Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa dimasa adanya perubahan secara fisik psikologis
dan psikososial yang sangat pesat. Sedangkan pada remaja putri ditandai dengan
kematangan organ seksual dan terjadinya kemampuan untuk reproduksi. Salah
satu yang menjadi ciri untuk menandakan pubertas pada remaja putri yaitu
dengan menstruasi. Menstruasi pertama kali biasanya dialami oleh anak
perempuan yang berusia 12 tahun-13 tahun, namun terjadinya menstruasi bisa
juga lebih dini atau lebih lambat. Terjadinya menstruasi sangatlah penting
khususnya bagi kesehatan repoduksi wanita (Laila,2011). Menstruasi merupakan
pendarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandung telah berfungsi
matang. Dismenore merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri
abdomen, kram, merasa mual muntah dan sakit pungung (Pramardika & Dewi
2019). Saat ini masih banyak remaja putri yang mengalami dismenore.

Berdasarkan data dari World Health organtization (WHO) mengatakan bahwa


kejadian dismenore didunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan
dinegara mengalami dismenore. Menurut beberapa laporan dari internasional
prevalensi dismenore sangat tinggi dan setidaknya 50 % remaja putri mengalami
dismenorea sepanjang tahun reproduktif (Wulan, 2013 dalam dahlan, 2016).
Angka kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,25% yang terdiri dari
dismenore 54,89% dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder (Menurut
Savtri, 2015 dalam Asmarani, 2020). Berdasarkan hasil penelitian diSewdia
tercatat 80% remaja putri usia 19-21 tahun mengalami nyeri hadi dan Amerika
serikat melaporkan bahwa prevalensi dismenorea mencapai 59,7% dari mereka
yang mengeluh nyeri 12% berat,37% sedang, dan 49% ringan (Difetani, 2012).
Angka kejadian dismenorea diJawa Timur sebesar 64,25% yang terdiri dari
54,89% dismenorea priemer dan 9,36 dismenorea sekunder (Supratanto, 2011).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti diSMAN 5 Kediri bawha
responden yang didapatkan 75 orang remaja putri, 55 (73,3%) mengalami nyeri
saat menstruasi setiap bulan, 20 (26,7%) tidak mengalami nyeri saat menstruasi
(Rachmawati, dkk, 2016).

Keluhan yang paling banyak dialami oleh perempuan adalah dismenore.


Dismenore atau nyeri haid akan mengakibatkan ketegangan otot tidak hanya
terjadi pada daerah perut bawah,tetapi dapat terjadi pada bagian otot-otot
penunjang otot perut yang terdapat dibagian bawah punggung bawah, pinggang
dan pada bagian paha hinga betis. Hampir semua perempuan mengalami
dismenorea diseratai mual muntah, diare, pusing, nyeri kepala dan terkadang
pingsan. Para ahli membagi dismenorea dibagi menjadi dua bagian yaitu
dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer merupakan nyeri
menstruasi yang dirasakan tanpa adanya gejala atau kelaianan pada alat repoduksi
wanita. Rasa dismenorea dirasakan saat mengalami menstruasi pertama bahkan
sampai selesai menstruasi selalu merasakan nyeri pada bagian perut. Sedangkan
dismenorea sekunder nyeri haid yang disebabkan oleh terjadinya salpingitis kronis
yaitu infeksi yang dimana adanya saluran penghubung rahim dengan kandung
telur. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dismenora yaitu faktor
kejiwaan, faktor konstitusi, faktor endokrin atau hormon, dan faktor alergi
(Laila,2011). Sedangkan dampak yang terjadi pada perempuan yang mengalami
dismenorea akan berdampak buruk dan mempengaruhi absentisme yang dapat
menimbulkan kerugian, karena dapat mengalami kelumpuhan sementara yang
dapat mengganggu aktivitas, konsentrasi, sosialisasi, olahraga, emosional,
ketegangan dan kegelisahan (Pramardika dan Dewi, 2019) .

Asuhan keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat untuk menangani


terjadinya dismenore perlu adanya penangan yang tepat, baik secara farmakologi
dan nonfarmakologi. Sedangkan tindakan secara farmakologi dapat diberikan obat
anti peradangan misalnya pemberian obat-obatan non-steroid yaitu (ibruprofen,
naproxen dan asam mefenamat) pemberian obat analgesik tidak diperbolehkan
mengkonsumsi dengan jangka panjang, sebaiknya dikomsumsi saat mengalami
nyeri (Nugroho,2014). Sedangkan secara nonfarmakologi perawat dapat
1

menganjurkan pasien untuk melakukan tindakan dengan kompres hangat,


kompres dingin, relaksasi nafas dalam, distraksi, olahraga, imajinasi. Dengan ini
peniliti akan memberikan terapi nonfarmakologi untuk mengurangi dismenore
salah satu terapi yang diberikan adalah kompres hangat. Pemberian kompres
hangat dapat memberikan manfaat diantaranya dapat melunakkan jaringan fibrosa,
membuat otot tubuh tidak tegang, menurunkan nyeri, memperlancar pasokan
aliran darah, memberikan ketenangan dan kenyamanan. Cara pemberian kompres
hangat dapat dilakukan selama 20 menit dengan menempelkan botol yang berisi
air hangat dengan suhu 45-50,50C pada bagian yang merasakan nyeri (Pramardika
dan Dewi, 2019). Sekalipun metode yang digunakan tergolong sangat sederhana,
namun memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode penyembuh lainnya,
seperti biaya yang dikelurkan relatif murah, waktu yang tidak terlalu lama, bisa
melakukan secara mandiri. Dan terapi ini tidak berdampak negatif bagi tubuh
tetapi perlu di ingat bahwa air yang terlalu panas dapat menyebabkan iritasi pada
kulit (Brunert, 1996 dalam kutipan Dahlan dkk ,2016). Berdasarkan latar belakang
diatas peneliti tertarik untuk membuktikan apakah ada pengaruh kompres hangat
untuk menurunkan nyeri haid(dismenorea).

1.2 Identifikasi Masalah

Penyebab dismenore Berdasarkan hasil survey


Nyeri haid
primer (Dismenore) yang dilakukan oleh
g
1.Faktor kejiwaan peneliti diSMAN 5
2.Faktor Konsitusi Kediri bawha responden
3.Faktor obstruksi yang didapatkan 75 orang
4.Faktor endokrin Intervensi nyeri haid remaja putri, 55 (73,3%)
5.Faktor alergi (dismenore) mengalami nyeri saat
Penyebab dismenore 1) Distraksi menstruasi setiap bulan,
sekunder 2) Relaksasi 20 (26,7%) tidak
1.Fibroid 3) Pemijatan (Masase) mengalami nyeri saat
2.peradangan tuba falopi 4) Kompres dingin menstruasi (Rachmawati,
3.Endometriosis 6) Olahraga dkk, 2016).
4.Pemakian IUD 7) Tens
5.Perlengkatan abdomen
6.penyakit radang panggul
(Anurogo dan Wulandari, 8 ) Kompres Hangat
2011).
(Paramardika dan
Dewi, 2019)
Gambar 1.1 Indentifikasi masalah Pengaruh kompres hangat terhadap
penurunan nyeri haid(dismenorea) pada remaja putri .
Dismenore dibagi menjadi dua yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder
penyabab terjadinya dismenore primer adalah faktor kejiwaan, faktor konsitusi,
faktor endokrin, faktok obstruksi, faktor alergi dan dismenore sekunder
disebabkan oleh fibroid, peradangan tuba falofi, Endometriosis,Pemakaian IUD,
Perlengkatan abdomen, Penyakit radang panggul (Anurogo dan Wulandari, 2011).
Intervensi yang bisa digunakan untuk menurunkan nyeri haid (dismenore)
Distraksi, Relaksasi, Pemijatan, Kompres dingin, Olahraga, Tens, Kompres
hangat (Pramardika dan Dewi,2019). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan
oleh peneliti diSMAN 5 Kediri bawha responden yang didapatkan 75 orang
remaja putri, 55 (73,3%) mengalami nyeri saat menstruasi setiap bulan, 20
(26,7%) tidak mengalami nyeri saat menstruasi (Rachmawati, dkk, 2016). Maka
peneliti melihat apakah ada pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri
haid. Terapi kompres hangat dapat dilakukan secara mandiri dan lebih mudah
digunakan dari pada terapi nonfarmakologi lainnya. Karena dengan mengkompres
pada bagian yang mengalami nyeri tidak membutuhkan waktu yang lama serta
menguluarkan biaya yang sangat mahal.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri
haid(dismenorea)pada remaja putri.
1.4 Tujuan umum
Menganalisis apakah kompres hangat berpengaruh untuk penurunan nyeri
haid(dismenorea)pada remaja putri.
1.5 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi intensitas dismenorea berdasarakan literatur rivew.
2. Mengidetifikasi pengaruh pemberian kompres hangat terhadap
penurunan nyeri haid (dismenorea) pada remaja putri.

1.6 Manfaat penelitian

Mengembangkan ilmu pengetahuan dengan penanganan secara non


farmakologi pada penurunan nyeri haid seperti memberikan terpi
komplementer yaitu pengaruh kompres hangat dalam upaya mengurangi rasa
nyeri haid(dismenorea).
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Kompres Hangat


2.1.1 Definisi Hangat
Saat ini marak dikembangkan terapi tambahan untuk mengatasi nyeri, di
antaranya adalah kompres hangat dan kompres dingin dengan kata lain terapi es
dan panas. Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang
efektif pada beberapa keadaan, tetapi keefektifannya dan mekanisme kerjanya
memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja
menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama
seperti cedera. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat
sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
mengahambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat
cedera segera setelah cedera terjadi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan demikian, penggunaan panas kering
dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas
kering maupun lembap kemungkinan memberi analgesik tetapi penelitian
tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi
penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan
dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit
(Wahit, dkk, 2015).

2.1.2 Definisi Kompres Hangat


Memberikan kompres hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat
yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya. Kompres
hangat suatu metode dalam penggunaan suhu hangat setempat yang dapat
menimbulkan beberapa efek fisologis, efek terapeutik pemberian kompres hangat
di antaranya mengurangi nyeri, meningkatkan aliran darah, mengurangi kejang
otot, dan menurunkan kekakuan tulang sendi (Wahit, 2015).
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan
menggunkan kantung berisi air hangat yang menimbulakan rasa hangat pada
bagian tubuh yang memerlukan. Kompres hangat dengan suhu 45-50,5Oc dapat
dilakukan dengan menempelkan kantung karet yang diisi air hangat kedaerah
tubuh yang nyeri (Pramardika,2019).

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah
spasme otot dan memberikan rasa hangat pada daerah tertentu (Uliyah & Hidayat,
2008 dalam Sulistyarini, 2017).

2.1.3 Prosedur Kompres Hangat

menurut Sulistyarini, 2017

a. Berikan penjelasan kepada klien tentang perasat yang akan diberikan


b. Siapkan peralatan
c. Cuci tangan
d. Lakukan pemanasan pendahuluan pada buli-buli panas dengan cara
mengisi buli-buli dengan air panas, mengencangkan penutupnya,
kemudian membalik posisi buli-buli berulang kali lalu dikosongkan isinya.
e. Siapkan dan ukur suhu air yang diinginkan (500-600 C).
f. Isi buli-buli dengan air panas sebanyak ½ bagian, lalu keluarkan udaranya
dengan cara meletakkan atau menidurkan buli-buli dia atas meja atau
tempat datar.
g. Melipat bagian atas buli sampai kelihatan permukaan air di leher buli-buli.
h. Menutup buli-buli dengan benar atau rapat.
i. Periksa buli-buli apakah bocor atau tidak, lalu keringkan dengan kain
kering dan masukkan dalam sarungnya
j. Bawa buli-buli ke dekat klien
k. Beri tahu klien
l. Siapkan atau atur posisi klien
m. Letakkan atau pasang buli-buli pada bagian atau area yang diperlukannya.
n. Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul
akibat pemberian kompres dengan buli-buli panas, misal kemerahan,
ketidaknyamanan atau kebocoran, dan sebagainya.
o. Ganti buli-buli panas setelah 20 menit dipasang dengan air panas (sesuai
kebutuhan).
p. Bereskan dan kembalikan peralatan bilan perasat sudah selesai
q. Cuci tangan
r. Dokumentasikan

2.1.3 Efek fisiologis kompres hangat


Menurut Sulistyarini,2017
a. Vasodilatasi
b. Meningkatkan permeabilitas kapiler
c. Meningkatkan metabolisme seluler
d. Merelaksasi otot
e. Meningkatkan aliran darah ke suatu area
f. Meredakan nyeri
g. Efek sedative
h. Mengurangi kekakuan sendi meredakan perdarahan

2.1.4 Indikasi Kompre Hangat


Menurut Sulityarini, 2017
a. Spasme otot
b. Inflamasi
c. Nyeri
d. Kontraktur
e. Kaku sendi
f. Cedera traumatic

2.1.5 Kontraindiksi Kompres Hangat


Menurut Sulistyarini, 2017
a. 24 jam pertama setelah traumatik. Panas akan meningkatkan perdarahan
dan pembengkakan
b. Perdarahan aktif
c. Edema non inflamasi
d. Tumor ganas terlokasasi
e. Gangguan kulit
f. Alergi atau hipersensifitas.
Perlu diketahui bahwa apabila suhu yang diaplikasikan terlalu tinggi akan
menimbulkan rasa tidak nyaman dan kurang memberikan efek penurunan
nyeri pada klien. Untuk itu, suhu perlu diatur yaitu sekitar 52 0C pada
dewasa normal, 40 – 460C pada klien dewasa tidak sadar.

2.1. 6 Tujuan Kompres Hangat

Menurut Wahit,dkk, 2015

a. Memperlancar sirkulasi darah


b. Mengurangi rasa nyeri
c. Merangsang peristaltik usus.
d. Memperlancar pengeluaran getah radang (eksudat)
e. Memberikan rasa nyaman/hangat dan tenang

2.1.7 Sasaran
Menurut Wahit,dkk, 2015
a. Klien dengan perut kembung
b. Klien yang kedinginan, misalnya, akibat narkose, iklim, dan sebagainya.
c. Klien yang mengalami radang, misalnya, radang persendian, adneksitis,
dan lain-lain
d. Kekejangan otot (spasmus)
e. Adanya abses (bengkak) akibat suntikan
f. Tubuh dengan abses, hematom
2.1.8 Kegunaan Kompres Hangat
Menurut Wahit,dkk, 2015
a. Untuk demam
b. Untuk cedera lama/kondisi kronis bisa membantu membuat relaks,
mengurangi tekanan pada jaringan, serta merangsang aliran ke darah
tersebut.
c. Untuk pengobatan nyeri dan merelaksasi otot-otot yang tegang tetapi tidak
boleh digunakan untuk yang cedera akut atau ketika masih ada bengkak,
karena panas dapat memperparah bengkak yang sudah ada
d. Untuk mereka yang perutnya kembung dan yang mempunyai sakit radang
sendi.

2.1.9 Hal-hal yang perlu di perhatikan

Menurut Sulistyarini, 2017


1) Buli-buli panas tidak boleh diberikan pada klien perdarahan
2) Pemakaian buli-buli panas ada bagian abdomen, tutup buli-buli
mengarah ke atas atau kesamping.
3) Pada bagian kaki, tutup buli-buli mengarah ke bawah atau ke samping
4) Buli-buli harus di periksa dulu atau tidak cicin karet pada penutupnya.

2.2 Konsep Dismenore


2.2.1 Definsi dismenore

Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama
menstruasi. Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang berarti
sulit/menyakitkan /abnormal, meno berati bulan, dan rrhea berarti aliran. Maka
jika diartikan secara keselurahan, dismenore adalah aliran bulan yang
menyakitkan atau tidak normal. Dismenore ini sering terjadi pada perut bagian
bawah, tetapi tidak hanya itu pada beberapa, pinggang, panggul, otot paha atas,
hingga betis(Laila,2011).
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama
menstruasi( Nugroho, 2014)

Dismenore atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan ginekologi yang paling
umum pada perempuan muda yang datang ke klinik atau dokter. Hampir semua
perempuan mengalami rasa tidak nyaman selama haid, seperti rasa mual, pusing,
bahkan pingsan(Anurogo & Wulandari, 2011)

2.2.2 Klasifikasi Dismenore

Dismenore dapat dibagi menjadi dua yaitu:

A. Dismenore Primer

Dismenore Primer adalah nyeri haid yang di jumpai tanpa kelainan pada
alat-alat genitalia yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah
menarche biasanya setalah 12 bulan atau lebih. Oleh karena siklus –siklus haid
pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar atau
bersama-sama dengan pemulaan haid dan berlangsung untuk beberapa hari. Sifat
rasa nyeri yang dirasakan oleh perempuan yang sedang mengalami nyeri haid
lokasi nyeri biasanya dibagian perut bawah, tetapi dapat menyebar kedaerah
pinggang dari paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual,
muntah, sakit kepala, diarea ,iritabilitas, dan sebaginya (Sukrani dan Margareth,
2013).

Nyeri menstruasi yang dirasakan tanpa adanya kelianan pada alat


reproduksi. Rasa nyeri ini biasanya terjadi setelah 12 bulan atau lebih, dimulai
sejak haid yang pertama. Bahkan ada sebagian perempuan yang selalu merasakan
nyeri disetiap menstruasi datang, untuk mengatasi nyeri dismenore ini salah
satunya dapat dilakukan dengan yang hangat pada bagian perut yang nyeri
(Lila,2011).

B. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri saat mentruasi yang disebabkan oleh
kelianan ginekologi atau kandungan pada umumnya terjadi pada wanita yang
berusia 25 tahun (Sukarni dan Margeretha, 2013). Dismenore sekunder
merupakan sebuah kelianan secara anatomi pada organ reproduksinya yang
mengakibatkan seorang perempuan mengalami nyeri haid (Pramardika dan Dewi,
2019). Dismenore sekunder biasanya ditemukan jika terdapat penyakit atau
kelainan pada alat reproduksi. Nyeri dapat terasa sebelum,selama ,dan sesudah
menstruasi. Dismenore sekunder sering ditemukan pada wanita yang berusia 20
tahun (Laila,2011).

2.2.3 Gambaran Klinis

A.Dismenore primer
Dismenore primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi (Ovulatory cycles) dan
biasanya muncul dalam setahun setelah haid pertama. Pada dismenore primer
klasik, nyeri dimulai bersamaan dengan onset haid atau hanya sesaat sebelum haid
dan bertahan atau menetap selama 1-2 hari.Nyeri dideskripsikan sebagai
spasmodik dan menyebar kebagian belakang punggung atau paha atas atau tengah.

Berhubungan dengan gejala-gejala umum, seperti berikut:

a. Malaise (rasa tidak enak badan)


b. Fatigue (lelah)
c. Nausea(mual)dan vomiting(muntah)
d. Diare
e. Nyeri punggung bawah
f. Sakit kepala
g. Kadang-kadang dapat juga disertai vertigo atau sensasi jatuh,perasaan
cemas,gelisah,hingga jatuh pingsan.
h. Gambaran klinis dismenore primer termasuk onset segera setelah haid
pertama dan biasanya berlangsung sekita 48-72 jam,sering mual
beberapa jam sebelum atau sesaat setelah haid.Selain itu juga terjadi
nyeri perut atau nyeri seperti saat melahirkan dan hal ini sering
ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau pada rektum.
Menurut Laurel D Edmunds(2006) dalam Anurogo tahun(2011), dismenore
primer memiliki ciri khas sebagai berikut:
a. Onset dalam 6-12 bulan setelah haid pertama
b. Nyeri pelvis atau perut bawah dimulai dengan onset haid dan
berakhir selama 8-72jam
c. Nyeri punggung
d. Nyeri paha dimedial atau anterior
e. Sakit kepala
f. Diare
g. Nausea (mual) atau vomiting (muntah)
Menurut Ali Badziad (2003) dalam Anurogo tahun (2011), karakteristik
dismenore primer dapat diuraikan seperti berikut:

a. Nyeri sering ditemukan pada usia muda.


b. Nyeri sering timbul segera setalah haid mulai teratur.
c. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan kadang disertai mual,
muntah,diare,kelelahan,nyeri kepala.
d. Jarang ditemukan kelainan genitalia pada pemeriksaan
genekologis.
e. Cepat memberikan respons terhadap pengobatan medikamentosa.
B.Dismenore Sekunder

Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore sekunder yang
terbatas pada onset haid.Ini biasanya berhubungan dengan perut besar atau
kembung, pelvis terasa berat, dan nyeri punggung. Secara khas,nyeri meningkat
secara progresif selama fase luteal dan akan memuncak sekitar onset haid.

Berikut adalah gambaran klinis dismenore sekunder:

a. Dismenore terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah haid


pertama.
b. Dismenore dimulai setelah usia 25 tahun.
c. Terdapat ketidak normalan dengan pemeriksaan
fisik,pertimbangkan kemungkinan ednometriosis, pelvic inflammatory
disease penyakit radang panggung), dan pelvic adhesion (perlengketan
pelvis).
d. Sedikit atau tidak ada respons terhadap obat golongan NSAID
(nonsteroidal anti-infammatory drug) atau obat anti-inflamasi non-steroid,
kontrasepsi orak atau keduanya.
Menurut Laurel D Edmundson(2006) dalam Anurogo tahun (2011), dismenore
sekunder memiliki ciri khas sebagai berikut:

a. Onset pada usia sekitar 20-30 tahun,setelah siklus haid yang relatif
tidak nyeri dimasa lalu.
b. Infertilitas.
c. Darah haid banyak atau pendarahan yang tidak teratur.
d. Rasa nyeri saat berhubungan seks.
e. Vaginal discharge (keluar cairan yang tidak normal dari vagina).
f. Nyeri perut bawah atau pelvis selama waktu haid.
g. Nyeri yang tidak berkurang dengan terapi NSAID.
Krakterisktik dismenore sekunder menurut Ali Badziad (2003) dalam Anurogo
tahun (2011)

a. Lebih sering ditemukan pada usia tua dan setalah dua tahun
mengalami siklus haid teratur.
b. Nyeri dimulai saat haid dan meningkatkan bersamaan dengan
keluarnya darah haid.
c. Sering ditemukan kelainan ginekologis.
d. Pengobatan sering kali memerlukan tindakan operatif.
Dismenore primer Dismenore sekunder
Onset (serangan pertama )secara
Osnet dapat terjadi diwaktu apapun
mendadak terjadi setelah menarche setelah menarche (umunya setlah
(menstruasi pertama) usia 25 tahun).
Nyeri perut atau panggung bawah biasanya
Wanita dapat mengeluh perubahan
berhubungan dengan onset aliran
waktu serangan pertama nyeri
menstruasi dan berlangsung selama 8- selama seiklus haid dalam intensitas
72jam nyeri.
Dapat terjadi nyeri paha dan
Gejala ginekologis (kelaianan
punggung,sakit /nyeri kepala, diare kandungan) lainnya dapat terjadi
(mencret), nausea(mual) dan
,misalnya nyeri saat bersenggama
vomiting(muntah) (dyspareunia )dan siklus haid
memanjang (menorrhagia).
Tidak jumpa kelianan pada pemeriksaan Ada kelainan panggul (pelvic) pada
fisik. pemeriksaan fisik.

Tabel 2.1 Perbedaan dismenore primer dan dismenore sekunder. Menurut


M,Farquhar C(2006)dalam Anurogo tahun (2011)

2.2.4 Etiologi Dismenore

Dismenore muncul akibat kontraksi distritmik mimetrium yang menampilkan satu


gejala atau lebih, mulai dari nyeri ringan yang sampai berat diperut bagian bawah
bokong dan nyeri spasmodik disisi medial paha (Anugoro & Wulandari, 2011)

Sedangkan beberapa faktor yang dapat memegang peran penting sebagai


penyabab terjaidnya dismenore primer dan sekunder (Sukarni & wahyu, 2013)

1. Penyebab Dismenore Primer


a. Faktor kejiwaan: Pada gadis –gadis yang secara emosional tidak
stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik
tentang proses haid, mudah timbul dismenore.
b. Faktor konsitusi: Faktor ini yang erat hubungannya dengan faktor
tersebut diatas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap ras
nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan
sebagainya dapat mempengahui timbulnya dismenore.
c. Faktor obstrukis: Salah satu teori yang paling tua untuk
menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis
servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi
mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini
sekarang tidak dianggap sebagai faktor penting sebagai penyebab
dismenorrea. Banyak wainata menderita dismenorrea tanpa stenosis
servikalis dan uterus dalam hiperantefleksi. Sebaiknya terdapat
banyak wanita tanpa keluhan dismenorrea,walapun ada stenosis
servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau
hiperretofleksi. Mioma submukosa bertangkai atau polip
endometrium dapat menyebabkan dismenore karena otot-otot
uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengelurkan kelainan
tersebut.
d. Faktor endokrin: Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang
terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus
yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan
soal tenos dan kontraktilitas otot usus. Novak dan reynolds yang
melakukan penelitian pada uterus kelinci berkesimpulan bahwa
hormon progesteron menghambat atau mencegah. Terapi, teori ini
tidak dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri
pada pendarahan disfungsional anovulator, yang biasanya
bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya
progestron. Penjelas ini diberikan oleh Clitheroe dan Pickles.
Mereka menyatakan bahwa kerena edometrium dalam fase sekresi
memproduksi prostagladin f2 yang menyababkan kontraksi otot-
otot polos .Jika jumlah prostagladin yang berlebihan dilepaskan
kedalam peredaran darah, maka selain dismenore dijumpai pula
efek umum seperti diare, nausea, muntah, flushing.
e. Faktor alergi: Teori ini dikemukakan setelah memperhatikam
adanya asosiasi antara dismenore dengan yrtikiria migraine atau
asama bronkhiale. Smith menduga bahwa penyebab lergi ialah
toksin haid.
2.Penyebab Dismenore sekunder

a. Endometriosis
b. Fibroid
c. Adenomiosis
d. Peradangan tuba falofi
e. Perlengkapan abnormal antara organ didalam perut
f. Pemakian IUD
g. Stenosis atau striktur serviks, striktur kanalis servikalis,
varikosis pelvik, dan adanya AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim)
h. Ovarian cysts (kista ovarium)
i. Ovarium torsion (sel telur terpuntir atau terpelintir)
j. Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di
panggul)
k. Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim)
l. Mittelschmerz (nyeri saat pertengahan siklus ovulasi)
m. Psychogenic pain (nyeri psikogenik)
n. Tumor ovarium, polip endometrium
o. Kelainan letak uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi, dan
retrofleksi terfiksasi.
p. Faktor psikis, seperti takut tidak punya anak, konflik dengan
pasangan, gangguan libido.
q. Allen- Masters syndrome (kerusakan lapisan otot di panggul
sehingga pergerakan serviks (leher rahim) meningkat abnormal).
Sindrom Master allen ditandai dengan : nyeri perut bagian bawah
yang akut, nyeri saat bersenggama(dyspareunia), kelelahan yang
sangat (excessive fatigue), nyeri panggul secara umum (general
pelvic pain), dan nyeri punggung (backache). Selain itu, dokter
juga menjumpai menjumpai adanya tanda –tanda peradangan di
lapisan perut (peritoneal inflammation).
2.2 .5 Faktor Risiko Dismenore

Berdasarkan (judha, 2012 dalam Pramardika &Dewi, 2019) Faktor risko


dismenore adalah sebagai berikut:
a. Menstruasi pertama pada usia dini kurang dari 11 tahun Pada usia
kurang dari 11 tahun ,jumlah folikel-folikel pvery primer masih
dalam jumlah sedikit sehingga produksi estrogen masih sedikit.
b. Kesiapan dalam menghadapi menstruasi
Kesiapan sendiri lebih banyak dihibungkan dengan faktor
psikologis. Talamus dan korteks merupakan bagaian dari otak yang
bertugas menyampaikan rasa nyeri. Derajat penderitaan yang
dialami akibat rasangan nyeri sendiri dapat tergantung pada latar
belakang pendidikan penderita.Pada dismenore, faktor pendidikan
dan faktor psikologis sangat berpengaruh. Nyeri dapat ditimbulkan
atau diperberat oleh keadaan psikologis penderita.
c. Periode menstruasi yang lama
Siklus haid yang normal adalah jika seseorang wanita memiliki
jarak haid yang setiap bulananya realtif tetap yaitu setiap 28 hari.
Jika mengalami perbedaan terhadap siklus haid maka biasanya
siklus tersebut tetap pada perkiraan 21 hingga 35 hari ,jumlah
siklus tersebut dihitung mulai dari haid pertama haid hingga bulan
berikutnya. Selama haid dilihat dari darah keluar sampai bersih
antara 2-10 hari. Yang menarik disini adalah ketika sesorang
perempuan mengluarkan darah dari organ repoduksinya dalam
waktu sehari saja, maka perempuan tersebut belum dapat dikatakan
ia mengalami haid.Namun setalah lebih dari 10 hari, dapat
dikategorikan sebagai gangguan.
d. Aliran menstruasi yang hebat
Jumlah darah biasanya sekitar 50ml-100ml, atau tidak lebih dari 5
kali ganti pembalut perharinya. Darah menstruasi yang dikeluarkan
seharusnya tidak mengandung bekuan darah, jika darah yang
dikeluarkan sangat banyak dan cepat makan enszim yang
dilepaskan diendometriosis mungkin tidak cukup atau terlalu
lamabat kerjanya.
e. Merokok
Karena di dalam asap rokok terkandung racun-racun yang
berbahaya bagi sistem reproduksi. Racun – racun yang mengendap
di dalam tubuh dan tidak dapat keluar dari tubuh akan bersifat
toksik pada organ tubuh manusia salah satunya akan
mempengaruhi keseimbangan hormon. Sedangkan pada wanita
yang sedang dalam proses ovulasi dan menstruasi bergantung pada
keseimbangan hormon estrogen dan hormon progesteron. Dengan
terganggunya keseimbangan kedua hormon tersebut maka
menghambat terjadinya ovulasi (pematangan sel telur) dan dengan
terhambatnya pematangan sel telur ini maka terhambat pula
terjadinya pembuahan jika ada sperma yang datang untuk
membuahinya. Serta mengahambat terjadinya peluruhan
endometrium atau yang disebut dengan haid.
f. Riwayat Keluarga
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor ginetik.winata yang memili
ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memilki
risiko lebih besar terkenan penyakit endometriosis. Hal ini
disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh
wanita. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia
dapat memperngaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan
memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan
progesteron yang menyababkan gangguan pertumbuhan sel
endometrium.Kadar sari hormon estrogen dan progesteron ini
meningkata ketika sel-sel dari endometriosis juga mengalami
peningkatan atau tumbuh.
g. Kegemukan
Perempuan dengan obesitas biasnaya mengalami
onovulatorybchronic atau haid tidak teratur secara kronis. Hal ini
mempengaruhi kesuburun,samping juga faktor hormonal yang ikut
berpengaruh (karyadi,2009). Perubahan hormonal atau perubahan
pada sistem repoduksi bisa terjadi akibat timbunan lemak pada
perempuan obesitas. Timbunan lemak memicu pembuatan
hormon,terutama estrogen (Kadsrusman, 2009).
h. Kegemukan
Perempuan dengan obesitas biasnaya mengalami
onovulatorybchronic atau haid tidak teratur secara kronis.Hal ini
mempengaruhi kesuburun, samping juga faktor hormonal yang ikut
berpengaruh (karyadi, 2009).Perubahan hormonal atau perubahan
pada sistem repoduksi bisa terjadi akibat timbunan lemak pada
perempuan obesitas. Timbunan lemak memicu pembuatan
hormon,terutama estrogen (Kadsrusman, 2009).
2.2.6 Gejala klinis

Gejala klinis yang sering ditemukan pada wanita yeng mengalami


dismenore menrut (Sukarni & Wahyu, 2013).

A.Dismenore Primer
Rasa nyeri diperut bagian bawah, menjalar kedaerah pinggang dan
paha.Kadang –kadang disertai mual ,muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang
labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur hilang setalah darah haid
keluar.Etiologinya belum jelas tetapi umumnya berhubungan dengan siklus
ovulatorik. Beberapa faktor yang diduga berperan penting dalam timbulnya
dismenore primer yaitu:

a) Prostaglandin
Penyelidikan dalam tahun-tahun terkahir menunjukan bahwa peningkatan
kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya
dismenore. Atas dasar itu disimpulkan bhawa PS yang dihasilkan uterus
berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium. Selanjutnya
kontraksi miometrium yang disebabkan oleh PG akan mengurangi aliran
darah, sehingga terjadinya iskemia sel-sel miometrium yang
mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam
jumlah berlebihan kedalam peredaran darah, amak selain dismenore timbul
pula pengaruh umum lainnya seperti diare, mual, muntah.
b) Hormon steroid seks
Dismenore primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik.Artinya, dismenore
hanya timbul bila uterus berada dibawah pengaruh progesteron .Sedangkan
sintesis PG berhubungan dengan fungsi ovarium.Kadar progestron yang
rendah akan menyababkan terbentuknya PGF-alfa dalam jumlah yang
banyak.Kadar progesteron yang rendah akibat regresi corpus luteum
menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
meningkatkan pelepasan enzim fasolipase- A2 yang berperan sebagai
katalisator dalam santesis PG melalui perubahan fosfolipid menjadi asam
arakhidnat. Ylikorkala, dkk pada penelitiannya meneemukan bahwa kadar
estradional lebih tinggi pada wanita yang menderita dismnore
dibandingkan wanita normal. Estradiol yang tinggi dalam darah vena
ovarika disertai kadar PGF-alfa yang juga tinggi dalam endometrium.
Hasil terpenting dari penelitian ini adalah ditemukannya perubahan E2/P.

c) Sistem saraf (neuroligik)

Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom yang terdiri dari sistem saraf
simpatis dan parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenore
ditimbukan oleh ketidak seimbangan pengendalian SSO terhadap mio-
metium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan berlebihan oleh saraf
simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri
internum menjadi hipertonik.

d) Vasopresin

Akarluad ,dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa wanita dengan


dismenore primer ternyata memiliki kadar vasopresin yang sangat tinggi,
dan berbeda bermakna dari wnaita tanpa dismenore primer. Pemberian
vasopresin pada saat haid menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus
dan berkurangnya darah haid. Namun peran pasti vasopresin dalam
meknaisme dismenore sampai saat ini belum jelas.
e)Psikis

Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat,khsusnya


talamus dan konteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rasangan
nyeri tergantung pada latar pendidikan penderita. Pada dismenore, faktor
pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan
atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah
perkawinan dismenore hilang, dan jarang masih menetap setelah
melahirkan.Mungkin kedua keadaan tersebut(perkawianan dan
melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun
perubahan psikis.

B.Dismenore Sekunder

Nyeri mulai pada saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya
darah haid.dapat disebabkan oleh antara lain:

a.Stenosis kanalis servikalis

b.Adanya AKDR

c.Tumor ovarium

d. Endometriosis
2.2.7 Derajat Dismenore

Ketika seorang wanita mengalami menstruasi, hal itu dapat menyebabkan


rasa nyeri terutama diawal menstruasi, namun derajat nyeri yang dialami berbeda-
beda. Menurt Manuabe,et al (2009) dalam Pramardika dan Dewi tahun (2019)
menyatakan drajat dismenore menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

a. Dismenore ringan
Dismenore ringan merupakn dismenore terjadi dalam waktu
singkat dan penderita tersebut dapat menjalankan kembali
aktifitasnya kembali tanpa merasa terganggu dari dismenore yang
ia rasakan.
b. Dismenore sedang
Dismenore sedang adalah ketika seorang penderita merasa
terganggu dari rasa nyeri yang ia rasakan dan penderita tersebut
bahkan memerlukan obat penghilang rasa nyeri, sehingga ia
mampu untuk tetap beraktifitas seperti sedia kala.
c. Dismenore berat
Dismenore berat membutuhkan penderita untuk istirahat beberapa
hari dan dapat disertai sakit kepala , kemeng pinggng, diare dan
rasa tertekan.

2.2.8 Penatalaksanaan Dismenore

Untuk mengurangi rasa nyeri haid diberikan obat anti peardangan non-
steroid(misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefemanamat). Obat ini akan
sangat efektif jika mulai minum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai
hari 1-2 menstruasi.

Selain dengan obat-obatan,rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan

a) Istirahat yang cukup


b) Olahraga yang teratur (terutama berjalan)
c) Pemijatan
d) Yoga
e) Orgasme pada aktivitas seksual
f) Kompres hangat

Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan
muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala juga bisa
dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olahraga secara teratur.

Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehar-hari, maka diberikan
pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan
medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk
mencegah ovulasi (pelepasan sel telur)dan mengurangi pembentukan
prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi pemebntukan prostaglandin,
yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dismenore. Jika obat ini juga tidak
efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi).

Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium yaitu suatu
prosedur diaman lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas.

2.2.9 Pencegahan Dismenore

Pencegahan dismenore menurut (Anurogo& Wulandari,2011)

a. Hindari stres.
b. Memiliki pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang memadai.
c. Saat menjelang haid, sebisa mungkin menghindari makanan yang
cendrung asam dan pedas.
d. Istirahat yang cukup, menjaga kondisi agak tidak terlalu lelah,dan tidak
menguras energi secara berlebihan.
e. Tidur yang cukup, sesuai keperluan masing-masing 6-8 jam sehari
f. Lakukan peregangan (streching )antinyeri haid setidaknya 5-7 hari
sebelum haid.
g. Menjelang haid, berendam dengan air hangat yang diberi garam mandi
dan beberapa tetes minyak essensial bunga lavender atau keinginan.
h. Jangan makan sesuatu yang dingin secara berlebihan,seperti eskirm.
i. Hindari mengkomsumsi alkohol, rokok ,kopi maupun coklelat.

2.2.10 Dampak Dismenore

Menurut Anwar dan Prabowo(2011) nyeri haid dapat berdampak buruk


dan dapat mempengaruhi absentisme dan menimbulkan kerugian, karena
responden mengalami “Kelumpuhan”sementra untuk melakukan aktivitas.
Dismenore memang tidak terlalu bahaya tetapi selalu dialami oleh penderitanya
tiap bulan, sehingga merupakan penderita tersendiri bagi yang mengalaminya.
Sebaiknya hal ini tidak boleh dibiarkan karena kondisi ini merupakan salah satu
penyebab gejala endometriosis, dimana hal ini dapat menurunkan kesehatan,
kualitas hidup dan kesuburan perempuan secara signifikan.

2.2.11 2.3.9 Pencegahan Dismenore

Pencegahan dismenore menurut (Anurogo& Wulandari,2011)


j. Hindari stres.
k. Memiliki pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang memadai.
l. Saat menjelang haid,sebisa mungkin menghindari makanan yang
cendrung asam dan pedas.
m. Istirahat yang cukup,menjaga kondisi agak tidak terlalu lelah,dan tidak
menguras energi secara berlebihan.
n. Tidur yang cukup,sesuai keperluan masing-masing 6-8 jam sehari
o. Lakukan peregangan (streching)antinyeri haid setidaknya 5-7 hari
sebelum haid.
p. Menjelang haid,berendam dengan air hangat yang diberi garam mandi
dan beberapa tetes minyak essensial bunga lavender atau keinginan.
q. Jangan makan sesuatu yang dingin secara berlebihan,seperti eskirm.
r. Hindari mengkomsumsi alkohol,rokok,kopi maupun coklelat.
2.2.10 Dampak Dismenore

Menurut Anwar dan Prabowo(2011) nyeri haid dapat berdampak buruk


dan dapat mempengaruhi absentisme dan menimbulkan kerugian,karena
responden mengalami “Kelumpuhan”sementra untuk melakukan
aktivitas.Dismenore memang tidak terlalu bahaya tetapi selalu dialami oleh
penderitanya tiap bulan,sehingga merupakan penderita tersendiri bagi yang
mengalaminya.Sebaiknya hal ini tidak boleh dibiarkan karena kondisi ini
merupakan salah satu penyebab gejala endometriosis,dimana hal ini dapat
menurunkan kesehatan,kualitas hidup dan kesuburan perempuan secara signifikan.

2.2.11 Penilian Respon Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan indivudal serta
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respons fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan teknik tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri tahun, 2007 dalam Andarmoyo, 2013).
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala
sebagai berikut:
1. Skala Deskritif
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor
Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima
kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini di ranking dari “tidak terasa nyeri” sampai nyeri
tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.
Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.
Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri (Potter dan Perry tahun, 2006 dalam
Andarmoyo, 2013).

Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskriptif


2. Skala Numerik
Skala penilaian numerik (Numeric Rating Scales, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini pasien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengakaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan
10 cm (AHCPR tahun, 1992 dalam Andarmoyo, 2013). Contoh pasien
post-appendiktomi hari pertama menunjukkan skala nyeri 9, setelah
dilakukan intervensi keperawatan, hari ketiga perawatan pasien
menunjukan skala nyeri 4

Gambar 2.4 Skala Nyeri Numerik


3. Skala analog visual
Skala analog visual (Visual analogscale, VAS) adalah suatu garis
lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien
diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri
terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak
ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan
“berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada
garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer
tahun, 2002 dalam Andarmoyo, 2013).
Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan yang
lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. (Mac
Guire tahun, 1884 dalam Andarmoyo, 2013)
Mengukur intensitas nyeri pada anak-anak, dikembangkan alat
dinamakan Oucher. Beyer dkk tahun (1992) dalam Andarmoyo tahun
(2013) telah mengembangkan Oucher, yang terdiri dari dua skala yang
terpisah: sebuah skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk
anak-anak yang lebih besar dan skala foto frafik enam-gambar pada sisi
kanan untuk anak-anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak
(dengan peningkatan rasa tidak nyaman) dirancang sebagai petunjuk
untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna
dan tingkat keparahan nyeri. Seorang anak biasanya menunjuk ke
sejumlah pilihan gambar yang mendeskripsikan nyeri. Cara ini
membuat usaha mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana. Versi
etnik yang baru dikembangkan oleh Wong dan Baker (1988) dalam
Andarmoyo (2013) mengembangkan skala wajah untuk mengkaji nyeri
pada anak-anak.
Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun
yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (“tidak
merasa nyeri”) kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah
kurang bahagia, wajah yang sangat sedih, sampai wajah yang sangat
ketakutan (“nyeri yang sangat”). Anak-anak berusia tiga tahun dapat
menggunakan skala tersebut. Para peneliti mulai meneliti penggunaan
skala wajah ini pada orang-orang dewasa (Andarmoyo, 2013). Skala
nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan
tidak mengonsumsi banyak waktu saat melengkapinya. Apabila pasien
dapat membaca dan memahami skala maka deskripsi nyeri akan lebih
akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji
tingkat keparahan nyeri, melainkan juga mengevaluasi perubahan
kondisi pasien. Perawat dapat menggunakan skala setelah terapi atau
saat gejala semakin menjadi buruk untuk menilai apakah nyeri
mengalami penurunan atau peningkatan (Potter dan Perry tahun, 2006
dalam Andarmoyo, 2013).

Gambar 2.3Skala Nyeri Analog Visual

2.3 Konsep Remaja

2.3.1 Definsi Remaja

Remaja dalam beberapa istilah lain disebut puberteit, adolescence dan youth.
Dalam bahasa latin,remaja dikenal dengan kata adolescere dan dalam bahasa
inggris adolosence yang berarti tumbuh menuju kematangan.Kematangan yang
dimaksud bukan kematangan sisik saja, namun juga kematangan secara sosial dan
psikologi (Kumalasari & Adhyantoro, 2013) dalam Wirenviona tahun (2020).

Kusmiran (2012) dalam Wirenviona tahun (2020) mengatakan bahwa remaja


merupakan masa dimana individu mengalami perubahan-perubahan dalam aspek
kognitif (pengetahuan), emosi (perasaan), sosial (interaksi), dan moral (akhlak).
Masa remaja disebut juga sebagai peralihan atau masa penghubung antara masa
anak-anak menuju dewasa.

Remaja merupakan golongan usia individu yang dapat dikatakan sebagai


golongan usia tansisi yaitu diantara golongan bukan golongan dewasa namun juga
bukan golongan usia anak-anak.Secara umum dipahami bahwa batasan usia
remaja adalah 12-17 tahun. Dalam rentang usia ini,remaja sedang mengalami
prses perubahan menuju kematangan fisik dan mental emosioanal dengan kata
lain remaja diasumsikan dalam masa proses tumbuh menuju dewasa (Sinaga,
2017).

2.3.2 Perkembangan Masa Remaja

Masa remaja adalah masa datangnya pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18
tahun,masa transisi dari kanak-kanak kedewasa. Masa ini hampir selalu
merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Ada sejumlah
alasan untuk ini.

a) Remaja mulai menyampaikan kebebesan dan haknya untuk


mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan,ini dapat
menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari
kelurganya .
b) Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih
lebih muda. Ini berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak remaja
berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan
bertentangan dengan perilaku dan kesengan keluarga. Contoh-contoh yang
umum yaitu mode pakaian, potong rambut atau musik yang semuanya
harus mutakhir.
c) Remaja mengalami perubanhan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhan
maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul dapat
menakutkan, membingungkan, dan menjadi sumber perasaan salah dan
frustasi.
Remaja sering menjadi tertalulu percaya diri dan ini bersama-bersma
dengan emosinya yang biasanya meningkatkan, mengakbitkan ia sukar
menerima nasihat orang tua.

2.3.3 Tahap Tumbuh Kembang Remaja

a) Remaja awal (11-13 tahun/early adolescence)


b) Remaja pertengahan (14-17 tahun/middle adolescence)
c) Remaja akhir (18-21 tahun/late adolescence)
2.3.4 Tahap Pubertas

a) Tahap prapuber
Tahap ini bertempuang –tindih dengan satu atau dua tahun terakhir masa
kanak-kanak pada saat dianggap sebagai prabuper “yaitu bukan seorang
anak tetapi belum juga seorang remaja.Dalam tahap prapuber (atau
tahap”pematangan”)ciri -ciri seks sekunder mulai tampak tetapi organ-
organ reproduksi belum sepenuhnya berkembang.
b) Tahap puber
Tahap ini terjadi pada garis pembagi antara masa kanak-kanak dan masa
remaja:saat diamana kriteria kematangan seksual muncul haid pada anak
perempuan dan pengalaman akan basah pertama kali dimalam hari (atau
tahap”matang)ciri-ciri seks sekunder terus berkembang dan sel-sel
diproduksi dalam organ seks.
c) Tahap pascapuber
Tahap ini bertumpang tidih dengan pertama atau kedua masa
remaja.Selama tahap ini ciri-ciri seks sekunder telah berkembang baik
dengan organ seksualmulai berfungsi dengan matang.

2.3.5 Ciri-ciri Masa Remaja


a) Peningkatan Emosional
Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja
awal yang dikenal sebagai masa strom & stres. Peningkatan emosional
ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi
pada masa remaja .
b) Perubahan fisik
Perubahan fisik yang juga disertai dengan kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri
dan kemampuan meraka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara
cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan
sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan,
berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep
remaja.
c) Perubahan nilai, dimana apa yang meraka anggap penting pada masa
kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.
d) Kebanyakan remaja bersikap ambivale dalam mengahadapi perubahan
yang terjadi. Disatu sisi meraka menginginkan kebebasan, tetapi disisi
lain meraka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini
serta meragukan kemampuan meraka sendiri untuk memikul tanggung
jawab ini.
2.3.6 Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep remaja
a) Usia kematangan
remaja memiliki kematangan dalam sikap dan perilakunya
diperlakukan seperti hampir dewasa akan mengembangkan konsep diri
yang menyenangkan, sehingga dapat menyesuaikan diri baik.
b) Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda dengan teman sebayanya membuat
remaja rendah diri, meskipun perbedaan tersebut menambah daya tarik
fisiknya.
c) Kepatuhan seks
Penampilan diri, minta, dan perilaku yang mencerminkan kepatutan
seksual akan membantu remaja mencapai konsep diri baik.
d) Nama dan julukan
Remaja akan bersikap lebih peka dan merasa malu apabila teman-
teman sekelompok memberi nama dan julukan yang buruk kepadanya.
e) Teman-teman sebaya.
Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep
sebaya tentang diirnya.
f) Kreativitas Remaja yang memiliki kreativitas tinggi dalam pergaulan
akan memiliki konsep diri baik.
g) Cita-cita.
Cita-cita yang tidak realitas akan menimbulkan kegagalan karena akan
menimbulkan perasaan tidak mampu dan memunculkan reaksi
bertahan menyalakan orang lain.

2.4 Keaslianan Jurnal

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan


nyeri Haid(Dismenore)pada Remaja

N Judul Variabel Desain Hasil


O

1 Pengaruh rebusan daun Variabel Pre Hasil penelitian


pepaya (carica independen eksperimental didapatkan sebelum
papaya)terhadap nyeri haid rebusan daun one group pre- diberi daun pepaya
siswi SMA NEGERI 5 pepaya. post test (Carica papaya) sebagian
KEDIRI design. besar dari responden 9
Variabel (60%) mengalami nyeri
dependen haid sedang dan sesudah
diberi daun pepaya
Nyeri haid. (Carica papaya) hampir
seluruhnya dari
responden 6 (40%)
mengalami tidak
mengalami nyeri haid.

Variabel
2 Efektifitas kompres hangat Independen one group pre- Hasil penelitian
dalam menurunkan intensitas Kompres hangat post test design didapatkan 16 responden
nyeri dysmenorrhoea pada Variabel (53,3%) mengalami nyeri
mahasiswi Stikes RS.BAPTIS devenden berat dan 14 responden
KEDIRI (46,7%) mengalami nyeri
STUDENTS(Wahyuningsih& Nyeri sedang sebelum diberikan
Anugraheni,2013) dysmenorrhoea kompres hangat, sesudah
kompres hangat 19
responden (63,3%)
mengalami intensitas
nyeri ringan dan 11
responden (36,7%) nyeri
sedang. Kesimpulannya
kompres hangat dapat
menurunkan intensitas
nyeri dysmenorrhoea
pada mahasiswi
Variabel Hasil penelitian yang
3 Perbedaan efektifitas Independen Pre dilakukan menunjukkan
pemberian yoga dan kompres pemberian yoga eksperiment ada pengaruh Yoga dan
hangat terhadap tingkat nyeri dan kompres kompres
dismenorea pada mahasiswi hangat hangat terhadap
ilmu kesehatan Universitas penurunan nyeri haid
Kadiri Varaibel pada mahasiswa fakultas
2019(Arfiani&Sutrisni,2019) dependen ilmu kesehatan
nyeri dismenorea universitas
kadiri tahun 2019.

4 Pengaruh senam yoga Variabel Quasy Hasil penelitian dengan


terhadap penurunan intesitas independen Experiment uji Mann-Whitney U Test
nyeri haid pada remaja senam yoga didapatkan hasil p =
Mahasiswi Keperawatan 0,002 sedangkan uji
Stikes Hang Tuah Surabaya Variabel Wilcoxon Sign di
dependen dapatkan hasil p = 0,001.
Dapat disimpulkan bahwa
Nyeri haid ada perbedaan hasil pada
kedua kelompok dan
pemberian terapi senam
yoga berpengaruh dalam
penurunan nyeri haid.

Anda mungkin juga menyukai