Anda di halaman 1dari 55

SIKLUS KDP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN FRAKTUR TERBUKA DI


RUANGAN INTERNE

OLEH

SUCI WAHYU BUSTA


20131073
KELOMPOK G1

DOSEN PEMBIMBING
HIDAYATUL HASNI

PRODI PROFESI NERS


STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di


dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi
sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kuranglebih
18 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 meningkat
menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Terjadinya fraktur
tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan,, cedera olahraga, bencana
kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya (Mardiono, 2010).
Survey kesehatan Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun
2008 menunjukan bahwa prevalensi fraktur secara nasional sekitar 27,7%.
Prevalensi ini khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun
2009 dari 51,2% menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun
yaitu sebanyak 2% di tahun 2009, pada tahun 2010 menjadi 1,2% (Depkes RI,
2010)
Salah satu ketakutan terbesar pasien fraktur adalah nyeri, untuk itu
perawat perlu memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien
tentang terapi non farmakologi yang bisa membantu pasien dalam
menghilangkan atau mengurangi nyeri antaranya terapi musik. Musik bisa
menyentuh individu baik secara fisik, psikososial, dan spiritual (Campbell,
2006).
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai
peran dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang meliputi
peran promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam upaya promotif
perawat berperawat berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan
meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala dari penyakit sehingga
dapat mencegah bertambahnya jumlah penderita. Dalam upaya preventif,
perawat memberi pendidikan kesehatan mengenai cara-cara pencegahan
agar pasien tidak terkena penyakit dengan membiasakan pola hidup sehat.
Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu memberikan tindakan
keperawatan sesuai dengan masalah dan respon pasien terhadap penyakit
yang diderita, seperti : memberikan pasien istirahat fisik dan psikologis,
mengelola pemberian terapi oksigen. Sedangkan peran perawat dalam
upaya rehabilitatif yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien
yang sudah terkena penyakit agar tidak terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan (Sutrisno, 2013).
Angka kejadian yang ada Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang
terdapat 3 kasus dalam satu bulan terakhir tahun 2018. Berdasarkan data
yang ada di Ruang Bugenvil Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang, ada
pasien yaitu yang menderita open fraktur manus IV distal. Pasien
mengeluh nyeri bahu kanan akibat jatuh dan terpeleset, nyeri dirasakan
tertusuk-tusuk, skala 6, dan saat berubah posisi. Dari pengkajian Ny.R
tekanan darah Ny.R 130/80 mmHg, Nadi 72 x/menit, Respirasi 20 x/menit
dan suhu 36,6 C.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit

1. Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang


rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan
Suddarth, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2009).

2. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Menurut (Moore, 2010), Fascia telapak tangan adalah sinambung dengan
fascia punggung tangan ke arah proksimal sinambung dengan fascia lengan
bawah. Pada tonjolan – tonjolan thenar dan hypothenar fascia palmaris ini bersifat
tipis, tetapi bagian tengahnya bersifat tebal dengan dibentuknya aponeurosis
palmaris yang berwujud sebagai lempeng jaringan ikat berserabut, dan pada jari –
jari tangan dengan membentuk vagina fibrosa digitimanus. Aponeurosis palmaris,
bagian fascia tangan dalam yang kuat dan berbatas jelas, menutupi jaringan lunak
dan tendo otot – otot fleksor panjang. Bagian proksimal aponeurosis palmaris
bersinambungan dengan retinaculum flexorum dan tendo musculus palmaris
longus. Bagian distal aponeurosis palmaris membentuk empat pita digital yang
memanjang dan melekat pada basis phalangis proximalis dan membaur dengan
vagina fibrosa digiti manus. 10 Sebuah sekat jaringan ikat medial yang menyusup
ke dalam tepi medial aponeurosis palmaris untuk mencapai os metacarpal V
medial terhadap sekat ini terdapat kompartemen hypothenar yang berisi otot-otot
hypothenar. Sesuai dengan ini, sebuah sekat jaringan ikat lateral meluas ke dalam
dari tepi lateral aponeurosis palmaris untuk melekat pada os metacarpal I. Sebelah
lateral sekat tersebut terdapat kompartemen thenar yang berisi oto-otot thenar.
Antara kompartemen hypothenar dan kompartemen thenar terdapat kompartemen
tengah yang berisi otot-otot fleksor serta sarung uratnya, musculi lumbrucales,
pembuluh darah dan saraf digital. Bidang otot terdalam pada telapak tangan
dibentuk oleh kompartemen aduktor yang berisi musculus adductor pollicis.

Gambar 1. Anatomi Pergelangan Tangan (Moore, 2010)


2. Fisiologi

Menurut (Moore, 2010), Tulang adalah adalah suatu jaringan dinamis yang
tersusun dari tiga jenis sel : osteoblast, osteosit, dan osteoklas. Osteoblast
membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari
fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang.
Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi mesenkim
yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel,
osteoblas dapat memproduksi substansi organic intraseluler matriks, dimana
klasifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium
disebut osteoid dan apabila klasifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut
tulang. Sesaat setelah osteoblas dikelilingi oleh substansi organic intraseluler,
disebut osteosit dimana keadaaan ini terjadi dalam lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang
dengan sifat dan fungsi resopsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas.
Kalsium hanya dapat dikeluarkan oleh tulang melalui proses aktivitas osteoklasin
yang menghilangkan matriks organic dan kalsium secara bersamaan dan disebut
deosifikasi.
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode
pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini tulang lebih banyak terjadi dalam
bentuk perubahan mikroskopik akibat aktifitas fisiologi tulang sebagai suatu
organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas:
Substansi organic : 35%
Substansi Inorganic : 45%
Air : 20%
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organic
intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks
(90%), sedangkan adalah asam hialuronat dan kondroitin asam sulfur. Substansi
inorganic terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium,
sodium, hidroksil, karbonat dan fluoride. Enzim tulang adalah alkali fosfatase
yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan
yang paling penting dalam produksi organic matriks sebelum terjadi kalsifikasi.
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak
ketika terjadi lebih banyak pembentukan daripada absorpsi tulang. Pergantian
yang berlangsung terus-menerus ini penting untuk fungsi normal tulang dan
membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat dan untuk
mencegah terjadi patah tulang. Betuk tulang dapat disesuaikan dalam
menanggung kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan tersebut
juga membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks
organik yang sudah tua berdegenerasi, sehingga membuat tulang secara relative
menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks
organik baru, sehingga memberi tambahan kekuatan pada tulang.

Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :


a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
b. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak).
c. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak).
d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan
posfor).
e. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang).
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan
hormone:
a. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 %
posfor. Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik,
kalsitonin dan hormon paratiroid bekerja untuk memelihara
keseimbangan.
b. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin
yang memiliki efek untuk mengurangi aktivitas osteoklast, untuk
melihat peningkatan aktivitas osteoblast dan yang terlama adalah
mencegah pembentukan osteoklast yang baru.
c. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah
besar vitamin D dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang
terlihat dalam kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada
vitamin D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang
sedang vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi
tulang dengan meningkatkan absorbsi kalsium dan posfat oleh usus
halus.
d. Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang
yang menyebabkan kalsium dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui
serum. Peningkatan kadar paratiroid hormon secara perlahan-lahan
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklast sehingga
terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pda
hiperparatiroidisme dapat menimbulkan pembentukan batu ginjal.

e. Growth Hormon (hormon pertumbuhan), disekresi oleh lobus anterior


kelenjar pituitary yang bertanggung jawab dalam peningkatan panjang
tulang dan penentuan jumlah matriks tulang yang dibentuk pada masa
sebelum pubertas.
f. Gluikokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme
protein. Hormon ini dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme
untuk mengurangi atau meningkatkan matriks organ tulang dan
membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan posfor dari usus kecil.
g. Estrogen menstimulasi aktifitas osteoblast. Penurunan estrogen setelah
menopause mengurangi aktifitas osteoblast yang menyebabkan
penurunan matriks organ tulang. Klasifikasi tulang berpengaruh pada
osteoporosis yang terjadi pada wanita sebelum usia 65 tahun namun
matriks organiklah yang merupakan penyebab dari osteoporosis.

3. Etiologi Fraktur
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2008), yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
seperti: Tumor tulang (jinak atau ganas), Infeksi seperti osteomyelitis, dan
Rakhitis.

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

4. Manifestasi Klinik Fraktur


Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer, Bare, 2009) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan
lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

3. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
4. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
5. Fals Moment
Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang (bengkok)

5. Patofisiologi Fraktur

Menurut (Elizabeth, 2009), Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar
tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera.
Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel
mast terakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area
tersebut. fagositosis dan pembersihan sel dan jaringan mati dimulai.
Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi
sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas akan segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera
direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan
dapat terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak
sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama
kalsifikasi dan pengerasan.

6. Pathway Fraktur
7. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) dibagi menjadi


beberapa yaitu :
a. Berdasarkan komplet atau ketidakklomplitan fraktur :
1) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran.
2) Fraktur inkomplet : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
b. Berdasarkan sifat fraktur :
Fraktur simple/tertutup : tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur kompleks/terbuka : merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrane mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi :
a) Grade I dengan luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.
b) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak.
c) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan yang paling berat.
c. Berdasarkan bentuk garis patah :
1) Fraktur Greenstick : fraktur salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
2) Fraktur Tranversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.

8. Komplikasi
Fraktur
Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi
ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak
ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh
pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala
dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status
mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam,
ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat
suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur
intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar
atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis
avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,
pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang
penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.

f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang- kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
9. Penatalaksanaan Fraktur

Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :


1) Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi
memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan
rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura
ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme
otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas
kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap
ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna
dengan plat & pin, batang atau sekrup.
Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka.
Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau
displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik.
Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi
terbuka dikamar operasi dengan anestesi umum.Kontra indikasi reposisi
tertutup:

 Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi


 Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
 Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced patellar
fracture.
2) Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur
sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur
ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan
brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa
menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur
diperiksa hari berikutnya untuk menilai neurology dan vascular.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai
imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai
sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada
penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai
gips/brace.
3) Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta
penguatan otot.

10. Pemeriksaan Penunjang


Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang fraktur berupa:
1) Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
 Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
 Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
 Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal)
 Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
 Darah rutin,
 Faktor pembekuan darah,
 Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
 Urinalisa,
 Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren
ginjal).
3) Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.
B. Kosep Asuhan Keperawatan

Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
a. Data Subjektif
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan
dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis
dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular
2) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Data obyektif
1) keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.

2) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
3) pemeriksaan fisik :
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
I. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
II. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
III. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
IV. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
I. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
II. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
III. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

l) Abdomen
I. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
II. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
III. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
IV. Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien
yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur
meliputi :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan


status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan gangguan muskuloskletal
d) Ansietas berhubungan kekhawatiran mengalami kegagalan
e) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak
nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/tahanan.
f) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
g) Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterb1atasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d perubahan pigmentasi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal
B. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri
pencedera fisiologis  Kemampuan Observasi:
menuntaskan aktivitas  Identifikasi lokasi,
 Keluhan nyeri karakteristik, durasi,
 Meringis frekuensi, kualitas,

 Gelisah  intensitas nyeri

 Kesulitan tidur  Identifikasi skala


nyeri
 Identifikasi respons
nyeri non verbal
 Identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
 Monitor
keberhasilan terapi
komplemnter yang
sudahndiberikan
 Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyer
 Fasilitas istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan jeni
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
BAB II
KASUS

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : Suci Wahyu Busta


NIM : 20131073
Ruang praktek : Interne
Minggu : 3 (Tiga)

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. A No MR :
Umur : 30 tahun Alamat : Balai Selasa, Painan

RESUME
Sekitar jam 21.00 WIB awalnya klien mengendarai sepeda motor toba-tib klien
ditabrak motor dari belakang hingga klien terjatuh dengan mekanisme trauma tidak
diketahui. Setelah beberapa menit kejadian klien dan temannya dibawa oleh warga ke RSUD
Pariaman, di RSUD pariaman klien di rontgen klien dirujuk ke RSUD Dr.M.Djamil Padang
melaui UGD sekitar jam 23.55 WIB. Klien datang dengan keluhan nyeri di paha kaki kanan
kurang lebih sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan luka robek di paha, luka
lecet di pipi dan tangan sebelah kanan. Klien mengatakan ia saat ini sedang menunggu
penyembuhan luka pada daerah frakturnya, tampak ada lika jahitan pada paha klien
sebanyak 13 buah, panjang luka kurang lebih 20 cm, dan tampak mengeluarkan pus. Saat
dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri pada daerah pemasangan pen nya, klien
mengatakan skala nyeri 6. Klien mengatakan kaki sebelah kanannya terasa nyeri saat
digerakkan, klien tampak meringis saat berubah posisi dan bisanya diantu oleh orang tua
klien, orang tua klien mengatakan semua aktifitas dibantu oleh keluarga. Klien merasa
cemas terhadap keadaannya. Klien takut keadaannya tidak bisa kembali seperti semula dan
klien tampak cemas, takut dan klien sering murung kerena cemas terhadap keadaannya.
Klien mengatakan badan terasa panas, klien mengatakan kesemutan pada telapak tangan dan
telapak kaki, hemoglobin 9,0 g/dl, leukosit 11,700 mm.

ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI PATOFISIOLOGI
DS: Nyeri akut Agen pencedera Trauma
 Pasien mengatakan fisiologis
keluhan nyeri di paha Fraktur
kanan kurang lebih 4 jam
yang lalu sebelum masuk Cedera sel
rumah sakit
 Pasien mengatakan ada Degranulasi sel mast
luka robek di paha, luka
lecet, di pipi dan tangan Kortek serebri
sebelah kanan.
 Pasien mengatakan nyeri di Luka terbuka
daerah pemasangan pen
nya. Nyeri akut

 Pasien mengatakan kaki


sebelah kanannya terasa
nyeri.
DO:
 Pasien tampak meringis
dan kesakitan
 Skala nyeri 6
 Terdapat luka robek
DS : Gangguan Penurunan Trauma
 Pasien mengatakan saat ini integritas pigmentasi
ia sedang menunggu kulit/jaringan fraktur
penyembuhan luka pada
daerah frakturnya. luka terbuka
DO:
 Tampak ada luka jahitan gangguan integritas
pada paha klien sebanyak kulit/ jaringan
13 buah jahitan.
 Panjang luka lebih kurang
20 cm
 Luka tampak
mengeluarkan pus
 Leukosit 11.700 mm
 HB 9,0 g/dl
DS : Gangguan Gangguan Trauma
 Pasien mengatakan kaki mobilitas fisik muskuloskletal
sebelah kanannya terasa fraktur
nyeri saat digerakkan
 Orang tua klien cedera sel
mengatakan semua
aktifitas dibantu oleh terapi restrictif
keluarga
 Pasien mengatakan gangguan mobilitas
kesemutan pada telapak fisik
tangan dan kaki
DO:
 Pasien tampak meringis
saat berubah posisi

DS : Ansietas Kekhawatiran Trauma langsung

 Pasien mengatakan mengalami

merasa cemas terhadap kegagalan Mengenai jaringan

keadaannya lunak/otot, tulang

 Pasien mengatakan
takut keadaanya tidak Fraktur/dislokasi

bisa kembali seperti


semula Koping individu
tidak efektif
 Pasien mengatakan
badannya terasa panas
DO : Ansietas
 Pasien tampak cemas
dan takut
 Pasien sering murung
karena cemas terhadap
keadaannya

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d perubahan pigmentasi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal
4. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan

RENCANA KEPERAWATAN

SDKI SLKI SIKI


Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri
pencedera fisiologis  Keluhan nyeri (2/3) Observasi:
 Meringis (2/3)  Identifikasi lokasi,
 Gelisah (2/3) karakteristik, durasi,

 Fungsi berkemih frekuensi, kualitas,

(2/3) intensitas nyeri

 Frekuensi nadi (2/3)  Identifikasi skala


nyeri
 Identifikasi respons
nyeri non verbal
Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
mis. Teknik relaksasi
napas dalam
 Lakukan injeksi
obat IV
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
Gangguan integritas Integritas kulit/jaringan Perawatan luka
kulit/jaringan b.d Kriteria hasil: Tindakan :
perubahan pigmentasi  Kerusakan jaringan Observasi
(2/3)  Monitor karakteristik
 Kerusakan lapisan luka
kulit (2/3)  Monitor tanda-tanda
 Nyeri (2/3) infeksi
 Perdarahan (2/3) Terapeutik
 Kemerahan (2/3)  Lepaskan balutan

 Nekrosis (2/3) dan plester secara

 Suhu kulit (2/3) perlahan


 Bersihkan dengan
 Sensasi (2/3)
cairan NACL atau
pembersih non
toksik
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi
 Pasang balutan
sesuai jenis luka
 Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat dan
drainase
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi
b.d gangguan Kriteria hasil: Tindakan :
muskuloskeletal  Kekuatan otot (2/3) Observasi
 Rom (2/3)  Identifikasi adanya
 Nyeri (2/3) nyeri/ keluhan fisik

 Kecemasan (2/3) lainnya

 Kaku sendi (2/3)  Identifikasi toleransi

 Gerakan (2/3) fisik melakukan


pergerakan
 Kelemahan fisik
 Monitor kondisi umum
(2/3)
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktifitas
mobilitas dengan alat
bantu
 Fasilitasi melakukan
pergerakkan
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/tgl Dx Kep Implementasi Evaluasi TTD


/jam
Kamis Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri S:
/17 Des/ pencedera fisiologis Observasi:  Pasien mengatakan keluhan nyeri di paha
12.30  Mengidentifikasi lokasi, kanan kurang lebih 4 jam yang lalu
karakteristik, durasi, frekuensi, sebelum masuk rumah sakit
kualitas, intensitas nyeri  Pasien mengatakan nyeri di daerah
 Mengidentifikasi skala nyeri pemasangan pen nya.
Terapeutik :  Pasien mengatakan kaki sebelah kanannya
 Berikan teknik nonfarmakologi terasa nyeri.
untuk mengurangi rasa nyeri yaitu O:
Teknik relaksasi napas dalam dengan  Pasien tampak meringis dan kesakitan
cara ambil napas perlahan melalui  Skala nyeri 6
hidung selama 3 detik dan tahan  Terdapat luka robek
selama 2 detik, hembuskan melalui A:
mulut dengan perlahan selama 4 detik Masalah belum teratasi
 Lakukan injeksi ketorolac 1x30mg P:
sebanyak 1 cc dan injeksi ceftriaxon Intervensi dilanjutkan
2x1 mg sebanyak 1 cc
Edukasi :
 Menjelaskan strategi meredakan
nyeri

Kamis Gangguan integritas Perawatan luka S:


/17 Des/ kulit/jaringan b.d Tindakan : Pasien mengatakan saat ini ia sedang
12.30 perubahan pigmentasi Observasi menunggu penyembuhan luka pada daerah
 Monitor karakteristik luka frakturnya.
 Monitor tanda-tanda infeksi O:
Terapeutik  Tampak ada luka jahitan pada paha klien
 Lepaskan balutan dan plester secara sebanyak 13 buah jahitan.
perlahan  Panjang luka lebih kurang 20 cm
 Bersihkan dengan cairan NACL  Luka tampak mengeluarkan pus
atau pembersih non toksik  Leukosit 11.700 mm
 Bersihkan jaringan nekrotik  HB 9,0 g/dl
 Berikan salep yang sesuai ke A:
kulit/lesi Masalah teratasi sebagian
 Pasang balutan sesuai jenis luka P:
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat Intervensi dilanjutkan
dan drainase
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein

Kamis Gangguan mobilitas fisik Dukungan mobilisasi S:


/17 Des/ b.d gangguan Tindakan :  Pasien mengatakan kaki sebelah kanannya
12.30 muskuloskeletal Observasi terasa nyeri saat digerakkan
 Identifikasi adanya nyeri/ keluhan fisik  Orang tua klien mengatakan semua
lainnya aktifitas dibantu oleh keluarga
 Identifikasi toleransi fisik melakukan  Pasien mengatakan kesemutan pada
pergerakan telapak tangan dan kaki
 Monitor kondisi umum selama O :
melakukan mobilisasi  Pasien tampak meringis saat berubah
Terapeutik posisi
 Fasilitasi aktifitas mobilitas dengan alat A:
bantu Masalah teratasi sebagian
 Fasilitasi melakukan pergerakkan P:
 Libatkan keluarga untuk membantu Intervensi dilanjutkan
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan

Jumat Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri S:


/18 Des/ pencedera fisiologis Observasi: Pasien mengatakan masih merasakan nyeri
10.00  Mengidentifikasi skala nyeri dibagian paha namun sudah mulai berkurang
Terapeutik : O:
 Berikan teknik nonfarmakologi  Skala nyeri 6
untuk mengurangi rasa nyeri yaitu  Pasien sudah mulai tampak tenang
Teknik relaksasi napas dalam dengan A:
cara ambil napas perlahan melalui Masalah teratasi sebagian
hidung selama 3 detik dan tahan P:
selama 2 detik, hembuskan melalui Intervensi dilanjutkan
mulut dengan perlahan selama 4 detik
 Lakukan injeksi ketorolac 1x30mg
sebanyak 1 cc dan injeksi ceftriaxon
2x1 mg sebanyak 1 cc
Edukasi :
 Menjelaskan strategi meredakan
nyeri

Jumat Gangguan integritas Perawatan luka S:


/18 Des/ kulit/jaringan b.d Tindakan : Pasien mengatakan masih menunggu
10.00 perubahan pigmentasi Observasi penyembuhan luka pada daerah frakturnya.
 Monitor karakteristik luka O:
 Monitor tanda-tanda infeksi  masih ada luka jahitan pada paha klien
Terapeutik sebanyak 13 buah jahitan.
 Lepaskan balutan dan plester secara  Panjang luka lebih kurang 20 cm
perlahan  Luka tampak sedikit mengeluarkan pus
 Bersihkan dengan cairan NACL A:
atau pembersih non toksik Masalah teratasi sebagian
 Bersihkan jaringan nekrotik P:
 Berikan salep yang sesuai ke Intervensi dilanjutkan
kulit/lesi
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein

Jumat Gangguan mobilitas fisik Dukungan mobilisasi S:


/18 Des/ b.d gangguan Tindakan :  Pasien mengatakan kaki sebelah kanannya
10.00 muskuloskeletal Observasi masih terasa nyeri saat digerakkan
 Identifikasi adanya nyeri/ keluhan fisik  Orang tua klien mengatakan aktifitas
lainnya masih dibantu oleh keluarga
 Identifikasi toleransi fisik melakukan O :
pergerakan Pasien tampak sedikit bisa berubah posisi tetapi
 Monitor kondisi umum selama terkadang masih nyeri saat berubah posisi
melakukan mobilisasi A:
Terapeutik Masalah teratasi sebagian
 Fasilitasi aktifitas mobilitas dengan alat P:
bantu Intervensi di lanjutkan
 Fasilitasi melakukan pergerakkan
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan

Sabtu/19 Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri S:


Des/ pencedera fisiologis Observasi: Pasien mengatakan nyeri di paha sudah
08.30  Mengidentifikasi skala nyeri berkurang dan tidak terlalu mengganggu
Terapeutik : aktivitas nya lagi
 Berikan teknik nonfarmakologi O:
untuk mengurangi rasa nyeri yaitu Skala nyeri 4
Teknik relaksasi napas dalam dengan Pasien sudah mulai tenang
cara ambil napas perlahan melalui A:
hidung selama 3 detik dan tahan Masalah teratasi
selama 2 detik, hembuskan melalui P:
mulut dengan perlahan selama 4 detik Intervensi dioptimalkan
 Lakukan injeksi ketorolac 1x30mg
sebanyak 1 cc dan injeksi ceftriaxon
2x1 mg sebanyak 1 cc
Edukasi :
 Menjelaskan strategi meredakan
nyeri

Sabtu/19 Gangguan integritas Perawatan luka S:


Des/ kulit/jaringan b.d Tindakan : Pasien mengatakan penyembuhan luka pada
08.30 perubahan pigmentasi Observasi daerah frakturnya sudah membaik
 Monitor karakteristik luka O:
 Monitor tanda-tanda infeksi  masih tampak bekas luka jahitan pada paha
Terapeutik klien sebanyak 13 buah jahitan.
 Lepaskan balutan dan plester secara  Panjang luka lebih kurang 20 cm
perlahan  Luka tampak bersih
 Bersihkan dengan cairan NACL A:
atau pembersih non toksik Masalah teratasi
 Bersihkan jaringan nekrotik P:
 Berikan salep yang sesuai ke Intervensi dihentikan
kulit/lesi
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein

Sabtu/19 Gangguan mobilitas fisik Dukungan mobilisasi S:


Des/ b.d gangguan Tindakan :  Pasien mengatakan kaki sebelah kanannya
08.30 muskuloskeletal Observasi sudah bisa digerakkan
 Identifikasi adanya nyeri/ keluhan fisik  Orang tua klien mengatakan aktifitasnya
lainnya sudah bisa ia lakukan sendiri
 Identifikasi toleransi fisik melakukan O :
pergerakan Pasien tampak sudah bisa berubah posisi
 Monitor kondisi umum selama A:
melakukan mobilisasi Masalah teratasi
Terapeutik P:
 Fasilitasi aktifitas mobilitas dengan alat Intervensi dioptimalkan
bantu
 Fasilitasi melakukan pergerakkan
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
DAFTAR PUSTKA

Brunner dan Suddarth. 2008.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3.Jakarta: EGC

Campbell, D. (2006). Music : Physician For Times to Come. 3 Edition. Wheaton:


quest books.

Elizabeth J. Corwin. 2009. BukuSakuPatofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Mardiono, (2010). TeknikDistraksi. Posted by Qittun on Wedneday,October 29


2008, (www.qittun.com ,diaksespadatanggal 20 November 2014).

Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R. 2010. Clinically oriented anatomy. 6th
edition. Lippincott William and Wilkins. Amerika. 246-53. Jakarta: Erlangga

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Prof. Chairuddin Rasjad, MD. P. 2012.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta: PT.


Yarsif Watampone

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Suddarth( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai