Selain itu menurut Firdaus., 2013 Hipertensi urgensi merupakan peningkatan
tekanan darah yang berat (lebih dari 180/120 mmHg) akan tetapi tanpa perubahan
akut atau perubahan yang tiba-tiba pada kerusakan maupun disfungsi orang
target. Hipertensi urgensi merupakan suatu keadaan yang khusus dimana tekanan
darah ini harus diturunkan dalam waktu 24 jam dengan pemberian obat
antihipertensi.
7
Hipertensi emergensi merupakan peningkatan tekanan darah yang berat (lebih dari
180/120 mmHg) dengan adanya bukti-bukti kerusakan yang baru atau semakin
buruk dari organ target. Hipertensi emergensi merupakan keadaan yang khusus
dan bersifat gawat darurat sehingga memerlukan tatalaksana yang lebih agresif
karena disertai dengan kerusakan organ target sehingga harus ditanggulangi
segera dalam waktu satu jam. Kerusakan organ target meliputi ensefalopati,
perdarahan intrakranial, UAP (Unstable Angina Pectoris), infark miokard akut,
gagal jantung kiri akut dengan atau tanpa edema paru, diseksi atau aneurisma
aorta, gagal ginjal, dan eklamsia (pada ibu hamil) (Firdaus., 2013).
Tabel 2.3
8
Tabel 2.4
Klasifikasi Hipertensi Menurut ESC dan ESH Guidelines
(Mancia, 2013)
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Prehipertensi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Stadium 3 ≥180 dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik ≥140 dan < 90
Terisolasi
Menurut Mahendra (2020) terdapat perbedaan batas (cut-off) tekanan darah yang
dipakai batasan krisis hipertensi antara AHA guidelines-2017 (tekanan darah
>180/120 mm Hg) dan ESC/ESH guidelines-2018 (tekanan darah sistolik ≥180
mm Hg dan/atau tekanan darah diastolik ≥110 mm Hg). Sedangkan pada beberapa
registry menggunakan batasan tekanan darah sistolik ≥220 mm Hg atau tekanan
darah diastolik ≥120 mm Hg. Dibalik perbedaan cut-off tekanan darah, perlu
diingat bahwa tingkat tekanan darah absolut bukan merupakan kondisi yang lebih
penting dibandingkan kecepatan peningkatan tekanan darah.
2.1.3 Etiologi
Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan etiologinya, yakni hipertensi
primer (esensial) dan hipertensi sekunder.
2.1.3.1 Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang sampai saat ini belum diketahui
penyebabnya secara pasti. Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi esensial, yakni faktor genetik, psikologis, lingkungan, serta diet. Pada
tahap awal terjadinya hipertensi esensial, curah jantung men ingkat sedangkan
tahanan perifer normal. Hal ini disebabkan adanya peningkatan aktivitas simpatik.
Selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat
yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Hipertensi esensial berjalan tanpa
gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
(Kotchen., 2012).
9
2.1.3.2 Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab dan patofisiologinya
diketahui. Penyebab hipertensi sekunder diakibatkan oleh beberapa hal berikut,
yakni hipertensi renal (kelainan parenkim ginjal, pembuluh darah ginjal, adanya
tumor, retensi natrium, dan peningkatan pembuluh darah ginjal), hipertensi akibat
penyakit endokrin (akromegali, hipertiroidisme, hipotiroidisme, sindrom
metabolik, pheokromositoma), hipertensi akibat pengaruh obat-obatan, hipertensi
akibat kelainan neurologis (peningkatan tekanan intrakranial, guillain -barre
syndrome, dan stroke), hipertensi disertai obstructive sleep apnea (OSA),
hipertensi akibat kelainan pembuluh aorta (koarktasio aorta), serta hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan (preeklamsia dan eklamsia) (Chiong., 2008; Kotchen.,
2012)
Tabel 2.5
Penyebab Hipertensi Sekunder Berdasarkan Usia (Viera dan
Neutze, 2010)
10
2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi
2.1.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Bisa Diubah
a. Usia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang disebabkan oleh interaksi
berbagai faktor risiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia menyebabkan
adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45 tahun. Selain itu
juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya
sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Arif, 2013).
11
c. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High DensityLipoprotein (HDL) yang merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis (Sapitri, 2016).
Penelitian Rahajeng (2009) menyebutkan, kelompok laki-laki lebih berisiko
mengalami hipertensi 1,25 kali dibandingkan perempuan. Akan tetapi, hal ini
memiliki hasil yang tidak bermakna pada jenis kelamin sehingga dapat
disimpulkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki risiko
menderita hipertensi.
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit
putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Orang berkulit
hitam memiliki resiko yang lebih besaruntuk menderita hipertensi primer ketika
predisposisikadar renin plasma yang rendah mengurangi kemampuanginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih(Kowalak, 2011).
12
menginduksi jalur dalam memediasi aktivitas saraf simpatis, Na+ pump ligand,
sekresi hormon aldosteron, serta Angiotensin II. Di samping itu, EO juga menjadi
growth factoryang secara langsung berperan dalam remodeling struktur pembuluh
arteri serta penyempitan lumen pembuluh arteri.
Selain garam, kafein juga memiliki pengaruh dalam peningkatan tekanan darah.
Kafein dalam kopi memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor
adenosin. Adenosin adalah neuromodulator yangmempengaruhi sejumlah f ungsi
pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan
meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah naik
(Uiterwaal, dalam Anisa dkk, 2014).
b. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih da ri
berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak -
anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi. Ada
dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10%
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Mannan, 2012). Perenderita
obesitas dengan hipertensi memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat
badan normal (Triyanto, 2014)
13
status gizi kegemukan dan obesitas, memiliki risiko menderita hipertensi 2,15 -
2,79 kali dibandingkan orang kurus dan orang normal. Dengan demikian, obesitas
merupakan salah satu faktor risiko penting timbulnya hipertensi.
c. Alkohol
Menurut literatur review yang dikemukakan oleh Babatsikou (2010), penggunaan
alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan hal ini terbukti bahwa hipertensi
sulit dikontrol pada pasien yang mengkonsumsi lebih dari 2 minuman alkohol. Di
samping itu, alkohol dapat menurunkan efek oba tantihipertensi. Akan tetapi,
alkohol juga memiliki efek protektif pada pasien hipertensi jika dikonsumsi dalam
jumlah 20-30 gram/hari pada pria dan 10-20 gram/hari pada wanita.
d.Merokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung serta agregasi platelet
yang menyebabkan timbulnya penyumbatan pembuluh darah sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementarawaktu. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh zat nikotin pada rokok dalam peredaran darah. Nikotin dapat
menyebabkan perubahan morfologi dan fungsi endotel pembuluh darah yang
ditandai dengan kerusakan pada endotel pembuluh darah, proliferasi sel endotel,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, serta agregasi platelet. Di samping
itu, nikotin juga berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinikpada medulla
adrenal sehingga mensekresikan epinefrin yang memicu terjadinya peningkatan
tekanan darah (Rosyid., 2010)
e. Aktivitas Fisik yang Kurang
Kurangnya aktivitas fisik mengakibatkan asupan kalori yang masuk ke dalam
tubuh jauh lebih besar dibandingkan kalori yang dikeluarkan dari tubuh untuk
beraktifitas sehingga mengakibatkan kegemukan yang meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi. Penelitian dari Rahajeng (2009) menyebutkan bahwa
melakukan aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari secara teratur, efektif
mengurangi risiko relatif terjadinya hipertensi sebanyak 19-30%.
f. Lingkungan (stress)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap hipertensi.
Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf simpatis d engan adanya
peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara
14
intermitten (Triyanto, 2014).
g. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-faktor utama untuk
perkembangan aterosklerosis yang berhubungan erat dengan hipertensi
(Tambayong, 2012). Aterosklerosis pada awalnya terjadi karena adanya injuri
pada endotelial secara kronik yang menyebabkan sel inflamatori terutama monosit
bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul
adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel ini mengalami
diferensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang
juga berpenetrasi ke dinding arteri lalu berubah menjadi foam cell dan selanjutnya
membentuk fatty streaks. Makrofag yang sudah teraktivasi akan menyebabkan
dikeluarkannya sitokin yang menyebabkan migrasi sel otot polos dari tunika
media menuju tunika intima. Pada saat di dalam tunika intima, otot polos tersebut
mengalami proliferasi selain itu juga terdapat sintesis kolagen sehingga saat ini
terbentuk kapsul fibrosis. Proses ini akan terus berlanjut hingga menyebabkan
stenosis atau disrupsi plak aterosklerosis yang dapat membuat dinding pembuluh
darah menyempit sehingga menyebabkan tekanan aliran darah meningkat
(hipertensi).
2.1.5 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, elastisitas arteri,
dan tahanan perifer. Curah jantung dan tahanan perifer merupakan sasaran pada
pengaturan cepat lewat refleks. Sistem refleks neuronal yang mengatur tekanan
darah bekerja dalam suatu rangkaian umpan balik negatif yang terdiri atas
detektor berupa baroreseptor, yaitu suatu reseptor yang mampu mendeteksi
peregangan dinding pembuluh darah oleh peningkatan tekanan darah, dan
kemoreseptor yaitu sensor yang mendeteksi perubahan PO2, PCO2, dan pH darah.
15
yang menyebabkan terjadinya peningkatan salah satu atau keduanya, maka akan
menyebabkan orang tersebut mengalami peningkatan tekanan darah (Kadir,
2016).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu merupakan vasokonstriktor, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volum intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
16
Peningkatan tekanan darah yang cepat berhubungan dengan peningkatan resistensi
vaskuler sistemik yang meningkat pula. Rerata perubahan tekanan darah secara
langsung kemungkinan berhubungan dengan sindrom hipertensi akut yang
berkembang dengan peningkatan tekanan darah cepat dalam periode yang singkat.
Endotelium berperan penting dalam homeostasis tekanan darah, yang secara
umum memodulasi tonus vaskuler dengan mensekresi substansi penting seperti
nitrit oksid dan prostasiklin. Peregangan dinding pembuluh darah selama fase
peningkatan tekanan darah menyebabkan teraktivasinya sistem RAA (renin-
angiotensinaldosteron) yang juga muncul sebagai faktor penting dalam
berkembangnya kenaikan tekanan darah. Apabila terjadi kenaikan tekanan darah
yang berat, respon kompensasi dari fungsi vasodilatasi endotel berhenti, sehingga
menyebabkan dekompensasi endotel yang berakibat pada kenaikan tekanan darah
lebih lanjut dan rusaknya endotelium. Proses ini mengarah pada siklus pertahanan
diri vaskular yang meningkatkan resistensi dan disfungsi endotel lebih lanjut
secara progresif (Vaidya dan Oullette, 2007). Tahanan perifer ditentukan oleh
diameter arteriol. Bila diameternya menurun (vasokontriksi), tahanan perifer
meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan
menurun (Muttaqin, 2009).
Selanjutnya akan dibahas mekanisme lainnya yang dengan efek yang lebih lama.
Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun, akibatnya
terbentuklah angiotensin I, yang akan berubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi
17
langsung pada arteriol. Secara tidak langsung juga merangsang pelepasaran
aldosteron, yang akan mengakibatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada
gilirannya meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung. Ginjal juga
mempunyai mekanisme intrinsik untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan
(Muttaqin, 2009).
Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertropi atau pembesaran
dan terjadila dilatasi pembesaran jantung. Kedua perubahan struktur tersebut
bersifat adaftif keduanya meningkatkan volume skuncup jantung. Pada saat
istirahat, respon kompensasi mungkin memadai, namun dalam keadaan
pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh orang tersebut
menjadi cepat lelah dan nafasnya pendek (Mutaqqin, 2009). Gangguan awalnya
menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya tidak diketahui, seperti pada
18
kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun ada beberapa agen yang diduga
sebagai penyebab. Mekanisme patologis terjadinya hipoksia akibat kegagalan
sistem transportasi darah. Pada tahap berikutnya, nutrisi okisgen darah juga
menurun akibat edema paru (Muttaqin, 2009). Hipertensi merupakan suatu
kelainan yang ditandai dengan peningkatan tahanan perifer. Hal ini menyebabkan
penambahan beban jantung (afterload) sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri
sebagai proses kompensasi adaptasi. Hipertropi ventrikel kiri ialah suatu keadaan
yang menggambarkan penebalan dinding dan penambahan massa ventrikel kiri.
Selain pertumbuahan miosit dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa
fibrisis pada jaringan intertisial dan perivaskular reaktif intramiokardial
(Mutaqqin, 2009).
19
Manifestasi klinis pada hipertensi emergensi adalah (Mancia et al., 2013):
1. Tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik
>120mmHg
2. Terdapat kerusakan organ target secara progresif atau impending seperti
perubahan neurologis mayor, hipertensi ensefalopati, infark serebral,
hemoragik intrakranial, gagal ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi
aorta, gagal ginjal atau eklampsia
3. Nyeri dada pada iskemia atau infark miokardium, diseksi aorta
4. Nafas pendek pada edema paru akut sekunder pada gagal ventrikel kiri
5. Nyeri punggung pada pasien diseksi aorta
6. Gejala neurologis seperti nyeri kepala, pandangan kabur, mual dan muntah
yang mengarah pada hemoragi intraserebri atau subarachnoid atau
hipertensi ensefalopati
20
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
21
Tabel 2.6
Prosedur Pengukuran Tekanan Darah menurut ACC/AHA
(2017)
22
Langkah 2: Gunakan teknik yang layak 1. Gunakan alat pengukur tekanan
untuk pengukuran tekanan darah darah yang telah divalidasi dan
pastikan alat dikalibrasi secara
periodik
2. Berikan tahanan (dukungan) pada
lengan bagiaan bawah pasien
(diletakkan di atas meja)
3. Posisikan bagian tengah manset
pada lengan atas pasien setentang
atrium kanan (titik tengah
sternum)
4. Gunakan ukuran manset yang
tepat. Balon manset (Bladder)
minimal harus melingkari 80%
diameter lengan dan catat jika
manset yang digunakan lebih
besar atau lebih kecil dari pda
ukuran yang seharusnya
digunakan (Tabel Kriteria Ukuran
Manset)
5. Baik diafragma atau bell
stetoskop dapat digunakan untuk
pembacaan tekanan darah secara
auskultasi
23
Langkah 3: Melakukan pengukuran 1. Pada kunjungan pertama, ukur
yang layak dibutuhkan untuk diagnosis tekanan darah pada kedua lengan.
dan tatalaksana peningkatan tekanan Gunakan lengan dengan nilai
darah atau hipertensi pengukuran yang lebih tinggi
sebagai lengan yang akan diukur
berulang.
2. Berikan jeda antara pengukuran
selama 1-2 menit
3. Untuk penentuan secara
auskultasi, lakukanpalpasi dengan
menilai hilangnya pulsasi arteri
radialis (sistolik palpatoir)
sebagai estimasi tekanan darah
sistolik. Naikkan tekanan manset
20-30 mmHg di atas nilai sistolik
palpatoir untuk penentuan
tekanan darah secara auskultasi
4. Untuk penentuan secara
auskultasi, turunkan tekanan
manset secara perlahan (2
mmHg/detik) dan dengarkan
suara Korotkoff
24
Langkah 4: Dokumentasi pengukuran 1. Catat tekanan darah sistolik dan
tekanan darah akurat dengan layak tekanan darah diastolik. Jika
menggunakan teknik auskultasi,
catat tekanan darah sistolik pada
onset surat Korotkoff 1 dan
hilangnya semua suara Korotkof
sebagai tekanan darah diastolik
menggunakan angka genap
terdekat dengan onset muncul
serta hilangnya suara
2. Catat waktu konsumsi obat anti
hipertensi terakhir sebelum
dilakukan pengukuran
Langkah 5: Pengukuran rata-rata Gunakan rata-rata ≥ 2 pengukuran
pada ≥ 2 pertemuan (kunjungan
pasien) untuk menentukan tingkat
tekanan darah seseorang
Langkah 6: Beritahukan hasil Beritahukan hasil pengukuran
pengukuran tekanan darah kepada tekanan darah dalam bentuk
pasien “Tekanan darah sistolik/tekanan
darah diastolik” kepada pasien baik
secara verbal dan dalam bentuk
tulisan
25
5. Glukosa darah puasa
6. Lipid profile meliputi serum total kolesterol, LDL, HDL,
serum trigliserida puasa
7. Serum potasium dan sodium
8. Elektrokardiogram 12 lead
9. Foto rontgen thorax
26
dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Pembatasan natrium ini dapat
menurunkan tingkat deplesi kalium yang sering mengiringi terapi diuretik.
c. Olah raga
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60 menit/ hari, minimal 3
hari/ minggu, dapat menurunkan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak
memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol.
Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara
kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi
alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,
dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan
darah.
e. Berhenti merokok.
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti
merokok. (PERKI, 2015)
f. Teknik relaksasi
Banyak terapi relaksasi termasuk transcendental, yoga, biofeedback, relaksasi
otot progresif dan psikoterapi, dapat mengurangi tekanan darah pada klien
hipertensi, paling tidak untuk sementara. Walaupun masing-masing modalitas
memiliki pendukungnya sendiri, tidak ada yang terbukti meyakinkan baik praktis
untuk sebagian besar klien hipertensi atau efektif dalam mempertahankan
pengaruh jangka panjang yang signifikan (Black & Hawks, 2014).
28
2.1.10 Terapi Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.
Berikut terapi obat yang dapat diberikan kepada pasien dengan hipertensi:
1. Beta Blocker
Beta blocker merupakan obat pilihan pertama dalam tatalaksana hipertensi
pada pasien dengan penyakit jantung koroner terutama yang menyebabkan
timbulnya gejala angina. Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia
dan angina, karena efek utamanya sebagai inotropik dan kronotropik
negative. Dengan menurunnya frekuensi denyut jantung maka waktu
pengisian diastolik untuk perfusi koroner akan memanjang. Betablocker
juga menghambat pelepasan renin di ginjal yang akan menghambat
terjadinya gagal jantung. Betablocker cardioselective (β1) lebih banyak
direkomendasikan karena tidak memiliki aktifitas simpatomimetik
intrinsic. Contoh golongan beta bloker adalah atenolol dan metoprolol.
2. ACE Inhibitor
Obat golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) bekerja
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga
bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan
pelepasan noradrenalin, menghambat pelepasan endotelin, meningkatkan
produksi substansi vasodilatasi seperti NO, bradikinin, prostaglandin dan
menurunkan retensi sodium dengan menghambat produksi aldosteron. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah batuk batuk, skin rash, hiperkalemia.
Hepatotoksik. glikosuria dan proteinuria merupakan efek samping yang
jarang. Contoh golongan ACEI adalah captopril, enlapril dan Lisinopril.
3. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Golongan obat Angiotensin Receptor Blocker (ARB) menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan ekskresi Na+ dan cairan (mengurangi volume
29
plasma), menurunkan hipertrofi vaskular sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Efek samping yang dapat muncul meliputi pusing, sakit kepala, diare,
hiperkalemia, rash, batuk-batuk (lebih kurang dibanding ACE- inhibitor),
abnormal taste sensation (metallic taste). Contoh golongan ARB adalah
candesartan, losartan dan valsartan.
4. Thiazid Diuretik
Golongan obat Thiazid diuretic bekerja dengan meningkatkan ekskresi air dan
Na+ melalui ginjal yang menyebabkan berkurangnya preload dan menurunkan
cardiac output. Selain itu, berkurangnya konsentrasi Na+ dalam darah
menyebabkan sensitivitas adrenoreseptor–alfa terhadap katekolamin menurun,
sehingga terjadi vasodilatasi atau resistensi perifer menurun. Efek samping
yang mungkin timbum meliputi peningkatan asam urat, gula darah, gangguan
profil lipid dan hiponatremia. Contoh golongan Thiazid diuretic adalah
hidroclorotiazid dan indapamide.
5. Calsium Canal Blocker
Golongan obat calcium canal bloker (CCB) memiliki efek vasodilatasi,
memperlambat laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan tekanan darah. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing,
bradikardi, flushing, sakit kepala, peningkatan SGOP dan SGPT, dan gatal gatal
juga pernah dilaporkan. Contoh golongan CCB adalah nifedipine, amlodipine
dan diltiazem. Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan
berbagai guidelines memiliki persamaan prinsip, dan di bawah ini adalah
algoritme tatalaksana hipertensi secara umum.
30
Gambar 2.2 Pedoman Tatalaksana Hipertensi (PERKI, 2015)
32
Gambar 2.5 Manajemen Intravenous Drugs for The Treatment of Hypertensive
Emergencies
a. Keluhan utama
e. Faktor resiko
h. Riwayat spiritual
33
i. Kebiasan sehari-hari
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda
tanda vital
b. Pemeriksaan kepala: rambut, mata konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor, sklera.
c. Hidung: bentuk, fungsi penciuman, da atau tidak ada riwayatsinusitis,
maupun epitaksis.
d. Telinga: bentuk dan fungsi pendengaran.
l. Endokrin: riwayat DM
4. Pemeriksaan Penunjang
35
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Keperawatan
Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
berhubungan selama 1 x 24 jam maka diharapkan: Observasi:
dengan 1. Tingkat nyeri menurun dengan kriteria • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
vasokonstriksi hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
pembuluh darah • Keluhan nyeri menurun • Identifikasi skala nyeri
• Meringis menurun • Ientifikasi respon nyeri non verbal
• Frekuensi nadi membaik • Identifikasi faktor yang memperberat atau
• Tekanan darah membaik memperingan nyeri
• Nafsu makan membaik • Monitor kberhasilan terapi komplementer
2. Status kenyamanan meningkat dengan Terapeutik:
kriteria hasil: • Berikan terapi nonfarmakologi: terapi
• Keluhan tidak nyaman menurun pijat, teknik imajinasi terbimbing
• Merintih menurun • Kontrol lingkungan (pencahayaan
• Iritabilitas menurun kebisingan)
3. Pola tidur membaik dengan kriteria hasil: • Fasilitasi istirahat tidur
• Keluhan sulit tidur menurun Edukasi:
• Kemampuan beraktivitas meningkat • Jelaskan strategi meredakan nyeri
36
• Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
• Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian analgetik bila perlu
2 Resiko penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung
curah jantung dalam 3 x 24 jam perawatan maka diharapkan: Observasi
berhubungan 1. Ketidakadekuatan jantung memompa • Identifikasi gejala primer penurunan curah
dengan darah meningkat dengan kriteria hasil: jantung
peningkatan • Tekanan darah menurun • Identifikasi gejala sekunder penurunan
afterload • CRT menurun curah jantung
• Palpitasi menurun • Monitor tekanan darah
• Distensi vena jugularis menurun • Monitor intake output cairan
• Gambaran EKG aritmia menurun • Monitor saturasi oksigen
• Lelah menurun • Monitor keluhan nyeri dada
• Monitor EKG 12 sandapan
• Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
37
Terapeutik
• Posisikan pasien semifowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
• Berikan diet jantung yang sesuai
• Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
memotivasi gaya hidup sehat
• Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress, jika perlu
• Berikan dukungan emosional dan spiritual
• Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
• Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
• Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
• Anjurkan berhenti merokok
• Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan
• Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
Kolaborasi
38
• Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk
mempertahankan tekanan darah normal
Kolaborasi pemberian antiaritmia bila diperlukan
3 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi
aktivitas selama 3 x 24 jam maka diharapkan: Observasi:
berhubungan 1. Toleransi aktivitas meningkat dengan • Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
ketidakseimbangan • Kemudahan dalam melakukan • Monitor pola dan jam tidur
suplai dan aktivitas sehari-hari meningkat • Monitor kelelahan fisik dan emosional
kebutuhan oksigen • Kekuatan tubuh bagian atas dan Edukasi:
bawah meningkat • Anjurkan tirah baring
• Keluhan lelah menurun • Anjurkan melakukan aktivitas secara
• Dispnea saat aktivitas menurun bertahap
Terapeutik:
• Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
• Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
• Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
39
• Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Kolaborasi:
• Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4 Manajemen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan
kesehatan tidak dalam 5 x 24 jam maka diharapkan: Observasi:
efektif 1. Manajemen Kesehatan meningkat dengan • Identifikasi kesiapan dan kemampuan
berhubungan kriteria hasil: meneriama informasi
dengan kurang • Melakukan tindakan mengurangi faktor • Identifikasi faktor-faktor yang
terpapar informasi risiko meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
terkait penyakit • Menerapkan program perawatan perilaku hidup sehat
dan meningkat Terapeutik :
ketidakcukupan • Verbalisasi kesulitaan dalam menjalani • Sediakan materi dan media pendidikan
petunjuk untuk program perawatan/ pengobatan kesehatan (Hipertensi, DM, ACS,
bertindak menurun Rehabilitasi jantung)
• Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2. Tingkat pengetahuan meningkat dengan kesepakatan
kriteria hasil: • Berikan kesempatan untuk bertanya
• Perilaku sesuai anjuran meningkat Edukasi
40
• Verbalisasi dalam belajar meningkat • Jelaskan faktor risiko yang mempengaruhi
• Perilaku sesuai dengan pengetahuan kesehatan
meningkat • Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
• Persepsi keliru terhadap masalah yang • Ajarkan strategi yang dapat digunakan
dihadapi menurun untuk meningkatkan PHBS ( diet, pola
• istirahat, aktifitas fisik)
3. Pemeliharaan kesehatan meningkat dengan
kriteria hasil: Pelibatan Keluarga
• Menunjukkan perilaku adaptif meningkat Observasi:
• Menunjukkan pemahaman perilaku sehat • Identifikasi kesiapan keluarga untuk
meningkat terlibat dalam perawatan
• Kemampuan menjalankan perilaku sehat Terapeutik:
meningkat • Ciptakan hubungan terapeutik pasien dan
• Perilaku mencari banuan meningkat keluarga dalam perawatan
• Diskusikan cara perawatan di rumah (
kepatuhan minum obat, pola diet, aktifitas
fisik, pola istirahat)
• Motivasi keluarga mengembangkan aspek
positif rencana perawatan
• Fasilitasi keluarga membuat keputusan
41
perawatan
Edukasi:
• Jelaskan kondisi pasien kepada keluarga
• Informasikan tingkat ketergantungan
pasien dengan keluarga
• Anjurkan keluarga untuk bersikap asertif
dalam perawatan
• Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam
perawatan
42
BAB 3 LAPORAN
KASUS
43
d. Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan kakek dari pasien juga menderita hipertensi.
e. Faktor Risiko
Pasien mengatakan jarang berolahraga, seminggu hanya 1x jalan-jalan di sekitar
rumah. Pasien mengatakan sudah mencoba mengurangi makan daging dan nasi
sejak mengetahui hipertensi dan diabetes melitus serta lebih banyak makan buah.
Namun pasien mengaku masih menggunakan banyak garam untuk makanan yang
dikonsumsi sehari-hari. Pasien tidak ada riwayat merokok. Pasien memiliki berat
badan 70 kg dengan tinggi 156 cm dengan IMT= 28,8kg/m 2(obesitas). Pasien
mengatakan sudah lama menopause kira-kira sudah lebih dari 10 tahun yang lalu.
f. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan jika memiliki keluhan kesehatan dan kontrol kesehatan
pasien akan segera ke puskesmas sebelum pandemi. Pasien mengatakan sudah
disarankan untuk olahraga dan mengontrol berat badan ketika kontrol di
puskesmas, namun pasien merasa mudah lelah dan lemas ketika olahraga (jalan -
jalan) sehingga tidak rutin melakukan olahraga. Pasien mengatakan rajin minum
obat hipertensi dan diabetes. Pasien mengatakan memiliki alat pengecek gula
darah sendiri di rumah. Pasien mengatakan sering mengecek gula darah setelah
minum obat diabetes namun gula darahnya tetap tinggi. Pasien mengatakan tidak
berani kontrol ke puskesmas karena takut dengan pandemi.
g. Pola Nutrisi
Pasien mengatakan makan 3x sehari. Pasien mengatakan sudah mencoba
mengurangi makan daging dan nasi sejak mengetahui hipertensi dan diabetes
melitus serta lebih banyak makan buah. Namun pasien mengaku masih
menggunakan banyak garam untuk makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
h. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan BAB 1x setiap hari dengan konsistensi normal. Pasien
mengatakan BAK lancar lebih dari 5x sehari dan malam hari bisa bolak-balik ke
kamar mandi untuk BAK hingga 3x.
45
Keton 0,2 mmol/L
46
Gambar 3.1 EKG Ny. E Tanggal 23 April 2021 di IGD
3. Foto Thoraks
CTR >50%, segmen aorta membesar, segmen pulmonal normal, pinggang jantung
ada, apex downward, kongesti (-), infiltrat (-)
Gambar 3.2 Foto Thoraks Ny. E Tanggal 23 April 2021 di IGD
4. Echocardiografi
Tanggal 24/4/2021: EDD 46%, ESD 33%, EF 48%, TAPSE 18, hipokinetik di
anteroseptal dan anterior, segmen lain normokinetik, katup-katup dalam batas normal.
LAVi 14ml/m2. PV AccT 140ms, mPAP 16 mmHg. MAP 81, HR 87, IVC 18/14,
eRAP 8, LVOT VTI 17, SV 53,3, CO 4,64, SVR 1257, PCWP 18,7, PE (-).
47
3.1.6 Terapi Farmakologi
Pengobatan sebelumnya:
1. Captopril 3x25 mg
2. Metformin 2x500 mg
Pengobatan di IGD:
1. ISDN 3x5 mg
2. Nitrogliserin drip 20 mcg/kgbb/mnt (regulasi dosis sesuai TD)
3. Captopril 25 mg
4. Humulin R bolus 3 unit, selanjutnya drip 3 unit/jam
5. Miniaspi loading dose 160 mg, selanjutnya 1x80 mg
6. Clopidogrel loading dose 300 mg, selanjutnya 1x75 mg
7. Lovenox 2x60 mg subkutan
8. Simvastatin 1x20 mg
9. Laxadine syrup 1x1 sdt
10. Diazepam 1x5 mg
48
49
3.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 3.2 Rencana Tindakan Keperawatan
50
beraktivitas meningkat meredakan nyeri
• Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
• Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
• Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu
51
(meningkat), TD • Berikan terapi relaksasi
220/110, irama jantung untuk menurunkan
terdapat VES ansietas dan stress
• Sediakan lingkungan
yang kondusif untuk
beristirahat dan
pemulihan
• Berikan dukungan
emosional dan spiritual
• Siapkan menjalani
intervensi koroner
perkutan jika perlu
Edukasi:
• Anjurkan untuk segera
melaporkan bila nyeri
dada
• Anjurkan menghindari
valsava manufer
• Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
• Ajarkan teknik
menurunkan kecemasan
atau ketakutan
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian
antiplatelet
• Kolaborasi pemberian
antiangina
• Kolaborasi pemberian
morfin bila perlu
• Kolaborasi peberian obat
52
untuk mencegah
manuver valsava (mis:
pelunak tinja, antiemetik)
• Kolaborasi pencegahan
trombus dengan
antikoagulan jika perlu
• Kolaborasi pemeriksaan
Xray dada dan
echocardiography jika
perlu
53
Terapeutik
• Posisikan pasien
semifoeler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
• Berikan diet jantung
yang sesuai
• Berikan oksigen untuk
mempertahankan
oksigenasi
• Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
• Anjurkan beraktifitas
fisik secara bertahap
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
obat-obtan untuk
mempertahankan tekanan
darah normal
• Kolaborasi pemberian
antiaritmia bila
diperlukan
54
kontrol gula darah • Kadar glukosa darah • Monitor tanda-tanda
sejak pandemi, dan membaik hiperglikemia (poliuria,
menyatakan hanya • Lelah lesu menurun pandangan kabur, sakit
mengurangi konsumsi kepala)
daging saja 2. Kontrol risiko • Monitor keton urin,
DO: GDS 395 g/dL meningkat dengan elektrolit
kriteria Terapeutik:
• Kemampuan • Berikan asupan cairan
mengubah perilaku oral
meningkat • Konsultasi dengan medis
• Komitmen terhadap bila gejala hiperglikemia
strategi meningkat menetap atau memburuk
• Kemmapuan Edukasi:
modifikasi gaya • Ajarkan pengelolaan
hidup meningkat diabetes ( obat oral,
penggantian karbohidrat,
bantuan profesional
kesehatan
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian
insulin
• Kolaborasi pemberian
cairan IV jika perlu
• Kolaborasi pemberian
Kalium bila perlu
55
bertindak dd mengurangi faktor yang meningkatkan dan
DS: Pasien mengatakan risiko meningkat menurunkan motivasi
tidak pernah kontrol • menerapkan program perilaku hidup sehat
lagi setelah pandemi, perawatan meningkat Terapeutik :
pasien masih • Verbalisasi kesulitaan • Sediakan materi dan
menggunakan banyak dalam menjalani media pendidikan
garam untuk makanan program perawatan/ kesehatan (Hipertensi,
yang dikonsumsi sehari pengobatan menurun DM, ACS, Rehabilitasi
hari. 2. Tingkat pengetahuan jantung)
DO : GDS 395. TD meningkat dengan kriteria • Jadwalkan pendidikan
220/110, BB 70 kg, hasil kesehatan sesuai
IMT 28 (Obesitas) • Perilaku sesuai kesepakatan
anjuran meningkat • Berikan kesempatan
• Verbalisasi dalam untuk bertanya
belajar meningkat Edukasi
• Perilaku sesuai • Jelaskan faktor risiko
dengan pengetahuan yang mempengaruhi
meningkat kesehatan
• Persepsi keliru • Ajarkan perilaku hidup
terhadap masalah bersih dan sehat
yang dihadapi • Ajarkan strategi yang
menurun dapat digunakan untuk
3. Pemeliharaan kesehatan meningkatkan PHBS
meningkat dengan kriteria (diet, pola istirahat,
hasil aktifitas fisik)
• Menunjukkan
perilaku adaptif Pelibatan Keluarga
meningkat Observasi:
• Menunjukkan • Identifikasi kesiapan
pemahaman perilaku keluarga untuk terlibat
sehat meningkat dalam perawatan
56
• Kemampuan
menjalankan perilaku Terapeutik:
sehat meningkat • Ciptakan hubungan
• Perilaku mencari terapeutik pasien dan
banuan meningkat keluarga dalam
perawatan
• Diskusikan cara
perawatan di rumah
(kepatuhan minum obat,
pola diet, aktifitas fisik,
pola istirahat)
• Motivasi keluarga
mengembangkan aspek
positif rencana perawatan
• Fasilitasi keluarga
membuat keputusan
perawatan
Edukasi:
• Jelaskan kondisi pasien
kepada keluarga
• Informasikan tingkat
ketergantungan pasien
dengan keluarga
• Anjurkan keluarga untuk
bersikap asertif dalam
perawatan
• Anjurkan keluarga untuk
terlibat dalam perawatan
57
3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Jum’at, Nyeri Akut b/d Observasi: S: Pasien mengatakan lebih nyaman, nyeri kepala
23 April vasokonstriksi - M berkurang sakit kepala skala 5/10 terasa seperti
2021 pembuluh darah elakukan pengkajian nyeri PQRST tertekan, pusing, dirasakan terus menerus serta
07.30 - M pandangan berkabut
58
pasien. -Motivasi pasien untuk melanjutkan terapi relaksasi
nafas dalam
Kolaborasi: - Lanjut pemberian ISDN 5 mg SL
- K - Lanjut pemberian NTG 20 mcg/kgBB/mnt
10.00 olaborasi pemberian ISDN 5mg SL
- Kolaborasi pemberian NTG 20
mcg/kgBB/mnt
Terapeutik:
- Mengajarkan pasien cara relaksasi
nafasdalam
12.00 Observasi:
- Mengobservasi hemodinamik
pasien
TD : 132/72 mmHg; HR : 72 x/menit;
RR : 20 x/menit; Suhu : 36, 5°C
Skala Nyeri : 3/10, Sat : 97 %, CRT :<2
detik, akral hangat, pulsasi arteriperifer
teraba kuat dan teratur
59
- Mengobservasi
hemodinamik pasien
TD :130/72 mmH; HR : 75 x/menit; RR : 20
19.00 x/menit; Suhu : 36, 4°
Skala Nyeri : 3/10; Sat : 98 %, CRT :
<2 detik, akral hangat pulsasi arteri perifer S: Pasien mengatakan lebih nyaman, nyeri kepala
teraba kuat dan teratur sakit kepala skala 3/10 terasa seperti tertekan,
- Mengobservasi keadaan pasien dan pusing, dirasakan hilang timbul serta pandangan
- Mengobservasi hemodinamik dan klinis akral hangat, pulsasi arteri perifer teraba kuat dan
pasien teratur
<2 detik, akral hangat pulsasi arteri perifer -Motivasi pasien untuk melanjutkan terapi relaksasi
nafas dalam
60
teraba kuat dan teratur -Lanjut kolaborasi pemberian ISDN 5mg
Kolaborasi: - Lanjut pemberian NTG 20 mcg/kgBB/mnt
- Kolaborasi pemberian ISDN 5mg
sublingual
- Nitrogliserin drip 20 mcg/kgbb/mnt
(regulasi dosis sesuai TD)
61
Terapeutik: O : Pasien tampak tirah baring, tenang dan tidak
- Memotivasi pasien untuk tetap melakukan menyeringai.
tirah baring Sat : 98 %, CRT : <2 detik, akral hangat,
- Memotivasi pasien untuk melakukan teknik pulsasi arteri perifer teraba kuat dan teratur.
relaksasi nafas dalam yang sudah diajarkan Hasil rekaman EKG dan gambaran di
Edukasi: monitor tampak irama SR dengan VES, Q
- Menganjurkan pasien untuk tidak mengejan patologis di lead III, aVF.
apabila buang air Hasil pemeriksaan enzim jantung hs
Kolaborasi: Troponin T 78 ng/L (normal <14)
- Berkolaborasi pemberian loading dose Hasil elektrolit pasien Na 133 mmol/L, K 4,4
clopidogrel 300mg PO dan loading dose mmol/L, Cl 99 mmol/L, Ca 2,3 mmol/L, Mg
miniaspi 160 mg PO 1,9 mmol/L.
Hasil Xray CTR >50%, segmen aorta
12.00 - Berkolaborasi pemeriksaan Xray membesar, segmen pulmonal normal,
pinggang jantung ada, apex downward, tidak
ada kongestif, tidak ada infiltrat.
A : Penurunan Perfusi Miokard teratasi sebagian
P:
- Lanjut observasi hemodinamik dan klinis pasien
62
- Observasi keluhan nyeri pasien
- Motivasi pasien untuk melanjutkan latihan
relaksasi nafas dalam
19.00 Observasi: - Lanjut kolaborasi pemberian clopidogrel 1x75mg
- Mengobservasi hemodinamik dan klinis dan miniaspi 1x80mg
pasien
TD :119/66 mmHg HR : 81 x/menit RR : 20 S: Pasien mengatakan lebih nyaman, nyeri dada
x/menit Suhu : 36, 4° skala nyeri 2/10 dan jarang dirasakan.
Skala Nyeri : 2/10 Sat : 98 %, CRT : O : TD :119/66 mmHg HR : 81 x/menit
<2 detik, akral hangat pulsasi arteri perifer RR : 20 x/menit Suhu : 36, 4°
teraba kuat dan teratur Skala Nyeri : 2/10 Sat : 98 %, CRT :<2 detik,
Kolaborasi: akral hangat pulsasi arteri perifer teraba kuat dan teratur
- Kolaborasi pemberian clopidogrel 1x75mg A : Penurunan Perfusi Miokard teratasi sebagian
dan miniaspi 1x80mg
- Berkolaborasi dengan dokter untuk P:
pemberian laxadin 1 C - Lanjut observasi hemodinamik dan klinis pasien
- Observasi keluhan nyeri pasien
- Motivasi pasien untuk melanjutkan latihan
relaksasi nafas dalam
63
- Lanjut kolaborasi pemberian clopidogrel 1x75mg
dan miniaspi 1x80mg
64
10.00 - Kolaborasi dengan dokter untuk 20 mcg/kgbb/mnt
pemberian Nitrogliserin drip 20 - Observasi intake, output dan balance cairan
mcg/kgbb/mnt pasien
Observasi:
12.00
- Mengobservasi hemodinamik dan
klinis pasien
TD : 132/72 mmHg HR : 72 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36, 5°
Skala Nyeri : 3/10 Sat : 98 %,
CRT :<2 detik, akral hangat, pulsasi arteri
perifer teraba kuat dan teratur
Kolaborasi:
12.45
- Memberikan terapi captopril 25 mg sesuai
instruksi dokter
Terapeutik
- Membantu pasien BAK di tempat tidur
65
- Mengobservasi hemodinamik dan klinis O : Pasien tampak tenang
pasien Suara auskultasi paru vesikuler.
TD :119/66 mmHg;HR : 81 x/menit;RR : TD :119/66 mmHg;HR : 81 x/menit ;RR : 20 x/menit
20 x/menit;Suhu : 36, 4° Suhu : 36, 4°, Skala Nyeri : 3/10 Sat : 98 %, CRT :<2
Skala Nyeri : 3/10 Sat : 98 %, CRT : detik, akral hangat pulsasi arteri perifer teraba kuat dan
<2 detik, akral hangat pulsasi arteri perifer teratur
teraba kuat dan teratur BAK 900cc/13 jam, U/O: 0,9cc/jam
Kolaborasi: A : Resiko penurunan curah jantung teratasi sebagian
- Memberikan terapi captopril 25 mg sesuai P :
instruksi dokter - Observasi hemodinamik dan klinis pasien
Terapeutik: - Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian
- Membantu pasien BAK di tempat tidur Captopril 3x25 mg per oral dan Nitrogliserin drip 20
mcg/kgbb/mnt
- Observasi inteke, output dan balance cairan pasien
Jum’at, 23 Ketidakstabilan Observasi: S : Pasien mengatakan pandangan kabur berkurang, nyeri
April 2021 gula darah bd - Melakukan pengecekan gula darah kepala berkurang skala 3/10
07.30 resistensi insulin, - Memonitor tanda-tanda hiperglikemia O : Pasien tampak tenang
pola diet yang (poliuria, pandangan kabur, sakit kepala) Hasil lab gula darah jam 05.30 WIB= 395 mg/dL,
tidak benar - Memonitor hasil lab keton pasien jam 09.00 WIB= 353 mg/dL
66
Kolaborasi: Terpasang insulin drip 3ui/jam.
- Berkolaborasi pemberian insulin drip 3 A : Ketidakstabilan gula darah teratasi sebagian
unit/jam P:
- Observasi hemodinamik
- Lanjut pemantauan gula darah
- Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian
insulin sesuai hasil pemantauan gula darah
67
Jum’at, 23 Manajemen Observasi: S : Pasien mengatakan sejak pandemi tidak rutin kontrol.
April 2021 kesehatan tidak - Melakukan identifikasi kendala motivasi Pasien mengatakan masih menggunakan banyak
09.00 efektif b.d melakukan perilaku hidup sehat garam untuk makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
kurang terpapar Terapeutik: O : Pasien tampak kooperatif dan beberapa
informasi terkait - Memberikan kesempatan pasien untuk kali bertanya terkait pencegahan faktor
penyakit dan bertanya resiko.
ketidakcukupan Edukasi: A : Manajemen kesehatan tidak efektif teratasi sebagian
petunjuk untuk - Menjelaskan kepada pasien mengenai P:
bertindak faktor resiko hipertensi, DM dan penyakit - Observasi tingkat pemahaman pasien
jantung (obesitas, konsumsi banyak garam, - Libatkan keluarga dalam perawatan di rumah
stress)
- Melibatkan peran keluarga
68
BAB 4
PEMBAHASAN
Ny. E umur 63 tahun datang ke RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
melalui IGD pada tanggal 23 April 2021. Pasien datang dengan keluhan sakit kepala
skala 7/10 terasa seperti tertekan, pusing, dirasakan terus menerus serta pandangan
berkabut. Pasien juga mengeluh sesak yang dirasakan membaik dengan istirahat,
tidur dengan posisi 2 bantal. Keluhan juga disertai dengan nyeri dada sejak 7 jam
SMRS yang bertambah saat beraktivitas dengan skala 5/10 seperti ditindih beban
berat yang menjalar hingga ke punggung, dirasakan hilang timbul. Saat awal masuk
IGD, tekanan darah pasien : 220/110 mmHg; frekuensi nadi : 88x/menit; pernapasan:
22x/menit; suhu : 36,0°C; saturasi O2: 98%. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi
hipertensi menurut JNC 8(Joint National Committee on the Prevention, Defection
Evaluation, and Treatement of High Blood Pressure) (Jama, 2014). Menurut JNC 8
dikatakan hipertensi stage 2 jika sistolik > 160 mmhg dan diastolic >100 mmhg.
Tanda dan gejala yang dirasakan pasien adalah rasa sakit/nyeri pada kepala. Hal ini
disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga menurunkan aliran darah
ke otak. Hal ini kemudian menyebabkan kurangnya suplai oksigen dan nutrisi ke
otak sehingga pasien merasakan pusing dan nyeri di kepala.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan tekanan darah Ny. E yang sesuai dengan
teori pada BAB II adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, obesitas, serta pola
nutrisi. Dalam kasus usia pasien 63 tahun, dalam teori disebutkan Pertambahan usia
menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding
arteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh
darah akan mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45 tahun.
Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta
kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Arif, 2013).
Selanjutnya adalah faktor risiko jenis kelamin dalam teori Prevalensi terjadinya
hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari
penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High DensityLipoprotein (HDL) yang merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis (Sapitri, 2016). Dalam kasus Jenis
kelamin pasien adalah wanita dan berumur 63 tahun serta sudah menopause.
Mengenai riwayat keluarga, disebutkan dalam kasus kakek os menderita hipertensi,
70
hal tersebut sudah sesuai dengan teori, yakni riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi, oleh sebab itu
hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014). Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap
sodium, sehingga individu dengan orangtua yang memiliki hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi (Bianti, 2015), selain itu Pada
70-80% kasus hipertensi di dunia, didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan dari kedua orang tua, maka terdapat dugaan
risiko terkena hipertensi esensial lebih besar dibandingkan hipertensi sekunder
(Kotchen., 2012).
Faktor risiko obesitas juga berpengaruh dalam kasus disebutkan Ny. E memiliki
berat badan 70 kg dengan tinggi 156 cm dengan IMT= 28,8kg/m 2(obesitas), hal
tersebut sesuai dengan teori yaitu Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat
badan sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi
positif dengan hipertensi. Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal
relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Mannan,
2012). Penderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang
memiliki berat badan normal (Triyanto, 2014).
71
diistirahatkan dan mendapatkan terapi ISDN dengan dosis 5 mg (sublingual),
Captopril 25 mg dan Nitrogliserin drip 20mcg/kgbb/mnt. (regulasi dosis sesuai TD),
Humulin R bolus 3 unit, selanjutnya drip 3 unit/jam, Miniaspi loading dose 160 mg,
selanjutnya 1x80 mg, Clopidogrel loading dose 300 mg, selanjutnya 1x75 mg,
Lovenox 2x60 mg subkutan, Simvastatin 1x20 mg, Laxadine syrup 1x1 sdt, dan
Diazepam 1x5 mg Pasien mengatakan merasa lebih baik setelah mendapat terapi
tersebut. Tanda-tanda vital pasien menunjukkan tekanan darah 141/85 mmHg,
frekuensi nadi 78 x/menit, pernapasan 20x/menit, dan saturasi oksigen 9 7 % .Hal ini
tidak sesuai dengan pedoman tatalaksana hipertensi yang dirangkum oleh PERKI
(2015). Menurut PERKI, (2015) pedoman tatalaksana pada pasien dengan hipertensi
stage 2 yaitu dengan pemberian obat golongan CCBs atau Thiazide + ACE inhibitor
atau ARB. Jika perlu CCBs + Thiazide + ACE inhibitor atau ARB. Namun pada saat
di IGD pasien mendapatkan terapi ISDN 5mg, Humulin R bolus 3 unit, selanju tnya
drip 3 unit/jam, Miniaspi loading dose 160 mg, selanjutnya 1x80 mg, Clopidogrel
loading dose 300 mg, selanjutnya 1x75 mg, Lovenox 2x60 mg subkutan, Simvastatin
1x20 mg, Laxadine syrup 1x1 sdt, dan Diazepam dikarenakan di IGD pasien
memiliki keluhan penyakit penyumbatan pembuluh darah koroner dan pasien juga
memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus.
Pemberian Nitrogliserin drip pada pasien juga sudah sesuai dengan penatalaksanaan
krisis hipertensi emergensi menurut Born et all,. 2018,
73
3. Risiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
4. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin dan pola diet
yang tidak benar
5. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar
informasi terkait penyakit dan ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak
Sedangkan didalam teori BAB II untuk diagnosa keperawatan No. 2 dan No. 4 tid ak
tercantum, mengenai diagnosa No. 2 Penurunan perfusi miokard berhubungan dengan
vasokonstriksi dan oklusi pembuluh darah koroner, serta diagnosa No. 4
Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin dan pola diet yang
tidak benar, penulis masukkan ke dalam diagnosa keperawatan Ny. E dikarenakan
didalam kasus Ny. E mengalami tanda gejala Nstemi dan peningkatan gula darah.
74
BAB 5
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan penyakit kronik yang merupakan akibat dari desakan d arah
yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada pembuluh arteri yang berkaitan
dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik,
atau bahkan keduanya secara terus-menerus. Hipertensi diklasifikasikan menjadi dua
tipe yatu berdasarkan nilai tekanan darah dan hipertensi kritis. Hipertensi kritis
dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
Kelompok melakukan studi kasus pasien dengan hipertensi emergensi di Unit IGD
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Proses pengumpulan data
dilakukan berdasarkan hasil dari pengkajian yang meliputi anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik non-invasif. Asuhan keperawatan yang
dilakukan kepada Ny.E usia 63 tahun pada tanggal 23 April 2021 dengan diagnosa
medis UAP dd NSTEMI, Hipertensi Emergensi, Insufisiensi Renal, DM tipe II di
Instalasi Gawat Darurat.
55
75
Perfusi miokard tidak efektif belum tertasi karena pasien masih merasakan nyeri
dada, walaupun berkurang. Diagnosa keempat ketidakstabilan gula darah belum
teratasi karena GDS masih fluktuatif dengan insulin drip. Diagnosa kelima tertasi
sebagian, dengan data pasien telah dilakukan edukasi mengenai pola makan,
kepatuhan kontrol dan minum obat untuk perawatan di rumah, dan pas ien
menyatakan memahami edukasi yang diberikan, namun belum sempat dilakukan
edukasi yang melibatkan keluarga. Intervensi tidak dapat dilanjutkan karena pasien
dipindahkan ke ruang perawatan IWM dari IGD.
1.2 Saran
1.2.1 Pengkajian pada pasien dengan Hipertensi yang meliputi anamnesa,
pengkajian fisik dengan dilakukannya pengkajian nyeri dengan P,Q,R,S,T.
1.2.2 Perawat mampu melakukan penatalaksanaan hipetensi sesuai dengan
pengklasifikasian hipertensi sesuai dengan algoritama penatalaksanaan
hipertensi
1.2.3 Perawat mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipertensi
76
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. (2017). 2017 Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults. From
https://www.acc.org/~/media/Non-Clinical/Files-PDFs-Excel-MS-Word-
etc/Guidelines/2017/Guidelines_Made_Simple_2017_HBP.pdf diakses pada
tanggal 30 Juli 2018.
James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison C, Handler J, dkk. (2014).
Evidence-Based Guideline for The Management of High Blood Pressure in
Adults: Report from the Panel member Appointed to the Eight Joint National
Committee (JNC 8). JAMA; 2014; from
https://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/obat/eight-joint-national-
committee-update-terbaru-dalam-penatalaksanaan-hipertensi/;Diakses pada
tanggal 24 Juli 2018 pukul 21.00
Mancia, Giuseppe. Fagard, Robert. Narkiewicz, Krzysztof et al. (20 13). ESH/ESC
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: the Task Force for the
Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension
(ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). JHypertens 31:1281–
1357
77
Jam 14.40] available from: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5745
78