Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH PERKEMBANGAN MATEMATIKA SEBELUM MASEHI

A. Matematika Prasejarah

Asal mula pemikiran matematika terletak di dalam konsep bilangan, besaran, dan bangun.
Pengkajian modern terhadap fosil binatang menunjukkan bahwa konsep ini tidak berlaku unik
bagi manusia. Konsep ini mungkin juga menjadi bagian sehari-hari di dalam kawanan pemburu.
Bahwa konsep bilangan berkembang tahap demi tahap seiring waktu adalah bukti di beberapa
bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara “satu”, “dua”, dan “banyak”, tetapi bilangan
yang lebih dari dua tidaklah demikian.

Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo, ditemukan di
pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000 SM. Tulang ini berisi
29 torehan yang berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon. Terdapat bukti
bahwa kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30
goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda. Juga artefak prasejarah
ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000 tahun,
menunjukkan upaya dini untuk menghitung waktu. Tulang Ishango, ditemukan di dekat batang
air Sungai Nil (timur laut Kongo), berisi sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur
memanjang pada tulang itu. Tafsiran umum adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan
terkuno yang sudah diketahui tentang barisan bilangan prima atau kalender lunar enam bulan.

Periode Predinastik Mesir dari milenium ke-5 SM, secara grafis menampilkan rancangan-
rancangan geometris. Telah diakui bahwa bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia, dari
milenium ke-3 SM, menggabungkan gagasan-gagasan geometri seperti lingkaran, elips, dan
tripel Pythagoras di dalam rancangan mereka.

Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-contoh
tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami kemilau hanya di beberapa tempat.
Tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton322 (matematika Babilonia
sekitar 1900 SM), Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800 SM) dan
Lembaran Matematika Moskwa (Matematika Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu
membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya menjadi
pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri.

B. Matematika Mesopotamia

Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh


bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik. Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai
tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik Matematika Babilonia berpadu dengan
Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah
Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting
pengkajian Matematika Islam.

Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan


Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak
1850-an. Ditulis di dalam tulisan paku, lempengan ditulisi ketika tanah liat masih basah, dan
dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah
karya rumahan.

Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun
peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun
3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada
lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian.
Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.

Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800
sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan
perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga
meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat.
Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat
desimal.

Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60).


Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu
jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit
pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam
matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana
angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di
dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan kesetaraan koma desimal, dan
sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.

C. Matematika Mesir

Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak
peradaban helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa tertulis bagi kaum
terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani
dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir
berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab
menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.

Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang
disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650
SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan
Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar
aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian,
perbagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan
matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan
harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu,
bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga
barisan aritmetika dan geometri.

Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman
Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal
cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan
khusus karena soal itu memberikan metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal: "Jika
Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang di bawah
dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan
4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4,
sama dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28
twice, sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."

Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM) menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno
dapat menyelesaikan persamaan aljabar orde dua.

D. Matematika Yunani

Matematika Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani
antara tahun 600 SM sampai 300 M. Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang
Mediterania bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh
budaya dan bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung
kadang-kadang disebut Matematika Helenistik.

Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh


kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang masih
terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang
yang digunakan untuk mendirikan aturan praktis.

Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani


menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan
kekakuan matematika untuk membuktikannya. Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh
Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582
sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka mungkin
diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir
untuk mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir.

Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian


piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang
menggunakan penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat
akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama
dan pribadi pertama yang menghasilkan temuan matematika.

Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang mendakwakan bahwa matematikalah yang


menguasai semesta dan semboyannya adalah "semua adalah bilangan". Mazhab Pythagoraslah
yang menggulirkan istilah "matematika", dan merekalah yang memulakan pengkajian
matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertama teorema Pythagoras,
meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti
keujudan bilangan irasional.

E. Matematika Cina

Matematika Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari
belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil pengembangan yang
mandiri. Tulisan matematika yang dianggap tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching,
berangka tahun antara 1200 SM sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup
masuk akal.

Hal yang menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah sistem notasi
posisional bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan batang" dimana sandi-sandi yang
berbeda digunakan untuk bilangan-bilangan antara 1 dan 10, dan sandi-sandi lainnya sebagai
perpangkatan dari sepuluh. Dengan demikian, bilangan 123 ditulis menggunakan lambang untuk
"1", diikuti oleh lambang untuk "100", kemudian lambang untuk "2" diikuti lambang untuk "10",
diikuti oleh lambang untuk "3". Cara seperti inilah yang menjadi sistem bilangan yang paling
canggih di dunia pada saat itu, mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode masehi dan
tentunya sebelum dikembangkannya sistem bilangan India. Bilangan batang memungkinkan
penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan memungkinkan perhitungan yang dilakukan
pada suan pan, atau (sempoa Cina).

Karya tertua yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan
kanonik filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh para pengikut Mozi (470–
390 SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang berkaitan dengan ilmu
fisika, dan juga memberikan sedikit kekayaan informasi matematika.
Pada tahun 212 SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua buku di
dalam Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi diakui pemerintah haruslah dibakar. Dekret ini
tidak dihiraukan secara umum, tetapi akibat dari perintah ini adalah begitu sedikitnya informasi
tentang matematika Cina kuno yang terpelihara yang berasal dari zaman sebelum itu. Setelah
pembakaran buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202 SM–220 M) menghasilkan karya
matematika yang barangkali sebagai perluasan dari karya-karya yang kini sudah hilang.

Yang terpenting dari semua ini adalah Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul
lengkap yang muncul dari tahun 179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang
berbeda. Ia terdiri dari 246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan
geometri yang menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk menara
pagoda Cina, teknik, survey, dan bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga menggunakan
prinsip Cavalieri tentang volume lebih dari seribu tahun sebelum Cavalieri mengajukannya di
Barat. Ia menciptakan bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk
eliminasi Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.

Bangsa Cina juga membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang dikenal
sebagai kotak ajaib dan lingkaran ajaib, dijelaskan di zaman kuno dan disempurnakan oleh Yang
Hui (1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung nilai
pi sampai tujuh tempat desimal, yang bertahan menjadi nilai pi paling akurat selama hampir
1.000 tahun. Bahkan setelah matematika Eropa mulai mencapai kecemerlangannya pada masa
Renaisans, matematika Eropa dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan menurunnya
hasil matematika Cina secara signifikan, hingga para misionaris Jesuit seperti Matteo Ricci
membawa gagasan-gagasan matematika kembali dan kemudian di antara dua kebudayaan dari
abad ke-16 sampai abad ke-18.

F. Matematika India

Peradaban terdini anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus yang mengemuka di
antara tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai Indus. Kota-kota mereka teratur secara
geometris, tetapi dokumen matematika yang masih terawat dari peradaban ini belum ditemukan.
Matematika Vedanta dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha Brahmana (kira-
kira abad ke-9 SM), menghampiri nilai π, dan Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) yang
merupakan tulisan-tulisan geometri yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima,
aturan tiga dan akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan;
memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri persegi yang diberikan,
menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar,
dan memberikan pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.

G. Tokoh-Tokoh Matematika Sebelum Masehi

1. Thales (624-550 SM)

Dapat disebut matematikawan pertama yang merumuskan teorema atau proposisi, dimana
tradisi ini menjadi lebih jelas setelah dijabarkan oleh Euclid. Landasan matematika sebagai
ilmuterapan rupanya sudah diletakan oleh Thales sebelum muncul Pythagoras yang membuat
bilangan.

2. Pythagoras (582-496 SM)

Pythagoras adalah orang yang pertama kali mencetuskan aksioma-aksioma, postulat-postulat


yang perlu dijabarkan terlebih dahulu dalam mengembangkan geometri. Pythagoras bukan orang
yang menemukan suatu teorema Pythagoras namun dia berhasil membuat pembuktian
matematis.

3. Socrates (427-347 SM)

Ia merupakan seorang filosofi besar dari Yunani. Dia juga menjadi pencipta ajaranserba cita,
karena itu filosofinya dinamakan idealisme. Ajarannya lahir karena pergaulannya dengan kaum
sofis. Plato merupakan ahli piker pertama yang menerima paham adanya alam bukan benda.

4. Ecluides (325-265 SM)

Euklides disebut sebagai “Bapak Geometri” karena menemukan teori bilangan dan geometri.
Subyek-subyek yang dibahas adalah bentuk-bentuk, teorema Pythagoras, persamaan dalam
aljabar, lingkaran, tangen, geometri ruang, teori proporsi dan lain-lain. Alat-alat temuan
Eukluides antara lain mistar dan jangka.

5. Archimedes (287-212 SM)

Dia mengaplikasikan prinsip fisika dan matematika. Dan juga menemukan perhitungan π (pi)
dalam menghitung luas lingkaran. Ia adalah ahli matematika terbesar sepanjang zaman dan di
zaman kuno. Tiga karya Archimedes membahas geometri bidang datar, yaitu pengukuran
lingkaran, kuadratur dari parabola dan spiral.

6. Appolonius (262-190 SM)

Konsepnya mengenai parabola, hiperbola, dan elips banyak memberi sumbangan bagi
astronomi modern. Ia merupakan seorang matematikawan yang ahli dalam geometri. Teorema
Appolonius menghubungkan beberapa unsur dalam segitiga.

7. Diophantus (250-200 SM)

Ia merupakan “Bapak Aljabar” bagi Babilonia yang mengembangkan konsep-konsep aljabar


Babilonia. Seorang matematikawan Yunani yang bermukim di Iskandaria. Karya besar
Diophantus berupa buku aritmatika, buku karangan pertama tentang sistem aljabar.

8. Pāṇini (kira-kira abad ke-5 SM)

Ia yang merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta. Notasi yang dia gunakan sama
dengan notasi matematika modern, dan menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan
rekursi.

REFERENSI:
Sukardjono. 2003. Materi Pokok Filsafat dan Sejarah Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka
Sitorus, J. 1990. Pengantar Sejarah Matematika dan Pembaharuan Pengajaran Matematika di Sekolah.
Bandung: Tarsito
Fathani, Abdul Halim. 2008. Ensiklopedi Matematika. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Cet I

Anda mungkin juga menyukai