Anda di halaman 1dari 5

www.muslim.or.

id

Janganlah Mudah Mengkafirkan Para Pemimpin Kaum


Muslimin
muslim.or.id/24466-janganlah-mudah-mengkafirkan-para-pemimpin-kaum-muslimin.html

Ahmad Anshori, Lc 2 Februari 2015

Membedakan mana dosa yang membuat pelakunya kafir (keluar dari Islam) dan mana
yang sebatas dosa besar, amatlah penting. Karena keteledoran dalam membedakan dua
hal ini, membuat sebagian orang tidak objektif dan serampangan dalam menvonis kafir
kaum Muslimin terutama para pemimpin-pemimpin Muslim.

Setidaknya ada tiga poin yang dijadikan alasan kaum khawarij atau yang mengadopsi
pemikirannya di zaman ini, dalam mengkafirkan kaum Muslimin dan para penguasa
Muslim:

Pertama: Maksiat yang dianggap kekafiran

1/5
Seperti memakan riba, memberi izin kepada bank-bank ribawi, membuka lokalisasi.
Padahal yang semacam ini bukanlah termasuk kekafiran. Akan tetapi merupakan dosa
besar; yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kecuali bila ada i’tikad kehalalan
dosa-dosa tersebut. Maka ini sudah menjadi kesepakatan para ulama akan kekafirannya.

Dan sebatas melakukan dosa, bukan berarti pelakunya kemudian serta merta
menganggap halal dosa yang dia lakukan, sehingga boleh dihukumi kafir.

Dalinya hadis Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu, mengenai seorang pemabuk di


zaman Nabi yang berkali-kali mendapat hukuman cambuk dari Nabi shallallahu’alaihi
wasallam. Karena seringnya mendapat hukuman, salah seorang sahabat sampai
mendoakan laknat untuknya. Lantas Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

‫ُﺤ ﱡﺐ اﷲﱠَ َو َر ُﺳﻮﻟَ ُﻪ‬ ‫ َﻓ َﻮ ﱠ‬،ُ‫َﻻ ﺗَْﻠ َﻌﻨُﻮه‬


ِ ‫ َﻣﺎ َﻋﻠِ ْﻤ ُﺖ إِﻧﱠ ُﻪ ﯾ‬،ِ‫اﷲ‬

“Janganlah kalian melaknatnya. Demi Allah, tidaklah aku mengetahuinya melainkan ia


cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhaari no. 6780).

Dia meminum khamr, namun Rasulullah tidak serta merta menghukuminya bahwa dia
telah menghalalkan khamr. Buktinya Nabi shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Dia
cinta kepada Allah dan Rasul-Nya“.

Menghukumi bahwa dia telah menghalalkan dosa, ini membutuhkan bukti yang kuat.
Atau setidaknya ada ketegasan ungkapan dari pelaku dosa. Tanpa ada keraguan dan
syubhat yang menghalanginya dari vonis kafir.

Andai setiap pelaku dosa, serta merta dihukumi menghalalkan perbuatan dosa yang ia
lakukan, tentu Nabi tidak akan bersabda demikian tentang pemabuk itu. Karena
mengahalalkan dosa adalah sebab kekafiran yang mengeluarkan seorang dari islam,
sebagaimana telah disepakati oleh para ulama.

Di samping itu, bila setiap orang yang melakukan maksiat otomatis tervonis
menghalalkan maksiat yang dia lakukan, dengan kata lain, setiap perbuatan maksiat
melazimkan pelakunya menghalalkan maksiat yang dia lakukan, tentu semua pelaku
maksiat adalah kafir. Padahal banyak diantara mereka yang melakukan maksiat bukan
karena meyakini kehalakan dosa yang dia lakukan. Namun karena dorongan nafsu atau
syubhat yang ada dalam dirinya, dengan tetap meyakini akan keharaman dosa yang ia
lakukan.

Demikian pula dengan pemimpin muslim yang mengizinkan berdirinya lokalisasi, atau
bank-bank riba. Tidak serta merta dihukumi bahwa dia telah menghalalkan dosa-dosa
tersebut. Sehingga berhak dihukumi kafir.

Bila kita sejenak merenungi keyakinan semacam ini, yaitu keyakinan bahwa setiap
perbuatan maksiat melazimkan pelakunya menghalalkan maksiat yang dia lakukan. Maka
akan kita dapati bahwa sejatinya inilah hakikat daripada akidah khawarij, yang mana
mereka mengkafirkan pelaku dosa besar.

2/5
Kedua: Kufur ashgor (kufur kecil) yang dianggap kufur akbar (kufur besar)

Seperti berhukum dengan selain hukum Allah, namun tanpa menghalalkan hukum
tersebut. Dengan keyakinan bahwa hukum Allahlah yang paling baik. Seperti ini banyak
kita dapati di negeri kaum muslimin hari ini.

Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala,

َ ‫اﷲُ َﻓﺄُوﻟ َٰﺌِ َﻚ ُﻫ ُﻢ ْاﻟ َﻜﺎ ِﻓ ُﺮ‬


‫ون‬ ‫َو َﻣ ْﻦ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺤ ُﻜ ْﻢ ﺑ َﻤﺎ أَْﻧ َﺰ َل ﱠ‬
ِ

“Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Maidah: 44)

Yang mereka pahami dari makna “kafir” dalam ayat ini adalah kafir akbar; yang
mengeluarkan pelakunya dari islam. Padahal makna “kafir” dalam ayat bukan demikian.
Namun maknanya adalah kufur kecil; yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama
islam. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, mengenai makna
ayat ini. Beliau menafsirkan,

‫ﻛﻔﺮ دون ﻛﻔﺮ‬

“Yaitu kafir namun tidak sampai mengeluarkan dari Islam (kufur kecil) “

Berbeda bila diiringi i’tikad kehalalan berhukum kepada selain hukum Allah dan
menganggap bahwa hukum tersebut lebih baik daripada hukum yang Allah turunkan,
maka ini tidak perlu dibicarakan lagi. Karena para ulama telah sepakat akan
kekafirannya.

Namun jangan disalah pahami, sehingga setiap penguasa yang tidak berhukum dengan
hukum Allah, maka serta merta berhak diprasangkai atau divonis bahwa ia telah
menghalalkan hukum tersebut. Atau meyakini kehalalan berhukum denagn selain hukum
Allah. Penjelasan berkaitan dengan masalah ini, sama dengan yang telah dijelaskan pada
poin pertama di atas.

Karena bisa jadi ada faktor lain yang menyebabkan penguasa tersebut berhukum dengan
selain hukum Allah. Sehingga ia terhalangi daripada kekafiran. Seperti karena lingkungan
yang memaksanya (orang-orang di sekeliling), atau karena dorongan syahwat dan
nafsunya.

Menjatuhkan vonis kafir kepada penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah,
harus dilandasi bukti yang jelas, kuat, akurat (bukan hanya katanya dan katanya, atau
sebatas berita yang ada kemungkinan manipulasi dst) yang didukung dalilAl-Qur’an
maupun Hadis. Seperti dijelaskan dalam hadis Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu.
Beliau mengatakan,

‫ﺎﻋ ِﺔ ِﻓﻰ َﻣ ْﻨ َﺸ ِﻄﻨَﺎ َو َﻣ ْﻜ َﺮ ِﻫﻨَﺎ َو ُﻋ ْﺴ ِﺮﻧَﺎ‬ ‫اﻟﺴ ْﻤﻊ َو ﱠ‬ َ َ َ َ َ َ ‫ َﻓﺒَﺎﯾَ ْﻌﻨَﺎ ُه َﻓ َﻜ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫اﷲ‬ ُ ‫َﻋﺎﻧَﺎ َر ُﺳ‬
‫ﻮل ﱠ‬
َ ‫اﻟﻄ‬ ِ ‫ﺎن ِﻓﯿ َﻤﺎ أ َﺧﺬ َﻋﻠ ْﯿﻨَﺎ أ ْن ﺑَﺎﯾَ َﻌﻨَﺎ َﻋﻠﻰ ﱠ‬ َ‫د‬
‫َﻛ ْﻢ ِﻣ َﻦ ﱠ‬ ُ ‫اﺣﺎ ِﻋ ْﻨﺪ‬ َ
ً ‫ﻻ أ ْن ﺗَ َﺮ ْوا ُﻛ ْﻔ ًﺮا ﺑَ َﻮ‬ َ َ
َ ‫ َﻗ‬، ‫ﺎز َع اﻷ ْﻣ َﺮ أ ْﻫﻠَ ُﻪ‬
‫ إِ ﱠ‬: ‫ﺎل‬ َ َ
َ ‫ُﺴ ِﺮﻧَﺎ َوأﺛَ َﺮ ٍة َﻋﻠَْﯿﻨَﺎ َوأ ْن‬
ٌ ‫ُﺮ َﻫ‬
‫ﺎن‬ ْ ‫اﷲِ ِﻓﯿ ِﻪ ﺑ‬ ِ َ‫ﻻ ﻧُﻨ‬ ْ ‫َوﯾ‬

3/5
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggil kami, lalu kami membaiat
(mengucapkan sumpah setia) beliau. Dan diantara baiatnya adalah agar kami berbaiat
untuk mendengar dan taat kepada penguasa. Baik ketika kami semangat ataupun tidak
suka. Ketika lapamg ataupun dalam kesusahan. Ataupun ketika kami diperlakukan
secara sewenang-wenang. Dan hendaklah kami tidak merebut urusan kepemimpinan
(mengkudeta) dari ahlinya. Beliau kemudian berkata, “Kecuali jika kalian melihat
kekufuran yang jelas telah kalian dapat buktinya dari Allah Ta’ala” (Muttafaq ‘alaih)

Bila tidak ada bukti yang kuat dan akurat, maka kembali pada hukum asal seorang
muslim. Yaitu terbebaskan dari segala tuduhan.

Ketiga: Muamalah duniawi dengan orang kafir, yang dianggap oleh mereka sebagai
kufur akbar

Seperti kerja sama dalam perekonomian, perdagangan, militer (selama untuk


kemaslahatan kaum muslimin) dan lain sebagainya.

Allah befirman,

‫ﺼ ُﻞ‬
‫ﺼ ًﺔ ﯾَ ْﻮ َم ْاﻟ ِﻘﯿَﺎ َﻣ ِﺔ ۗ َﻛﺬ َٰﻟِ َﻚ ﻧُ َﻔ ﱢ‬
َ ِ‫ﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا ِﻓﻲ ْاﻟ َﺤﯿَﺎ ِة اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َﺧﺎﻟ‬
َ ‫اﻟﺮ ْز ِق ۚ ُﻗ ْﻞ ِﻫ َﻲ ﻟِﻠﱠ ِﺬ‬
‫ﺎت ِﻣ َﻦ ﱢ‬ ‫اﷲِ اﻟﱠﺘِﻲ أَ ْﺧ َﺮ َج ﻟِ ِﻌﺒَﺎ ِد ِه َو ﱠ‬
ِ َ‫اﻟﻄﯿﱢﺒ‬ ‫ُﻗ ْﻞ َﻣ ْﻦ َﺣ ﱠﺮ َم ِزﯾﻨَ َﺔ ﱠ‬
َ ‫ﺎت ﻟِ َﻘ ْﻮ ٍم ﯾَ ْﻌﻠَﻤ‬
‫ُﻮن‬ ِ َ‫ْاﻵﯾ‬

“Katakan: “siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah


dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) untuk orang-orang yang
beriman di kehidupan dunia ini, dan khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat”.
Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui” (QS.
Al-A’raf: 32).

Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan para sahabatnya dahulu, pernah membeli baju
besi, pedang dan pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lainnya dari orang-orang yahudi.
Jadi dahulu di Madinah ada pasar milik kaum muslimin dan pasar milik kaum yahudi.
Mereka saling berdampingan dalam transaksi jual beli di pasar-pasar tersebut. Kaum
muslimin di kalangan sahabat, mereka membeli kebutuhan sehari-hari mereka di pasar
yahudi. Begitu pula sebaliknya, orang yahudi membeli kebutuhan sehari-hari mereka di
pasar kaum muslimin. Diantara pasar milik kaum yahudi yang paling masyhur di masa
itu adalah pasar Bani Qunaiqa’. Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak mengingkari
muamalah jual beli yang terjadi antara kaum muslimin dengan orang yahudi. (Lihat:
Siroh Ibnu Hisyam jilid 2, hal. 48)

Usman bin Afwan radhiyallahu’anhu. Beliau membeli sebuah sumur dari salah seorang
yahudi. Kemudian sumur tersebut disedekahkan untuk kepentingan kaum muslimin.
Sumur tersebut dikenal dengan sumur ar-ruumau (bi’ru ar-ruumah).

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, diantara program yang
pertama beliau lakukan adalah membuat perjanjian antara kaum muslimin dan kaum
yahudi yang berisi kesepakatan-kesepakatan antara kedua kedua belah pihak, yang
dituliskan dalam sebuah prasasti yang tercatat dalam sejarah. (lihat: al-Bidayah wa an-

4/5
Nihayah, Juz III, hal. 225), memuat perjanjian aliansi militer serta musyawarah rutin
dalam masalah pemerintahan. Dan bila menemui perselisihan, mereka kembalikan
kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Begitu pula Nabi shallallahu’alaihi wasallam meninggal, sedang baju besi beliau
tergadaikan di tangan orang yahudi (Lihat shahih Bukhari, Kitab al-Jihad, hadis no.
2759). Dan tidak menutup kemungkinan baju tersebut, dipakai oleh orang yahudi untuk
berperang. Apakah kemudian kita katakan bahwa Nabi dan para sahabatnya loyal kepada
orang kafir?! atau dikendalikan oleh orang kafir?! Tentu saja tidak kann?!

Fa’tabiruu yaa ulil abshoor! “Ambilah pelajaran, wahai orang-orang yang berakal.”

Demikian yang bisa penulis sampaikan. Wallahu a’lam bis showab.


______

Ditulis di: Asrama Mahasiswa Unit 8, Komplek Islamic University of Madinah.

12 Rabi’us Tsani 1436H

Penulis: Ust. Ahmad Anshori, Lc.

Artikel Muslim.Or.Id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khaira

ԍ Kodifikasi Hadis, Ciri Sahabat Yang Baik Dalam Islam, Hadits Kematian, Penjaga Masjid
Disebut, Tulisan Subhanallah Yg Benar

Copyright 2021 Muslim.Or.Id. All Rights Reserved.

5/5

Anda mungkin juga menyukai