Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari orang yang
satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun perantara).
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat
berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.

Infeksi nosokomial atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi yang didapat
dari pekerjaan, infeksi nosokomial merupakan masalah yang sangat serius. Untuk pencegahan dan
pengendalian penularan infeksi maka kewaspadaaan isolasi sangat diperlukan dalam kegiatan
pelayanan kepada pasien dirumah sakit .Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005).

Rumah sakit Umum Banten merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai macam
penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat, dengan
begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya,
begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi. Penularan infeksi
dapat melalui beberapa cara diantaranya melalui darah dan cairan tubuh seperti halnya : penyakit
HIV/AIDS dan Hepatitis B dan kasus kasus yang sekarang menjadi sorotan yaitu dipteri , flu burung,
SARS, dan lainnya yang tatalaksana perawatannya mengharuskan di rawat di ruang rawat khusus /
isolasi .

Tenaga medis yang bekerja di fasilitas kesehatan sangat beresiko terpapar infeksi yang secara
potensial membahayakan jiwanya, karena Tenaga Medis dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien dapat kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah pasien dan dapat menjadi
tempat dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak yang kemudian menularkan infeksi
dari pasien satu ke pasien yang lainnya, kewaspadaan isolasi menjadi hal yang penting dalam
pelaksanaan kerja sehari hari petugas kesehatan salah satunya dengan meningkatkan kewaspadaan
standar salah satu yang penting adalah cuci tangan dan penggunaan APD yang baik.
Kewaspadaan isolasi yang tak kalah pentingnya adalan kewaspadaan yang berbasis tranmisi
dimana cara penularan secara kontak , droplet dan airbone memerlukan standar khusus dalam
pelayanan dan ruangan isolasi yang di lengkapi hepafilter dan standar ruangan isolasi laiinya.

Menurut penelitian apabila tenaga medis terkena infeksi akibat kecelakaan maka resikonya
1% mengidap hepatitis fulminan, 4% hepatitis kronis (aktif), 5% menjadi pembawa virus
(Syamsuhidajat & Wim de Jong, 1997). Tahun 1997 CDC (Center For Desease Control) melaporkan
ada 52 kasus petugas kesehatan lain HIV akibat kecelakaan di tempat kerja, sedangkan 114 orang
petugas kesehatan lain di duga terinfeksi ditempat kerja. ICN (2005) melaporkan bahwa estimasi
sekitar 19-35% semua kematian pegawai kesehatan pemerintah di Afrika disebabkan oleh
HIV/AIDS. Sedangkan di Indonesia data ini belum terlaporkan. Namun dari kejadian tersebut, resiko
perawat mempunyai andil yang paling besar untuk tertular akibat terpapar cairan dan tertusuk jarum,
sehingga berkembang upaya untuk mencegah terinfeksi dari paparan HIV (Nurmartono, 2006).

Meningkatnya angka kejadian infeksi di rumah sakit, baik terhadap petugas kesehatan atau
pasien yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan diwujudkannya suatu langkah pencegahan
sehingga angka infeksi di rumah sakit dapat menurun. Salah satu upaya adalah dengan menyediakan
fasilitas ruang isolasi yang bertujuan untuk merawat pasien dengan penyakit infeksi yang dianggap
berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien lain, dan memiliki aturan khusus dalam
prosedur pelayanannya.

B. Tujuan Umum :

Sebagai pedoman bagi Manajemen Rumah Sakit untuk dapat melaksanakan Isolasi pada pasien
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

C. Tujuan Khusus

1.Sebagai pedoman pelaksanaan Isolasi pada pasien yang merupakan salah satu upaya rumah sakit
dalam mencegah infeksi nasokomial.

2.Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan.

3.Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien rawat inap atau pasien dengan penurunan daya tahan
tubuh.
D. Landasan Hukum

1. Undang-undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-undang RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. SK.Menkes RI No. 270 Menkes / SK /III / 2007 tentang Pedoman Manajerial PPI DI Rumah Sakit
dan Fas Yankes Lainnya.

4. SK Menkes No.382 /Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman PPI di RS dan Fas. Yankes Lainnya.

5. SK.Menkes No.129/ Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal RS.

6. SK.Menkes 1165.A./Menkes/SK/ X/2004 tentang KARS.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Definisi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen dari sumber
infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.

Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan
penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu dilakukan meliputi:

I. Kewaspadaan Standar
Komponen kewaspadaan standar
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemroses peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan
7. Penempatan pasien
8. Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal fungsi
II. Kewaspadaan Berbasis transmisi
Kewaspadaan berbasis transmisi dibutuhkan untuk memutus rantai penularan infeksi melalui
transmisi mikroba penyebab infeksi. Jenis kewaspadaan berbasis transmisi adalah melalui
udara, percikan, kontak langsung dan tidak langsung.
1. Transmisi kontak
Kewaspadaan ini mengurangi risiko penularan organisme dari pasien terinfeksi atau
terkolonisasi baik langsung ataupun tidak langsung. Transmisi kontak paling sering
menimbulkan infeksi nosokomial, transmisi kontak dapat secara langsung ataupun tidak
langsung.

1) Kontak langsung dapat melalui permukaan kulit yang terbuka/abrasi orang ataupun
petugas yang rentan dengan kulit pasien yang terinfeksi ataupun terkolonisasi. Contoh
kegiatan: perawat membalikan tubuh pasien, memandikan, mengganti verband pasien ,
petugas tanpa menggunakan sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
2) Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda
yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan, instrumen yang terkontaminasi
atau benda lain yang terkontaminasi yang digunakan secara bersamaan, peralatan
tersebut belum dicuci setelah dipakai oleh pasien lain. Hindari mengkontaminasi
permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misalnya:
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
2. Transmisi droplet (percikan)
Kewaspadaan ini mengurangi resiko penularan nosokomial pathogen melalui butir-butir
percikan dengan ukuran >5μm. droplet yang besar terlalu berat untuk melayang diudara
dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak
konjungtiva atau mucus membrane hidung orang yang rentan dengan droplet besar yang
mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier yang dikeluarkan saat
batuk, bersin, muntah, bicara dan selama prosedur suction.
1) Transmisi droplet langsung karena droplet langsung mencapai membrane mucus
inhalasi.
2) Droplet tidak bertahan diudara sehingga tidak perlu pengamanan khusus udara atau
ventilasi.
3. Transmisi udara (Airborne Precautions)
Kewaspadaan ini di rancang untuk mengurangi penularan nosokomial dari partikel <5μm
dapat berada diudara beberapa jam dan dapat menyebar luas. Mikroorganisme dapat
menyebar melalui udara. Kewaspadaan melalui udara perlu dianjurkan pada pasien-pasien
yang tersangka penyakit-penyakit seperti : TBC, cacar air, campak dan penderita HIV
yang mempunyai gejala berkeringat malam hari, batuk, demam.
III. Peraturan untuk kewaspadaan Isolasi
1. Hati-hati terhadap semua darah, cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
untuk meminimalisir resiko transmisi infeksi
2. Cuci tangan sebelum kontak di antara dua pasien
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksi (darah atau cairan tubuh)
4. Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh
bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh serta barang
yang terkontaminasi.
6. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan di antara pasien
7. Tangani limbah feces, urine, sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan yang
telah tersedia, bersihkan dan desinfeksi peralatan.
8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, linen sudah dibersihkan dengan benar antar pasien

BAB III
TATA LAKSANA
A. Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan harus tenang dan terpisah dari ruang perawatan lain.
2. Sirkulasi udara harus baik, perputaran udara kurang lebih 12 x permenit, dilengkapi hefa
filter dan alat lainnya.
3. Penerangan harus cukup baik dan terang, serta mendapat sinar matahari langsung yang
cukup.
4. Tersedianya WC dan kamar mandi bagi petugas dan pasien tersendiri
5. Kebersihan lingkungan harus dijaga dan di bersihkan 2 x sehari
6. Tempat sampah harus tertutup dan bersih bebas dari serangga
7. Tempat alat tenun kotor harus tertutup dan disimpan di tempat terpisah
8. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.
Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :

1. Ruang ganti umum


2. Ruang bersih dalam
3. Stasi perawat
4. Ruang rawat pasien
5. Ruang dekontaminasi
6. Kamar mandi petugas

B. Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi


1. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
2. Lepaskan alat pelindung diri sebelum keluar kamar isolasi
3. Berbicara seperlunya/ meminimalkan komunikasi dengan klien.
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan, dan sandal
khusus
6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
7. Kuku harus pendek
8. Tidak memakai perhiasan
9. Pakaian rapi dan bersih
10. Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
11. Kondisi fisik petugas harus sehat dan tidak dalam keadaan sakit.
C. Alat-alat
1. Alat-alat APD, alat habis pakai lainnya yang dibutuhkan cukup tersedia
2. Selalu dalam keadaan steril
3. Dari bahan yang mudah dibersihkan
4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup safety box dan dimusnahkan
5. Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali di ruang CSSD
6. Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup
D. Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan / penyebaran
kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan, tindakan pencegahan
enterik dan tindakan pencegahan sekresi.Secara umum, kategori isolasi membutuhkan kamar
terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan kamar terpisah.

1. Isolasi Ketat
Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat menular, balk
melalui kontak langsung maupun peredaran udara.Tehnik ini kontak langsung maupun peredaran
udara.Tehnik ini mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan
dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker, dan sarung tangan Berta mematuhi aturan
pencegahan yang ketat. Alatalat yang terkontaminasi bahan infektsius dibuang atau dibungkus dan
diberi label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan
penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes Zoster diseminata atau pada pasien
imunokompromis.

Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruangperawatan isolasi ketat yaitu:


1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding tekanan di koridor.
2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
3. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi denganmenggunakan filter HEPA (High-
Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak
di lantai -gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).

2. Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan melalui kontak
langsung.Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah dipakai
bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan infeksius. Cuci tangan
sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien lain. Alat-alat yang terkontaminasi
bahan infeksius diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi
baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia atau infeksi
kulit oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh bakteri yang resisters
terhadap antibiotika, rabies, rubella.

3. Isolasi Saluran Pernafasan


Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara kontak
langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai
masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas / sputum, misalnya pada
pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru, infeksi H. influenza.

A.Tindakan Pencegahan Enterik


Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena kontak langsung
atau tidak langsung dengan tinja yang mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat
bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan
dubur. Tindakan pencegahan enteric dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau
gastroenteritis yang disebabkan oleh kolera, salmonella, shigella, amuba, campy/obacter,
Crytosporidium, Ecoli pathogen.

B.  Tindakan Pencegahan Sekresi


Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau tidak langsung
dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian badan yang terinfeksi.Pasien tidak perlu
ditempakan di kamar tersendiri.Petugas yang berhubuangan langsung harus memakai jubah, masker,
dan sarung tangan. Tangan harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan atau sebelum merawat
pasien lain. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan pada waktu penggantian balutan.Tindakan
pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang mengeluarkan bahan purulen, drainasea
atau sekresi yang infeksius.

4. Isolasi Protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang yang daya
rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen, yang
biasanya dapat dilawannya.Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang mempermudah
terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu.Misalnya pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan sitoststika atau imunosupresi.
E. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium, yaitu
:sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)

1. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus untuk luka atau
penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)
2. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B, leptospirosis)
3. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada sifilis,
konjungtivitis gonore pada neonatus).
 Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi
1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan Diri (APD).
2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum, masukkan dalam kantung
binatu berlabel infeksius.
4. Mandi dan cuci rambut (keramas)
5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah daripintu masuk.
F. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa :
1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat di ruang rawat
inap biasa oleh dokter.
3. Pertimbangan lain dari dokter.

EVALUASI

REDESIGN SYSTEM

RUANG ISOLASI

1. PERMASALAHAN RUANG ISOLASI


1. Adanya peningkatan kunjungan pasien penyakit menular
2. Adanya resiko penularan penyakit
3. Tidak ada ruang isolasi khusus
4. Tidak ada ruangan dengan sirkulasi udara baik untuk pasien isolasi
2. RENCANA REDESIGN RUANG ISOLASI
1. Pendataan ulang kunjungan pasien penyakit menular sesuai dengan kriteria
2. Membuat usulan pembuatan ruang isolasi
3. Membuat ruang isolasi sesuai standar
a. Redesign 1

Membuat ruang ganti umum

 Zona perjalanan sekunder / pajanan sedang


 Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
 Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruang ranap isolasi
 Modular minimal = 3 x 2,50 m 2

b.Redesign 2

Ruang bersih dalam

 Zona panjaran sekunder/panjanan sedang


 Pengkondisian udara masuk dengan ac open cilculation system
 Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang rawat inap isolasi
 Modular minimal =3 x 2,50 m 2

c.Redesign 3

Membuat ruang nurse station

 Zona panajnan tersier /panjanan rendah/tidak terpajan


 Pengkondisian udara masuk dengan AC open circulation system
 Pengkondisian udara keluar dengan system exhause
 Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat )

d.Redesign 4

Membuat ruang rawat inap pasien

 Zona panjaran primer /pamjaran tinggi


 Pengkondisian udara masuk dengan open circulation system
 Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminiar Air Suction system
 Air Sterilizer system dengan burning dan filter
 Modular minimal = 3 x 3 m2
e.Redesigne 5

Membuat ruang dokumentaminasi

 Zona panjaran primer /pamjaran tinggi


 Pengkondisian udara masuk dengan open circulation system
 Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminiar Air Suction system
 Air Sterilizer system dengan burning dan filter
 Modular minimal = 3 x 3 m2

f.Redesigne 6

Membuat kamar mandi petugas

 Zona panjaran sekunderr /pamjaran sedang


 Pengkondisian udara masuk dengan open circulation system
 Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminiar Air Suction system
 ,modulatr minimal = 1,50 x 2,50 m2
g.Redesign 7

Membuat penerangan ruangan yang baik

H..Redesigne 8

Membuat tempat cuci tangan /wastaflet


Gambar tempat cuci tangan

3.TARGET YANG INGIN DICAPAI

a.Tidak terjadi penularan

b.Tidak terjadi Infeksi Nosokomial

POLA KETENAGAAN TENAGA PERAWAT ISOLASI

RSUD BANTEN
A. DEFINISI

I. Latar Belakang
Era globalisasi dan pasar bebas membuat terbukanya persaingan antar rumah sakit
baik pemerintah maupun swasta. Masyarakat akan menuntut rumah sakit harus dapat
memberikan pelayanan yang cepat, akurat bermutu dan biaya terjangkau. Disamping itu
dengan adanya undang-undang perlindungan konsumen,demokratisasi semakin meningkat
maka supremasi hukuman akan meningkat pula,maka tumah sakit dalam pengelolaanya harus
transparan,berkualitas dan memperhaitkan kepentingan pasien dengan seksama dan hati-hati.
Untuk menghadapi situasi diatas salah satu langkah adalah merencanakan Manajemen
SDM yang sesuai dengan standar kualitas yang yang tinggi dan profesional. Mulai dari
Perencanaan SDM, sarana prasarana, menentukan metode pelayanan di semua unit,
perencanaan/pengelolaan keuangan, dan manajemen mutu pelayanan.
Pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit tersusun dari berbagi multidisiplin
tenaga profesional baik medis, keperawatan dan non medis. Kecukupan jumlah dan jenis
komposisi pemberi pelayanan kesehatan harus terpenuhi dengan baik serta konsisten guna
memberikan pelayanan kesehatan yang prima dan cepat di seluruh unit pelayanan. Selain
memperhatikan kecukupan jenis dan jumlah tenaga pemberi pelayanan maka perlu juga
ditetapkan kualifikasi profesionalitas yang dibutuhkan. Jadi semakin baik kompetensi
pemberi pelayanan kesehatan dan semakin baik kinerja yang ditampilkan maka visi
pelayanan di RSUD Banten sebagai pusat layanan rujukan unggulan yang berpenampilan,
berprofesi dan beretik untuk wilayah serang dan sekitarnya
Berdasarkan hal di atas maka pemenuhan kebutuhan tenaga baik medis maupun non
medis tidak bisa dalam waktu yang singkat, sehingga dalam perencanaanya harus
memperhatikan visi dan misi rumah sakit serta mempelajari faktor-faktor yang berkaitan pada
yingkat makro rumah sakit seperti : landasan hukum, target area, populasi dan data sekunder
(data statistik kesehatan), dan mempelajari hal-hal yang bersifat mikro rumah sakit seperti :
analisis situasi, beban kerja, dan kinerja personal baik medis maupun non medis.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga di RSUD Banten diperlukan suatu standart, oleh
karena itu perlu disusun dan diterbitkan sebuah panduan Standart Pemenuhan Tenaga medis,
proffesional dan non medis RSUD Banten yang mengacu KMK 81/2004 tentang Pedoman
Pola Ketenagaan.
II. Tujuan

1. Tujuan Umum
Terpenuhinya kebutuhan tenaga Tenaga medis, profesional dan non medis baik
secara kualitas maupun kuantitas guna menunjang pemberian Pelayanan Prima
kepada konsumen di RSUD Banten.

2. Tujuan Khusus
1) Tercukupinya jumlah kebutuhan tenaga Tenaga medis, proffesional dan non
medis.
2) Tercukupinya kebutuhan tenaga Tenaga medis, proffesional dan non medis yang
kompeten
3) Tercapainya kepuasan pelayanan kepada pelanggan
4) Sebagai acuan dalam penyusunan Pola Ketenangan berdasarkan kebutuhan dan
distribusinya.
5) Sebagai acuan dalam program rekruitmen Tenaga medis, profesional dan non
medis.
III. Pengertian

1. Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai
untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika
sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat
ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Deteksi pola
dasar disebut pengenalan pola. Pola yang paling sederhana didasarkan pada repetisi:
beberapa tiruan satu kerangka digabungkan tanpa modifikasi.
2. SDM Kesehatan (Sumber Daya Manusia Kesehatan) adalah seseorang yang bekerja
secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun
tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan.
3. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan /atau keterampilan melalui pendidikan formal di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan.
4. Standar Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh
seseorang tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun kerja sesuai dengan standar
profesional dan telah memperhitungkan waktlibur, sakit, dll.
5. Daftar Susunan Pegawai adalah jumlah pegawai yang tersusun dalam jabatan dan pangkat
dam kurun waktu tertentu yang diperlukan oleh organisasi untuk melaksanakan fungsinya.
6. Analisa Beban Kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara
menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan
persatuan waktu.
7. Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga
kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan.
8. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
9. Pola Tenaga Keperawatan adalah Jenid Kualifikasi, jumlah, komposisi, dan katagori dari
keseluruhan tenaga keperawatan.
10. Tenaga Keperawatan adalah tenaga perawat dan bidan (PP No 32/1996 tentang tenaga
kesehatan pasal 2)
B. RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Pedoman Pola Ketenagaan RSUD Banten


Ruang lingkup dari pedoman pola ketenagaan ini diantaranya meliputi :

- Pedoman Cara Perhitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan

C. TATA LAKSANA

I. Pedoman Cara Perhitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan

1. Pengelompokan Unit Kerja di Rumah Sakit


Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan ) harus memeperhatikan unit kerja yang
ada di RSUD Banten. Secara garis besar pengelompkkan unit kerja di unit keperawatan di
RSUD Banten sebagai berikut :
a. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
b. Kamar Bersalin
c. Rawat ICU
d. Perinatologi
e. Rawat Inap
f. Rawat Jalan
2. Model Pendekatan Dalam Perhitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
model pendekatan dalam perhitungan kebutuhan tenaga yang di gunakan di RSUD Banten
adalah :
Rawat Inap
Berdasarkan klasifikasi pasien
Cara perhitungan berdasarkan :
a. Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
b. Rata – rata pasien perhari
c. Jam perawatan yang diperlukan/hari/pasien
d. Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari
e. Jam kerja efektif setiap perawat/bidan 6 jam perhari
Contoh perhitungan dalam satu ruangan :

1. R. Isolasi
Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat di Ruang Isolasi (Berd. Depkes RI)
Rumus:

Kebutuhan perawat + Loss Day + Faktor Koreksi

1) Kebutuhan Perawat
No Kategori Rata-rata pasien/ Rata-rata jam Jumlah
hari rawatan/hari jam
rawatan

1 Penyakit dalam/ 2 5 10
dewasa

Kebutuhan perawat = Jumlah jam rawatan = 10 = 1,66 (dibulatkan) = 2 Perawat


Jam kerja per shift 6

2) Loss Day
Jumlah hari minggu 1 tahun + Cuti + Hari Besar x Jumlah Perawat
Jumlah Hari kerja Efektif (286)
= 52 + 12 + 14 x 2
286
= 0,54 perawat (dibulatkan)
= 1 Perawat

3) Faktor Koreksi (mengerjakan administrasi, dll)


Jumlah tenaga perawat + Loss day x 25
100
= 2 + 1 x 25
100
= 0,75 (dibulatkan)
= 1 perawat

Maka total kebutuhan perawat

Kebutuhan perawat + Loss Day + Faktor Koreksi = 2 + 1 + 1


= 4 perawat
Maka total staf yang dibutuhkan di R. Isolasi 4 orang
Sehubungan dengan untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan tenaga medis
dan pasien maka setiap sif terdiri dari 2 org perawat .Maka total perawat yang di
butuhkan, Kepala ruangan 1 org, Ka Tim 1 org, dan perawat pelaksana 7 org, jadi jumlah
keseluruhan 9 org

EVALUASI

Berdasarkan Perhitungan Pola Ketenagaan ada beberapa evaluasi kekurangan tenaga antara
lain :
1. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 340/Menkes/Per/III/2010 tentang
Kualifikasi Rumah Sakit, RSUD Banten adalah Rumah Sakit Pemerintah Kelas B maka
untuk Dokter Spesialis Dasar terdapat kekurangan antara lain
2. Untuk mencukupi kekurangan tenaga perawat dan bidan sementara dipenuhi dengan
adanya tenaga magang sampai adanya pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai formasi
PNS di RSUD BAnten / Pengangkatan Pegawai Non PNS BLUD.

Mengetahui

Ketua komite PPI

Dr ika Yasma Yanti,SpPK


1. RAWAT INAP

Bisnis Model Area Kapasitas

1. Ruang ganti umum


Pasien Poli Pasien rujukan Pasien
luar IGD 2. Ruang bersih dalam
6 TT
3. Ruang Nurse station
Admisi
4. Ruang rawat inap Pasien
5. Ruang Dokumentamintasi
Rekam medik 6. Ruang Kamar Mandi
Petugas
Rawat inap 7. Penenrangan lampu
8. Tempat cuci tangan 6 Orang
Pemeriksaan
dokter

Pemeriksaan
Penunjang

Rawat Biasa R ISOLASI

Rawat inap
Kelas I,
II,III
Kasir

Pulang

Anda mungkin juga menyukai