Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERTEMUAN 4

MATEMATIKA AWAL PERADABAN MANUSIA


Oleh: Muhammad Khoiril Akhyar, M.Pd.

A. MATEMATIKA MESIR KUNO


1. Catatan Sejarah Matematika di Mesir Kuno
Dengan pengecualian ilmu astronomi, matematika adalah sains pasti tertua dan paling
diminati oleh umat manusia dari generasi ke generasi. Kita sering mendengan bahwa dalam
matematika segala sesuatu akan selalu mengacu kepada matematika Yunani. Kenyataannya
bangsaa Yunani sendiri mengungkapkan gagasan-gagasan tentang dari mana matematika
berasal. Salah satunya adalah seperti yang digagas oleh Aristoteles dalam karyanya yang
berjudul Metaphysics: “sains-sains matematika berasal dari kawasan Mesir, karena di sana
kaum yang sekelas pendeta memiliki waktu luang yang cukup”.
Pandangan lebih luas menyebutkan bahwa matematika muncul karena adanya kebutuhan-
kebutuhan praktis. Bangsa mesir membutuhkan aritmetika sederhana untuk melakukan
transaksi dalam kegiatan berdagang, pemerintah membutuhkannya untuk menghitung
pemungutan pajak, menghitung gaji, menyusun kalender, serta geometri untuk melakukan
pengukuran luas tanah yang terhapus batasnya karena sungai Nil yang sering meluap.
2. Sistem Bilangan Mesir Kuno
Batu Rosetta dan Kunci Membuka Peradaban Mesir Kuno
Satu temuan penting di Iskandariah terjadi lantaran invasi Napoleon atas Mesir. Pada
Agustus 1799, penjelajah Prancis, Bouchard, menemukan sebuah batu marmer besar dengan
ukuran pan- jang 114 cm dan lebar 72 cm. Pada permukaannya, terdapat tulisan dengan tiga
aksara yang berbeda. Benda itu ditemukan di Kota Rashid (bahasa Prancis: Rosette), yang
berja rak sekitar 55 km arah timur- laut Iskandariah. Oleh karena itu, namanya populer
sebagai Batu Rosetta.

Gambar 4.1. Batu Rosetta

Penemuan Batu Rosetta terhitung signifikan bagi studi atas kebudayaan-kebudayaan kuno.
Tulisan pada permukaannya diduga merupakan karya kaum pendeta Memphis. Isinya adalah
puji-pujian terhadap Ptolemy V, raja Mesir periode 204-181 SM.

16 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
Yang menarik adalah, seluruh tulisan itu dibuat dalam dua bahasa, yakni Mesir dan Yunani,
dengan memakai tiga abjad yang berbeda, yaitu Hi-eroglif, Demotik (keduanya dari Mesir
Kuno), dan Yunani. Oleh karena itu, penemuan Batu Rosetta amat membantu proses
penerjemahan prasasti-prasasti Mesir Kuno, yang sampai saat itu belum bisa dilakukan.
Dua orang ilmuwan berjasa dalam membongkar makna tulisan yang tergurat pada Batu
Rosetta.Mereka adalah Thomas Young (meninggal 1829) dari Inggris dan Jean-Francois
Champollion (meninggal 1832) dari Prancis. Setelah Prancis hengkang dari Mesir pada 1801,
benda yang tak ternilai harganya itu menjadi milik Kerajaan Inggris.
Sampai saat ini, Batu Rosetta dapat dilihat di ruang pameran British Museum, London.
Sepanjang abad ke-19, Iskandariah tidak jauh berbeda daripada kota-kota di Mesir.

Bilangan Hieroglif
Awal mula Hieroglif ditemukan pada dinding Kuil di Mesir sehingga diyakini memiliki nilai
keagamaan, oleh karena itu disebut “hieroglyphics” yang berarti “tulisan suci”. Kenyataan
yang terjadi adalah dalam hieroglif banyak berisikan sistem bilangan. Terdapat simbol-
simbol untuk satuan, puluhan, ratusan, dan semua perpangkatan dari sepuluh hingga satu
juta.

Gambar 4.2. Hieroglif yang ditulis dari atas kebawah, kanan ke kiri

Gambar 4.3. Angka Dasar Hieroglif

Untuk mewakili suatu bilangan, simbol-simbol yang ditampilkan dalam gambar 4.2 bileh
diulang sebanyak yang diperlukan. Contoh pada penulisan 231 maka akan dituliskan:

(ditulis dari kanan ke kiri)


Sedangkan untuk pecahan, bangsa mesir memakai simbol “ro”” ”. Berikut adalah
beberapa contoh:

17 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
Perhatikan bahwa ketika bilangan yang mengandung terlalu banyak simbol “bagian”,
ditempatkan di atas bilangan bulat, seperti dalam 1/249, maka simbol “bagian” ditempatkan
di atas “bagian pertama” bilangan. Symbol diletakkan di atas bagian pertama karena
bilangan ini dibaca dari kanan ke kiri.
Kita harus menunjukkan bahwa hieroglif tidak tetap sama sepanjang dua ribu tahun atau
lebih dari peradaban Mesir kuno. Peradaban ini dipecah menjadi tiga periode berbeda:
 Kerajaan tua – sekitar 2700 SM sampai 2200 SM
Bukti dari penggunaan matematika di Kerajaan tua adalah langka, tapi dapat
disimpulkan dari contoh catatan pada satu tembok dekat mastaba di Meidum yang
memberikan petunjuk untuk kemiringan lereng dari mastaba. Garis pada diagram
diberi jarak satu cubit dan memperlihatkan penggunaan dari unit dari pengukuran.
 Kerajaan Tengah – sekitar 2100 SM sampai 1700 SM
Dokumen matematis paling awal yang benar tertanggal antara dinasti ke-12.
Papirus Matematis Rhind yang tertanggal pada Periode Perantara (ca 1650 BC)
berdasarkan satu teks matematis tua dari dinasti ke-12. Papyrus Matematis Moscow
dan papyrus Matematis Rhind adalah teks masalah matematis. Terdiri dari satu
koleksi masalah dengan solusi. Teksini mungkin telah ditulis oleh seorang guru atau
satu murid yang terlibat dalam pemecahan masalah matematika.
 Kerajaan Baru – sekitar 1600 SM sampai 1000 SM
Selama Kerajaan Baru masalah matematis disebutkan pada Papyrus Anastasi 1, dan
Wilbour Papyrus dari waktu Ramesses III mencatat pengukuran lahan. Angka
hieroglif agak berbeda dalam periode yang berbeda, namun secara umum
mempunyai style serupa. Sistem bilangan lain yang digunakan orang Mesir setelah
penemuan tulisan di papirus, terdiri dari angka hieratic. Seperti hieroglif, simbol
hieratic berubah dari waktu ke waktu tetapi mereka mengalami perubahan lagi
dengan enam periode yang berbeda. Awalnya simbol-simbol yang digunakan cukup
dekat hubungannya dengan tulisan hieroglif namun bentuknya menyimpang dari
waktu ke waktu. Versi yang diperlihatkan dari angka hieratic dari sekitar 1800 SM.
Kedua system berjalan secara parallel selama sekitar 2000 tahun dengan simbol
hieratic yang digunakan dalam menulis di papirus, seperti misalnya dalam papyrus
Rhind dan papyrus Moskow, sementara hieroglif terus digunakan ketika dipahat
pada batu.

3. Perkembangan Matematika Mesir Kuno


Operasi Penjumlahan dan Pengurangan
Teknik yang digunakan oleh orang Mesir untuk ini pada dasarnya sama dengan yang
digunakan oleh matematikawan modern sekarang. Orang Mesir melakukan operasi
penjumlahan dengan menggabungkan simbol.

Operasi Perkalian, Pembagian dan Papirus Rhind


Papirus Rhind diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah
salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM.
Papirus Rhind sendiri atau biasa disebut Ahmes adalah suatu risalah matematika yang
menyerupai buku pentunjuk praktis dan mengandung 85 soal yang ditulis dengan huruf

18 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
hieratik oleh penulis Ahmes. Papirus Rhind adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika
dan geometri termasuk didalamnya perkalian dan pembagian.
Metode perkalian Mesir dalam Papirus Rhind cukup pintar, tapi bisa memakan waktu lebih
lama daripada metode modern. Ini adalah bagaimana mereka mencari 13 x 12:

Caranya: Cari di tabel kiri yang di jumlahkan hasilnya 13 kemudian di tandai dengan tanda *,
kemudian jumlahkan bagian tabel kanan yang sudah ditandai * di table sebelah kiri. sehingga
hasil jumlah di table kanan itulah yang merupakan hasil kali dari 13 x 12 = 156.
Cara mereka melakukan pembagian sama dengan perkalian mereka. Untuk masalah 98/7,
mereka berpikir masalah ini sebagai 7 kali beberapa nomor sama dengan 98. Sekali lagi
masalah itu bekerja di kolom.

2 + 4 + 8 = 14 14 + 28 + 56 = 98

Kali ini angka di kolom kanan ditandai jumlah yang ke 98 maka angka yang sesuai di kolom
kiri dijumlahkan untuk mendapatkan hasil bagi.

Volume Limas dan Papirus Moskow


Papirus Moskow diperkirakan berasal dari sekitar 460-455 S.M. Sewaktu Abraham V.S
Golenishchev memperolehnya di tahun 1893 dan membawanya ke Moskow.
Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan.
Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu memberikan metoda untuk
memperoleh volume limas terpenggal:
"Jika Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang di
bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16. Anda
menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda
menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2.
Anda ambil dua kali lipat dari 28, sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56.
Anda memperoleh kebenaran."

Geometri dan Dasar Pythagoras


Pada tahun 2450 SM, orang-orang Mesir kuno telah memulai perhitungan tentang unsur-
unsur segitiga dan menemukan segitiga keramat dengan sisi-sisi 3, 4 dan 5. Dalam
perancangan Piramida Cherpen, orang-orang Mesir Kuno menggunakan konsep Segitiga Suci
Mesir (Sacred Triangle) dengan perbandingan sisi-sisinya 3:4:5 yang dengan nama lain
disebut sebagai segitiga Phytagorean dan pada Piramida Khufu disebut Segitiga Emas (The
Golden Triangle). Dengan mengukur batang menurut garis dari jaringan geometri

19 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
diheptagonal. Proyek Piramida Cherpen dan Khufu menggunakan metode pengukuran dan
nilai esoteric yang berbeda. Tahukah bahwa Pythagoras memperoleh pengetahuan itu dari
orang Mesir Kuno? Saat masih muda, Pythagoras berguru kepada Thales (salah satu orang
paling bijaksana di Athena), dan sang guru menyarankan Phytagoras muda pergi ke Mesir
untuk belajar matematika.
Dari pengamatan Pythagoras melihat orang-orang Mesir menggunakan mistar dan tali
pembanding untuk menghitung tinggi bangunan - maka ia terinspirasi untuk membuat
hukum matematika untuk menghitung tinggi dan sisi miring segitiga siku-siku. Dari
kunjungan ke Mesir itulah Pythagoras lalu memperkenalkan prinsip yang kita kenal dengan
hukum Pythagoras.
Penyelidikan-penyelidikan yang baru agaknya menunjukkan bahwa orang Mesir Kuno
mengetahui bahwa luas setiap segitiga ditentukan oleh hasil kali alas dan tinggi. Beberapa
soal nampaknya membahas cotangent dari sudut dihedral antara alas dari sebuah
permukaan piramida, dan beberapa lagi menunjukkan perbandingan.
Pada Masa Mesir Kuno penggunaan Matematika khususnya Geometri hanya digunakan
secara praktis. Pada saat itu geometri hanya digunakan untuk keperluan yang sangat
mendasar yaitu pemantauan ukuran tanah milik penduduk untuk keperluan pemungutan
pajak. Hal ini dilakukan karena setiap tahunnya terjadi luapan dari Sungai Nil, sehingga
kepemilikan tanah oleh penduduk perlu dipantau, atau diukur ulang.
Pada saat itu pengukuran hanya menggunakan tali yang direntangkan. Selain itu, untuk
menentukan luas-luas dan volume-volume dari berbagai bangun datar dan bangun ruang
merupakan hasil dari trial and error, mereka mendasari perhitungannya dari sebuah fakta
tanpa harus membuktikan secara deduktif. Rumusan yang diperoleh hanya mempunyai nilai
pendekatan dan pada saat itu telah mencukupi dan diterima untuk keperluan praktis pada
kehidupan masa itu. Sehingga pada Mesir Kuno Geometri berkembang tidak jauh dari
tingkatan intuitif belaka, dimana pengukuran-pengukuran objek nyata adalah sasaran utama
dari penggunaannya.
Tahun 1650 SM, orang-orang Mesir Kuno menemukan nilai phi yaitu 3,16. Sumber informasi
matematika Mesir Kuno adalah Papyrus Moskow dan Papyrus Rhind. Papyrus Moskow
berukuran tinggi 8 cm dan lebar 540 cm sedangkan Papyrus Rhind memiliki tinggi 33 cm dan
lebar 565 cm. Dari 100 soal-soal dalam lembaran Papyrus Moskow dan Rhind terdapat 26
soal bersifat geometris. sebagian besar dari soal-soal tersebut berasal dari rumus-rumus
pengukuran yang diperlukan untuk menghitung luas tanah dan isi lumbug padi-padian.
Luas sebuah lingkaran dipandang sama dengan kuadrat 8/9 kali garis tengahnya. Orang
Mesir Kuno telah menemukan nilai π yaitu 3,16.
4. Tinjauan Sifat Matematika Mesir Kuno
Matematika Mesir pada dasarnya “bersifat penjumlahan”, berarti bahwa kecenderungan
matematikanya adalah menurunkan perkalian dan pembagian menjadi penjumlahan
berulang. Perkalian dari dua bilangan dapat diselesaikan dengan cara menggandakan secara
berurutan salah satu dari bilangan-bilangan tersebut dan kemudian menambahkan
pengulangan yang sesuai untuk memperoleh hasil kalinya. Metode perkalian dengan cara
menggandakan dan menjumlahkan dapat bekerja secara baik karena setiap bilangan bulat
(positif) dapat ditunjukkan sebagai jumlah perpangkatan berbeda dari 2; yaitu, seperti
jumlah suku-suku dari barisan, 1, 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya. Dalam hal lainnya,
pembagian yang dilakukan oleh bangsa Mesir dapat dimaknai sebagai proses perkalian yang

20 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
dibalikkan----pembagi digunakan secara berulang untuk memperoleh hasil baginya. Saat
para matematikawan Mesir Kuno menghitung dengan pecahan, mereka hanya
menggunakan apa yang disebut sebagai pecahan-pecahan satuan; yaitu pecahan-pecahan
1
dengan bentuk 𝑛 , dimana n adalah bilangan asli.
Dengan melihat naskah-naskah metematika bangsa Mesir Kuno secarakeseluruhan, kita
akan temukan bahwa naskah-naskah tersebut hanyalah kumpulan permasalhan praktis dari
persoalan-persoalan yang terkait perdagangan dan transaksi administratif. Pengajaran seni
perhitungan muncul sebagai unsur utama dalam permasalahan-permasalahan tersebut.
Segala sesuatu dinyatakan dalam istilah-istilah bilangan khusus, dan tidak terdapat jejak dari
apapun yang pantas disebut sebagai teorema atau aturan umum dari suatu prosedur. Jika
kriteria untuk matematika keilmuan adlah keberadaan konsep bukti, maka bangsa Mesir
Kuno membatasi diri mereka pada “aritmetika terapan”.
Barangkali, penjelasan terbaik tentang mengapa bangsa Mesir Kuno tidak pernah melangkah
keseberang tingkat yang relatif primitif ini adalah karena mereka memiliki gagasan yang
alami, tetapi tidak menguntungkan, untuk hanya menggunakan pecahan-pecahan dengan
pembilang satu. Oleh karena itu, bahkan perhitungan-perhitungan paling sederhana
sekalipun menjadi lamban dan sukar untuk dilakukan. Kita sukar katakan apakah simbolisme
mereka memang tidak memungkinkan penggunaan pecahan dengan pembilang-pembilang
lain, ataukah penggunaan eksklusif pembilang satuan itu yang telah menjadi alasan untuk
simbolisme yang mereka gunakan. Penanganan pecahan-pecahan selalu menjadi seni yang
istimewa dalam metamatika Mesir Kuno, dan hal itu tampaknya dapat dijelaskan sebagai
penghambat bagi prosedur-prosedur numerik.
Seperti halnya dibuktikan oleh Papirus Akhmin(nama ini diambil dari nama kota dibagian
atas Sungai Nil, tempat Papirus tersebut ditemukan), tampak bahwa metode-metode dari
penulis Ahmes masih tetap berlaku sampai bebrapa abad kemudian. Dokumen ini, ditulis
dalam bahasa Yunani sekitar tahun 500 hingga 800 M, hampir mirip dengan Papirus Rhind.
Penulisnya, seperti pendahulunya yaitu Ahmes dari zaman kuno, menuliskan tabel-tabel
pecahan yang diuraikan kedalam pecahan-pecahan satuan. Mengapa matematika Mesir
masih tetap sedemikian sama selama lebih dari 2000 tahun? Salah satu jawaban yang
mungkin adalah karena bangsa Mesir Kuno memasukkan temuan-temuan mereka kedalam
buku suci, sehingga pada masa-masa selanjutnya orang akan dianggap mengingkari kesucian
agama jika mengubah metode atau hasil yang tercantum disana. Apapun penjelasannya,
pencapaian matematis yang dilakukan Ahmes adalah hasil kerja keras dari para pendahulu
dan tentu jyga para penerusnya.

B. MATEMATIKA BABILONIA KUNO


1. Munculnya Matematika Babilonia Kuno
2500 tahun SM 'Fara periode' merupakan periode pada saat peradaban Sumeria yang
digunakan oleh penduduk babylonia untuk menulis fonetis. 2340 tahun SM ‘Dinasti Akkadia’
menulis matematika dalam bahasa Akkadia dan mengembangkan sistem bilangan secara
lebih lanjut. Selain itu, bangsa ini adalah penemu sempoa. 2100 tahun SM 'Ur III' merupakan
pembentukan kembali Ur, kota Sumeria kuno, sebagai modal yang sekarang populasinya
dicampur dengan Akkadians serta titik tinggi birokrasinya di bawah Raja Sulgi. 1800 tahun

21 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
SM 'Old Babel' atau OB merupakan supremasi kota utara Babel bawah (Akkadia) dan
memiliki teks-teks matematika yang paling canggih.
2. Sistem Bilangan Bangsa Babilonia Kuno
Tulisan Paku
Tulisan dan angka bangsa Babilonia sering juga disebut sabagai tulisan paku karena
bentuknya seperti paku. Orang Babilonia menulisakan huruf paku menggunakan tongkat
yang berbentuk segitiga yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara menekannya pada
lempeng tanah liat yang masih basah sehingga menghasilkan cekungan segitiga yang
meruncing menyerupai gambar paku.

Gambar 4.4. 59 simbol yang dibuat dari dua system simbol

Babilonia menggunakan satu untuk mewakili satu, dua untuk mewakili dua, tiga untuk tiga,
dan seterusnya, sampai sembilan. Namun, mereka cenderung untuk mengatur simbol-
simbol ke dalam tumpukan rapi. Setelah mereka sampai kesepuluh, ada terlalu banyak
simbol, sehingga mereka berpaling untuk membuat simbol yang berbeda. Sebelas itu
sepuluh dan satu, dua belas itu sepuluh dan dua, dua puluh itu sepuluh dan sepuluh. Untuk
simbol enam puluh tampaknya persis sama dengan yang satu. Enam puluh satu adalah enam
puluh dan satu, yang karenanya terlihat seperti satu dan satu, dan seterusnya.

Seksagesimal
Matematika Babylonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60) karena
keunggulanya pada bidang astronomi. Sistem perhitungan berbasis 60 masih ada sampai
sekarang, yakni dengan diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk satu menit dan
60 menit untuk satu jam.

Sistem Penulisan
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa notasi numerik bangsa Babilonia menekankan sua

karakter paku. Paku tegak sederhana memiliki nilai 1 dan dapat digunakan sembilan kali,

22 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
sedangkan paku lebar yang menghadap ke samping mewakili 10 dan boleh digunakan
sampai lima kali. Bangsa babilonia menempuh jalur yang sama seperti bangsa Mesir kuno,
membawa bilangan-bilangan lain dari kombinasi simbol-simbol tersebut, masing-msing
digunakan sebanyak yang diperlukan. Saat kedua simbol digunakan bersamaan, simbol-
simbol yang melambangkan puluhan ditempatkan dikiri simbol-simbol satuan, berikut
ilustrasinya pada sistem Seksagesimal:

Gambar 4.5. Tulisan Paku ke Seksagesimal

Contoh 1 secara desimal dapat ditafsirkan sebagai 2 × 60 + 30 = 150, sedangkan contoh 2


dapat ditafsirkan sebagai 21 × 60 + 12 = 1260 + 12 = 1272. Kerancuan dari sistem ini
adalah ketiadaan tanda nol di ujung-ujung bilangan yang berarti bahwa tidak terdapat cara
untuk mengatakan apakah tempat terendah itu bernilai satuan, kelipatan 60 atau yang
lainnya. Sehingga pada contoh 1 bisa ditafsirkan 2 × 602 + 30 × 60 = 7200 + 1800 = 90.
Dengan demikian babilonia kuno tidak pernah mencapai suatu sistem tata nilai tempat yang
absolut.

3. Perkembangan Matematika Babilonia Kuno


Geometri
Geometri digunakan oleh bangsa Babylonia sejak tahun 2000 sampai 1600 SM. Mereka
menghitung keliling suatu lingkaran dengan menggunakan tiga kali diameternya, luas
lingkaran digunakan seperduabelas dari kuadrat kelilingnya dengan =3,14. Volume silinder
tegak dihitung dengan perkalian luas alas dengan tinggi.

Gambar 4.6. Papan Tell Dhibayi yang memuat permasalahan bujursangkar


Aljabar
Sekitar 2000 tahun SM perkembangan aljabar tidak hanya mampu menyelesaikan
persamaan kuadrat, tetapi juga membahas tentang penyelesaian persamaan pangkat tiga
dan empat. Hal ini terlihat adanya peninggalan berupa tablet yang isinya berupa tablet
kuadrat dan pangkat tiga bilangan 1 s/d 30 dan kombinasi n3 dan n2.

23 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
Teorema Pythagoras
Telah diuji empat papan tulis suku Babylon yang semuanya memiliki hubungan dengan
teorema pythagoras. Suku Babylon sangat mengenal teorema Pythagoras. Suku Babylon
menggunakan suatu metode yang ekuivalen dengan metode suku Heron. Analisinya adalah
bahwa mereka memulainya dengan suatu perkiraan, katakanlah x. Mereka kemudian
menemukan bahwa e = x2 - 2.

Gambar 4.7. Papan Plimpton 322


Pada gambar 4.7 papan Plimpton 322. Papan ini memiliki empat kolom dengan 15 baris.
Kolom terakhir paling sederhana untuk dipahami karena hanya mencatat nomor baris
sehingga hanya tertulis 1 , 2 , 3, … , 15. Hal yang menakjubkan adalah bahwa dalam tiap
baris, kuadrat angka c dalam kolom 3 minus kuadrat angka b dalam kolom 2 merupakan
bilangan kuadratsempurna, katakanlah h. c2 – b2 = h2.

Gambar 4.8. Papan Susa


Pada gambar 4.8 papan susa terdapat segitiga A, B, C dan pusat lingkaran O. Garis AD
menghubungkan titik A dengan garis BC. Segitiga ABC merupakan segitiga di sebelah kanan
sehingga dengan menggunakan Pythagoras AD2 = AB2 + BD2.
4. Tinjauan Sifat Matematika Babilonia Kuno
Penelitian menunjukkan bahwa, kecuali dalam hal keberadaan aturan-aturan geometris
tertentu, bangsa Babilonia lebih maju dibandingkan bangsa Mesir Kuno dalm bidang
matematika. Meski matematika Babilonia juga memiliki akar-akar empiris kuat, seperti
halnya metematika Mesir Kuno, tetapi bangsa Babilonia tampaknya telah menggunakan
ekspresi matematis yang lebih teoritis. Salah satu kunci kemajuan matematika Babilonia
adalah kemudahan sistem bilangan dengan notasi seksagesimal yang mereka gunakan.
Selain tablet-tablet aritmetika yang beberapa diantaranya memiliki kerumitan dan tingkatan
luar biasa, terdapat pula tablet-tablet matematika Babilonia yang berhubungan dengan
perkara aljabar dan geometri. Tablet-tablet ini umumnya menyajikan serangkaian

24 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a
permasalahan numerik yang berkaitan erat, beserta perhitungan dan jawaban-jawaban
terkaitnya; teks semacam ini seringkali ditutup dengan kata-kata: “demikian prosedurnya.”
Meski tidak satupun dari tablet-tablet tersebut menunjukkan aturan-aturan umum, tetapi
konsistensi dalam hal bagaimana masalah-masalah diselesaikan menunjukkan kepada kita
bahwa bangsa Babilonia, tidak seperi bangsa Mesir, memiliki sejenis pendekatan teoritis
terhadap matematika. Permasalahan-permasalahan tersebut seringkali tampak seperti
latihan pikiran, bukan hanya sebentuk risalah survei atau catatan transaksi perdagangan,
dan permasalahan-permasalahan itupun mengisyaratkan suatu ketertarikan abstrak
terhadap relasi-relasi numerik.

25 | M a t e m a t i k a A w a l P e r a d a b a n M a n u s i a

Anda mungkin juga menyukai