Anda di halaman 1dari 5

Actinotrichia fragilis

(Wiryato, 2015)
Klasifikasi menurut Hadiansyah (2010) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Nemaliales
Famili : Galaxauraceae
Genus : Actinotrichia
Spesies : Actinotrichia fragilis
Ciri-ciri morfologi dari spesies alga ini adalah Thallus bulat mengeras permukaan
kasar. Membentuk rumpun rimbun dengan percabangan dichotomus (mendua arah). Melekat
pada substrat dengan alat tempel (holdfast) yang kecil berbentuk cakram. Warna merah muda
orange atau kadang-kadang pirang.
Menurut Fitria (2010), Actinotrichia fragilis memiliki Thallus bulat mengeras
permukaan kasar. Membentuk rumpun rimbun dengan percabangan dichotomus (mendua
arah). Melekat pada substrat dengan alat tempel (holdfast) yang kecil berbentuk cakram.
Warna merah muda orange atau kadang-kadang pirang.
Habitat Actinotrichia fragilis ini Tumbuh pada karang batu mati di rataan terumbu
atau di padang lamun yang umumnya selalu terendam air (subtidal). Mempunyai sebaran
yang luas. Contoh negara yang menjadi daerah penyebaran Actinotrichia fragilis (Forsskal)
anatara lain adalah Djibouti, Jepang, Kenya, Madagascar, Mauritius, Reunion, Africa Selatan,
Tanzania, Piliphina, Samudra Pasifik. Warna awal adalah merah setelah pengawetan menjadi
cokelat muda (Latifa, 2004).
Sejauh ini dari berbagai sumber yang telah dibaca Actinotrichia fragilis (Forsskal) masih
belum ada yang memanfaatkan spesies ini. Karena mungkin belum ada yang mempelajari
speises ini lebih jauh.
Actinotrichia fragilis berupa ganggang merah dengan cabang sebesar 1 mm.
Ganggang ini memiliki panjang mencapai 6 cm. Ganggang ini hidup pada batu karang yang
terletak dibagian laut yang lebih dalam. Actinotrichia di manfaatkan sebagai bahan makanan
manusia, makanan ternak, sumber protein, dan sebagai obat antibiotik (Estiati, 1995).
Actinotrichia fragilis merupakan salah satu spesies dari divisi Rhodophyta. Rhodophyta
memiliki thallus yang bersel banyak (multiseluler), hanya beberapa jenis yang bersel tunggal.
Thallus mempunyai bentuk yang beranekaragam. Sel memiliki plastida yang mengandung
klorofil a, d, dan pigmen fotosintetik lainnya yaitu xantofil, fikobiliprotein (fikoeritrin dan
fikosianin). Jumlah kedua pigmen ini sangat banyak sehingga menutupi klorofil dan
menyebabkan ganggang ini berwarna merah (Suroso, 1992).
Semua pigmen berada dalam tilakoid kecuali fikobiliprotein yang terdapat pada
bagian permukaan. Pigmen-pigmen ini dapat mengabsorpsi cahaya energi matahari yang
kemudian cahaya itu ditransfer ke klorofil a, sehingga adanya pigmen ini mempunyai
pengaruh langsung dalam proses fotosintesis (Atmadja,1996).
Cadangan makanan berupa tepung floridae, yaitu suatu karbohidrat dalam bentuk
butiran-butiran kecil yang tersimpan dalam sitoplasma dan di luar plastid. Pada beberapa alga
juga terdapat gula floridasida galaktosida dan gliserol (Fitria,2010).
Dinding sel terdiri dari selulosa dan polisakarida yang menyerupai lender. Polisakarida ini
adalah agar dan keragenan yang menyusun 70% dari berat kering dinding sel. Komponen
dinding sel ini sangat menarik dan memiliki nilai komersiil yang sangat tinggi sebagai bahan
stabilizer (Latifa, 2004).
Reproduksi pada jenis primitif secara aseksual, yaitu dengan cara membelah sel atau
dengan spora, sedangkan reproduksi seksualnya belum banyak diketahui. Pada jenis-jenis
yang lebih maju umumnya terdapat reproduksi aseksual dan seksual. Sel kelamin jantan dari
alga ini tidak berflagel yang disebut spermatium. Spermatium ini secara pasif terbawa oleh
arus air, kemudian melekat pada alat kelamin betina (karpogonium). Setelah itu inti dari
masing-masing sel kelamin bersatu dan membentuk zigot (Latifa, 2004).
Galaxaura filamentosa Chou

(Ahmad, 2013)
Thallus silindris, bersegmen, percabangan dichotomous atau subdichotomous.
Rumpun rimbun, mencapai tinggi 10 cm, menancap dengan holdfast yang meyerupai cakram.
Warna merah-coklat. Tumbuh pada batu di daerah rataan terumbu. Sebarannya tidak begitu
rneluas dan tidak begitu urnum dijumpai (Ahmad, 2013).
Belum diketahui potensi manfaat alga ini. Alga ini tidak banyak dibahas dan diteleti
oleh para pakar, sehingga sangat sulit informasi yang didapatkan tentang alga ini,
dikarenakan kurangnya referensinya.

PENDAHULUAN
Makroalga merupakan sumberdaya hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan
dan tersebar di daerah pesisir intertidal. Makroalga atau “seaweed” memiliki peranan penting
baik dari segi biologis, ekologis maupun ekonomis yang dapat mempertahankan
keanekaragaman sumberdaya hayati laut (Papalia et al. 2013). Alga adalah organisme
berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniseluler dan multiseluler), alat reproduksi pada
umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari
banyak sel (Sulitijono, 2009).
Menurut Sulitijono (2009), ada tiga ciri reproduksi seksual pada alga yang dapat
digunakan untuk membedakannya dengan tumbuhan hijau yang lain. Ketiga ciri yang
dimaksud adalah:
1. Pada alga uniseluler sel itu sendiri berfungsi sebagai sel kelamin (gaimet).
2. Pada laga multiseluler, gametangium (organ penghasil gamet) ada yang berupa
sel tunggal, dan ada pula gametangium yang tersusun dari banyak sel.
3. Sporangium (organ penghasil spora) dapat berupa sel tunggal, dan jika tersusun
dari banyak sel, semua penyusun sporangium bersifat fertile.
Makroalga termasuk tumbuhan tingkat rendah. Walaupun tampak adanya daun,
batang, dan akar bagian-bagian tersebut hanya semu belaka (Yulianto, 1996). Makroalga
merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, setidak-tidaknya selau menempati habitat yang
lembab atau basah. Selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastid, dan dalam plastidanya
terdapat zat-zat warna derifat klorofil, yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya. Selain
derifat-derifat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat warna lain inilah yang jistru
kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan ganggang tertentu diberi nama menurut
warna tadi. Zat-zat warna tersebut berupa fikosianin (warna biru), fikosantin (warna pirang)
dan fikoerotrin (warna merah). Disamping itu juga biasa ditemukan zat-zat warna santofil dan
karotin (Tjitrosoepomo, 1998).

METODE
Pada penelitian ini dilakukan metode pengamatan langsung. Praktikan melakukan
pengamatan di Pantai Sindangkerta, Cipatujah, Tasikmalaya. Spesimen yang diamati pada
pantai ini, diambil menggunakan tangan dan dikumpulkan pada wadah yang disediakan, di
mana nantinya spesimen ini akan diberi alkohol dan dimasukkan ke dalam ziplock untuk
dibawa ke Bandung, untuk diawetkan di Laboratorium UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. A. (2013). Alga Merah (Rhodophyceae).
[https://serdaducemara.wordpress.com/2013/12/27/jenis-jenis-alga-merah/]. [Diakses :
Minggu, 10 November 2019, 16.50 WIB].
Atmadja, W.S. (1996). Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut di Indonesia. Jakarta: Puslitbang
Oseanologi LIPI
Estiati,B.Hidayat. (1995). Taksonomi Tumbuhan (Cryptogamae). Bandung : ITB.
Fitria, Eka. (2010). Panduan Pratikum Taksonomi Tumbuhan (Cryptogamae). Cirebon: IAIN
Syaih Nurjati.
Hadiansya. (2010). Kunci Determinasi Alga Laut. Bandung : UIN SGD.
Latifa, Eka. (2004). Biologi 2. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Papalia S, Arfah H. (2013). “Produktivitas Biomassa Makroalga di Perairan Pulau Ambalau,
Kabupaten Buru Selatan”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2) : 465-
477.
Sulitijono. (2009). Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Malang
Suroso, A.Y. (1992). Pengantr Cryptogamae (Sistematik Tumbuhan Rendah). Bandung :
Tarsito.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1998. Taksonomi tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Wiryato, J. (2015). Beberapa Jenis Makroalga yang Ditemukan di Zone Pasang Surut Pantai
Pandawa Badung Bali. [Laporan Penelitian]. Jimbaran : Universitas Udayana.
Yulianto, K. (1996). Keberadaan Fikokoloid Alginate dalam Makroalga Coklat. Lonawarta
XIX (1). Ambon: Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI.

Anda mungkin juga menyukai