Anda di halaman 1dari 21

MENYINGKAP ISU PEMBANTAIAN DI SIGI DAN HUBUNGANNYA

DENGAN HAK ASASI MANUSIA

Dosen Pengampu:

Amiq Fikriyati, M. Pd.

Disusun Oleh:

Mutiarizki Hapsari (06020720037)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah melimpahkan


Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Menyingkap Isu Pembantaian di Sigi Dan Hubungannya Dengan
Hak Asasi Manusia” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang, yakni agama
Islam.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas proyek Ujian Akhir Semester pada
mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang permasalahan kemanusiaan yang menodai prinsip hak asasi
manusia ini.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Amiq


Fikriyati, M.Pd. selaku dosen mata kuliah ini. Mengenai tugas yang telah
diberikan ini, semoga dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni oleh penulis. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah memberi semangat dan dukungan dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Lamongan, 1 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB 1......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

A. Latar Belakang..............................................................................................3

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

A. Landasan Teori..............................................................................................5

B. Data Temuan.................................................................................................9

C. Pembahasan.................................................................................................12

BAB III..................................................................................................................17

KESIMPULAN......................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, manusia tak pernah lepas dari nilai-
nilai dan hak asasi manusia, seperti hak untuk hidup, hak mengenai kebebasan
dalam berpikir, hak kebebasan untuk menganut suatu agama, dan lain-lain.1
Dengan hadirnya hak-hak asasi manusia, maka manusia tidak akan bersikap
sewenang-wenang terhadap orang lain dan juga tidak akan memikirkan dirinya
sendiri.
Menurut Teaching Human Rights, hakikat dari hak asasi manusia adalah hak-
hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia.2 Salah satu dari hak-hak asasi manusia yang dapat
dijadikan contoh adalah hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, seperti yang terdapat pada UUD 1945 pasal 28I ayat 1.
Tanpa hak asasi manusia, yang mana dalam konteks ini merujuk pada hak untuk
hidup, maka manusia akan kehilangan keberadaannya sebagai makhluk hidup.
Ironisnya, walaupun Indonesia telah memiliki landasan dalam menjalankan
hakikat hak asasi manusia seperti yang tertuang pada pancasila sila kedua,
Indonesia seakan tak pernah lepas dari isu tragedi kemanusiaan, bahkan sejak
sebelum kemerdekaan. Sebut saja pembantaian etnis Tionghoa di Batavia pada
tahun 1740 oleh VOC3, pembantaian anggota PKI tahun 1965-1966, serangkaian
pemerkosaan dan penculikan aktivis di masa lengsernya Orde Baru pada tahun
1998, hingga baru-baru ini telah terjadi pembantaian terhadap satu keluarga di
Sigi pada 27 November 2020. Melihat begitu banyaknya peristiwa pelanggaran
hak asasi manusia yang masih bergolak di Indonesia, maka dapat ditarik garis

1
Machfud Bachtiyar, “Civic Education” (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press), hal. 96.
2
Ibid.
3
Iswara N Raditya, “13 Hari Pembantaian Orang Cina di Jakarta”, https://tirto.id/13-hari-
pembantaian-orang-cina-di-jakarta-cx2Y (diakses pada 1 Januari 2021, pukul 23.03).

3
besar bahwa hak asasi manusia “masih” dipandang sebelah mata dan atau bahkan
cenderung disepelekan oleh beberapa kelompok militan di Indonesia.
Berangkat dari permasalahan kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia
yang telah disebutkan di atas, maka ditulisnya makalah dengan topik yang terkait
dengan pembantaian satu keluarga di Sigi adalah semata-mata untuk mengetahui
urgensi hak asasi manusia serta menolak lupa atau menolak abai atas tragedi
kemanusiaan di wilayah Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penyebab faktor terjadinya pembantaian di Sigi?


2. Bagaimana dampak dari tragedi pembantaian di Sigi bagi warga kabupaten Sigi
dan masyarakat di Indonesia?
3. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk menjunjung tinggi hak asasi
manusia sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya pembantaian di wilayah
Indonesia di masa yang akan datang?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk memenuhi tugas proyek ujian akhir semester Pancasila dan


Kewarganegaraan;
2. Untuk mengetahui penyebab faktor terjadinya pembantaian di Sigi;
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tragedi pembantaian di Sigi
terhadap warga kabupaten Sigi dan masyarakat di Indonesia;
4. Untuk ikut andil dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mencegah
kemungkinan terjadinya pembantaian di Indonesia di masa yang akan datang.

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Hak Asasi Manusia


a. Pengertian Hak Asasi Manusia

Gagasan mengenai Human Rights atau hak asasi manusia pertama kali
dikemukakan pada abad ke-17 di Eropa oleh seorang filsuf Inggris, John
Locke.4 John Locke merumuskan bahwa hak alamiah (natural rights) yang
terkandung dalam manusia sejak mereka lahir setidaknya terdiri atas: hak untuk
hidup, hak kebebasan, dan hak kepemilikan.
Seiring berkembangnya zaman, prinsip mengenai hak asasi manusia juga
mulai berkembang. Perkembangan hak asasi manusia dapat ditandai dengan
terjadinya beberapa peristiwa penting, seperti: Magna Charta (1215), Revolusi
Amerika (1776), dan Revolusi Prancis (1789).5 Pada abad ke-20, Presiden
Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt menggagas konsep hak asasi manusia
yang kemudian terkenal sebagai The Four Freedoms (Empat Kebebasan),
antara lain:
¤ Kebebasan untuk beragama (freedom of religion);
¤ Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech);
¤ Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want);
¤ Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).6

Untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan persoalan mengenai hakikat hak


asasi manusia ini, PBB (United Nations) kemudian mulai menetapkan
Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia) pada tanggal 10 Desember 1948 yang berisi tentang cita-cita dan
harapan hidup yang diidamkan oleh setiap manusia di seluruh dunia, antara lain
seperti: hak untuk hidup dan memiliki kehidupan yang layak, hak untuk
4
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, “Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi”, (Jakarta: Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2016) hal. 123.
5
Ibid, hal. 124.
6
Ibid.

5
memeluk agama, kebebasan dalam berpikir dan menyuarakan pendapat, hak
untuk berserikat, dan hak untuk bebas dari rasa takut yang mendera.7
Tak hanya PBB, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
juga turut memperinci apa saja yang menjadi bagian dari hak asasi manusia,
antara lain sebagai berikut:

¤ Bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat


manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain (Pasal 28G,
ayat 2);
¤ Hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan (Pasal 28H, ayat 1);
¤ Hak untuk hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
beragama, tidak diperbudak, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (Pasal 28I, ayat 1);

¤ Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal
28, ayat 5).

b. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Perkembangan mengenai konsep hak asasi manusia di Indonesia


sebenarnya sudah mulai muncul pada sebelum kemerdekaan. Menurut
Manan,8 pemikiran dan peraturan tentang hak asasi manusia di Indonesia
dibagi menjadi dua periode, yakni periode pra-kemerdekaan
(1908–1945) dan periode sesudah kemerdekaan (1945–sekarang).
Apabila kita menengok ke masa sebelum Indonesia merdeka, konsep
pemahaman hak asasi manusia mulai dikenal saat organisasi Boedi Oetomo
7
Sunarso, “Pendidikan dan Kewarganegaraan, Buku Pegangan Mahasiswa”, (Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta Press, 2011), hal. 64.
8
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, “Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi”, (Jakarta: Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2016) hal. 125.

6
lahir pada tahun 1908.9 Saat itu, konsep hak asasi manusia yang
diperbincangkan adalah hak atas kemerdekaan (the rights of self
determination), hak atas bidang sipil, hak atas kebebasan pendapat, dan hak
bebas dari segala bentuk diskriminasi.
Konsep hak asasi manusia di Indonesia baru mulai terlihat tunasnya
beberapa saat setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Dikarenakan Indonesia masih berbentuk negara
serikat, maka konsep hak asasi manusia belum diterapkan secara maksimal
di kala itu.
Setelah Republik Indonesia Serikat bubar pada tahun 1950, konsep hak
asasi manusia di Indonesia semakin abu-abu dikarenakan seringnya
perubahan sistem negara yang dijalankan, seperti sistem demokrasi liberal
dan demokrasi parlementer yang sempat digunakan pada sekitar tahun 1950-
1966. Di tahun 1965, Indonesia mengalami masa-masa terkelam sepanjang
kemerdekaannya dan kehidupan berbangsa, yaitu meletusnya kembali
pemberontakan G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965 setelah
sebelumnya memberontak di tahun 1948. Dengan adanya peristiwa
G30S/PKI, masyarakat Indonesia kembali mempertanyakan apakah konsep
hak asasi manusia benar-benar diterapkan ke dalam kehidupan bernegara.
Pemerintah kalang kabut, dan kemudian muncullah sang penyelamat negara
kala itu: Soeharto. Soeharto yang waktu itu masih menjabat sebagai mayor
jenderal ditugaskan untuk membereskan sisa-sisa anggota PKI, yang mana
dia berhasil menjalankan amanah yang dibebankan di pundaknya.
Akibat peristiwa PKI ini, masyarakat mulai semakin tak percaya kepada
Presiden Soekarno, yang mana waktu itu Presiden Soekarno masih gencar-
gencarnya mencanangkan paham Nasakom (nasionalisme, agama, dan
komunisme). Posisi Presiden Soekarno semakin terjepit, dan hingga pada
akhirnya Presiden Soekarno lengser dari jabatannya dan dengan segera

9
Retno Kusniati, “Sejarah Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Kaitannya Dengan
Konsepsi Negara Hukum”, Jambi, 2011, hal. 87.

7
digantikan oleh Soeharto yang mulai dipercayai masyarakat Indonesia
sebagai penegak keadilan.
Namun nyatanya, berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia
masih mengguncang pemerintahan Orde Baru yang dikepalai oleh Presiden
Soeharto. Peristiwa tersebut seperti pelanggaran hak asasi manusia di
Timor-Timur dan kasus DOM Aceh.10 Pelanggaran hak asasi manusia
semakin sering terjadi ketika Indonesia memasuki krisis moneter di tahun
1998 dan semakin kritisnya masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan
Orde Baru yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun. Pada Mei 1998,
Presiden Soeharto secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya secara
sukarela, yang kemudian disambut dengan penuh sukacita oleh masyarakat
Indonesia. Mundurnya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaannya
menandai berakhirnya Orde Baru yang telah berlangsung selama 32 tahun.

Di era reformasi, Indonesia mulai menata ulang seluruh sistem


pemerintahannya, termasuk konsep hak asasi manusia. Kendati masih
terdapat beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi, ini
masih tidak terlalu buruk ketimbang saat zaman Orde Baru dan Orde Lama.
Pada akhirnya, Indonesia tak pernah bisa benar-benar terlapas dari
permasalahan hak asasi manusia, mengingat Indonesia adalah negara yang
multikultural dan pasti banyak sekali oknum-oknum tertentu yang memiliki
niat untuk melanggar hak asasi manusia.

2. Pembantaian

Pembantaian merupakan salah satu dari perbuatan yang amat melanggar hak
asasi manusia dalam konteks hak untuk hidup dan tidak disiksa yang termuat
dalam UUD 1945 pasal 28I ayat 1. Menurut Wikipedia, pembantaian atau
massacre dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suatu pembunuhan massal yang
disengaja terhadap warga sipil atau militer yang memiliki kepentingan-
kepentingan tertentu yang berujung pada peristiwa pembunuhan massal

10
Ibid., hal. 90.

8
selanjutnya. Bicara mengenai pembantaian, tentu takkan terlepas dari genosida.
Genosida adalah pembantaian dalam skala besar yang terencana dan sistematis
pada suatu suku bangsa atau kelompok suku bangsa dengan tujuan memusnahkan
(membuat punah) bangsa tersebut.11
Pembantaian dan genosida merupakan salah satu kejahatan paling berat yang
dimuat dalam yurisdiksi pengadilan hak asasi manusia di Indonesia dan juga di
dunia dengan nama International Crime Court. Menurut pasal 6 Statuta Roma dan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, tindakan-tindakan yang menjurus ke
arah genosida antara lain:12
¤ Membunuh anggota komunitas;
¤ Menyebabkan penderitaan-penderitaan terhadap fisik maupun mental kepada
anggota komunitas;
¤ Mencegah kelahiran suatu anggota komunitas;
¤ Memusnahkan suatu anggota komunitas.

Pembantaian dan genosida tak hanya sering terjadi di Indonesia, melainkan


bergolak di seluruh wilayah di dunia. Contoh peristiwa genosida yang paling
terkenal sepanjang masa adalah peristiwa genosida kaum Yahudi selama Perang
Dunia II oleh partai Nazi Jerman yang dimotori oleh Adolf Hitler.

B. Data Temuan

Pembuatan makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung


dengan pencarian referensi-referensi dan survei yang relevan guna memperoleh
data teraktual terkait dengan permasalahan hak asasi manusia dan bentuk
pelanggarannya (penulis mengambil pembantaian dalam konteks ini). Lokasi
survei dilaksanakan dengan menggunakan Google Formulir.
Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan metode Focus
Group Discussion yang mana para responden menjawab berbagai pertanyaan yang
telah diajukan oleh penulis dalam sebuah survei melalui media Google Formulir.

11
Aris Kurniawan, “Pengertian Genosida: Tindakan, Unsur, Contoh, Para Ahli”,
https://www.gurupendidikan.co.id/genosida. (Diakses pada 12 Januari 2021, pukul 15.45).
12
Ibid.

9
Focus Group Discussion dilaksanakan sebagai bentuk dari pengumpulan data
secara induktif melalui diskusi interaktif di dalam kelompok yang di dalamnya
terdapat interaksi pengetahuan dan pengembangan ide-ide kooperatif yang
difokuskan pada permasalahan penelitian.13
Analisis data dalam makalah ini menggunakan model interaktif yang
dilaksanakan setelah semua data terkumpul, kemudian diolah dan diidentifikasi
untuk ditabulasikan ke dalam suatu informasi yang terstruktur, kemudian dapat
ditarik kesimpulan atas informasi-informasi tersebut.14
Dalam survei yang dilakukan dalam Google Formulir, penulis menanyakan
opini masing-masing yang diajukan penulis kepada 14 responden dari berbagai
kota di Indonesia. Pertanyaan tersebut meliputi:
1) Kuat tidaknya toleransi antar umat beragama di Indonesia menurut para
responden;
2) Analisa para responden mengapa pembunuh melakukan pembunuhan;
3) Apakah alasan pembunuh melakukan pembunuhan dapat ditolerir;
4) Kesediaan para responden untuk mengikuti semacam organisasi radikal;
5) Apa yang akan dikatakan para responden ketika mereka mendapat kesempatan
untuk bicara dengan pembunuh; dan
6) Apakah konsep hak asasi manusia sudah diterapkan di Indonesia sepanjang
pengetahuan para responden.
Dari hasil survei yang dilakukan menggunakan media Google Formulir pada
tanggal 11-13 Januari 2021, dapat diketahui bahwa para responden menjawab
berbagai pertanyaan yang akan penulis rangkum sebagai berikut:
1) Dari 14 responden, tujuh responden menjawab bahwa masih banyak terjadi
intoleran antar umat beragama di daerah mereka dan di Indonesia, lima
responden menjawab bahwa toleransi antar umat beragama di Indonesia masih
kurang, dan sisanya menjawab netral.
2) Dari 14 responden, sepuluh responden menjawab adanya perasaan dendam atau
amarah terhadap korban, satu responden menjawab adanya bayangan
13
Semuel Risal, dkk, “Partisipasi Politik Masyarakat Perbatasan Negara Dalam Pilkada Serentak
di Kabupaten Malinau”, Jurnal Politeknik Malinau, hal. 21.
14
Ibid.

10
pembunuhan yang mungkin pernah pelaku lihat di televisi (symbolic model),
satu responden menjawab karena pelaku pembunuhan melakukan khilaf, satu
responden menjawab bahwa pelaku memiliki dorongan internal atau eksternal
saat melakukan pembunuhan, dan sisanya menjawab tidak tahu.
3) Dari 14 responden, delapan responden menjawab bahwa pembunuhan
merupakan tindakan amoral yang tidak bisa ditolerir apa pun alasannya, dan
sisanya menjawab tergantung dari alasan sang pelaku mengapa dia melakukan
pembunuhan.
4) Dari 14 responden, 13 responden menjawab dengan terang-terangan untuk
menolak bergabung ke dalam semacam organisasi radikal, dan sisanya
menjawab tidak tahu.
5) Dari 14 responden, tiga responden menjawab dengan menanyakan motif pelaku
ketika melakukan pembunuhan, lima responden menjawab bahwa mereka akan
menyudutkan dan menghakimi pelaku pembunuhan, dua responden menjawab
bahwa mereka menanyakan bagaimana rasanya membunuh kepada pelaku, tiga
responden menjawab bahwa mereka menasihati pelaku pembunuhan, dan
sisanya menjawab bahwa dia mencoba untuk tidak menghakimi pelaku
pembunuhan.
6) Dari 14 responden, enam responden menjawab bahwa hak asasi manusia belum
diterapkan secara maksimal, lima responden menjawab bahwa penerapan hak
asasi manusia belum diterapkan, dan sisanya menjawab bahwa penerapan hak
asasi manusia sudah diterapkan di Indonesia.

Berdasarkan hasil opini masing-masing responden terhadap pertanyaan-


pertanyaan yang diajukan penulis terkait dengan konsep hak asasi manusia dan
pelanggarannya, maka dapat ditarik garis besar bahwa mayoritas responden
menjawab bahwa konsep hak asasi manusia masih belum diterapkan secara
maksimal dan peristiwa yang bermuara pada intoleran antar umat beragama masih
marak terjadi di Indonesia.

11
C. Pembahasan

1. Faktor Penyebab Terjadinya Pembantaian Di Sigi

Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu wilayah yang sempat merasakan
konflik berdarah di masa awal reformasi. Karena peristiwa itulah maka turut
mewariskan tragedi kemanusiaan yang berlangsung akhir-akhir ini di Kabupaten
Sigi.15 Pada tanggal 27 November 2020, terdapat satu keluarga yang terdiri dari
pasangan suami istri, anak, dan menantunya tewas dibantai oleh sisa-sisa
kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur16 Poso yang dimotori oleh Ali
Kalora di Dusun Tokelemo, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten
Sigi, Sulawesi Tengah.17
Menurut Kapolda Sulawesi Tengah dalam wawancaranya melalui hubungan
telepon, dia menjelaskan bahwa sudah dipastikan keluarga yang menjadi target
pembantaian tidak memiliki permasalahan atau perselisihan satu pun dengan
kelompok MIT sebelumnya.18 Saat terjadinya pembantaian tersebut diduga dengan
kuat kalau tidak ada perbincangan panas antara keduanya.
Tak hanya pembantaian atas keluarga yang dikepalai oleh Yasa ini, MIT juga
turut membakar enam rumah warga dan juga rumah yang sesekali dipakai oleh
umat Kristen setempat untuk beribadah. Ketika pembantaian berlangsung, para
warga setempat yang bertempat tinggal di lokasi kejadian berlarian ke dalam
hutan seberang untuk menyelamatkan diri dari situasi mencekam tersebut.
Satu-satunya faktor penyebab yang dapat diprediksi oleh Kapolda Sulawesi
Tengah atas tragedi ini adalah serangan balas dendam karena pihak kepolisian

15
_____, “Mengecam Aksi Pembantaian yang Terjadi Lembantongoa-Sigi, Sulawesi Tengah:
Kepolisian Harus Mengusut dan Menghukum Pelaku”, https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-
pers/mengecam-aksi-pembantaian-yang-terjadi-di-lembantongoa-sigi-sulawesi-tengah-kepolisian-
harus-mengusut-dan-menghukum-pelaku/. (Diakses pada 15 Desember 2020, pukul 10.54).
16
Selanjutnya disebut MIT.
17
_____, “'Pembunuhan' Di Sigi Tewaskan Satu Keluarga, Polisi Duga Teroris MIT
Pelakunyaoperasi Tinombala Yang Terus Diperpanjang Dipertanyakan”,
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55115609. (Diakses pada 15 Desember 2020, pukul
10.42).
18
Ibid.

12
setempat telah membekuk dua orang dari kelompok mereka yang masuk ke dalam
daftar pencarian orang (DPO).19
Operasi Tinombala telah diamanahi pemerintah untuk memberantas kelompok
militan Islam ini, sebagai kelanjutan dari Operasi Camar Maleo 4 yang berakhir
pada 9 Januari 2016 lalu.20 Operasi Tinombala telah diperpanjang tiga kali di
sepanjang tahun 2020, setelah sebelumnya ditetapkan bahwa masa tugas satgas ini
selesai pada 30 September 2020. Namun masa tugas satgas terpaksa diperpanjang
hingga 31 Desember 2020 dikarenakan ada 13 orang dari kelompok Ali Kalora
dari MIT yang terdapat dalam daftar pencarian orang.

Ali Kalora merupakan pemimpin yang tersisa kelompok MIT yang bergerilya
di pegunungan Poso, Sulawesi Tengah, setelah pemimpin sebelumnya, Santoso
alias Abu Wardah tewas dalam pengepungan dengan aparat keamanan pada 2016
lalu.21 Ali Kalora baru benar-benar ditunjuk sebagai pemimpin pengganti dari
MIT setelah tangan kanan Santoso, Basri alias Bagong ditangkap di tahun yang
sama.

2. Dampak Dari Tragedi Pembantaian Di Sigi Bagi Warga Sigi Dan


Masyarakat Indonesia

Tragedi pembantaian satu keluarga ini terjadi di sebuah desa terpencil di


Kabupaten Sigi, Desa Lembantongoa. Untuk mencapai desa ini, diperlukan waktu
sekitar 2 jam berkendara dari pusat kota Palu dengan melalui jalur tanjakan yang
curam dan berbatu, serta sisi jurang yang dalam.22 Akses transportasi yang bisa
merambah desa ini hanyalah satu jalan akses kendaraan bermotor. Sedangkan

19
Ibid.
20
_____, “Ada Operasi Tinombala, Mengapa Kelompok Teroris eks Santoso di Poso 'sulit'
Diberantas?”, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46728693. (Diakses pada 15 Desember
2020, pukul 10.46).
21
_____, “'Pembunuhan' Di Sigi Tewaskan Satu Keluarga, Polisi Duga Teroris MIT Pelakunya
operasi Tinombala Yang Terus Diperpanjang Dipertanyakan”,
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55115609. (Diakses pada 15 Desember 2020, pukul
10.42).
22
_____, “MIT: Kisah Desa Lemban Tongoa yang terusik aksi Mujahidin Indonesia Timur
pimpinan Ali Kalora”, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55155720. (Diakses pada 15
Desember 2020, pukul 10.51).

13
untuk akses internet bisa dibilang susah didapatkan dan harus mencari tempat
yang agak tinggi untuk sekadar menelepon.
Menurut Eddy Junaedy, wartawan BBC Indonesia, suasana desa terlihat sangat
sepi pascapembantaian tersebut ketika dia sedang meliput. Hal ini dibenarkan oleh
Deni, salah satu warga Desa Lembantongoa. 23 Deni mengungkapkan bahwa
sebagian besar warga desa masih merasa takut dan trauma terhadap peristiwa
pembantaian yang terjadi, sehingga mereka lebih memilih untuk berada di dalam
rumah.
Beberapa hari setelah pembantaian, sekitar 150 kepala keluarga yang menghuni
desa kecil tersebut diungsikan oleh pemerintah setempat ke daerah yang lebih
ramai guna mengantisipasi serangan lanjutan kalau ada. Ini pula dilakukan lebih
dikarenakan medan desa tersebut yang cukup sulit dijangkau dan tidak banyak
orang yang menetap di Desa Lembantongoa.
Masyarakat Desa Lembantongoa baru memulai aktivitas mereka seperti biasa
pada Selasa (1/12) pagi, walau mereka masih belum berani pergi ke tempat yang
lebih jauh 200 meter dari desa mereka. 24 Masyarakat desa biasa pergi berladang
atau ke sawah dalam aktivitas sehari-hari mereka. Akan tetapi, warga setempat
mengaku bahwa penghasilan mereka menurun sejak tragedi tersebut.
Deki Basalulu, selaku kepala Desa Lembantongoa, menyebut bahwa tidak
pernah ada konflik agama yang bergolak sejauh ini, terlepas dari peristiwa tragis
yang melanda desanya.25 Dia pun memberi contoh tentang bagaimana para
warganya membantu keluarga korban dan saling menguatkan. Ini memperkuat
fakta bahwa kerukunan antar umat beragama sangat erat di Desa Lembantongoa.
Menanggapi peristiwa pembantaian yang terjadi di Sigi, Presiden Joko Widodo
turut menyampaikan dukacita kepada keluarga yang menjadi korban
pembantaian.26 Presiden juga mengutuk keras dan mengatakan bahwa apa yang

23
Ibid.
24
Ibid.
25
Ibid.
26
Dessy Suciati Saputri, “Jokowi: Pembantaian di Sigi Tragedi Kemanusiaan”,
https://republika.co.id/berita/qklwks382/jokowi-pembantaian-di-sigi-tragedi-kemanusiaan.
(Diakses pada 15 Desember 2020, pukul 10.49).

14
terjadi di Sigi adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang jelas-jelas menciptakan
teror di kalangan masyarakat dan berniat untuk menghancurkan persatuan bangsa.
Apabila dilihat dari respons warga Desa Lembantongoa dan pernyataan
presiden, maka dapat ditarik garis besar bahwa peristiwa mengerikan yang terjadi
di Sigi merupakan salah satu bentuk ancaman dalam konteks pembantaian yang
paling besar dalam penerapan konsep hak asasi manusia. Ini memperkuat fakta
bahwa hak asasi manusia di Indonesia dipandang remeh oleh sejumlah kelompok
militan yang mementingkan kelompok mereka sendiri, atau bahkan cenderung
diinjak-injak.

3. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Menjunjung Tinggi Hak Asasi


Manusia Sekaligus Mencegah Kemungkinan Terjadinya Pembantaian Di
Indonesia Di Masa Yang Akan Datang

Sebenarnya komitmen Indonesia terhadap hak asasi manusia begitu tinggi, ini
dibuktikan dengan seringnya Indonesia mengirimkan pasukan Garuda ke daerah-
daerah yang berkonflik untuk turut menjaga perdamaian dunia. Menurut Wakil
Presiden Ma’ruf Amin, substansi pasal yang mengatur konsep hak asasi manusia
di Indonesia adalah lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara lainnya. 27
Konstitusi negara juga dengan terang-terangan mengakui dan melindungi hak
asasi terhadap warga negara dengan menotalitaskan keberadaan UU Nomor 39
tahun 1999 terkait dengan hak asasi manusia yang telah berlangsung selama 20
tahun hingga saat ini.
Berbagai upaya yang dapat dilakukan dengan semua orang demi terwujudnya
implementasi hak asasi manusia ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat dirangkum sebagaimana berikut:

¤ Mulailah saling menghormati hak asasi manusia antar sesama manusia, bahkan
kepada seorang narapidana sekalipun. Penghukuman mati terhadap narapidana
di Indonesia merupakan permasalahan kritis yang menuai pro dan kontra. PBB

27
Abdillah Muhammad Marzuqi, “Komitmen Indonesia Terhadap HAM Sangat Tinggi”,
https://m.medcom.id/nasional/politik/9K5r26xN-komitmen-indonesia-terhadap-ham-sangat-tinggi.
(Diakses pada 14 Januari 2021, pukul 3.03).

15
(United Nations) tidak kenal lelah untuk membujuk Indonesia agar Indonesia
menghapuskan hukuman mati kepada narapidana. Di satu sisi, penghukuman
mati terhadap narapidana merupakan hal yang melanggar hak asasi manusia
karena setiap orang memiliki hak untuk hidup. Sedangkan di sisi lainnya,
penghukuman mati terhadap narapidana merupakan satu-satunya hukuman
paling berat yang divonis kepada seorang narapidana agar tidak akan ada lagi
yang mengulangi kesalahan yang sama seperti narapidana tersebut.
¤ Saling mengampuni dan melupakan dendam amarah yang pernah berkobar.
Menurut Paus Fransiskus, saling mengampuni dan melawan amarah dengan
kasih sayang adalah jalan terakhir untuk menyikapi krisis kemanusiaan. 28
Sebagai sesama manusia yang dianugerahi tubuh dan akal yang sempurna oleh
Tuhan, sudah sepatutnya kita turut menebar cinta kasih terhadap sesama
manusia.

Dengan menggunakan kedua prinsip di atas sebagai upaya dalam menjunjung


tinggi konsep hak asasi manusia, maka kita akan otomatis telah
mengimplementasikan nilai pancasila sila kedua sebagai bentuk penghormatan
kita kepada nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

28
Juandi Manullang, “Menjunjung Tinggi HAM”,
https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/12/9/465911/menjunjung-tinggi-ham/. (Diakses pada 14
Januari 2021, pukul 3.07).

16
BAB III

KESIMPULAN

1. Pada abad ke-17, seorang filsuf Inggris, John Locke menggagas bahwa hak
alamiah (natural rights) atau hak asasi manusia yang terkandung dalam manusia
sejak mereka lahir setidaknya terdiri atas: hak untuk hidup, hak kebebasan, dan
hak kepemilikan.
2. Pemikiran dan peraturan tentang hak asasi manusia di Indonesia dibagi menjadi
dua periode, yakni periode pra-kemerdekaan (1908–1945) dan periode sesudah
kemerdekaan (1945–sekarang).
3. Pembantaian diartikan sebagai suatu pembunuhan massal yang disengaja terhadap
warga sipil atau militer yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu yang
berujung pada peristiwa pembunuhan massal selanjutnya.
4. Genosida adalah pembantaian dalam skala besar yang terencana dan sistematis
pada suatu suku bangsa atau kelompok suku bangsa dengan tujuan memusnahkan
(membuat punah) bangsa tersebut.
5. Berdasarkan hasil survei melalui Google Formulir yang diadakan pada tanggal 11-
13 Januari 2021 terkait dengan konsep hak asasi manusia dan pelanggarannya,
maka dapat ditarik garis besar bahwa mayoritas responden menjawab bahwa
konsep hak asasi manusia masih belum diterapkan secara maksimal dan peristiwa
yang bermuara pada intoleran antar umat beragama masih marak terjadi di
Indonesia.
6. Peristiwa pembantaian di Sigi yang terjadi pada tanggal 27 November 2020 telah
merenggut nyawa satu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri, anak, dan
menantunya yang tewas dibantai oleh kelompok MIT. Selain telah membantai
satu keluarga, MIT juga membakar enam rumah warga dan juga rumah yang
sesekali dipakai oleh umat Kristen setempat untuk beribadah.
7. Satu-satunya faktor penyebab terjadinya tragedi pembantaian satu keluarga di Sigi
menurut Kapolda Sulawesi Tengah adalah serangan balas dendam karena pihak

17
kepolisian setempat telah membekuk dua orang dari kelompok mereka yang
masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
8. Dampak peristiwa pembantaian terhadap warga setempat adalah sebagian besar
warga desa masih merasa takut dan trauma terhadap peristiwa pembantaian yang
terjadi, sehingga mereka lebih memilih untuk berada di dalam rumah. Beberapa
hari setelah pembantaian, sekitar 150 kepala keluarga yang menghuni desa kecil
tersebut diungsikan oleh pemerintah setempat ke daerah yang lebih ramai guna
mengantisipasi serangan lanjutan kalau ada.
9. Berbagai upaya yang dapat dilakukan demi terwujudnya implementasi hak asasi
manusia ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dimulai
dari hal-hal kecil, seperti mulailah saling menghormati hak asasi manusia antar
sesama manusia dan juga saling mengampuni dan turut menebar cinta kasih
terhadap sesama manusia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiyar, Machfud. 2016. Civic Education. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.

Raditya, Iswara N. 2017. 13 Hari Pembantaian Orang Cina di Jakarta. Diakses


dari https://tirto.id/13-hari-pembantaian-orang-cina-di-jakarta-cx2Y,
pada 1 Januari 2021.

Nurwardani, Paristiyanti dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan untuk


Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktur Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Sunarso. 2011. Pendidikan dan Kewarganegaraan, Buku Pegangan Mahasiswa.


Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press.

Kusniati, Retno. 2011. Sejarah Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia Dalam


Kaitannya Dengan Konsepsi Negara Hukum. Jambi, 87.

Kurniawan, Aris. 2020. Pengertian Genosida: Tindakan, Unsur, Contoh, Para


Ahli. Diakses dari https://www.gurupendidikan.co.id/genosida, pada 12
Januari 2021.

Risal, Semuel dkk. Partisipasi Politik Masyarakat Perbatasan Negara Dalam


Pilkada Serentak di Kabupaten Malinau. Malinau: Jurnal Politeknik
Malinau, 21.

_____. 2020. Mengecam Aksi Pembantaian yang Terjadi Lembantongoa-Sigi,


Sulawesi Tengah: Kepolisian Harus Mengusut dan Menghukum Pelaku.
Diakses dari https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-pers/mengecam-aksi-
pembantaian-yang-terjadi-di-lembantongoa-sigi-sulawesi-tengah-
kepolisian-harus-mengusut-dan-menghukum-pelaku/, pada 15 Desember
2020.

_____. 2020. 'Pembunuhan' Di Sigi Tewaskan Satu Keluarga, Polisi Duga


Teroris MIT Pelakunyaoperasi Tinombala Yang Terus Diperpanjang

19
Dipertanyakan. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
55115609, pada 15 Desember 2020.

_____. 2019. Ada Operasi Tinombala, Mengapa Kelompok Teroris eks Santoso
di Poso 'sulit' Diberantas? Diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46728693, pada 15 Desember
2020.

_____. 2020. MIT: Kisah Desa Lemban Tongoa yang terusik aksi Mujahidin
Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora. Diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55155720, pada 15 Desember
2020.

Saputri, Dessy Suciati. 2020. Jokowi: Pembantaian di Sigi Tragedi


Kemanusiaan. Diakses dari
https://republika.co.id/berita/qklwks382/jokowi-pembantaian-di-sigi-
tragedi-kemanusiaan, pada 15 Desember 2020.

Marzuqi, Abdillah Muhammad. 2019. Komitmen Indonesia Terhadap HAM


Sangat Tinggi. Diakses dari
https://m.medcom.id/nasional/politik/9K5r26xN-komitmen-indonesia-
terhadap-ham-sangat-tinggi, pada 14 Januari 2021.

Manullang, Juandi. 2017. Menjunjung Tinggi HAM. Diakses dari


https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/12/9/465911/menjunjung-
tinggi-ham/, pada 14 Januari 2021.

20

Anda mungkin juga menyukai