Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH MATEMATIKA (MATH HISTORY)

Pengertian Sejarah Matematika

Cabang pengkajian yang dikenal sebagai sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal
mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya, penyelidikan terhadap metode
dan notasi matematika di masa silam.

Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-contoh
tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami kemilau hanya di beberapa tempat.
Tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton 322 (matematika Babilonia
sekitar 1900 SM), Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800 SM) dan
Lembaran Matematika Moskwa (matematika Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu
membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya menjadi
pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri.

Sumbangan matematikawan Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui


pengenalan penalaran deduktif dan kekakuan matematika di dalam pembuktian matematika) dan
perluasan pokok bahasan matematika. Kata "matematika" itu sendiri diturunkan dari kata Yunani
kuno, μάθημα (mathema), yang berarti "mata pelajaran". Matematika Cina membuat sumbangan
dini, termasuk notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan
operasinya, digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui kuliah pada milenium
pertama Masehi di dalam matematika India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika
Islam. Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas pengetahuan
matematika ke peradaban ini. Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab tentang matematika
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan
matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.

Dari zaman kuno melalui Zaman Pertengahan, ledakan kreativitas matematika seringkali diikuti
oleh abad-abad kemandekan. Bermula pada abad Renaisans Italia pada abad ke-16,
pengembangan matematika baru, berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, dibuat pada
pertumbuhan eksponensial yang berlanjut hingga kini.

Matematika Prasejarah

Asal mula pemikiran matematika terletak di dalam konsep bilangan, besaran, dan bangun.
Pengkajian modern terhadap fosil binatang menunjukkan bahwa konsep ini tidak berlaku unik
bagi manusia. Konsep ini mungkin juga menjadi bagian sehari-hari di dalam kawanan pemburu.
Bahwa konsep bilangan berkembang tahap demi tahap seiring waktu adalah bukti di beberapa
bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara "satu", "dua", dan "banyak", tetapi bilangan
yang lebih dari dua tidaklah demikian.

Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo, ditemukan di
pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000 SM. Tulang ini berisi
29 torehan yang berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon. Terdapat bukti
bahwa kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30
goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda. Juga artefak prasejarah
ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000 tahun,
menunjukkan upaya dini untuk menghitung waktu.

Tulang Ishango, ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur laut Kongo), berisi sederetan
tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang itu. Tafsiran umum adalah bahwa
tulang Ishango menunjukkan peragaan terkuno yang sudah diketahui tentang barisan bilangan
prima atau kalender lunar enam bulan. Periode Predinastik Mesir dari milenium ke-5 SM, secara
grafis menampilkan rancangan-rancangan geometris. Telah diakui bahwa bangunan megalit di
Inggris dan Skotlandia, dari milenium ke-3 SM, menggabungkan gagasan-gagasan geometri
seperti lingkaran, elips, dan tripel Pythagoras di dalam rancangan mereka.

Mesopotamia

Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa
Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.
Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk
belajar. Pada zaman peradaban helenistik Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika
Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan
Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian
Matematika Islam.

Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika


Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an.
Ditulis di dalam tulisan paku, lempengan ditulisi ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di
dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.

Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban
kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM.
Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan
tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini
sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600
SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan
bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi
tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan
Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.

Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah
diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360
(60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur
lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika
didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang Mesir,
Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-
angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam
sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai
tempat suatu simbol seringkali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.

Mesir

Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak
peradaban helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa tertulis bagi kaum
terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani
dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir
berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab
menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.

Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut
juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM
tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah
yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika
dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan
pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya,
termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan
pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6).
Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika
dan geometri.

Juga tiga unsur geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling
sederhana mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh hampiran π yang akurat
kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran; dan (3) ketiga,
penggunaan terdini kotangen.

Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman Kerajaan
Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang
barangkali ditujukan sebagai hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus karena
soal itu memberikan metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal: "Jika Anda dikatakan:
Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang di bawah dan 2 satuan
panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama
dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama
dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice,
sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."

Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM) menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat
menyelesaikan persamaan aljabar orde dua.

Matematika Yunani

Matematika Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun
600 SM sampai 300 M. Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania
bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan
bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung kadang-kadang
disebut Matematika Helenistik.

Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh kebudayaan-
kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang masih terpelihara
menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang
digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan
penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari
definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.

Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM)
dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh
mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia.
Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan
astronomi dari pendeta Mesir.

Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida


dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan
penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari
teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi
pertama yang menghasilkan temuan matematika. Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras,
yang mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah
"semua adalah bilangan". Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan
merekalah yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai
penemu bukti pertama teorema Pythagoras, meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki
sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan metoda kelelahan, sebuah rintisan
dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum
logika. Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh
matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut.
Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke-
20. Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen menyertakan
bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan
prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk menemukan bilangan prima.

Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse menggunakan metoda kelelahan
untuk menghitung luas di bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga, dan
memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi. Dia juga mengkaji spiral yang
mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem rintisan untuk
menyatakan bilangan yang sangat besar.

Matematika Cina

Matematika Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari
belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil pengembangan yang
mandiri. Tulisan matematika yang dianggap tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching,
berangka tahun antara 1200 SM sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup
masuk akal.

Hal yang menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah sistem notasi
posisional bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan batang" di mana sandi-sandi yang
berbeda digunakan untuk bilangan-bilangan antara 1 dan 10, dan sandi-sandi lainnya sebagai
perpangkatan dari sepuluh. Dengan demikian, bilangan 123 ditulis menggunakan lambang untuk
"1", diikuti oleh lambang untuk "100", kemudian lambang untuk "2" diikuti lambang utnuk "10",
diikuti oleh lambang untuk "3". Cara seperti inilah yang menjadi sistem bilangan yang paling
canggih di dunia pada saat itu, mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode masehi dan
tentunya sebelum dikembangkannya sistem bilangan India. Bilangan batang memungkinkan
penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan memungkinkan perhitungan yang dilakukan
pada suan pan, atau (sempoa Cina). Tanggal penemuan suan pan tidaklah pasti, tetapi tulisan
terdini berasal dari tahun 190 M, di dalam Catatan Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu
Yue.

Karya tertua yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan kanonik
filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh para pengikut Mozi (470–390 SM).
Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang berkaitan dengan ilmu fisika, dan
juga memberikan sedikit kekayaan informasi matematika.

Pada tahun 212 SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua buku di dalam
Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi diakui pemerintah haruslah dibakar. Dekret ini tidak
dihiraukan secara umum, tetapi akibat dari perintah ini adalah begitu sedikitnya informasi
tentang matematika Cina kuno yang terpelihara yang berasal dari zaman sebelum itu. Setelah
pembakaran buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202 SM–220 M) menghasilkan karya
matematika yang barangkali sebagai perluasan dari karya-karya yang kini sudah hilang. Yang
terpenting dari semua ini adalah Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang
muncul dari tahun 179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang berbeda. Ia terdiri
dari 246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan geometri yang
menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk menara pagoda Cina,
teknik, survey, dan bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga menggunakan prinsip Cavalieri
tentang volume lebih dari seribu tahun sebelum Cavalieri mengajukannya di Barat. Ia
menciptakan bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk
eliminasi Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.

Sebagai tambahan, karya-karya matematika dari astronom Han dan penemu Zhang Heng (78–
139) memiliki perumusan untuk pi juga, yang berbeda dari cara perhitungan yang dilakukan oleh
Liu Hui. Zhang Heng menggunakan rumus pi-nya untuk menentukan volume bola. Juga terdapat
karya tertulis dari matematikawan dan teoriwan musik Jing Fang (78–37 SM); dengan
menggunakan koma Pythagoras, Jing mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna menghampiri 31
oktaf. Ini kemudian mengarah pada penemuan 53 temperamen sama, dan tidak pernah dihitung
dengan tepat di tempat lain hingga seorang Jerman, Nicholas Mercator melakukannya pada abad
ke-17.

Bangsa Cina juga membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang dikenal sebagai
kotak ajaib dan lingkaran ajaib, dijelaskan di zaman kuno dan disempurnakan oleh Yang Hui
(1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung nilai pi
sampai tujuh tempat desimal, yang bertahan menjadi nilai pi paling akurat selama hampir 1.000
tahun.

Bahkan setelah matematika Eropa mulai mencapai kecemerlangannya pada masa Renaisans,
matematika Eropa dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan menurunnya hasil
matematika Cina secara signifikan, hingga para misionaris Jesuit seperti Matteo Ricci membawa
gagasan-gagasan matematika kembali dan kemudian di antara dua kebudayaan dari abad ke-16
sampai abad ke-18.

Matematika India

Peradaban terdini anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus yang mengemuka di antara
tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai Indus. Kota-kota mereka teratur secara
geometris, tetapi dokumen matematika yang masih terawat dari peradaban ini belum ditemukan.

Matematika Vedanta dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha Brahmana (kira-kira abad
ke-9 SM), menghampiri nilai π, dan Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) yang merupakan
tulisan-tulisan geometri yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan
akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan; memberikan
metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri persegi yang diberikan, menyelesaikan
persamaan linear dan kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan
memberikan pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.

Pāṇini (kira-kira abad ke-5 SM) yang merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta. Notasi
yang dia gunakan sama dengan notasi matematika modern, dan menggunakan aturan-aturan
meta, transformasi, dan rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam
risalahnya prosody menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner.
Pembahasannya tentang kombinatorika meter bersesuaian dengan versi dasar dari teorema
binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang bilangan Fibonacci (yang disebut
mātrāmeru).

Surya Siddhanta (kira-kira 400) memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan balikan
sinus, dan meletakkan aturan-aturan yang menentukan gerak sejati benda-benda langit, yang
bersesuaian dengan posisi mereka sebenarnya di langit. Daur waktu kosmologi dijelaskan di
dalam tulisan itu, yang merupakan salinan dari karya terdahulu, bersesuaian dengan rata-rata
tahun siderik 365,2563627 hari, yang hanya 1,4 detik lebih panjang daripada nilai modern
sebesar 365,25636305 hari. Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa Latin
pada Zaman Pertengahan.

Aryabhata, pada tahun 499, memperkenalkan fungsi versinus, menghasilkan tabel trigonometri
India pertama tentang sinus, mengembangkan teknik-teknik dan algoritma aljabar, infinitesimal,
dan persamaan diferensial, dan memperoleh solusi seluruh bilangan untuk persamaan linear oleh
sebuah metode yang setara dengan metode modern, bersama-sama dengan perhitungan
[astronomi] yang akurat berdasarkan sistem heliosentris gravitasi. Sebuah terjemahan bahasa
Arab dari karyanya Aryabhatiya tersedia sejak abad ke-8, diikuti oleh terjemahan bahasa Latin
pada abad ke-13. Dia juga memberikan nilai π yang bersesuaian dengan 62832/20000 = 3,1416.
Pada abad ke-14, Madhava dari Sangamagrama menemukan rumus Leibniz untuk pi, dan,
menggunakan 21 suku, untuk menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.

Perkembangan Kalkulus

Sejarah perkembangan kalkulus bisa diketahui pada beberapa periode zaman, yaitu zaman kuno,
zaman pertengahan, dan zaman modern. Pada periode zaman kuno beberapa pemikiran tentang
integral kalkulus telah muncul, namun tidak dikembangkan dengan baik dan sistematis.
Perhitungan volume dan luas, fungsi utama dari integral kalkulus, bisa ditelusuri kembali pada
Papirus Moskow Mesir (1800 SM), yang mana orang Mesir menghitung volume dari frustrum
piramid. Archimedes mengembangkan pemikiran ini lebih jauh, menciptakan heuristik yang
menyerupai integral kalkulus.

Pada zaman pertengahan, matematikawan India, Aryabhata, menggunakan konsep kecil tak
terhingga pada tahun 499 dan mengekspresikan masalah astronomi dalam bentuk persamaan
diferensial dasar Persamaan ini kemudian mengantar Bhāskara II di abad ke-12 mengembangkan
bentuk awal turunan yang mewakili perubahan yang sangat kecil tak terhingga dan menjelaskan
bentuk awal dari “Teorema Rolle”.

Sekitar tahun 1000, matematikawan Irak Ibn al-Haytham (Alhazen) menjadi orang pertama yang
menurunkan rumus untuk menghitung hasil jumlah pangkat empat, dan menggunakan induksi
matematika. Pada abad ke-12, seorang Persia Sharaf al-Din al-Tusi menemukan turunan dari
fungsi kubik, sebuah hasil yang penting dalam diferensial kalkulus. Pada abad ke-14, Madhava,
bersama dengan matematikawan-astronom dari Sekolah Astronomi dan Matematika Kerala,
menjelaskan kasus khusus dari deret Taylor, yang dituliskan dalam teks Yuktibhasa

Sedangkan pada zaman modern, penemuan independen terjadi pada awal abad ke-17 di Jepang
oleh matematikawan seperti Seki Kowa. Di Eropa, beberapa matematikawan seperti John Wallis
dan Isaac Barrow memberikan terobosan dalam kalkulus. James Gregory membuktikan sebuah
kasus khusus dari Teorema Fundamental Kalkulus pada tahun 1668.

Kegunaan Kalkulus

Kalkulus digunakan di setiap cabang sains fisik, sains komputer, statistik, teknik, ekonomi,
bisnis, kedokteran, dan di bidang-bidang lainnya. Setiap konsep di mekanika klasik saling
berhubungan melalui kalkulus. Salah satu penggunaan kalkulus yaitu pada penggunaan hukum
gerak Newton.

Kalkulus juga digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih detail mengenai ruang,
waktu, dan gerak. Selama berabad-abad, matematikawan dan filsuf berusaha untuk memecahkan
paradoks yang meliputi pembagian bilangan dengan nol ataupun jumlah dari deret tak terhingga.
Seorang filsuf Yunani kuno memberikan beberapa contoh terkenal seperti paradoks Zeno.
Kalkulus memberikan solusi, terutama limit dan deret tak terhingga, yang kemudian berhasil
memecahkan paradoks tersebut.

Berdasarkan Tokoh

1. Thales (624-550 SM)

Dapat disebut matematikawan pertama yang merumuskan teorema atau proposisi, dimana tradisi
ini menjadi lebih jelas setelah dijabarkan oleh Euclid. Landasan matematika sebagai ilmu terapan
rupanya sudah diletakan oleh Thales sebelum muncul Pythagoras yang membuat bilangan.

2. Pythagoras (582-496 SM)

Pythagoras adalah orang yang pertama kali mencetuskan aksioma-aksioma, postulat-postulat


yang perlu dijabarkan ter lebih dahulu dalam mengembangkan geometri. Pythagoras bukan orang
yang menemukan suatu teorema Pythagoras namun dia berhasil membuat pembuktian
matematis. Persaudaraan Pythagoras menemukan sebagai bilangan irrasional.
3. Socrates (427-347 SM)

Ia merupakan seorang filosofi besar dari Yunani. Dia juga menjadi pencipta ajaran serba cita,
karena itu filosofinya dinamakan idealisme. Ajarannya lahir karena pergaulannya dengan kaum
sofis. Plato merupakan ahli piker pertama yang menerima paham adanya alam bukan benda.

4. Ecluides (325-265 SM)

Euklides disebut sebagai “Bapak Geometri” karena menemuka teori bilangan dan geometri.
Subyek-subyek yang dibahas adalah bentuk-bentuk, teorema Pythagoras, persamaan dalam
aljabar, lingkaran, tangen,geometri ruang, teori proporsi dan lain-lain. Alat-alat temuan
Eukluides antara lain mistar dan jangka.

5. Archimedes (287-212 SM)

Dia mengaplikasikan prinsip fisika dan matematika. Dan juga menemukan perhitungan π (pi)
dalam menghitung luas lingkaran. Ia adalah ahli matematika terbesar sepanjang zaman dan di
zaman kuno. Tiga kaaarya Archimedes membahas geometri bidang datar, yaitu pengukuran
lingkaran, kuadratur dari parabola dan spiral.

6. Appolonius (262-190 SM)

Konsepnya mengenai parabola, hiperbola, dan elips banyak memberi sumbangan bagi astronomi
modern. Ia merupakan seorang matematikawan tang ahli dalam geometri. Teorema Appolonius
menghubungkan beberapa unsur dalam segitiga.

7. Diophantus (250-200 SM)

Ia merupakan “Bapak Aljabar” bagi Babilonia yang mengembangkan konsep-konsep aljabar


Babilonia. Seorang matematikawan Yunani yang bermukim di Iskandaria. Karya besar
Diophantus berupa buku aritmatika, buku karangan pertama tentang system aljabar. Bagian yang
terpelihara dari aritmatika Diophantus berisi pemecahan kira-kira 130 soal yang menghasilkan
persamaan-persamaan tingkat pertama.
TUGAS MATEMATIKA
REMEDIAL SEJARAH MATEMATIKA

DISUSUN OLEH :

1. NAMA

2. NAMA

3. NAMA

Anda mungkin juga menyukai