Bagaimanakah manusia zaman dulu memunculkan matematika? Proses apa yang terjadi sampai terbentuk ilmu matematika seperti sekarang? Sebagai seorang historian of mathematics terlebih dahulu harus mengatahui produk dan metode-metode matematika dari awal kemunculan dan perkembangannya. Kemudian memahami ide dan konsep dasar serta hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, manfaatnya dan bagaiamana kemudian menjadi konstruksi matematis dan tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Lebih lanjut seorang historian mathematics juga harus dapat menggunakan pikirannya untuk dapat mengimplementasikan dan menggunakan apa yang dipelajarinya dari sejarah matematika, untuk selanjutnya dikembangkan dan menjadi suatu aktualisasi yang nyata dalam kehidupan. Matematika mulai muncul dan berkembang di Mesopotamia, Mesir Kuno, dan Yunani Kuno. Manusia prasejarah telah berhasil mengetahui cara mencacah objek-objek fisik, mereka juga mengenali cara mencacah besaran abstrak, seperti waktu, hari, musim, tahun. Manusia zaman itu mengidentifikasi hal-hal atau kejadian-kejadian dari alam kemudian dilakukan pengukuran, sehingga terciptalah produk-produk seperti jam air, jam pasir, dan jam matahari. Mereka menggunakan hakikat alam yakni ruang dan waktu sehingga terbentuk ide dan konsep menganai waktu. Penggunaan terkuno matematika yang lain adalah dalam perdagangan, pengukuran tanah, pelukisan, dan pola-pola penenunan berkembang luas sejak tahun 3000 SM ketika orang Babilonia dan Mesir Kuno mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dangeometri untuk penghitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, bangunan dan konstruksi, dan astronomi. Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga kini. Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo, ditemukan di pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000 SM. Tulang ini berisi 29 torehan yang berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon. Terdapat bukti bahwa kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30 goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda. Juga artefak prasejarah ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000 tahun, menunjukkan upaya dini untuk menghitung waktu. Banyak artefact-artefact matematika, produk matematika, ide dan konsep matematika dari Zaman Archaic, Tibal, Tradisional, Feodal, hingga Zaman Modern, Pos Modern, dan Kontemporer. Matematika Babilonia dan Matematika Mesir Kuno hidup pada Zaman Archaic hingga Tradisional. Sedangkan Matematika Yunani Kuno pada Zaman Tradisional hingga Feodal. Catatan-catatan matematika dalam bentuk artifact berasal dari Zaman Archaic hingga Tribal, sedangakan Zaman Tradisona hingga Feodal sudah dalam bentuk buku. Temuan-temuan matematika sejak zaman pra sejarah tentu memberikan pengaruh dan manfaat yang sangat besar. Dibutuhkan proses yang sangat panjang hingga diperoleh ilmu matematika seperti saat ini. Ilmu matematika adalah ilmu yang terus berkembang, seiring kehidupan berjalan, masalah-masalah yang bermunculan, dan usaha memecahkannya.
2. Sejarah perkembangan matematika
Perkembangan matematika ini sangat berkaitan pada sejarah matematika itu sendiri. Perkembangan ini dimulai dari perkembangan matematika sebelum abad 15-16, perkembangan matematika abad 15-16, perkembangan matematika setelah abad 15-16. a. Perkembangan matematika sebelum abad 15-16 Matematika Prasejarah (Prehistoric Mathematics) Asal usul pemikiran matematika terletak pada konsep angka, besar, dan bentuk. Konsep angka juga telah berevolusi secara bertahap dari waktu ke waktu. Seperti halnya pada zaman purba, berabad-abad sebelum Masehi, manusia telah mempunyai kesadaran akan bentuk-bentuk benda di sekitarnya yang berbeda. Seperti batu berbeda dengan kayu, pohon yang satu berbeda dengan pohon yang lain. Kesadaran seperti ini yang menjadi bibit lahirnya matematika terutama pada geometri. Itulah sebabnya geometri dianggap sebagai bagian matematika yang tertua. Timut Dekat Kuno (Ancient Near East) Mesopotamia (Matematika Babylonia) Matematika babylonia telah mengembangkan matematika dengan menuliskan tabel perkalian pada tablet tanah liat, menangani latihan geometri, masalah pembagian serta mencakup topik mengenai pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan perhitungan pasangan berbalik nilai. Pada masa ini telah ditulis sistem angka sexagesimal (basis-60). Dari sini berasal penggunaan modern dari 60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat dalam lingkaran, serta penggunaan detik dan menit dari busur untuk menunjukkan pecahan derajat. Mesir (Matematika Mesir) Teks matematika yang paling luas adalah papirus Rhind (Papyrus Ahmes) yang berisi tentang uraian belajar aritmatika, geometri, teori bilangan, dan persamaan linier. Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir. Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dariKerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000- 1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata- rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan geometri. Juga tiga unsur geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling sederhana mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh hampiran yang akurat kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran; dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen. Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu memberikan metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal: "Jika Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran." Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM ) menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat menyelesaikan persamaan aljabar orde dua. Yunani (Matematika Yunani dan Helenistik) Matematikawan Yunani menggunakan logika untuk mendapatkan kesimpulan dari defenisi dan aksioma dan digunakan ketelitian matematika untuk bukti mereka. Thales dari Miletus adalah matematikawan pertama yang menerapkan penalaran deduktif pada geometri. Pythagoras dari Samos Matematika Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun 600 SM sampai 300 M. Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung kadang-kadang disebut Matematika Helenistik. Thales dari Miletus Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untukmembuktikannya. Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM) danPythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir. Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi pertama yang menghasilkan temuan matematika. Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah "semua adalah bilangan". Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan merekalah yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertamateorema Pythagoras, meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan irasional. Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) Mengembangkan metoda kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke- 20. Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk menemukan bilangan prima. Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) Dari Syracuse menggunakan metoda kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga, dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi. Dia juga mengkajispiral yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar. India (Matematika India) Catatan tertua matematikawan India seperti The Sulba Sutra berisi lampiran teks-teks agama yang memberikan aturan sederhana untuk membangun altar berbagai bentuk, seperti kotak, persegi panjang, dan lain-lain. lampiran ini juga memberi metode untuk membuat lingkaran dengan memberikan persegi yang luasnya sama. Sedangkan catatan The Siddhanta Surya memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan sinus invers, dan meletakkan aturan untuk menentukan gerakan yang sebenarnya posisi benda-benda langit. Madhava dari Sangamagrama menemukan seri Madhava-Leibniz dan menghitung nilai sebagai 3,14159265359. Matematika Islam (Abad Pertengahan) Matematikawan Persia, Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi sering disebut "bapak aljabar" menulis beberapa buku metode untuk memecahkan persamaan aljabar. Perkembangan lebih lanjut dalam aljabar dibuat oleh Al-Karaji dengan memperluas metodologi untuk menggabungkan kekuatan dan akar integer-integer dari jumlah yang tidak diketahui. Sedangkan Omar Khayyam menulis Discussions of the Difficulties in Euclid, sebuah buku tentang kelemahan dalam Euclid's Elements, terutama postulat paralel dan meletakkan dasar untuk geometri analitik dan geometri non- Euclidean. Sharaf al-Din al-Tusi memperkenalkan konsep fungsi dan dia adalah orang pertama yang menemukan turunan dari polinomial pangkat tiga yang dikembangkan dari konsep kalkulus diferensial. Matematika Eropa Abad Pertengahan (Medieval European Mathematics) Abad Pertengahan Awal (Early Middle Ages) Pada masa ini, Boethius seorang matematikawan memasukkan matematika ke dalam kurikulum ketika menciptakan quadrivium istilah untuk menggambarkan studi aritmatika, geometri, astronomi, dan musik. Kebangkitan Kembali (Rebirth) Semenjak buku Khawarizmi The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing diterjemahkan dan teks lengkap Euclid's Elements. Berdampak dengan banyaknya pembaruan dalam matematika. Seperti halnya Fibonacci yang menulis dalam Abaci Liber. b. Perkembangan matematika abad 15-16 Perkembangan matematika hampir berhenti antara abad keempat belas dan paruh pertama abad kelima belas. Karena banyak faktor-faktor sosial menyebabkan situasi ini. Namun pada awal pertengahan abad kelima belas terjadi perubahan secara bertahap. c. Perkembangan matematika setelah abad 15-16 Pada abad ke-17, Simon Stevin menciptakan dasar notasi desimal modern yang mampu menggambarkan semua nomor, baik rasional atau tidak rasional. Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman, mengembangkan kalkulus dan banyak dari notasi kalkulus masih digunakan sampai sekarang. Ahli matematika yang paling berpengaruh pada abad ke-18 adalah Leonhard Euler. Kontribusinya berupa pendirian studi tentang teori graph dengan Tujuh tangga dari masalah Knigsberg untuk standardisasi banyak istilah matematika modern dan notasi serta mempopulerkan penggunaan sebagai rasio keliling lingkaran terhadap diameternya. Selanjutnya Joseph Louis Lagrange banyak memiliki karya pada matematika, seperti teori bilangan, aljabar, kalkulus diferensial dan kalkulus variasi Pada abad ke-19, banyak matematikawan yang mengkaji berbagai bidang pada matematika. Seperti Hermann Grassmann di Jerman memberikan versi pertama ruang vector, William Rowan Hamilton di Irlandia mengembangkan aljabar noncommutative, George Boole di Inggris merancang aljabar yang sekarang disebut aljabar Boolean yang menjadi titik awal dari logika matematika dan memiliki aplikasi penting dalam ilmu komputer, dan Georg Cantor mendirikan dasar pertama dari teori himpunan. Salah satu tokoh fenomenal dalam matematika abad ke-20 Srinivasa Aiyangar Ramanujan, seorang otodidak India yang membuktikan lebih dari 3000 teorema. Termasuk sifat-sifat angka yang sangat komposit, fungsi partisi dan asymptotics, dan fungsi theta. Dia juga membuat investigasi besar di bidang fungsi gamma, bentuk modular, seri berbeda, seri hipergeometrik dan teori bilangan prima. Perkembangan terakhir adalah pada tahun 2003 konjektur Poincar diselesaikan oleh Grigori Perelman.
3. Hubungan filsafat dengan matematika
Matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang lain sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan inspirasi bagi para filsuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk mendeskripsikan pemikiran filsafat. Pada abad terakhir di mana logika yang merupakan kajian sekaligus pondasi matematika menjadi bahan kajian penting baik oleh para matematikawan maupun oleh para filsuf. Logika matematika mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer di mana banyak para filsuf kemudian mempelajari logika. Logika matematika telah memberi inspirasi kepada pemikiran filsuf, kemudian para filsuf juga berusaha mengembangkan pemikiran logika misalnya logika modal, yang kemudian dikembangkan lagi oleh para matematikawan dan bermanfaat bagi pengembangan program komputer dan analisis bahasa. Salah satu titik krusial yang menjadi masalah bersama oleh matematika maupun filsafat misalnya persoalan pondasi matematika. Baik matematikawan maupun para filsuf bersama-sama berkepentingan untuk menelaah apakah ada pondasi matematika? Jika ada apakah pondasi itu bersifat tunggal atau jamak? Jika bersifat tunggal maka apakah pondasi itu? Jika bersifat jamak maka bagaimana kita tahu bahwa satu atau beberapa diantaranya lebih utama atau tidak lebih utama sebagai pondasi? Pada abad 20, Cantor diteruskan oleh Sir Bertrand Russell, mengembangkan teori himpunan dan teori tipe, dengan maksud untuk menggunakannya sebagai pondasi matematika. Namun kajian filsafat telah mendapatkan bahwa di sini terdapat paradoks atau inkonsistensi yang kemudian membangkitkan kembali motivasi matematikawan di dalam menemukan hakekat dari sistem matematika. Dengan teori ketidak-lengkapan, akhirnya Godel menyimpulkan bahwa suatu sistem matematika jika dia lengkap maka pastilah tidak akan konsisten; tetapi jika dia konsisten maka dia patilah tidak akan lengkap. Hakekat dari kebenaran secara bersama dipelajari secara intensif baik oleh filsafat maupun matematika. Kajian nilai kebenaran secara intensif dipelajari oleh bidang epistemologi dan filsafat bahasa. Di dalam matematika, melalui logika formal, nilai kebenaran juga dipelajari secara intensif. Kripke, S. dan Feferman (Antonelli, A., Urquhart, A., dan Zach, R. 2007) telah merevisi teori tentang nilai kebenaran; dan pada karyanya ini maka matematika dan filsafat menghadapi masalah bersama. Di lain pihak, pada salah satu kajian filsafat, yaitu epistemologi, dikembangkan pula epistemologi formal yang menggunakan pendekatan formal sebagai kegiatan riset filsafat yang menggunakan inferensi sebagai sebagai metode utama. Inferensi demikian tidak lain tidak bukan merupakan logika formal yang dapat dikaitkan dengan teori permainan, pengambilan keputusan, dasar komputer dan teori kemungkinan. Para matematikawan dan para filsuf secara bersama-sama masih terlibat di dalam perdebatan mengenai peran intuisi di dalam pemahaman matematika dan pemahaman ilmu pada umumnya. Terdapat langkah-langkah di dalam metode matematika yang tidak dapat diterima oleh seorang intuisionis. Seorang intuisionis tidak dapat menerima aturan logika bahwa kalimat a atau b bernilai benar untuk a bernilai benar dan b bernilai benar. Seorang intuisionis juga tidak bisa menerima pembuktian dengan metode membuktikan ketidakbenaran dari ingkarannya. Seorang intuisionis juga tidak dapat menerima bilangan infinit atau tak hingga sebagai bilangan yang bersifat faktual. Menurut seorang intuisionis, bilangan infinit bersifat potensial. Oleh karena itu kaum intuisionis berusaha mengembangkan matematika hanya dengan bilangan yang bersifat finit atau terhingga. Banyak filsuf telah menggunakan matematika untuk membangun teori pengetahuan dan penalaran yang dihasilkan dengan memanfaatkan bukti-bukti matematika dianggap telah dapat menghasilkan suatu pencapaian yang memuaskan. Matematika telah menjadi sumber inspirasi yang utama bagi para filsuf untuk mengembangkan epistemologi dan metafisik. Dari pemikiran para filsuf yang bersumber pada matematika diantaranya muncul pemikiran atau pertanyaan: Apakah bilangan atau obyek matematika memang betul-betul ada? Jika mereka ada apakah di dalam atau di luar pikiran kita? Jika mereka ada di luar pikiran kita bagaimana kita bisa memahaminya? Jika mereka ada di dalam pikiran kita bagaimana kita bisa membedakan mereka dengan konsep-konsep kita yang lainnya? Bagaimana hubungan antara obyek matematika dengan logika? Pertanyaan tentang ada nya obyek matematika merupakan pertanyaan metafisik yang kedudukannya hampir sama dengan pertanyaan tentang keberadaan obyek-obyek lainnya seperti universalitas, sifat-sifat benda, dan nilai-nilai; menurut beberapa filsuf jika obyek-obyek itu ada maka apakah dia terkait dengan ruang dan waktu? Apakah dia bersifat aktual atau potensi? Apakah dia bersifat abstrak? Atau konkrit? Jika kita menerima bahwa obyek matematika bersifat abstrak maka metode atau epistemologi yang bagaimana yang mampu menjelaskan obyek tersebut? Mungkin kita dapat menggunakan bukti untuk menjelaskan obyek-obyek tersebut, tetapi bukti selalu bertumpu kepada aksioma. Pada akhirnya kita akan menjumpai adanya infinit regress karena secara filosofis kita masih harus mempertanyakan kebenaran dan keabsahan sebuah aksioma. Hannes Leitgeb di (Antonelli, A., Urquhart, A., dan Zach, R. 2007) di Mathematical Methods in Philosophy telah menyelidiki penggunaan matematika di filsafat. Dia menyimpulkan bahwa metode matematika mempunyai kedudukan penting di filsafat. Pada taraf tertentu matematika dan filsafat mempunyai persoalan-persoalan bersama. Hannes Leitgeb telah menyelidiki aspek-aspek dalam mana matematika dan filsafat mempunyai derajat yang sama ketika melakukan penelaahan yatitu kesamaan antara obyek, sifat-sifat obyek, logika, sistem-sistem, makna kalimat, hukum sebab- akibat, paradoks, teori permainan dan teori kemungkinan. Para filsuf menggunakan logika sebab-akibat untuk untuk mengetahui implikasi dari konsep atau pemikirannya, bahkan untuk membuktikan kebenaran ungkapan-ungkapannya. Joseph N. Manago (2006) di dalam bukunya Mathematical Logic and the Philosophy of God and Man mendemonstrasikan filsafat menggunakan metode matematika untuk membuktikan Lemma bahwa terdapat beberapa makhluk hidup bersifat eternal. Makhluk hidup yang tetap hidup disebut bersifat eternal.