Anda di halaman 1dari 4

1.

PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal budi,
adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi )
manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat
Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1.
Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.
Hubungan Islam dan Budaya
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan
dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata
hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi.
Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan”
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya,
bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas
panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan,
sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan.
Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S.
A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan..
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja.
Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan
unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman
Allah Qs As Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah,
kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina (air mani). Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya”
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu
menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu
yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai
pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan
kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu
sendiri, berasal dari agama.

2. KONSEP KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

Nabi Muhammad S.A.W merupakan teladan yang baik sekali dalam melaksanakan
kebudayaan seperti dilukiskan Qur'an itu, bahwa bagaimana rasa persaudaraannya terhadap
seluruh umat manusia dengan cara yang sangat tinggi dan sungguh-sungguh itu dilaksanakan.
Saudara-saudaranya di Mekah semua sama dengan dia sendiri dalam menanggung duka dan
sengsara. Bahkan dia sendiri yang lebih banyak menanggungnya. Sesudah hijrah ke Medinah,
dipersaudarakannya orang-orang Muhajirin dengan Anshar demikian rupa, sehingga mereka
berada dalam status saudara sedarah. Persaudaraan sesama orang-orang beriman secara
umum itu adalah persaudaraan kasih-sayang untuk membangun suatu sendi kebudayaan yang
masih muda waktu itu. Yang memperkuat persaudaraan ini ialah keimanan yang sungguh-
sungguh kepada Allah dengan demikian kuatnya sehingga dibawanya Muhammad kedalam
komunikasi dengan Tuhan, Zat Yang Maha Agung.
3. PRINSIP-PRINSIP KEBUDAYAAN ISLAM

Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang
baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya
yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam
menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak
bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu
meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia,
pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang
sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan
baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan
bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh,
umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram
emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,
Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-
cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan
kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.

4. SEJARAH INTELEKTUAL ISLAM

Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari satu peristiwa monumental yang menandai
lahirnya sains modern, yakni Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di Eropa Barat yang menjadi
“cikal bakal” munculnya sains moderns sebagai sistem pengetahuan “universal.” Dalam
historiografi sains, salah satu pertanyaan besar yang selalu menjadi daya tarik adalah:
Mengapa Revolusi Ilmiah tersebut tidak terjadi di peradaban Islam yang mengalami masa
kejayaan berabad-abad sebelum bangsa Eropa membangun sistem pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih awal tentang peradaban Islam dan sistem
pengetahuan yang dibangunnya. Catatan A.I. Sabra dapat kita jadikan salah satu pegangan
untuk melihat kontribusi peradaban Islam dalam sains. Dalam pengamatannya, peradaban
Islam memang mengimpor tradisi intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini
tidak dilakukan begitu saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses appropriation
atau penyesuaian dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian peradaban Islam mampu
mengambil, mengolah, dan memproduksi suatu sistem pengetahuan yang baru, unik, dan
terpadu yang tidak tidak pernah ada sebelumnya. Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai
kontribusi signifikan peradaban Islam dalam sains. Pertama adalah dalam tingkat pemikiran
ilmiah yang diilhami oleh kebutuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Penentuan arah kiblat
secara akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini. Kedua dalam tingkat institusionalisasi
sains. Sabra merujuk pada empat institusi penting bagi perkembamgan sains yang pertama
kali muncul dalam peradaban Islam, yaitu rumah sakit, perpustakaan umum, sekolah tinggi,
dan observatorium astronomi. Semua kemajuan yang dicapai ini dimungkinkan oleh
dukungan dari penguasa pada waktu itu dalam bentuk pendanaan dan penghargaan terhadap
tradisi ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam tidak berhasil mempertahankan kontinyuitasnya,
gagal mencapai titik Revolusi Ilmiah, dan justru mengalami penurunan? Salah satu tesis yang
menarik datang dari Aydin Sadili. Seperti dijelaskan di atas bahwa keunikan sains dalam
Islam adalah masuknya unsur agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili,
disini jugalah penyebab kegagalan peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah. Dalam asumsi
Sadili, tradisi intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh peradaban Islam baru dapat
menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses rekonsiliasi dengan kekuatan agama.
Rekonsiliasi antara sains dan agama tersebut terjadi di peradaban Eropa, tetapi tidak terjadi di
peradaban Islam.

5. MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN ISLAM

Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian
pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya
proses pemberdayaan tersebut, bahkan sebagai pusat pembelajaran umat, baik dalam bentuk
pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-pelatihan keterampilan, dengan
peserta minimal jamaah disekitarnya.

Pusat Perekonomian Umat


Soko guru perekonomian Indonesia katanya koperasi, namun pada kenyataannya justru
koperasi menjadi barang yang tidak laku. tidak ada salahnya bila masjid mengambil alih
peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif bagi umat di lingkungannya. Bila
konsep koperasi digabungkan dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan
yang diminati karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara professional oleh
dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan jamaahnya. Sehingga akhirnya
jamaahnya pun akan memakmurkan masjidnya.

Pusat Penjaringan Potensi Umat


Masjid dengan jamaah yang selalu hadir HANYA sekedar untuk menggugurkan
kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang
jumlahnya. Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan
kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang
jumlahnya. Dari berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi
maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun.

Pusat Ke-Pustakaan
Perintah pertama Tuhan kepada Nabi terakhir adalah "Membaca", dan sudah sepatutnya
kaum muslim gemar membaca dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Maka
dengan sendirinya hampir menjadi kemutlakkan bila masjid memiliki perpustakaan sendiri.

6. KESIMPULAN

Untuk membangkitkan kembali peradaban sangat tergantung pada keberhasilan dalam bidang
sains melalui prestasi institusional dan epistemologis menuju pada proses dekonstruksi
epistemologi sains moderen yang memungkinkan nilai-nilai Islam terserap secara seimbang
ke dalam sistem pengetahuan yang dibangun tanpa harus menjadikan sains sebagai alat
legitimasi agama dan sebaliknya. Ini sejalan dengan gagasan islamisasi pengetahuan yang
pernah dilontarkan oleh Ismail Raji Al-faruqi.
Mengapa masyarakat Islam perlu melakukan reformasi sains moderen? Bukankah sains
moderen telah begitu banyak memberikan manfaat bagi manusia? Pernyataan ini mungkin
benar jika kita melihat tanpa sikap kritis bagaimana sains moderen membuat kehidupan
(sekelompok) manusia menjadi lebih sejahtera. Argumen yang masuk akal datang dari Sal
Restivo yang mengungkap bagaimana sains moderen adalah sebuah masalah sosial karena
lahir dari sistem masyarakat moderen yang cacat. Secara historispun kita bisa memahami
bagaimana sains moderen lahir sebagai mesin eksploitasi sistem kapitalisme. Paul
Feyerabend bahkan mengkritik sains moderen sebagai ancaman terhadap nilai-nilai
demokrasi, kualitas hidup manusia, dan bahkan kelangsungan hidup bumi beserta isinya.
Dalam kondisisi seperti ini, Islam semestinya dapat menjadi suatu alternatif dalam
mengembangkan sains ke arah yang lebih bijak.
Insya Allah

Anda mungkin juga menyukai