Anda di halaman 1dari 7

TUGAS RUTIN

HUKUM BISNIS DAN REGULASI

Dosen Pengampu : Tiara Reizsa Adhitiya

DISUSUN OLEH :

NAMA : FARADILA SARI

NIM : 7203520031

KELAS : B Semester 1

MATA KULIAH : HUKUM BISNIS DAN REGULASI

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
I. LANGKAH-LANGKAH PROSEDUR YANG HARUS DITEMPUH
UNTUK MENDIRIKAN PT

Cara Mendirikan PT & Syarat Pendirian PT Tahun 2018:


1. Mempersiapkan Data Pendirian PT
a. Nama PT
b. Tempat dan Kedudukan PT
c. Maksud dan Tujuan PT
d. Struktur Permodalan PT
e. Pengurus PT
2. Membuat Akta Pendirian di Notaris
3. Pengesahan SK Menteri Pembuatan PT
4. Mengurus Domisili Kelurahan
5. Mengurus NPWP
6. Mengurus izin usaha (SIUP bagi perusahaan perdagangan)
7. Mengurus TDP
8. Memiliki NIB

Prosedur dan Syarat Pendirian PT Terbaru Yang Wajib diKetahui

Artikel pendirian PT ini pada tanggal 18 Februari 2020.


Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir cukup banyak perubahan yang terjadi pada prosedur dan
syarat pendirian PT (Perseroan Terbatas), terutama yang terkait dengan pengurusan izin
usahanya. Perubahan yang signifikan terkait dengan prosedur dan syarat pendirian PT dimulai
dengan berlakunya Online Single Submission (OSS) pada tahun 2018. OSS adalah proses
perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. OSS mengintrodusir adanya Nomor Induk
Berusaha (NIB), yaitu tujuan dan tujuan dengan kegiatan usaha menggunakan Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2017 dan cara operasi atau izin operasional atau izin
komersial.
Berikut adalah update terbaru prosedur dan syarat pendirian PT serta upaya yang terjadi dalam 2
tahun terakhir:
1. Lembaga Online Single Submission (OSS)
Sistem OSS dikelola oleh Lembaga OSS merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang
mengatur urusan pemerintahan di bidang penanaman modal. Lembaga ini standar untuk:
1. menerbitkan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS
2. kebijakan pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS
3. petunjuk pelaksanaan publikasi Perizinan Berusaha pada sistem OSS
4. pengembangan dan sistem mengembangkan OSS
5. bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan
sistem OSS.
Otoritas di atas, Lembaga OSS yang mengatur untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku
NIB yang diperoleh jika kamu melakukan usaha dan / atau kegiatan yang tidak sesuai NIB, dan /
atau jika NIB kamu dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap. Saat ini yang menjadi lembaga OSS adalah BKPM.
2. Nomor Induk Berusaha (NIB)
Salah satu konsep terbaru setelah berlakunya PP tentang OSS adalah diberlakukannya NIB yang
merupakan identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran. NIB berbentuk 13 (tiga belas) digit angka acak yang diberi pengaman
dan dengan Tanda Tangan Elektronik. Selain itu selama kamu menjalankan usaha dan / atau
kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan¬undangan, NIB juga berlaku sebagai:
1. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
2. Angka Pengenal Importir (API)
3. Hak akses kepabeanan
4. Tujuan Uraian dan Tujuan Menggunakan KBLI 2017
Penjelasan Pasal 22 ayat (2) huruf b PP Tentang OSS menyatakan bahwa “bidang usaha”
merupakan bidang usaha yang diatur dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
(KBLI). Saat ini sistem OSS menggunakan KBLI 2017 yang mengacu pada Peraturan Kepala
BPS 19/2017 .
Oleh karena itu, jika kamu merencanakan PT setelah adanya OSS maka harus dipastikan bidang
usaha yang ditentukan dalam maksud dan tujuan di atas pendirian PT yang menggunakan KBLI
2017. Perlu digarisbawahi bahwa penggunaan KBLI 2017 ini harus dilakukan di tahap
pembuatan akta pendirian PT. Bila ini tidak dilakukan maka proses di OSS akan terhambat dan
sangat mungkin Anda harus melakukan perubahan terlebih dahulu sebelum bisa lanjut dengan
proses di OSS.

3. Penyesuaian Uraian Maksud dan Tujuan dengan KBLI 2017


Seperti yang sudah disebutkan di poin sebelumnya, sistem OSS menggunakan KBLI 2017 yang
memiliki pada Perka BPS 19/2017. Karena aturan tersebut mulai berlaku pada 8 Maret 2017,
tentu perusahaan yang sudah berdiri sebelumnya masih menggunakan KBLI versi aturan
sebelumnya. Keadaan ini menjadi masalah yang terjadi karena KBLI lama, perusahaan tidak
dapat melakukan registrasi melalui OSS.
Agar perusahaan tersebut dapat teregistrasi ke dalam sistem OSS guna memperoleh NIB dan
pengaturan perizinan melalui OSS, maka kode KBLI untuk bidang usaha yang diatur pada
maksud dan tujuan di anggaran dasar harus disesuaikan dengan KBLI 2017.
 
 
4. Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional
Jenis usaha berusaha dalam sistem OS terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Izin Usaha
Merupakan izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, lembaga
pimpinan, gubernur, atau bupati / wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan
untuk memulai usaha dan / atau kegiatan sampai pelaksanaan komersial atau operasional dengan
memenuhi persyaratan dan / atau Komitmen.
Izin Usaha ini bisa digunakan untuk seluruh wilayah Indonesia dan memiliki masa berlaku
selama pelaku usaha menjalankan usaha dan / atau kegiatannya. Kegiatan yang dapat kamu
lakukan setelah mendapatkan Izin Usaha adalah sebagai berikut:
1. Pengadaan tanah
2. Perubahan luas lahan
3. Pembangunan gedung Gedung dan perangnya
4. Pengadaan peralatan atau sarana
5. Pengadaaan sumber daya manusia
6. Penyelesaian atau sertifikasi kelaikan
7. Pelaksanaan uji coba produksi (commisioning)
8. Pelaksanaan Produksi
Satu hal yang menarik adalah untuk Izin Usaha yang dapat diandalkan sebagai Izin Komersial
atau Operasional. Adalah Izin Usaha Perdagangan.Saat kamu mendapatkannya maka kamu
tidak perlu lagi Pedagang Izin Komersial atau Operasional.
b). Izin Komersial atau Operasional
Merupakan izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, lembaga
pimpinan, gubernur, atau bupati / wali kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan
untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan / atau
Komitmen.Namun yang perlu Anda ingat, tidak seperti Izin Usaha, untuk Izin komersial atau
operasional sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam peraturan-undangan yang
mengatur izin masing-masing.

5. Berlaku Efektif dan Belum Berlaku Efektif


Sesuai dengan Pasal 41 PP Tentang OSS, Izin Usaha dan / atau Izin Komersial atau Operasional
yang efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan komitmen dan melakukan pembayaran biaya
Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan-undangan.
Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan Izin Usaha dan / atau
Izin Komersial atau Operasional. Bentuk pemenuhan komitmen dari Izin Usaha dari Izin
Lokasi, Izin Lokasi Perairan, Izin Lingkungan, dan IMB. Sedangkan bentuk pemenuhan
komitmen dari Izin Komersial atau Operasional dapat berupa standar, sertifikat, lisensi,
pendaftaran barang / jasa. Sehingga status izin yang kamu ajukan berlaku atau belum tepat
komitmen salah tergantung pada yang sudah terpenuhi atau tidak.

6. Pengangkatan Komisaris Warga Negara Asing (WNA)


Dengan berbagai pertimbangannya, menempatkan WNA sebagai Komisaris terkadang
diperlukan ketika kamu mendirikan PT. Menurut UUPT Dewan Komisaris adalah organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dewan Komisaris dapat terdiri dari 1
(satu) orang atau lebih.
Sebelumnya Pasal 4A Permenaker 35/2015 melarang pemberi kerja Tenaga Kerja Asing
(TKA) yang berbentuk Penanaman Modal Dalam Negeri mempekerjakan TKA dengan jabatan
Komisaris. Namun Peraturan Menteri tersebut dicabut oleh Permenaker 10/2018.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Permenaker 10/2018, TKA dilarang menduduki jabatan yang
mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu. Larangan tersebut dipertegas kembali pada
Bagian Kedua  Kepmenaker 228/2019 yang menyatakan bahwa jabatan Komisaris atau
Direktur yang tidak mengurus personalia diizinkan untuk diduduki oleh TKA, selama tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, aturan terbaru
pendirian PT membolehkan kamu untuk mengangkat WNA menduduki jabatan Komisaris
asalkan tidak mengurus personalia dan/atau jabatan tertentu yang dilarang peraturan perundang-
undangan.

II. PERSEROAN SEBAGAI BADAN HUKUM

Ini yang menjadikan kehususan sebagai individu bagi Perseroan dibandingkan dengan badan
usaha lainnya, jika CV, Firma, UD hanya dikatakan dikatakan badan usaha, namuan Perseroan
dikatakan sebagai Badan Hukum. Artinya perseroan juga merupakan subjek hukum yang dapat
berdiri sendiri, dituntut dan dituntuk di muka pengadilan, tentunya dengan diwakili oleh
organnya yang berurusan.

Yang menjadi pertanyaan awal yakni, jika Perseroan merupakan badan hukum, lalu kapan
predikat itu diperolehnya ?. Kita tau, jika dua orang atau lebih akan menentukan PT maka tentu
akan menyusun rencana, dan membuat Akta Pendirian sekaligus memuat anggaran dasar, dan
menjalankan operasi perusahaan meskipun belum ada penetapan dari Menkumham yang terkait
dengan statusnya sebagai PT. 

Di dalam Pasal 7 (4) UU 40/2007 dikatakan “ Perseroan memperoleh status badan


hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan ”. Untuk memperoleh status Badan Hukum pertama-tama harus didahului dengan
pengajuan nama perseroan, kemudian mengajukan permohonan kepada menteri untuk
mendapatkan pengesahan mengenai pendirian badan hukum perseroan yang dilakukan bersama-
sama oleh para pendirinya atau menguasakan kepada notaris yang dilakukan secara elektronik
melalui Sistem Informasi Badan Hukum.

Status dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh perusahaan yang belum memperoleh status
badan hukum dapat dilihat dari beberapa aspek berdasarkan UU PT. Jika Perbuatan hukum atas
nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh
semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua   anggota Dewan Komisaris
Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab atas tanggung jawab atas perbuatan hukum
tersebut.

III. TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENJADI TIDAK TERBATAS

Pengaturan mengenai pertanggungjawaban Direksi ini dapat kita temui dalam UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Berdasarkan Pasal 97 ayat (2) UUPT,
Direksi wajib melaksanakan pengurusan perseroan (“PT”) dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab. Dan setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian PT apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya (lihat Pasal 97 ayat [3] UUPT). Pertanggungjawaban ini berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota Direksi apabila ada 2 (dua) orang anggota Direksi atau lebih
(lihat Pasal 97 ayat [4] UUPT).  
Meski demikian, UUPT juga memberikan pembatasan tanggung jawab Direksi dalam
pengurusan PT. Pembatasan tanggung jawab Direksi dapat kita temui dalam Pasal 97 ayat (5)
UUPT yang menyebutkan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
pribadi atas kerugian PT apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;


b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 
Contoh putusan yang menyangkut tanggung jawab tidak terbatas bagi Direksi antara
lain Putusan Mahkamah Agung No. 2740K/PID/2006 Tahun 2006 dengan terdakwa Drs.
Ahmad Djunaidi Ak alias Drs. Djunaidi Ak selaku Direktur utama PT. Jamsostek pada waktu
itu.  Djunaidi digugat karena dianggap telah mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam
melakukan investasi.

Jadi, anggota Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban tidak terbatas apabila tidak memenuhi
ketentuan Pasal 97 ayat (5) UUPT (Undang-Undang Perseroan Terbatas).

IV. PEMBERHENTIAN DIREKSI

apakah Dewan Komisaris dapat menonaktifkan anggota Direksi dan begitu juga sebaliknya?
Mengenai hal ini kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 106 UUPT yang menyatakan bahwa
Dewan Komisaris dapat memberhentikan sementara anggota Direksi dengan menyebutkan
alasan dan diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan. Bunyi
selengkapnya Pasal 106 UUPT adalah sebagai berikut:
1. Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan
menyebutkan alasannya.
2. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara
tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
3. Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
tidak berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat(1) dan
Pasal 98 ayat(1).
4. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian
sementara harus diselenggarakan RUPS.
5. Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan
diberi kesempatan untuk membela diri.
6. RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.
7. Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi
yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
8. Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan,
pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.
9. Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
 Berdasarkan ketentuan Pasal 106 UUPT dapat diketahui bahwa Dewan Komisaris dapat
memberhentikan sementara anggota Direksi dan keputusan selanjutnya diserahkan pada RUPS.
Keputusan RUPS dapat menguatkan atau membatalkan keputusan pemberhentian sementara.

Jadi, jelaslah bahwa yang dapat memberhentikan Direksi dari Jabatannya adalah mutlak dari
hasil keputusan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).

Anda mungkin juga menyukai