Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KELOMPOK

KULIAH KERJA NYATA (KKN)


KELOMPOK 14
DI WILAYAH KECAMATAN MAOSPATI
KABUPATEN MAGETAN
Tanggal, 01 – 20 FEBRUARI 2021
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan dalam Pelaksanaan
Program Kuliah Kerja Nyata

DISUSUN OLEH:
1. Sekar Wulandari (201708055)
2. Sinta Diah A (201708056)
3. Widriyatul Lianah (201708058)
4. Yossy Febryarti (201708059)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI DAN S1 FARMASI


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR KELOMPOK KULIAH KERJA NYATA (KKN)


PUSKESMAS MAOSPATI KECAMATAN MAOSPATI
KABUPATEN MAGETAN
KELOMPOK 14
MADIUN, 27 Februari 2020

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Ketua Program Studi S1 Farmasi

(apt. Susanti Erikania, M. Farm) (apt. Vevi Maritha, M. Farm)

Ketua LPPM
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Aris Hartanto, S. Kep., Ns, M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, Laporan Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata dapat
kami selesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan serta turut membantu
kalancaran pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yaitu :
1. Zaenal Abidin,S.KM.,M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun.

2. Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes selaku Ketua Program Studi S1


Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

3. Mega Arianti S.Kep., Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1


Keperawatan.

4. Assasih Villasari. S.ST selaku Ketua Program Studi D3 Kebidanan.

5. Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi D3 Farmasi.

6. Irmawati Mathar S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi D3 Rekam


Medik.

7. Heni Eka Puji Lestari, S.ST.,M.Kes. selaku Dosen Pembimbing.

8. Adhin Al Kasanah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosem Pembimbing

9. dr.T. Heny Widyastuti selaku Kepala Puskesmas Kartoharjo.

10. Mariana Pasudi.Amd.,Keb selaku Pembimbing Lapangan lahan.

11. Bapak Surotoselaku Kepala Desa Gunungan Kecamatan Kartoharjo


Kabupaten Magetan.

12. Mbah Go selaku tuan rumah selama kami tinggal di Desa Gunungan.
13. Seluruh masyarakat Desa Gunungan, Kecamatan Kartoharjo Kabupaten
Magetan

14. Ibu Indah dan keluarga selaku Kader yang membantu kelompok 6 di Desa
Gunungan, Kecamatan Kartoharjo Kabupaten Magetan

15. Mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang mengikuti kegiatan
KKN.

16. Semua pihak yang telah membantu kegiatan KKN.

Laporan Pelaksanaan Kegiatan KKN ini telah kami susun seoptimal mungkin,

namun kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan ini. Oleh

karena itu, kami mohon saran dan masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan

laporan ini.

Semoga laporan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknnya oleh Mahasiswa,

Dosen Pembimbing, Pembimbing Lapangan, Penguji dan berbagai pihak yang

terkait.

Maospati, Februari 2021


Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecamatan Maospati merupakan kecamatan berpenduduk padat di

Kabupaten Magetan dengan jumlah penduduk 46.763 jiwa dan dengan luas

wilayah 25,26 km2. Kepadatan penduduknya sendiri berjumlah sekitar 1.851

jiwa/km2. Wilayah berpenduduk padat di kecamatan ini antara lain di daerah

Maospati, Kraton, Mranggen, dan sepanjang Jalan Nasional Rute 30 menuju

Madiun. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai Pegawai

Negeri Sipil (PNS), TNI, polisi, pedagang, wiraswasta, dan petani.

Beragamnya profesi dikarenakan posisi Kecamatan ini yang sangat strategis

antara lain Keberadaan Lanud Iswahjudi menjadikan profesi TNI cukup

signifikan jumlahnya. Selain itu wilayah yang berada di jalur strategis lintas

selatan pulau Jawa menjadikan mata pencaharian berdagang menjadi pilihan.

Meskipun begitu bidang pertanian tetap menjadi andalan terutama di wilayah

utara kecamatan ini.

Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat

dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 


Penggunaan obat secara rasional di masyarakat merupakan salah satu hal

penting untuk membangun pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pengobatan

yang tidak rasional selama ini telah memberikan dampak negatif berupa

pemborosan dana, efek samping dari penggunaan obat yang kurang tepat akan

menyebabkan terjadinya resistensi, interaksi obat yang berbahaya, dapat

menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan kesehatan. Untuk

meningkatkan kerasionalan obat pada masyarakat hingga mutu pelayanan

kesehatan yang optimal maka perlu dilakukan pengelolaan obat secara

rasional dan sistematis (Yuliastuti dkk., 2013).

Suatu pengobatan dikatakan rasional apabila memenuhi beberapa kriteria

antara lain tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat

dosis, tepat cara pemberian, tepat interval waktu pemberian, tepat lama

pemberian, waspada terhadap efek samping, tepat penilaian kondisi pasien.

Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta

tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tepat

tindak lanjut, tepat penyerahan obat, pasien patuh dalam pengobatan

(Kemenkes RI, 2011).

Dari data sekunder pada bulan Februari 2020 yang diperoleh dari

Puskesmas Maospati menyatakan bahwa penduduk Maospati sebanyak 25

orang menderita ispa non pneumonia, 25 orang menderita diare, serta 25

orang menderita myalgia. Sebagian besar penderita adalah lansia dan manula.

Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat kesesuaian

peresepan obat di Puskesmas Maospati pada bulan Februari 2020 dengan


indikator POR dan mengetahui rasionalitas peresepan obat untuk ISPA non

pneumonia, diare non spesifik dan myalgia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kesesuaian peresepan obat di Puskesmas Maospati pada bulan

Februari dengan indikator POR?

2. Bagaimana rasionalitas peresepan obat di Puskesmas Maospati pada bulan

Februari untuk penderita ISPA non pneumonia, diare non spesifik dan

myalgia?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui evaluasi pelaksanaan Penggunaan Obat Rasional (POR) di

Puskemas Maospati pada bulan Februari 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kesesuaian peresepan obat di Puskesmas Maospati pada

bulan Februari dengan indikator POR

b. Mengetahui rasionalitas peresepan obat untuk ISPA non pneumonia,

diare non spesifik dan myalgia

1.4 Manfaat

KKN mempunyai tiga kelompok sasaran, yaitu mahasiswa, masyarakat

dan Pemerintah Daerah, serta Perguruan tinggi

1. Masyarakat Daerah Maospati


a. Mendapatkan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada di

daerah Maospati, sehingga diharapkan adanya perubahan perilaku

bagi masyarakat.

b. Masyarakat dapat lebih menyadari akan pentingnya hidup sehat dan

perilaku sehat.

2. Puskesmas Maospati

Memberikan informasi kesehatan di lingkungan sekitar daerah

puskesmas dan dapat mengembangkan suatu progam pengembangan

puskesmas dalam bidang kesehatan.

3. Mahasiswa

Memperoleh pengalaman belajar bagaimana penggunaan obat rasional

yang dilakukan di puskesmas Maospati, Kabupaten Magetan.

4. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Mendapatkan masukan dalam pengembangan tridharma yang adaptif

terhadap kompleksitas permasalahan kesehatan serta Media promosi

Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun secara langsung ke masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 PengertianPuskesmas

Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehata dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No

75, 2015).

2.1.2 TujuanPuskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas

diantaranya sebagai berikut (Permenkes RI No 75, 2015):

a. Mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat meliputi

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.

b. Mewujudkan masyarakat mampu menjangkau pelayanan kesehatan

bermutu.

c. Mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat.

d. Mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal,

baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.2 Penggunaan Obat Rasional (POR)

2.2.1 Definisi

Penggunaan obat rasional (POR) didefinisikan apabila pasien

menerima obat yang tepat untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang
memenuhi kebutuhan untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya

yang terjangkau baik untuk individu maupun masyarakat. Penggunaan obat

dikatakan rasional jika memenuhi kriteria meliputi sebagai berikut

(Kemenkes, 2011):

a. Tepat diagnosa

b. Tepat indikasi penyakit

c. Tepat pemilihan obat

d. Tepat dosis

e. Tepat cara pemberian

f. Tepat lama pemberian

g. Waspada terhadap efek samping

h. Tepat penilaian kondisi pasien

i. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin

j. Tersedia setiap saat denga harga terjangkau

k. Tepat informasi

l. Tepat tidak lanjut (follow up)

m. Tepat penyerahan obat

n. Pasien patuh terhadap pengobatan yang diberikan.

Pemakaian obat dikatakan tidak tepat apabila kemungkinan untuk

memberikan manfaat kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan

kemungkinan manfaat tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping

atau biayanya. Penggunaan obat tidak rasional dapat berakibat pada hal

yang tidak diharapkan meliputi (Kemenkes, 2011):


a. Penurunan kualitas terapi yang dapat meningkatkan angka morbiditas

dan mortalitas

b. Sumber daya yang tersia-sia yang dapat mengurangi ketersediaan obat

dan meningkatkan biaya pengobatan

c. Resiko efek yang tidak diinginkan yang mencetuskan terjadinya reaksi

yang tidak diinginkan serta reistensi bakteri

d. Dampak psikososial yang mengakibatkan ketergantungan pasien

terhadap obat yang tidak diperlukan.

2.2.2 Tujuan

Tujuandari Program POR (Direktorat Bina PelayananKefarmasian,

2014) meliputisebagaiberikut:

a. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya pengobatan.

b. Mempermudah akses masyarakat memperoleh obat dengan harga

terjangkau.

c. Mencegah dampak penggunaan obat tidaktepat yang dapat

membahayakan pasien.

d. Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu

pelayanan kesehatan.

2.2.3 Indikator POR

Indikator POR digunakan secara tepat untuk menilai penggunaan obat

rasional di unit pelayanan, membandingkan antar unit atau menilai

perubahan setelah interveni. Indikator POR menurut WHO meliputi

(Kemenkes, 2017):
a. Indicator peresepan

1. Reratajumlahobat item obatdalamresep

2. % peresepandengannama generic

3. % peresepandengan antibiotic

4. % peresepandengansuntikan

5. % peresepan yang sesuai DOEN

b. Indicator pelayanan

1. Reratawaktukonsultasi

2. Reratawaktupenyerahanobat

3. % obat yang sesungguhnyadiserahkan

4. % obat yang dilabelsecaraadekuat

c. Indicator fasilitas

1. Pengetahuanpasiententangdosis yang benar

2. Ketersediaandaftarobatessensial

3. Ketersediaankey drugs

Indikatorkinerja POR Nasional yaitu persentase penggunaan obat

rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah yaitu puskesmas

yang dihitung berdasarkan tiga penyakit yaitu ISPA non pneumonia, diare

non spesifik dan myalgia. Dari ketiga penyakit tersebut ditetapkan empat

parameter sebagai berikut (Kemenkes, 2016):

a. % antibiotic ISPA non Pneumonia (batastoleransi 20%)

b. % antibiotic diare non spesifik (batastoleransi 8%)

c. % injeksipada myalgia (batastoleransi 1%)


d. Reratajumlah item obat/resep (batastoleransi 2,6 item).

2.2.4 Pemantauan dan Evaluasi POR

Tujuan dari pemantauan penggunaan obat yang rasional yaitu untuk

menilai apakah kenyataan prakter penggunaan obat yang dilakukan telah

sesuai dengan pedoman yang digunakan. Sedangkan manfaat dari

pemantauan penggunaan obat rasional yaitu mendeteksi adanya

kemunggkinan pemakaian obat yang berlebih atau kurang bahkan

pemakaian obat yang boros serta dapat bermanfaat dalam perencanaan

obat (Kemenkes, 2011).

Hal-hal yang perlu dipantau dalam penggunaan obat yang rasional

meliputi (Kemenkes, 2011):

a. Kecocokan antara gejala, diagnosis dan pengobatan yang digunakan

b. Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatan yang ada

c. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas

d. Praktek polifarmasi

e. Ketepatan indikasi

f. Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian

g. Kesesuaian obat dengan kondisi pasien

Monitoring dan evaluasi dalam penggunaan obat yag rasional

meliputi sebagai berikut (Kemenkes, 2011)

a. Indikator peresepan

Terdapat 4 parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan

evaluasi penggunaan obat yang rasional yaitu :


1. Penggunaan standar pengobatan

2. Proses pengobatan

3. Ketepatan diagnostik

4. Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan

b. Pengumpulan data peresepan

c. Cara pengisian

d. Penolahan/penyajian data

e. Pengiriman laporan

2.3 InfeksiSaluranPernafasanAkut (ISPA)

2.3.1 Definisi ISPA

ISPA adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan

bagian atas dan bagian bawah. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari

hidung hingga alveoli beserta organ adnekanya seperti sinus-ssinus, rongga

telinga tengah dan pleura. Infeki akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari (Rahajoe, 2010). Infeksi ini disebabkan oleh virus,

jamur dan bakteri, ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh atau

imunologi menurun (Karundeng, Y.M, et al, 2016).

2.3.2 Klasifikasi ISPA

ISPA diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok diantaranya

sebagai berikut (Widoyono, 2010):

a. Non pneumonia yaitu mencakup kelompok pasien dengan batuk yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan


adanya tarikan dinding dada bagian bbawah ke arah dalam. Contoh:

common cold, faringitis, tonsitilis dan otitis

b. Penumonia yaitu didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernafas.

c. Pneumonia berat yaitu didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernafas disertai sesak nafas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah

dalam.

2.3.3 Gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA bervariasi antara lain demam, pusing, malaise

(lemas), anoreksia (tida nafsu makan), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor

(suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya

tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gaga

nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian

(Nelson, 2010).

2.3.4 Pengobatan

Pengobatan atau tata laksana terapi pada infeksi saluran nafas akut

(ISPA) diantaranya sebagai berikut :

a. Non pneumonia : tidak serta merta menggunakan antibiotik karena

penyebab dari penyakit ini umumnya lebih dominan oleh virus yang tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Langkah penanganan terhadap

gejala yang timbul seperti batuk, flu, demam dan nyeri lebih dikedepankan

dengan pemberian analgetik, antipiretik, antihistamin, dekongestan, antitusif

atau ekspektoran, vitamin dan mineral untuk meningkatkan daya tahan


tubuh dan menganjurkan pasien untuk istirahat serta menghindari paparan

yang menggangu kesehatan seperti merokok (Putra et al., 2015).

Contoh : Paracetamol 500mg 3x sehari atau Asetosal 300-500mg 3x sehari

untuk menghilangkan nyeri dan demam.

b. Pneumonia : diberikan obat antibiotik kotrimoksazol peroral. Bila penderita

tidak memungkinkan tidak diberikan kotrimoksazol atau tidak ada

perubahan setelah pemberian kotrimoksazol maka dapat digunakan

antibiotik lain seperti ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral

dan oksigen.

2.4 Diare

2.4.1 Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair

atau setengah cair (setengahpadat) kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebihdari 3 kali sehari. Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat

dari materi tinja epanjang usus besar. Diare dapat disebabkan oleh berbagai

macam penyebab antara lain yaitu enteritis, faktor psikologis, colitis

ulserative (Adyanastri, 2012).

2.4.2 Klasifikasi Diare

Diare dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok diantarnya

sebagai berikut (Simadibrata, 2007) :

a. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi:


1. Diare spesifik adalah diare yang disebabkan yang bukan dari kuman

khusus maupun parasit.

2. Diare non spesifik adalah diare yang disebabkan oleh kuman khusus

seperti amoeba, shigella dll.

b. Ditinjau dari lama infeksi diare dibagi menjadi 2 golonganyaitu :

1. Diare akut adalah sebagai pasase tinja cair atau lembek dengan jumlah

lebih banyak dari normal dan berlangsung kurang dari 14 hari .

2. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 menit.

2.4.3 Gejala Diare

Tanda dan gejala pada diare diantaranya sebagai berikut (Medscape):

a. Dehidrasi berupa kelesuan, kesadaran depresi, ubun-ubun anterior

cekung, selaput lendir kering, mata cekung, kurang air mata, turgor

kulit buruk, pengisian kapiler tertunda.

b. Gagal tumbuh kembang dan malnutrisi berupa berkurangnya masa

otot /lemak atau edema perifer

c. Sakit perut/kram

d. Borborygmi

e. Eritema perianal

2.4.4 Pengobatan

Pengobatan atau terapi pada diare dibagi menjadi beberapa

kelompok diantranya sebagai berikut (Pionas, 2015):

1. Larutan rehidrasi oral


Terapi ini untuk pencegahan atau penggantian cairan dan elektrolit yang

hilang, hal ini penting khususnya pada bayi dan pasien yang lemah dan

lansia. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berat memerlukan perawatan

segera dirumah sakit dan penggantian cairan dan elektrolit segera.

2. Adsorben dan obat pembentuk masa

Adsorben seperti kaolin, tidak dianjurkan untuk diare akut. Obat-obat

pembentuk masa sepeti metil selulosa, isphaggula dan sterkulia bermanfaat

dalam mengendalikan konsistensi tinja pada ileostomi dan kolonostomi,

serta dalam mengendalikan diare akibat penyakit divertikular. Cotoh obat

yang termasuk dalam golonan ini antara lain kaolin, pectin, dan attapulgit.

3. Antimotilitas

Pada diare akut obat antimotilitas perannya sangat terbatas sebagai

tambahan pada terapi penggantian cairan dan elektrolit. Obat yan termasuk

golonan ini antara lain codein fosfat, co-fenotro, loperamid HCl, dan

morfin.

4. Antibiotik

Antibiotik digunakan pada diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri

(Fithria dan Di’fain, 2015). Beberapa antibiotik yang diguanakan pada

diare yaitu:

a. Tetrasiklin, dosis 12,5mg/kg BB 4x sehari selama 3 hari untuk diare

yang disebabka oleh bakteri cholera


b. Trimetoprim – Sulfametoksazol dimana TMP 5mg/kgBB dan SMZ

25mg/kgBB 2x sehari selama 5 hari untuk diare yang disebabkan oelh

bakteri Shigella dysentriae

c. Metronidazole, dosis 10mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari (10 hari

untuk peyakit yang parah) untuk diare yang disebabkan amoebiaisis

dan dosis 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari untuk diare yang

disebabkan giardiasis.

2.5 Myalgia (nyeri otot)

2.5.1 DefinisiMyalgia

Myalgia adalah nyeri otot yang terjadi karena kontraksi otot secara

berulang-ulang atau terus menerus dan akan mengakibatkan otot menjadi

spasme atau meradang. Ketika otot meradang, bengkak atau kaku karena

kelelahan, ruang antara kulit dan otot tertekan sehingga terjadi

penyempitan pada aliran kelenjar limfatik. Tekanan juga berpengaruh pada

reseptor nyeri di bawahkulit yang selanjutnya member ketidaknyamanan

ke otak sehingga mengalami rasa sakit (Weni, 2010).

2.5.2 Klasifikasi

Myalgia diklasifikasi menjadi beberapa kelompok diantaranya

sebagai berikut (Kinssel, 2014):

a. Fibriomyalgia

Fibriomyalgia atau rematik otot adalah penyakit yang ditandai dengan

nyeri otot yang luas, yang biasa terjadi pada daerah tengkuk, punggung

dan pinggang.
b. Myosfacial poin

Myosfacial poin adalah penyakit yang mirip dengan fibriomyalgia namun

titik nyeri lebih sedikit dan jika ditekan timbul rasa nyeri yang menjalar

ke arah tubuh lain. Penyakit ini disebabkan oleh kesalahan postur atau

poisi tubuh dalam waktu lama dan ketegangan emosi.

c. Post exercise muscle soreness

Post exercise muscle soreness adalah keluhan yang terjadi setelah

olahraga. Nyeri timbul pada otot yang banyak melakukan aktivita saat

olahraga, dapat timbul langsung pasca olahraga atau ttimbul 8-24 jam

pasca olahraga.

2.5.3 Gejala Myalgia

Gejala klinis yang ditemukan pada myalgia diantaranya sebagai berikut

(Novita, 2014):

a. Nyeri sendi

b. Kekakuan

c. Kelelahan

d. Gejala neurologis seperti mati rasa, gangguan penglihatan, telinga

berdenging.

2.5.4 Pengobatan Myalgia

Terapi pada myalgia dapat dapat secara non farmaologis dan secara

farmakologis (Nusa Penida, 2012) :


a. Non farmakologis

1. Jika merupakan suatu gejala penyakit, pengobatan utama ditujukan

pada penyakit tersebut

2. Menigkatkan aliran darah atau suhu dalam otor membantu untuk

mengurangi akumulasi zat metabolik yang merugikan, dapat

dilakukan dengan melakukan olahraga ringan, fisioterapi dan terapi

akupuntur

3. Beristirahat dan mengurangi aktivitas yang memicu timbulnya nyeri.

Hal ini dilakukan agar otot yang cedera dapat mengalami pemulihan

selama istirahat

b. Farmakologis

1. Analgesik

Karena memiliki efektifitas yang relatif untuk meredakan nyeri.

a. Paracetamol

Paracetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Dosis

terapi yaitu 500mg 3-4x sehari

b. Tramadol

Tramadol memiliki efek analgesik yang cukup kuat. Dossis terapi

yaitu sehari maksimal 400mg, dan untuk pengguna diatas 75

tahun maksimum per hari adalah 300mg.


2. NSAID

a. Asam mefenamat

Asam mefenamat memiliki efek sebagai analgesik, antipiretik dan

antiradang. Dosis terapi yatu untuk dosis awal 500mg, selanjutnya

3-4x 250mg selama 7 hari

b. Ibuprofen, dosis terapi yaitu 3-4x 200mg-400mg.

c. Diklofenak, dosis terapi diklofenak yaitu 25mg-50mg 2x sehari.

d. Ketoprofen, dosis terapi yang digunakan yaitu 25mg-50mg 2-4x

sehari.

e. Piroxicam, dosis terapi yang digunakan yaitu 20mg 1x sehari

f. Meloxicam, dosis terapi yang digunakan yaitu 7,5-15mg 1x

sehari.

3. Vitamin

Vitamin untuk membantu peredaran darah dan mengatasi myalgia

yang disebabkan oleh kekurangan vitamin.

a. Vitamin B kompleks, dosis terapi yang digunakan yaitu dewasa

1x sehari dengan atau tanpa makan

b. Vitamin D, dosis yang digunakan yaitu kebutuhan sehari

200unit/hari.
BAB III

ANALISIS MASALAH

3.1 Analisis Wilayah Puskesmas Maospati

Puskesmas Maospati adalah salah satu organisasi yang bersifat fungsional.

Puskesmas Maospati sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten Magetan yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan Maospati.

Identitas Puskesmas Maospati

Nama Puskesmas : Maospati

Alamat Puskesmas : Jalan Raya Maospati Nomor 148,

Maospati, Magetan, Jawa Timur

Desa/Kelurahan : Maospati

Kecamatan : Maospati

Kabupaten : Magetan

Kode pos : 63392

No. Telp : 0351-869033

Jenis puskesmas : Perawatan

Jam operasional : Setiap hari 24 jam

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan mengolah data

sekunder pada bulan Februari 2020 di Puskesmas Maospati.


3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Objek

tersebut dapat berupa manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,

serta peristiwa dan gejala yang terjadi dalam masyarakat atau di dalam

alam (Notoadmojo, 2011). Populasi yang digunakan adalah seluruh resep

data evaluasi pemantauan obat rasional nasional yaitu pasien ISPA non

pneumonia, diare, dan myalgia pada bulan Februari 2020 di Puskesmas

Maospati, Magetan.

b. Sampel Penelitian

Sampel ditentukan dengan metode nonprobalititas purposive sampling

sesuai dengan data evaluasi pemantauan obat rasional nasional yaitu resep

pasien ISPA non pneumonia, diare dan myalgia pada bulan Februari 2020

di Puskesmas Maospati, Magetan.

3.4 Identifikasi Masalah


Nama Jumlah Rata- Usia
penyakit pasien rata
lama Balita Anak- Remaja Dewasa Lansia Manula
pemaka (0-5 anak (6- (12-25 (26-45) (46-65 (>65th)
ian obat th) 11th) th) th)

Ispa non 25 3 2 2 5 1 15 -
pneumo
nia

Diare 25 3 8 5 5 3 2 2

Myalgia 25 3 - - 3 2 9 12

Tabel 3.1 Data Penggunaan Obat Rasional Pada Bulan Februari 2020 di

Puskesmas Maospati

Data yang diambil sebagai parameter monitoring dan evaluasi POR

Nasional adalah data pasien yang berobat ke Puskesmas dengan diagnosis tunggal

16 ISPA non pneumonia (batuk pilek), diare akut non spesifik, dan penyakit

sistem otot dan jaringan. Batas toleransi penggunaan antibiotik pada ISPA non

pneumonia adalah 0,0% untuk penggunaan antibiotik, untuk diare nonspesifik

0,0% untuk penggunaan antibiotik dan untuk mialgia 0,0% untuk penggunaan

injeksi. Sedangkan batas toleransi rata-rata item obat per lembar resep adalah

3,21 item. Berdasarkan tabel 3.1, jumlah penderita ISPA non pneumonia

sebanyakk 25 penderita yaitu terdiri dari 2 balita, 2 anak-anak, 5 remaja, 1

dewasa, dan 15 lansia. Penderita diare sebanyak 25 penderita terdiri dari 8 balita,

5 anak-anak, 5 remaja, 3 dewasa, 2 lansia dan 2 manula. Penderita myalgia

sebanyak 25 penderita terdiri dari 3 remaja, 2 dewasa, 9 lansia dan 12 manula.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan data peresepan dan pemantauan obat rasional bulan Februari

2020 di Puskesmas Maospati, Magetan sampel yang diperoleh adalah 25

pasien ISPA non pneumonia yg paling banyak diderita pada usia lanjut yaitu

sebanyak 15 pasien, 25 pasien diare non spesifik yang paling banyak diderita

usia balita yaitu sebanyak 8 pasien, 25 pasien myalgia yang paling banyak

diderita pada usia manula yaitu sebanyak 12 pasien.

Keseluruhan data yang didapat dan diolah pada penelitian ini sejumlah 75

resep obat pasien. Hasil dan pembahasan dibagi dalam beberapa bagian yaitu

karakterisitik demografi pasien meliputi umur dan jenis kelamin, profil

peresepan obat, presentase rasionalitas peresepan berdasarkan indicator POR

Nasional, dan presentase rasionalitas peresepan berdasarkan indikator POR

Nasional, dan presentase rasionalitas peresepan berdasarkan lima kriteria

POR Nasional.

4.2 Jenis Kelamin Pasien

Tabel 4.1 Jenis kelamin pasien ISPA non Pneumonia bulan Februari 2020 di
Puskesmas Maospati

Jenis kelamin Jumlah pasien Prosentase (%)


Perempuan 20 80.0
Laki-laki 5 20.0
Total 25 100.0

Tabel 4.2 Jenis kelamin pasien diare non spesifik bulan Februari 2020 di
Puskesmas Maospati
Jenis kelamin Jumlah pasien Prosentase (%)
Perempuan 20 80.0
Laki-laki 5 20.0
Total 25 100.0

Tabel 4.3 Jenis kelamin pasien myalgia bulan Februari 2020 di Puskesmas
Maospati

Jenis kelamin Jumlah pasien Prosentase (%)


Perempuan 20 80.0
Laki-laki 5 20.0
Total 25 100.0

4.3 Karekteristik Demografi Pasien

Tabel 4.4 Karakteristik Demografi Pasien

Nama Jumlah Rata- Usia


penyakit pasien rata
lama Balita Anak- Remaja Dewasa Lansia Manula
pemaka (0-5 anak (6- (12-25 (26-45) (46-65 (>65th)
ian obat th) 11th) th) th)

Ispa non 25 3 2 2 5 1 15 -
pneumo
nia

Diare 25 3 8 5 5 3 2 2

Myalgia 25 3 - - 3 2 9 12

4.4 Profil Peresepan Obat

Tabel 4.5. Profil Peresepan Obat Berdasarkan Golongan di Puskesmas

Maospati bulan Februari 2020

Kelompok Frekuensi
Golongan Obat
Penyakit Peresepan
Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi Non Steroid 27
Antihistamin 14
Antibiotik 2
Antiasma 3
ISPA
Antipsikotropika 1
nonpeneumoni
Ekspektoran 24
a
Bronkodilator 4
Obat Lain :  
Maag 3
Vitamin 9
Obat diare:
Guanistrep (Kaolin dan pectin) 6
Atapulgit 19
Oralit 17
Zink 1
Diare Non Antibiotik 3
Spesifik Antihistamin 1
Obat Lain :
Vitamin  
Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi Non Steroid 13
Maag 20
CTM 1
Analgesik Antipiretik, Antiinflamasi Non Steroid 34
Vitamin 26
Obat Lain :  
Maag 6
Myalgia
Mual 3
Vertigo 4
Antihistamin 9
Asam urat 4
Antihipertensi 1
Antihiperlipid 4

Berdasarkan formulir pelaporan indikator peresepan myalgia di

puskesmas maospati penggolongan obat yang diresepkan oleh dokter di

Puskesmas Maospati untuk penyakit ISPA non pneumonia, diare non

spesifik, dan mialgia merupakan obat-obat yang tercantum Formularium

Nasional tahun 2019, yang tentunya dapat tersedia pada fasilitas


kesehatan tingkat pertama. Hal ini dikarenakan seluruh puskesmas di

Kabupaten Magetan sudah menerapkan pola pengelolaan keuangan

BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) yang merupakan kebijakan

bahwa puskesmas mendapatkan keleluasaan untuk mengelola keuangan

yang digunakan dalam peningkatan pelayanan kesehatan (Pemerintah

Kabupaten magetan 2020; Mendagri, 2018).

Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 selama satu bulan di Puskesmas

Maospati golongan obat ISPA yang paling banyak diresepkan oleh dokter

adalah analgesik/antipiretik/antiinflamasi non steroid, ekspektoran dan

antihistamin. golongan obat analgesik/antipiretik/antiinflamasi non steroid

dengan frekuensi peresepan sebanyak 27 kali. Pada golongan obat

analgesik/antipiretik/antiinflamasi non steroid yang paling banyak

diresepkan yaitu obat parasetamol tablet 500 mg dengan frekuensi

peresepan sebanyak 14 kali. Golongan obat ekspektoran yang paling

banyak diresepkan yaitu obat glyceryl guaiacolate (gg) 10 mg dengan

frekuensi peresepan sebanyak 19 kali. Golongan obat antihistamin yang

paling banyak diresepkan yaitu obat klorfeniramin maleat tablet 4 mg

dengan frekuensi peresepan sejumlah 12 kali.

Pada kasus diare non spesifik, golongan obat yang paling banyak

diresepkan untuk diare non spesifik adalah obat diare. Obat diare sendiri

terdiri dari kaolin dan pectin, attapulgit, zink dan oralit. Frekuensi

pemberian obat diare untuk kaolin dan pectin sebanyak 6 kali, Attapulgit

sebayak 19 kali, zink sebayak 1 kali dan oralit sebanyak 17 kali.


Sementara itu pada kasus myalgia, golongan obat vitamin dan

analgesik non narkotik yang paling dominan diresepkan oleh dokter yaitu

vitamin B kompleks dengan frekuensi peresepan sebanyak 12 kali dan

pada analgesik non narkotik yang paling sering diresepkan adalah natrium

diklofenak sebanyak dari 14 kali.

Obat-obat yang paling dominan diresepkan oleh dokter di

Puskesmas Maospati tersebut merupakan obat-obat yang tercantum dalam

Formularium Nasional yang dapat tersedia pada fasilitas kesehatan tingkat

pertama. Selain itu, obat-obat tersebut telah sesuai dengan indikasi untuk

masing-masing penyakit. Obat klorfeniramin maleat digunakan sebagai

antihistamin atau antialergi untuk mengurangi sekresi nasal, bersin-bersin,

gatal pada hidung atau tenggorokan saat batuk yang terjadi pada pasien

common cold, laringitis, sinusitis, ataupun otitis media. Obat parasetamol

digunakan untuk mengurangi rasa pusing, demam, ataupun nyeri sebagai

gejala dari penyakit ISPA. Obat zink dan oralit masingmasing digunakan

untuk mengurangi frekuensi BAB dan volume tinja serta mencegah

dehidrasi pada pasien diare. Obat natrium diklofenak bermanfaat untuk

mengurangi rasa nyeri vitamin B kompleks untuk mengatasi defisiensi

vitamin B pada pasien mialgia (BPOM RI, 2014; IDI, 2017; BNF, 2018).

4.5 Presentase Rasionalitas Peresepan Berdasarkan Indikator POR

Nasional

Tabel 4.6. Presentase Rasionalitas Peresepan Berdasarkan Indiktor POR

Nasional di Puskesmas Maospati Bulan Februari


Kelompok Penyakit Bulan Januari
ISPA Non Peneumonia AB NON AB
Jumlah 2 23
Batas Toleransi ≤ 20% 8%
Kesimpulan Memenuhi
Diare Non Spesifik AB NON AB
Jumlah 3 22
Batas Toleransi ≤ 8% 12%
Kesimpulan Tidak memeuhi
Myalgia Injeksi Non Injeksi
Jumlah 0 25
Batas Toleransi ≤ 1% 0%
Kesimpulan Memenuhi
Menurut kebijakan indikator POR Nasional, batas toleransi peresepan

antibiotik untuk penyakit ISPA non pneumonia adalah sebesar ≤20% setiap

bulan

(Kemenkes, 2017). Berdasarkan tabel 4.6 peresepan antibiotik pada pasien

ISPA non spesifik di Puskesmas Maospati pada bulan Februari sebanyak 8%,

hal ini dapat dikatakan bahwa peresepan antibiotik pada pasien ISPA non

spesifik di Puskesmas Maospati pada bulan januari telah memenuhi indikator

POR Nasional.

Sementara itu untuk penyakit diare non spesifik, berdasarkan kebijakan

indikator POR Nasional memiliki batas toleransi peresepan antibiotik sebesar

≤8% setiap bulan (Kemenkes, 2017). Puskesmas Maospati memiliki persentase

peresepan antibiotik untuk penyakit diare non spesifik sebesar 12%. Hal ini

perlu menjadi perhatian karena pada hasil di atas menunjukkan bahwa

persentase peresepan antibiotic untuk pasien diare non spesifik di Puskesmas

Maospati pada bulan januari tidak memenuhi indikator POR Nasional. Seperti

yang diungkap dalam sebuah Prosiding Simposium LXXIV oleh Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia (2018) bahwa salah satu dasar pemberian


terapi antibiotik dapat berdasarkan well-educated guess dengan terapi empirik.

Dasar tersebut ditentukan oleh adanya data surveilans lokal dan wawasan

dokter sebagai pembuat resep mengenai epidemiologi lokal infeksi dan

organisme penyebab infeksi (Djer et al., 2018).

Pada kasus myalgia, batas toleransi dari indikator POR Nasional untuk

persentase injeksi yaitu sebesar ≤1% setiap bulan (Kemenkes, 2017).

Berdasarkan

hasil pada tabel 4.6 persentase peresepan injeksi pada bulan januari untuk

penyakit myalgia di Puskesmas Maospati telah memenuhi indikator POR

Nasional. Hal ini dikarenakan tidak ada peresepan injeksi yang masuk untuk

pasien myalgia selama bulan Februari.

4.6 Presentase Rasionalitas Peresepan Berdasarkan Lima Indikator POR

Nasional

Tabel 4.7 Presentase Rasionalitas Peresepan Berdasarkan Lima Indiktor POR

Nasional di Puskesmas Maospati Bulan Februari

Kelompok Penyakit Bulan Januari


Rasional (%) Tidak Rasional (%)
ISPA nonpneumonia 100 0
Diare 95,6 4,4
Myalgia 100 0

Kriteria rasionalitas peresepan obat berdasarkan POR Nasional yang

digunakan meliputi tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, tepat cara

pemberian dan tepat durasi penggunaan obat. Berdasarkan hasil pada tabel 4.4

menunjukkan bahwa di Puskesmas Maospati untuk kasus ISPA non


pneumonia, peresepan obat rasional. Persentase penggunaan obat rasional di

Puskesmas Maospati untuk kasus ini selama bulan Januari telah memenuhi

standar pencapaian yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI

karena hasil penelitian menunjukkan persentase 100%.

Peresepan obat yang sudah dilakukan secara rasional diantaranya yaitu

obat parasetamol tablet 500 mg, CTM tablet 4 mg, dan gg. Peresepan obat

tersebut mayoritas sudah dilakukan secara tepat dan memenuhi dari kelima

kriteria. Hal tersebut ditunjukkan pada Panduan Praktik Klinis (2017) bahwa

obat-obat tersebut digunakan sebagai terapi medikamentosa untuk penyakit

common cold, sinusitis, dan otitis media yang bermanfaat untuk mengurangi

gejala-gejala yang dirasakan pasien seperti demam, batuk disertai rasa gatal,

hidung gatal, dan radang (IDI, 2017).

Peresepan obat untuk diare non spesifik yang sebagian besar sudah

dilakukan secara rasional diantaranya pengunaan kaolin dan pectin, atapulgit,

oralit dan zink. Pada Formularium nasional 2019, terdapat penggunaan

loperamid. Loperamid sendiri tidak boleh digunakan pada sembarang orang

diare. Loperamide bekerja dengan cara memperlambat gerakan usus dan

membuat feses menjadi lebih padat. Loperamide tidak ditujukan untuk

mengatasi diare akibat disentri, infeksi bakteri, atau diare akibat penggunaan

antibiotik. Peresepan obat untuk diare non spesifik perlu menjadi perhatian

karena masih ada nilai persentase peresepan tidak rasional di puskesmas

Maospati selama bulan januari yaitu sebesar 4,4%.


Peresepan obat rasional pada myalgia sudah dilakukan secara rasional

dengan pemberian analgesic non narkotika dan multivitamin untuk meredakan

nyeri pada otot. Hal ini juga sudah sesuai dengan peresepan di puskesmas

Maospati selama bulan januari. Dengan nilai rasionalitas peresepan sebesar

100%
BAB V
PENUTUP
5.1..................................................................................................................... KESIMPULA
1) Berdasarkan indikator POR Nasional, peresepan antibiotik di

puskesmas Maospati pada bulan Februari telah memenuhi syarat

indikator POR Nasional pada penyakit ISPA non pneumonia yaitu

≤ 20%, dan penggunaan injeksi untuk myalgia ≤ 1%. Namun

peresepan antibiotik untuk pasien diare non spesifik melebih batas

indikator POR Nasional yang telah ditentukan.

2) Peresepan obat rasional untuk pasien ISPA nonpeneumonia,

myalgia mencapai 100%, dan untuk peresepan diare non spesifik

rasional sebesar 95,6% dan selebihnya tidak rasiomal

5.2..................................................................................................................... SARAN

1) Sebaiknya diperlukan data penunjang lain seperti rekam medis,

hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, kondisi klinis,

peninjauan riwayat dan outcome terapi pasien agar analisis

peresepan obat dapat dilakukan secara lebih tepat.

2) Sebaiknya diperlukan wawancara secara lebih detail dengan

dokter penulis resep di Puskesmas Maospati mengenai kasus-

kasus yang perlu secara mendalam diketahui seperti pertimbangan

khusus oleh dokter kepada pasien dalam pemberian terapi agar

didapatkan data yang lebih komprehensif mengenai rasionalitas

peresepan obat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai