dan memastikan kebenaran dan identitas tumbuhan yang akan digunakan dalam
(Patricia & Soegihardjo, 2013). Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang
digunakan pada penelitian ini merupakan suku Mangifera, jenis Mangifera casturi
(Lampiran 1).
Tanaman kasturi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hanya pada bagian
Kalimantan Selatan. Pengambilan sampel dilakukan pada satu tempat yang sama
dikarenakan agar kandungan kimia yang ada didalamnya seragam. Sampel kulit
batang kasturi yang digunakan penelitian ini telah disortir, dicuci, dirajang, dan
bahan asing lainnya dari sampel simplisia. Pencucian sampel dilakukan untuk
menghilangkan tanah dan kotoran lain yang melekat pada sampel simplisia.
jam 08.00 – 11.00 karena suhu pada jam tersebut tidak lebih dari 40°C. Hal ini
dilakukan agar senyawa yang terkandung pada kulit batang kasturi tidak rusak. Selain
itu, pengeringan ini akan mempermudah pada proses penghalusan simplisia menjadi
benda asing dan pengotor lain yang masih ada. Proses selanjutnya yaitu dilakukan
penghalusan, hal ini bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga akan
2013).
penggunaan metode ekstraksi panas (Gaedcke & Barbara, 2003). Selain itu, ekstraksi
setelah dilakukan filtrasi maserat pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
Remaserasi dapat menarik senyawa aktif yang lebih banyak karena senyawa aktif
yang tertinggal dari penyaringan maserat awal akan diekstraksi kembali oleh pelarut
yang baru (Harborne, 1987). Oleh karena itu, metode ekstraksi ini dipilih untuk
perbandingan jumlah serbuk dan pelarut adalah 1:5. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk kering kulit batang kasturi didalam maserator. Proses perendaman
sampel akan menyebabkan pemecahan dinding membrane sel akibat perbeaan tekanan
antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang berada didalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik yang digunakan. Metanol digunakan
sebagai pelarut maserasi karena mampu melarutkan hampir semua senyawa organik
baik polar, semi polar maupun non polar. Selain itu metanol mempunyai titik didih
yang cukup rendah (64,5°C), sehingga lebih mudah untuk memisahkannya (Tanaya et
al., 2015). Menurut Harborn, 1987 semua flavonoid baik dalam bentuk glikosida
maupun flavonoid dalam bentuk bebas dapat larut dalam pelarut metanol. Ekstrak cair
yang didapat diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 50°C. penguapan dengan
digunakan. Suhu tersebut digunakan karena salah satu senyawa antioksidan yaitu
flavonoid yang merupakan golongan fenol memiliki sistem konjugasi dapat mudah
rusak pada suhu tinggi yang terlalu lama (Ningsih et al., 2017). Ekstrak yang telah
dirotary diuapkan kembali dengan menggunakan waterbath pada suhu 50°C hingga
didapatkan bobot tetap. Bobot ekstrak yang didapat adalah 25,95 gram dan randemen
yang didapat sebesar 10,38%. Tujuan perhitungan randemen adalah untuk mengetahui
persentase atau seberapa besar jumlah ekstrak yang tersari dalam pelarut yang
digunakan sehingga dapat menentukan berapa banyak ekstrak yang diingikan dalam
suatu serbuk. Besar kecilnya nilai randemen menjukkan keefektifan proses ekstraksi.
Efektivitas proses ekstrasi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai
penyari, konsentrasi pelarut, suhu ekstraksi, metode, dan waktu ekstraksi (Tiwari et
al., 2011). Data randemen ekstrak metanol kulit batang kasturi dapat dilihat pada
Tabel 1.
organik yang berbeda tingkat kepolarannya akan mempengaruhi jenis dan kasar
senyawa yang terekstrak (Ritna, A et al., 2016). Ekstrak metanol kulit batang kasturi
berbeda yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol – air. Fraksi metanol – air difraksinasi
memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat non polar. Setelah itu, fraksi metanol –
air dipisahkan dari fraksi n-heksan yang kemudian ditambahkan pelarut etil asetat
polar (Rahayu et al., 2015). Fraksi etil asetat dipisahkan dan ditampung kemudian
dipekatkan dengan waterbath hingga mendapatkan bobot tetap. Data randemen fraksi