Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

1. NAMA
2. NAMA
3. NAMA
4. NAMA
5. NAMA
6. NAMA

SMK MANDIRI 01 PANONGAN KAB. TANGERANG


TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah alrabbi al‘alamin kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmatnya kepada kami dan seijin-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.

Dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak guru dan teman-teman yang telah
memberikan saran dan bantuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) .

Kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangan-
kekurangannya, dan kami sangat berbesar hati dan berlapang dada sekali apabili Bapak Guru,
teman-teman serta para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya.

Tangerang, 22 November 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu
faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya di negara-negara
Islam lain, terutama di Timur Tengah. Islam di Indonesia ternyata mampu berinteraksi dengan
budaya lokal, seperti bentuk masjid dan tata cara yang mengiringi ritual keagamaan. Masjid di
Demak adalah perpaduan dari budaya lokal dengan masjid, begitu pula upacara sekatenan di
Yogyakarta setiap bulan Maulud adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya lokal yang
terpadu dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.Kalau diteliti lebih jauh banyak
sekali keunikan dalam keberislaman di Indonesia. Oleh Azyumardi Azra fenomena tersebut
dikatakan sebagai bentuk akomodasi Islam di Indonesia. Dia membagi Islam dalam konteks
tradisi besar dan tradisi kecil.Tradisi besar adalah yang mengandung ajaran-ajaran pokok Islam,
seperti syahadat, shalat, dan puasa.Disamping tradisi besar itu, terdapat tradisi kecil yang
mengiringinya, seperti membawa obor ketika malam-malam ganjil setelah tanggal 20 Ramadhan
untuk mencari Lailatul Qadar.Dinamika inilah yang terjadi di Indonesia, sehingga warna
keislaman lebih bervariasi dibandingkan ditempat asalnya.

Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang
bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban Hindu-Budaha dari India, yang penyebaran
pengaruhnya tidak merata.Di Jawa telah mendalam, di Sumatera merupakan lapisan tipis, sedang
dipulau-pulau lain belum terjadi.Walaupun demikikan, Islam dapat cepat menyebar. Hal itu
disebabbkan Islam yang dibawa oleh kaum pedagang maupun para da’i dan ulama’,
bagaimanapun keislaman para da’i dan ulama’ masa awal, mereka semua menyiarkan suatu
rangkaian ajaran dan cara serta gaya hidup yang secara kualitatif lebih maju dari pada peradaban
yang ada. Dalam bidang perenungan teologi monoteisme dibandingkan teologi politeisme,
kehidupan masyarakat tanpa kasta, juga dalam dalam sufisme Islam lebih maju dan lebih
mendasar dari pada mistik pribumi yang dipengaruhi mistik Hindu-Budha.Demikian pula dalam
pengembangan intelektual dan keseniaan.

Dari sini, pembaca akan diajak untuk memahami tentang sejarah peradaban Islam di Indonesia
serta perkembangan-perkembangannya, baik dari perkembangan politik, seni budaya,
pendidikan, dan khususnya perkembangan intelektual Islam di Indonesia, meliputi
perkembangan fiqih beserta tokohnya, perkembangan tasawuf dan tarekat, aspek falsafah Islam,
perkembangan tafsir dan al-Qur’an, serta pembaharuan Islam di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana datang masuknya Islam di Indonesia?

2. Bagaimana perkembangan Islam di Indonesia?

3. Bagaimana corak pengamalan ajaran Islam di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan bagimana datang dan masuknya Islam di Indonesia.

2. Menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia.

3. Menjelaskan corak perkembangan ajaran Islam di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Datang dan Masuknya Islam di Indonesia

Di lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, ada tiga teori yang
berkembang. Teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia (Ahmad Mansur, 1996). Ketiga teori
tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam, asal negara, penyebar atau
pembawa Islam ke Nusantara.

1. Teori Mekah

Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari
Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh
yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang
ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958,
saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di
Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam
datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan
HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.

Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi,
melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka,
jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang
cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya
yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan
rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia
dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia
mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar
perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh
A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan
islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat
lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
2. Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat
pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran
dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari
Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di
Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam
ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat
yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis
terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-
kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan
dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje,
kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini
kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ”
di di depan namanya.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan
argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah
831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik
Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan
yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut
diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah
belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut
masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.

3. Teori Persia

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia
atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal
Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada
kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.

Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum
Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab
yang ditranslasi melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan,
misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari
Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-
ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas
politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta,
yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal
di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama
seperti kebanyak muslim di Iran.

2.2 Perkembangan Islam di Indonesia

Tersebarnya Islam keindonesia adalah melalui salura-saluran sebagai berikut:

Perdagangan, ang mempergunakan saran pelayaran.

Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama parapedagang.

Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, Mubalig dengan anak bangsawan
Indonesia.

Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang menetap, mereka menguasai kekuatan ekonomi
dibandar-bandar seperti Gresik. Selain menjadi pusat-pusat pendidikan, yang disebut pesantren,
di Jawa juga merupakan markas penggemblengan kader-kader politik. Misalnya, Raden Fatah,
Raja Islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel Denta; Sunan Gunung Jati, Sultan
Cirebon pertama adalah didikan pesantren Gunung Jati dengan syaikh Dzatu Kahfi; Maulana
Hasanuddin yang diasuh ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi Sultan Banten pertama.

Tasawuf dan Tarekat, sudah diterangkan pula bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula
para ulama, da’I, dan sufi pengembara. Kemudian mereka diangkat menjadi penasihat dan atau
pejabat agama di kerajaan. Seperti di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani,
Nurudin ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian pula kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai
penasuhat yang mempunyai gelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.Para sufi menyebarkan
Islam dengan dua cara:

a. Dengan membentuk kader Mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama
Islam didaerah asalnya

b. Melalui karya-karya tulis tersebar dan dan dibaca berbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh
adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.

6. Kesenian, saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah
seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, juga mempergunakan banyak cabang seni untuk
Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.

Penyebaran Islam secara kasar dapat dibgi dalam tiga tahap:


Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti oleh kemorosotan kemudian keruntuhan
Majapahit pada abad ke-14 sampai ke-15.

Kedua, sejak datang dan mapannya kekuaaan colonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19.

Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi” kebijaksanaan pemerintah
colonial Belanda di Indonesia.

A. Sumatera

Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai barat pulau
Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara . Hal ini mudah diterima akal, karena
wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal
dagang dari India ke Cina.

Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam,
banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan
wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di-Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga-
keluarga muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik
dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan
jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki
menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, dan tertarik masuk Islam.

Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai. Kerajaan ni berdiri pada
tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe (Aceh Utara), rajanya bernama Marah
Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh.

Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama
Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke
seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, peisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari
Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.

B. Jawa

Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama
Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah
Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi
Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa
jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para
da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur
hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.

Namun, penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat
tahun 1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.

Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang
masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M hingga abad-abad
berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses
pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi. Dan untuk masa-masa selanjutnya
pengembangan Islam di tanah Jawa dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian
terkenal dengan sebutan Wali Sanga (sembilan wali).

C. Sulawesi

Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang muslim dari Sumatera,
Malaka dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak terdapat
kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk kepercayaan Animisme dan
Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling besar dan terkenal adalah kerajaan
Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang.

Pada tahun 1562 – 1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo
berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar dan Luwu.

Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan
Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu Pada masa itu, di Gowa Tallo telah
terdapat kelompok-kelompok masyarakat muslim dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian
atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi
lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa
yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. dan
diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.

Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya.
Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukan dan di-Islamkan. Demikian juga Bone, berhasil
ditaklukan pada tahun 1611 M.

D. Kalimantan

Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu


yang berpusat di Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara dan
Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah
seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab
“Negara Kertagama” karya Empu Prapanca.

Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur.
Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para
muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.

Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi
dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak
mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader
yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari.

Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu
adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.

a. Kalimantan Selatan

Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk
sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di
Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan
Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam. Dalam peperangan
itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta
kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan
Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah.
Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan
Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan Musta’in Billah.
Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin,
Sampit Medawi, dan Sambangan.

b. Kalimantan Timur

Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama
besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. sehingga raja Kutai (raja
Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan
hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid.

Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Proses penyebaran
Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. raja Mahkota berusaha
menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah
Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.

E. Maluku.

Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya
tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka
atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di
kepulauan ini.Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440
dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i yang dididik
oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun
menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah
Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di
Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan
, yaitu Ternate dan Tidore.

Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :

a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).

b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam
menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.

c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.

d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.

e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh
raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan
Pulau Gebi.

2.3 Corak Pengamalan Ajaran Islam di Indonesia

A. Islam Sebagai Pengamalan atau praktek

Islam sebagai pengamalan adalah budaya manusia, bukan aturan Allah, namun respon manusia
dalam menjalankan aturan Allah yang tertera dalam din dan syari’at. Wahyu merupakan nilai
luhur atau pesan moral bila tidak dioperasionalkan dalam menciptakan sistem sebagai instrumen
untuk mengimplementasikan nilai maksud, maka tidak akan berfungsi membangun peradaban
dan memecahkan masalah kehidupan. Manusia memperoleh pengethuan agama melalui
periwayatan berkesinambungan dari orang-orang terpercaya dan tidak mungkin berdusta 9at-
tawatur). Kebenaran pengetahuan agama dapat pula diperoleh melalui bukti-bukti historis,
argumen-argumen rasional dan pengalaman pribadi.

Ajaran agama merupakan pandangan hidup bagi pemeluknya. Maksudnya, manakala seseorang
memeluk agama tertentu, maka dia akan menjadikan ajaran agama tersebut sebagai panduan
dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Jika dia menyatakan dirinya sebagai Muslim, maka
ajaran Islam-lah yang dijadikan panduan/patokan/ukuran baik-buruk kehidupannya. Kita
mungkin mengenal panduan berperilaku, misalnya mencela Tuhan agama lain adalah perbuatan
buruk menurut ajaran Islam, karenanya Muslim dilarang melakukannya dan kitapun tidak
melakukannya. Berarti kita berbuat sesuai dengan panduan, sesuai dengan ajaran agama Islam.
Kalau ada seorang Muslim yang mencela Tuhan agama lain maka dia berbuat yang tidak sesuai
dengan ajaran agamanya. Antara Sadar dengan Tidak Bila hal ini dilakukan dengan kesadaran,
artinya dia sudah tahu tapi tetap saja mencela, maka Muslim tersebut tidak menjadikan ajaran
Islam sebagai pandangan hidupnya. Dan ini merupakan dosa yang paling besar dalam Islam.
Sebab seorang yang tidak menjadikan Islam sebagai pandangan hidup maka dirinya termasuk
kategori kafir (artinya: menolak). Demikian pula dalam ajaran agama manapun, kalau ada
pemeluk agama yang tidak menggunakan agamanya sebagai pandangan hidup, maka dapat
dikatakan mereka itu telah “kafir” dari agamanya masing-masing. Tentu saja, istilah kafir itu
hanya digunakan oleh Muslim untuk menyebut selainnya. Sedangkan agama selain Islam
memiliki istilah tersendiri sebagai padanan kata “kafir”. Namun bila dilakukan dengan tanpa
kesadaran, misalnya karena dirinya tidak tahu bahwa hal yang tersebut dilarang dalam Islam,
maka perbuatan mencelanya tadi termasuk perbuatan pelanggaran. Pelanggaran tersebut akan
mendapatkan dosa, namun tidak sebesar dosa kafir. Panduan Berpikir dan Berperasaan Akan
halnya dengan panduan berpikir dan berperasaan? Sama halnya dengan penjelasan sebelumnya,
seorang Muslim hendaknya berperasaan sesuai dengan ajaran agamanya, yakni yang bersumber
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apabila Islam menilai berjilbab itu baik, bahkan merupakan
suatu kewajiban, maka setiap Muslim harus belajar menyukainya. Kita harus belajar
menundukkan perasaan, yang tadinya mungkin tidak suka, merasa gerah, malu saat wanitanya
mengenakan jilbab, semua itu dirubah sedikit demi sedikit menjadi mencintai jilbab sampai-
sampai malu kalau wanitanya tidak mengenakan jilbab. Apabila ada wanita tidak berjilbab atau
bahkan buka-bukaan, maka kita harus merasa risih dan berusaha mengingatkannya agar segera
menutup aurot (bagian tubuh yang harus ditutupi)nya. Inilah yang disebut penghayatan.
Seseorang yang merasa senang ketika sesuatu telah sesuai dengan ajaran agamanya disebut telah
menghayati agamanya.

B. Bentuk pengamalan ajaran Islam

Islam diciptakan bukan untuk sekedar menjadi teori melainkan untuk diaplikasikan. Pengamalan
Islam harus pula dilakukan secara “II” (Ikhlas & Istiqamah). Contoh pengamalan Islam sebagai
agama misalnya : negara yang penduduknya sebagian besar muslim seharusnya menjadi negara
yang bebas korupsi karena Islam mengajarkan tentang kejujuran dan amanah.

Salah satu pengamalan ajaran Islam yang paling dasar adalah kesadaran tentang kerapian dan
kebersihan. Islam mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Bersih dapat dilihat
dari hal-hal yang paling pribadi seperti kamar, kamar mandi, dan bagian rumah kita yang lain.
Kata kunci untuk menjaga kerapihan sesungguhnya sederhana yaitu tertib menyimpan kembali
segala sesuatu pada tempatnya.

C. Mengamalkan Ajaran Islam Dalam Masyarakat

Agama Islam mendorong kehidupan masyarakat untuk menjadi “orang berilmu yang
mengajarkan ilmunya (‘aaliman), atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar
(mustami’an), dan tidak boleh menjadi kelompok keempat (rabi’an), yang tidak ada aplikasi ilmu
dalam kehidupan bermasyarakat, serta lalai di dalam menyerap informasi, atau enggan
mendengar.

Pendidikan dan menuntut ilmu adalah satu kewajiban asasi anak manusia. Dengan ilmu,
seseorang akan menjadi ikhlas, cerdas, pintar, berakhlak, beradat dan beramal shaleh, yang
menciptakan hasanah pada diri, kerluarga, serta di tengah nagari dan masyarakatnya.

Salah satu bentuk peningkatan pengamalan agama, memacu bidang pendidikan, atau upaya
intensif membentuk sumber daya manusia pintar, cekatan, berilmu, mampu, kreatif dan
produktif, yang kait berkait dengan peningkatan kemampuan masyarakat dari sisi ekonomi,
pemanfaatan lahan dan sumber daya tersedia, serta mendorong partisipasi anak nagari,
menjelmakan kebaikan untuk diri, kerluarga, kemaslahatan, dan kemajuan generasi bangsa pada
umumnya.

Tujuan ini mungkin diraih dengan program pendidikan melalui proses pembelajaran terpadu,
terintegrasi antara konsep dan aplikasi, disertai peningkatan kesadaran seluruh masyarakat.

Pekerjaan ini perlu semangat (spirit) dan kearifan (political will) dalam pengalokasian sumber-
sumber pendukung guna menguatkan jaringan pengertian (networking) dalam tatanan
bermasyarakat di Kabupaten Agam, baik antara individu kelompok keluarga, ataupun antara
ranah dan rantau.

Pengalaman dengan berbagai catatan, tentang potensi yang ada, serta tantangan menerjemahkan
situasi kondisi di tengah kompetisi global tanpa sekat (borderless), sangat berguna untuk
menetapkan kebijakan.

Bimbingan agama (syarak) menyatakan, “menuntut ilmu wajib, bagi setiap lelaki dan perempuan
muslim” (Al-Hadist). Pesan Rasul SAW mengingatkan, “ingin berhasil di dunia, dengan ilmu,
meraih akhirat dengan ilmu, dan ingin kedua-duanya dengan ilmu” (Al-Hadist).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu, Majapahit
masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia. Masyarakat
Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan, sama
seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui aktifitas niaga, masyarakat
Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran
Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka terhadap budaya
asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan melalui
aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.

Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan
tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan
selanjutnya bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti samudera pasai
dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.

3.2 Saran

Kami sebagai pembuat makalah bukanlah makhluk yang sempurna. Apabila ada kalimat yang
tidak berkenan pada tempatnya. Kami berharap kritik dan saran dari Bapak pembimbing dan
rekan mahasiswa/i sekalian yang bersifat membangun agar kami bisa membuat makalah yang
lebih baik pada waktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Tim dosen PAI UNP.2009.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Padang:
Unp Pres.

Husnan, Djaelan, dkk. 2009. Islam Integral Membangun Kepribadian Islami. Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta.

http://safirasafitriaulia.blogspot.com/2010/11/takwa-pengamalan-ajaran-islam-secara.html

http://safirasafitriaulia.blogspot.com/2010/11/takwa-pengamalan-ajaran-islam-secara.html

http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=pendisdanpembangunan#.Up8Xr2dSm00

Anda mungkin juga menyukai