Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

FARMAKOTERAPI III

Dosen Pengampu :
Rahmawati Raising, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt

Oleh :

Ari Budi Santoso (201708005)


Bibimillah Bayu Kurniawan (201708006)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
PENDAHULUAN
Kekhawatiran dan kecemasan terhadap masa depan, pekerjaan, atau keluarga
dapat menjaga anda dari bahaya. Misalnya, dengan menjaga anda dari membuat
keputusan yang salah sehingga dapat menyebabkan situasi genting. Tapi ketika
ketakutan menang, mereka dapat menjadi beban nyata. Beberapa orang akhirnya terus
mengkhawatirkan hampir semua. Jika ketakutan dan kecemasan yang membayangi
segala sesuatu yang lain dan tidak akan pergi, mungkin orang tersebut telah
mengalami gangguan cemas menyeluruh. Seseorang dengan gangguan cemas
menyeluruh biasanya menyadari, tetapi mereka tidak mampu mengendalikannya.
Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada saat adanya.
Kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal.
Misalkan, orang merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika
sebelum ujian berlangsung. Kecemasan yang dimiliki seseorang yang seperti di atas
adalah normal, dan bahkan kecemasan ini perlu dimiliki manusia. Akan tetapi
kecemasan berubah menjadi abnormal ketika kecemasan yang ada di dalam diri
individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya.
Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami
anxiety disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya
tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan apabila
kecemasan ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut,
salah satunya yakni gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan yang berlebihan ini
menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu atau
kelompoknya
. Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman
baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan
arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas
yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi
seseorang dalam kehidupannya. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV-TR) mendefinisikan gangguan cemas meyeluruh merupakan
suatu kecemasan yang berlebihan tentang suatu kegitan yang berlangsung setidaknya
selama 6 bulan.
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan
meningkat, yang berlangsung 15 sampai 30 menit, individu mengalami ketakutan
emosional yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis. Selama serangan panik
individu tersebut sangat cemas dan memperlihatkan empat atau lebih gejala berikut:
palpitasi, berkeringat, tremor, sesak napas, rasa asfiksi, nyeri dada, mual, distress
abdomen, pusing, parastesia, meggigil, atau hot flash.
Pasien dengan gangguan panik sering ditemukan pada usia produktif yakni
antara 18- 45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik lebih sering ditemukan pada
wanita, terutama pada wanita yang belum menikah serta pada wanita post partum.
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu kondisi umum dengan
prevalensi kejadian 3-8%. Lebih sering ditemukan pada perempuan dibanding laki-
laki dengan rasio 2:1.
Prevalensi gangguan panik pertahunnya adalah 1-2%, dengan prevalensi
seumur hidup 1,5-3,5%. Onset tersering adalah pada usia remaja atau pada orang
yang berusia pada pertengahan 30 tahun, sedangkan onset setelah usia 45 tahun
jarang terjadi. Terdapat bukti mengenai transmisi genetik, orang kekerabatan tingkat
pertama dengan pasien, beresiko empat hingga tujuh kali lebih besar daripada
populasi umum.
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Ansietas
1. Definisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan
akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa
takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,
sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat,
2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang
spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah
ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala
otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998) dalam buku
(Pieter,dkk,2011)
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai
gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan
yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu
masalah atau 9 tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang
berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa
objek yang jelas.
2. Rentang Respon Kecemasan Respon

3. Tingkatan Ansietas
a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan
waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk
menghasilkan kreativitas. Responsrespons fisiologis orang yang mengalami
ansietas ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan
darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada
lambung. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah
lapang persepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif.
Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas
adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara
kadangkadang meninggi.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan
menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan
menyampingkan hal-hal lain. Respons fisiologis dari orang yang mengalami
ansietas sedang adalah sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik
mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah. Respon kognitif orang
yang mengalami ansietas sedang adalah lapang persepsi yang menyempit,
rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.
Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak,
meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman .
c. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain. Individu
sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk
memusatkan perhatian pada area lain. Respons-respons fisiologis ansietas
berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah darah naik, banyak
berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.
Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat adalah lapang
persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah.
Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman,
verbalisasi yang cepat, dan blocking.
d. Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit
dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi
dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan.
Respons-respons fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit
dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara
respons-respons kognitif penderita panik adalah lapang persepsi yang sangat
pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis. Adapun respons perilaku dan
emosinya terlihat agitasi, mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan
berteriak-teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang
kacau (Herry Zan Pieter, 2011)
4. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
yang dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan yang
menimbulkan kecemasan pada individu
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan
neurotransmiter gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil).
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat
tinggal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal
a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya . (Eko Prabowo, 2014)
5. Tanda dan Gejala Gejala meliputi ( APA, 1994 )
a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b. Berkeringat
c. Gemetar atau menggigil
d. Perasaan sesak napas dan tercekik
e. Perasaan tersedak
f. Nyeri atau ketidak nyamanan dada
g. Mual atau distres abdomen
h. Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan
i. Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi (terpisah dari diri
sendiri)
j. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
k. Takut mati
l. Perestesia (kebas atau kesemutan)
m. Bergantian kedinginan atau kepanasan
Gejala lain gangguan ansietas meliputi :
a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit berkonsentrasi,
iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan ansietas umum)
b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai peristiwa
traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma ( episode kilas balik ), kesulitan
merasakan emosi ( afek datar ), insomnia dan iritabilitas atau marah yang meledak–
ledak ( gangguan stres pasca trauma )
c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan,
kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak bertujuan,
seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh (gangguan
obsesifkompulsif)
d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu ( fobia
spesifik ), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada dalam satu situasi
yang membuat individu terjebak ( agorafobia) (Eko Prabowo, 2014)
6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan Mcfarlan dan Wasli (1997 dalam
Shives,1998) mengatakan bahwa faktor yang berkonstribusi pada terjadinya
kecemasan meliputi ancaman pada:
a. Konsep diri
b. Personal security system
c. Kepercayaan, lingkungan
d. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan
e. Status kesehatan.
Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994), factor faktor yang
memengaruhi kecemasan antara lain sebagai berikut
a. Perkembangan Kepribadian Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia
bayi hingga 18 tahun dan bergantung pada pendidikan orang tua dirumah, pendidikan
disekolah dan pengaruh sosialnya, serta pengalaman dalam kehidupannya.Seseorang
menjadi pencemas terutama akibat prosesdan identifikasi dirinya terhadap kedua
orang tuanya daripada pengaruh keturunannya. Perkembangan kepribadian akan
membentuk tipe kepribadian seseorang dimana tipe kepribadian tersebut akan
memengaruhi seseorang dalam merespons kecemasan. Dengan demikian respon
kecemasan yang dialami seseorang akan berbeda dari orang lain, bergantung pada
tipe kepribadian tersebut.
b. Tingkat Maturasi Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan.
Pada bayi tingkat kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan lingkungan yang tidak
dikenal. Kecemasan pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan
seksual. Pada orang dewasa kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang
berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan
berhubungan dengan kehilangan fungsi, sebagai contoh adalah wanita yang
menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas akibat akan mengalami
penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan dukungan sosial untuk mencegah
terjadinya kecemasan tersebut .
c. Tingkat Pengetahuan Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan
mempunyai koping ( penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif terhadap kecemasan
daripada individu yang tingkat pengetahuannya lebih rendah.
d. Karakteristik Stimulus
1) intensitas stressor Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar pula
kemungkinan respons cemas akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih
banyak respons yang nyata daripada stimulus yang timbul perlahan-lahan. Stimulus
ini selalu memberi waktu bagi seseorang untuk mengembangkan cara penyelesaian
masalah.
2) Lama Stressor Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan akhirnya
akan melemahkan sumber-sumber penyelesaian masalah yang ada.
3) Jumlah Stressor Stressor yang besar akan lebih meningkatkan kecemasan pada
individu daripada stimulus yang lebih kecil. (Solehati & Kosasih, 2015)
7. Penatalaksanaan Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik,
yaitu mencakup fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.
2) Tidur yang cukup.
3) Olahraga yang cukup
4) Tidak merokok
5) Tidak meminum minuman keras
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal
penghantar syaraf ) di susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspironeHCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik ( fisik ) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya
diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat.
5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung .
7) Terapi psikoreligius untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial. (Eko Prabowo, 2014)

SIMPULAN
Gangguan kecemasan merupakan suatu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak
rasional. Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan apabila kecemasan ini
mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut, salah satunya
yakni gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan yang berlebihan ini menghambat
diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu atau kelompoknya.
Penatalaksan gangguan cemas menyeluruh terdiri dari non medikamentosa dan
medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa adalah dilakukan psikoterapi.
Psikoterapi yang terpilih adalah CBT. Sedangkan, penatalaksanaan medikamentosa
diberikan obat golongan benzodiazepin, merupakan obat pilihan pertama untuk
gangguan kecemasan menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis jilid 1. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.
Amir N. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013.
American Psychiatric Assosiation. Practice guideline for the treatment of patients
with panic disorder second edition. New York: American
Psychiatric Assosiation; 2010.
Barlow DH, Craske MG. Mastery of your anxiety and panic: patient workbook.
USA: Oxford University Press; 2006.
American Psyciatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorder. Edisi ke-5. USA: American Psychiatric Publishing; 2013.
Atkinson RL, Atkinson R, Smith, Edward. Hilgard's introduction to psychology.
New York: Harcourt College Publishers; 2002.
McLean PD, Woody SR. Panic disorder and agoraphobia. Dalam: Anxiety
disorders in adults. Vancouver: Oxford University Press; 2001.
Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan HI. Kaplan & sadock's synopsis of psychiatry:
behavioral sciences/clinical psychiatry. Edisi ke-10.
Philladelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Redayani P. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta:
FKUI; 2010.
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Crushman WC. The seventh report of the
joint national committee on prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003;
289(19):2560-72.
Greist JH, Jefferson JW. Anxiety disorder. Review of general psychiatry.
Baltimore: Vishal Cp21; 2000.
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2001.
FARMAKOTERAPI III

ANXIETY DISORDER
DOSEN PEMBIMBING:

RAHMAWATI RAISING, M.Farm., Apt

DISUSUN OLEH:

APRIL DAKUSA

YOSSY FEBRYARTI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

Jl. Taman Praja No 25,Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun

2020

A.Definisi
Gangguan kecemasan merupakan sekelompok penyakit kesehatan mental
umum yang dapat muncul sendiri atau bersamaan dengan kondisi kejiwaan lainnya
(biasanya depresi) maupun penyakit penyerta fisik lainnya. Kecemasan jangka
pendek merupakan respons emosional alamiah yang dapat meningkatkan kinerja
maupun kewaspadaan sedangkan dapat menjadi berkepanjangan atau parah yang
tentunya bisa menimbulkan stres hingga kecacatan. Gangguan kecemasan atau
generalized anxiety disorder (GAD) merupakan sebuah kondisi yang ditandai dengan
rasa khawatir berlebih berkepanjangan yang tidak terkendali dan seringkali menjadi
tidak realistis tentang banyak hal. Individu yang memenuhi kriteria GAD kebanyakan
mengkhawatirkan hal yang sama dengan rata-rata orang seperti keuangan, kesehatan
maupun masalah keamanan. Namun pada individu dengan GAD membutuhkan lebih
banyak waktu dibanding rata-rata orang normal tanpa GAD
Pada gangguan kecemasan, stimulus baik eksternal atau internal menghasilkan
reaksi kecemasan yang berlebihan yang dapat menyebabkan sumber gangguan intens
atau gangguan fungsi yang cukup signifikan (Almokhtar A. Adwas, dkk. 2019).

B.Epidemiologi, Patofisiologi, Etiologi


Prevalensi 12 bulan untuk gangguan kecemasan dan gangguan kepanikan di
antara orang dewasa di AS berusi 18-64 tahun masing-masing adalah 2,9% dan 3,1%
yang menunjukkan bahwa prevalensi seumur hidup adalah 7,7% pada wanita dan
4,6% pada pria dengan diagnosis GAD. Etiologi gangguan kecemasan sendiri tidak
dipahami dengan baik. Bukti yang muncul menunjukkan bahwa pasien dengan GAD
mungkin mengalami aktivasi terus menerus dari area otak yang terkait dengan
aktivitas mental dan pemikiran instrospektif setelah rangsangan yang menimbulkan
kekhawatiran. Hipotesis neuroanatomikal menyarakan bahwa interaksi genetik dan
lingkungan dimungkinkan bertanggung jawab dalam hal ini ((Amy B. Locke, MD,
FAAFP, dkk. 2015).
Belum diketahui mengapa wanita lebih memiliki kemungkinan untuk
gangguan kecemasan dibandingkan pria, meskipun beberapa teori menunjukkan
tentang adanya peranan steroid gonadal. Penelitian lain pada respons wanita terhadap
stress juga menunjukkan bahwa wanita lebih banyak mengalami berbagai macam
kegiatan yang menyebabkan stress dibandingkan pria (Almokhtar A. Adwas, dkk.
2019).
Pengobatan biasanya menggunakan antidepresan yang mekanisme kerjanya
dapat meningkatkan transmisi serotonin misalnya penghambat reuptake serotonin
selektif yang dapat dengan efektif menangani gangguan kecemasan.
Ada kemungkinan bahwa pengaruh genetik dan juga lingkungan saling
berhubungan untuk mengubah jalur neuronal dalam kecemasan. Studi neuroimaging
sendiri telah menunjukkan adanya aktivitas otak yang berubah di amigdala yang
memediasi respons ketakutan dan hipokampus yang mengatur ingatan dari peristiwa
stress. Neurotransmiter monoamine serotonin dan noradrenalin memainkan peran
ekstensif dalam mengatur respons manusia terhadap kecemasan. Sinapsis
serotonergik terkonsentrasi secara padat di daerah limbik seperti amigdala dan
hipotalamus (terutama pada inti dorsal dan raphe). Sistem noradrenalin ditemukan
dalam lokus coeruleus yang memproyeksikan ke dalam korteks, struktur limbic, otak
kecil dan juga medulla. Disfungsi pada sinapsis ini telah diusulkan sebagai
mekanisme kerja untuk gangguan kecemasan dan juga depresi. Hal ini dimungkinkan
dapat menjelaskan mengapa antidepresan yang mekanisme kerjanya meningkatkan
transmisi serotonin misalnya, penghambat reuptake serotonin selektif dapat dengan
efektif dalam menangani beberapa keadaan kecemasan (Stephen Beakley. 2013).
Gamma-amino butyric acid (GABA) sendiri merupakan penghambat
neurotransmitter yang penting peranannya dalam system saraf pusat dan juga
mengatur rangsanga di daerah otak. Secara intrinsic juga terkait dengan ketakutan dan
respons kecemasan bahkan pelemahan ringan transimi GABA juga menyebabkan
adanya gairah, kecemasan, kegelisahan maupun insomnia. Neurotransmitter lain yang
dianggap terlibat dalam gangguan kecemasan termasuk dopamine, glutamin maupun
neurokinin yang dimungkinkan menjadi target yang sesuai untuk pengembangan obat
di masa mendatang (Stephen Beakley. 2013).

C. Farmakoterapi
Terapi lini pertama yang umumnya digunakan pada gangguan kecemasan
maupun gangguan kepanikan adalah inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI).
Antidepresan trisiklik (TCA) juga dianggap efektif pada gangguan kecemasan namun
tidak semua pasien dapat menggunakan TCA karena adanya efek samping berupa
retensi urin, aritmia maupun blokade jantung yang apabila dikonsumsi oleh pasien
dengan penyakit jantung atau epilepsi karena dapat menyebabkan kematian
mendadak. Terapi juga dapat digunakan venlafaxine yang pelepasannya diperpanjang
dan efektif serta ditoleransi dengan baik untuk gangguan kecemasan. Sedangkan
duloxetine (cymbalta) telah dievaluasi dan hanya efektif menangani gangguan
kecemasan. Azapirones, seperti buspirone (Buspar) lebih baik daripada plasebo pada
pasien gangguan kecemasan dan studi klinis menunjukkan bahwa bupropion
(Wellbutrin) mungkin memiliki efek ansiogenik pada beberapa pasien sehingga
memerlukan pemantauan ketat jika digunakan untuk pengobatan depresi komorbid,
gangguan afektif musiman maupun penghentian merokok. Namun bupropion sendiri
tidak disetujui untuk pengobatan gangguan kecemasan maupun gangguan kepanikan
(Amy B. Locke, MD, FAAFP, dkk. 2015).
Pengobatan dapat menggunakan serotonin inhibitor karena serotonin sendiri
dianggap sebagai neurotransmitter yang terlibat dalam mengatur emosi ataupun
kecemasan. Penurunan kadar serotonin dapat menimbulkan efek ansiolitik sesuai
pengamatan studi klinis yang telah dilakukan di masa lalu. Salah satu subtipe reseptor
yang terlibat dalam kecemasan adalah subtipe reseptor serotonin 1A (5HT1A) yang
merupakan reseptor otomatis yang terletak presinaprikal pada neuron serotonin yang
saat dirangsang dapat menghambat sintesis dan sekresi dari serotonin. Pengobatan
dengan buspirone yang merupakan agonis reseptor 5-HT1A menunjukkan adanya
efek ansiolitik pada hewan dan telah disetujui untuk digunakan pada gangguan
kecemasan oleh FDA pada tahun 1986. Reseptor serotonin yang berpotensi terlibat
dalam kecemasan termasuk reseptor 5-HT2A, 5-HT2C dan 5-HT3. Sedangkan
antagonis untuk reseptor 5-HT2A seperti ritanserin telah menunjukkan adanya efek
ansiolitik pada beberapa model hewan dan juga blokade reseptor 5-HT2C juga
menghasilkan efek ansiolitik pada hewan serta mencegah efek ansiogenik dari m-CPP
(Almokhtar A. Adwas, dkk. 2019).
Psikoterapi lini pertama yang digunakan yakni terapi perilaku kognitif (CBT)
biasanya menggabungkan beberapa intervensi yang berbeda; psikoedukasi, paparan
kekhawatiran, relaksasi, relaksasi terapan, pemecahan masalah, penataan ulang
kognitif dan psikoterapi interpersonal. Terapi kognitif (CT) mengajarkan kepada
pasien untuk mengevaluasi pikiran cemas mereka secara objektif. Terapi kognitif
meliputi kognitif murni, restrukturisasi kognitif, terapi meta-kognitif dan terapi
intoleransi ketidakpastian. Relaksasi terapan mengajarkan pada pasien keterampilan
mengatasi yang akan memungkinkannya rileks dengan cepat yang akan melawan dan
membatalkan reaksi kecemasan dengan lebih baik.
Sedangkan lini pertama pengobatan kombinasi menunjukkan bahwa sangat
sedikit penelitian ilmiah yang membandingkan kombinasi obat (benzodiazepine,
buspirone atau antidepresan) dengan CBT. Kebanyakan dari mereka gagal
menunukkan keuntungan dari terapi kombinasi dibandingkan monoterapi. Sebuah
studi yang melibatkan orang dewasa yang lebih tua memang menunjukkan bahwa
augmentasi escitalopram dengan CBT lebih baik daripada escitalopram saja.

Daftar Pustaka

A. Adwas, Almokhtar., Jbireal, J.M., Azab, Elsayed Azab. 2019. Anxiety:


Insights into Signs, Symptoms, Etiology, Pathophysiology, and Treatment. East
African Scholars Journal of Medical Sciences. Vol 2., Issue 10.

B. Locke, Amy, MD, FAAFP., Kirst, Nell, MD., G.Shultz, Cameron, PhD,
MSW. 2015. Diagnosis and Management of Generalized Anxiety Disorder and Panic
Disorder in Adults. American Family Physician; Vol.91., No.9.

Bleakley, Stephen. 2013. Anxiety Disorder: Clinical Features and Diagnosis.


diakses pada tanggal 16 November 2020
https://bit.ly/2UAGgpB

Anda mungkin juga menyukai