Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih didefinisikan sebagai presentasi klinis dari

mikroorganisme dalam urin yang melebihi batas ambang normal mikroorganisme

tersebut, yang berpotensi menginvasi pada jaringan dan struktur saluran kemih (dipiro

et al, 2005). Seseorang bisa dikatakan mengalami infeksi saluran kemih pada saluran

kemihnya bila jumlah bakteri di dalam urinnya lebih dari 100.000/mL urin. Namun

pada beberapa pasien wanita, bisa dikatakan infeksi meskipun jumlah bakterinya

kurang dari 100.000/mL urin (Dipiro et al, 2005).

Urinary Tract Infection (UTI) atau lebih dikenal Infeksi saluran kemih (ISK)

merupakan masalah yang banyak dijumpai dalam praktek klinis. Menurut saluran

yang terkena maka ISK dapat dibedakan menjadi bagian atas (pielonefritis) dan

bagian bawah (sisititis, prostatitis, uretritis) (Tisher dan Wilcox, 1997).

Dari segi klinis ISK dibagi menjadi:

1). Infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi (simple / uncomplicated urinary tract

infection) yaitu bila tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur

maupun fungsi saluran kemih.


2). Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection) yaitu

bila terdapat hal-hal tertentu sebagai penyulit ISK dan kelainan struktural maupun

fungsional yang merubah aliran urin, seperti :

a) Obstruksi saluran urin

(1) Anomali konginetal

(2) Batu saluran kemih

(3) Oklusi urete

(4) Kista ginjal

(5) Abses ginjal

(6) Tumor ginjal

b) Refluks vesikouretral

c) Penderita gangguan fungsi dan struktur ginjal

d) Residu urin dalam kandung kemih

(1) Neurogenic bladder

(2) Struktur uretra

(3) Penyakit dengan pembesaran prostat


e) Instrumentasi saluran kemih

(1) Katerisasi urin

(2) Dilatasi uretra

(3) Sistoskopi dan nefrostomi

(4) Pielografi retrograde

f) Populasi / keadaan yang spesifik

(1) Penderita DM dan immunocompromized

(2) Wanita hamil

(3) Penerima transplantasi ginjal

(4) Infeksi nosokomial

(5) Penderita penyakit sickle cell (Mengatas dan Ketut Suwitra, 2004).

Wanita lebih beresiko terkena infeksi saluran kemih daripada laki-laki karena

pada wanita panjang uretranya lebih pendek dibandingkan laki-laki. Pada wanita

panjang uretra 1,5 inci dan pada laki-laki panjang uretra 8 inchi (Price dan Wilson,

1995). Sekitar 5-7% wanita hamil mempunyai kecenderungan mengalami penyakit

infeksi ini, namun tidak ditemukan symptom. Dengan tidak terdeteksinya symptom

ini, di kemudian hari dapat menyebabkan infeksi dengan gejala-gejala lanjut pada
wanita hamil seperti pielonefritis, hipertensi pada wanita hamil, kelahiran premature,

dan fetus mati sebelum dilahirkan atau keguguran (Anantanaraya dan Paniker, 2000).

Pasien yang terkena ISK pada umumnya tidak memberikan gejala yang

berarti, namun biasanya semuanya terkait dengan tempat dan keparahan infeksi.

Gejala-gejala yang dapat timbul meliputi berikut ini, baik sendirian maupun

timbulnya bersama-sama seperti menggigil, demam, nyeri pinggang, dan sering mual

sampai muntah, disuria, sering terburu-buru kencing, nyeri suprapubik, dan hematuria

(Shulman et al, 1994).

2.2 Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih

Rute infeksi bakteri pada ISK diketahui sebagai berikut:

1) Asenden

Seperti pada dugaan masuknya bakteri tinja ke dalam kandung kencing melalui

uretra wanita atau ke dalam ginjal melalui ureter

2) Hematogen

Seperti pada infeksi Staphylococcus pada korteksi ginjal

3) Perluasan langsung

Seperti pada sistitis terkait dengan fistula enterovesika (Shulman et al, 1994).

Pada wanita, pendeknya uretra dan berdekatannya antara uretra dan daerah

perirektal menyebabkan kolonisasi dari uretra. Bakteri dapat memasuki kantung


kemih melalui uretra. Setelah berada di kantung kemih, organisme akan membelah

diri dengan cepat dan dapat bergerak keatas menuju ginjal melalui ureter.

Bakteriuria hanya mengkonfirmasi adanya bakteri dalam kandung kencing,

untuk menentukan tempat infeksi yang lebih tepat, penelitian menetapkan tempat-

tempat yang bisa mempresentasikan tempat adanya infeksi dari bakteri di tempat

infeksi dengan beberapa metode, yaitu:

1. Katerisasi ureter

Prosedur ini dilakukan dengan sara sistoskop dimasukkan ke dalam kandung

kencing, kemudian kandung kencing dicuci dengan larutan irigasi steril. Kateter

dimasukkan ke tiap-tiap mid ureter dan kencing dikumpulkan dari 8 kedua gunjal

untuk biakan dan analisis kencing. Hal ini dapat menentukan tempat dan lokalisasi

infeksi pada saluran kemih.

2) Pencucian kandung kencing

Pada prosedur ini kateter multilumen dimasukkan ke dalam kandung kencing dan

biakan kencing dasar diambil. Kandung kencing kemudian diisi dengan larutan salin

yang berisi antibiotik aminoglikosida selama 30-45 menit, kemudian larutan dicuci

dengan salin dan biakan kencing diambil secara seri dengan interval 10 menit. Pada

kebanyakan kasus infeksi saluran kemih, biakan pasca cuci steril. Jika ditemukan

bakteri dan bertambah jumlahnya maka kemungkinan berasal dari ginjal.

3). Deteksi bakteri terselubung antibodi dalam kencing


Prosedur ini hanya melihat hasil fluoresen, bila terdapat fluoresen (bakteri

diselubungi antibodi) dari hasil isolasi kencing pasien maka dimungkinkan bakteri

tersebut menyebabkan pielonefritis. Teknik lainnya seperti biopsi ginjal, penentuan

kemampuan ginjal membuat konsentrasi maksimum, dan teter serologis semuanya

gagal sebagai criteria yang cukup untuk mendeteksi pielonefritis kronik (Shulman et

al, 1994).

Prinsip-prinsip penatalaksanaan pada ISK berdasarkan biakan urin dan

pemeriksaan faal ginjal sebelum dimulai terapi. Jika hasil biakan belum ada maka

terapi awal menggunakan antibiotik dilakukan bersama dengan koreksi faktor

predisposisi seperti contohnya ureterolitotomi pada ISK terkomplikasi dengan batu

ginjal. Lalu terapi dilakukan pada penderita berdasarkan simptomatik, bakteriuria

yang terjadi setelah instrumentasi saluran kemih perlu diterapi, dan respons terapi

harus dipantau dengan kultur urin 1-2 minggu setelah terapi selesai (Mangatas dan

Suwitra, 2004).

2.3 Farmakoterapi atau terapi Infeksi Saluran Kemih

Prinsip umum terapi ISK adalah:

1) Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai

2) Mengoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi (Suyono, et al,

2001).
Tujuan dari pengobatan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,

mencegah dan mengobati bakterimia dan bakteruria, mencegah dan mengurangi

resiko kerusakan jaringan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan

yang sensitif, murah, aman, dan dengan efek samping yang minimal (Suyono et al,

2001).

Menurut Dipiro et al (2005), pengobatan untuk pasien pada berbagai bentuk ISK

adalah:

1) Infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi

 Trimetoprim-sulfametoksazol 1 tablet dua kali sehari selama 3 hari

 Siprofloksasin 250 mg dua kali sehari selama 3 hari

 Norfloksasin 400 mg dua kali sehari selama 3 hari

 Gatifloksasin 200-400 mg sekali sehari selama 3 hari

 Levofloksasin 250 mg sekali sehari selama 3 hari

 Lomefloksasin 400 mg sekali sehari selama 3 hari

 Enoxasin 200 mg sekali sehari selama 3 hari

 Amoksisilin 6 x 650 mg dosis tunggal untuk 1 hari

 500 mg dua kali sehari selama 3 hari


 Amoksisilin-klavulanat 500 mg tiap 8 jam selama 3 hari

 Trimetoprim 100 mg dua kali sehari selama 3 hari

 Nitrofurantoin 100 mg tiap 6 jam selama 3 hari

 Fosfomycin 3 gram dosis tunggal untuk 1 hari

2) Infeksi saluran kemih terkomplikasi

 Trimetoprim-sulfametoksazol 1 tablet dua kali sehari selama 7-10 hari

 Trimetoprim 100 mg dua kali sehari selama 7-10 hari

 Norfloksasin 400 mg dua kali sehari selama 7-10 hari

 Siprofloksasin 250-500 mg dua kali sehari selama 7-10 hari

 Gatiffloksasin 400 mg sekali sehari selama 7-10 hari

 Moksifloksasin 400 mg sekali sehari selama 7-10 hari

 Lomefloksasin 400 mg sekali sehari selama 7-10 hari

 Levofloksasin 250 mg sekali sehari selama 7-10 hari

 Amoksisilin-klavulanat 500 mg tiap 8 jam selama 7-10 hari

3) Infeksi rekuren
 Nitrofurantoin 50 mg sekali sehari selama 6 bulan

 Trimetoprim 100 mg sekali sehari selama 6 bulan

 Trimetoprim-sulfametoksazol ½ tablet sekali sehari selama 6 bulan

4) Sindrom uretra akut

 Trimetoprim-sulfametoksazol 1 tablet dua kali sehari selama 3 hari

 Azithromisin 1 gram dosis tunggal

 Doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama 7 hari

5) Pielonefritis akut

 Trimetoprim-sulfametksazol 1 tablet dua kali sehari selama 14 hari

 Siprofloksasin 500 mg dua kali sehari selama 14 hari

 Gatifloksasin 400 mg sekali sehari selama 14 hari

 Norfloksasin 400 mg dua kali sehari selama 14 hari

 Levofloksasin 250 mg sekali sehari selama 14 hari

 Lomefloksasin 400 mg sekali sekari selama 14 hari

 Enoksasin 400 mg dua kali sehari selama 14 hari


 Amoksisilin-klavulanat 500 mg tiap 8 jam selama 14 hari

Antibiotika merupakan suatu kelompok obat yang paling sering digunakan saat

ini. Menurut perkiraan sampai sepertiga pasien rawat inap mendapat antibiotika, dan

biaya antibiotika dapat mencapai 50% dari anggaran obat di rumah sakit (Lim, 1997).

Faktor-faktor pasien:

a. Beratnya infeksi

 Menentukan dosis, rute, frekuensi, dan lama pemberian

b. Status imun

 “immunocompromised host”

 Malnutrisi

 Usia yang sangat muda atau sangat tua

c. Riwayat penyakit di masa lalu

 Diabetes mellitus

 Penggantian katub jantung

d. Status alergi

e. Faktor farmakokinetik

 Lanjut usia atau bayi baru lahir

 Gangguan fungsi ginjal


 Gangguan fungsi hati

f. Faktor farmakogenetik

 Defisiensi glukosa- 6-fosfat dehidrogenase (G6PD).

Resiko hemolisis dengan obat-obat seperti nitrofurantoin, sulfonamide,

beberapa obat antimalaria.

 Porfiria (produksi dan ekskresi porphyria yang berlebihan).

Resiko serangan akut dengan obat-obat seperti sefalosporin, sulfonamide,

eritromisin, doksisiklin, oksitetrasiklin, isoniazid pirazinamid,

nitrofurantoin (Eggleton, 2001).

Aturan dosis, rute, frekuensi dan lama pemberian antibiotik

a.Dosis tunggal

Pada beberapa keadaan, misalnya sistitis tanpa komplikasi pada wanita dan

uretritis gonococcus pada pria, dosis tunggal antibiotika terbukti efektif

b. Rute pengobatan oral atau parenteral

Untuk sepsis yang berat pengobatan parenteral secara tradisional lebih

disukai. Akhir-akhir ini tersedia antibiotika oral yang mudah diabsorbsi dan dapat

mencapai kadar yang tinggi dalam darah dan jaringan. Bila pasien tidak dapat minum

obat (karena muntah) pengobatan intravena jelas diperlukan.


c. Lama pengobatan

Lama pengobatan optimal antibiotika tidak selalu diketahui. Banyak

antibiotika diresepkan untuk 5-7 hari. Secara umum terapi dihentikan 3 hari

setelah gejala-gejala infeksi hilang.


1. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah kondisi dimana saluran kemih terinfeksi

oleh patogen yang menyebabkan peradangan atau inflamasi. Saluran kemih sendiri

adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan dan membuang urin. Pada

manusia, sistem ini terdiri dari ginjal, ureter dan kandung kemih serta uretra.

Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri,

virus, dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri

lain yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus mirabilis,

Providencia stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas

aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus faecalis, dan bakteri lainnya.

Infeksi saluran kemih (ISK) jika dibiarkan dapat menyebabkan penurunan

fungsi ginjal atau acute kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka panjang

menyebabkan hidronefrosis, hipertensi, dan penyakit ginjal kronik stadium akhir.

2. Patofisiologi

Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra, dua ureter dan ginjal.

Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisme atau

steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme atau kuman masuk ke

dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin (Israr, 2009). Kuman

yang berasal dari feses atau dubur, masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau

uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2013).
Letak saluran kemih dan gastro intestinal (saluran pencernaan) juga sangat

berdekatan sehingga sangat besar kemungkinan terjadinya translokasi bakteri dari

saluran cerna menuju saluran kemih.

Mikroorganisme atau kuman memasuki saluran kemih melalui empat cara,

yaitu:

a. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal

dari flora normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina (bukaan

vagina atau jalur vagina), preposium penis (kuncup penis), kulit perineum (area

antara pembukaan vagina dan anus), dan sekitar anus. Infeksi secara ascending

(naik) dapat terjadi melalui empat tahapan, yaitu :

1) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina

2) Masuknya mikroorganisme kedalam kandung kemih

3) Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih

4) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal

b. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada

ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui

peredaran darah.

c. Limfogen (jalur limfatik) yaitu masuknya mikroorganisme melalui sistem

limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun hal ini

jarang terjadi.
d. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen

sebagai akibat dari pemakaian kateter (Israr, 2009)

3. Terapi/pengobatan

a. Kultur urin atau tes diagnostik alternatif yang sebanding harus dilakukan

untuk mengetahui infeksi sebelum pengobatan empiris dimulai. Saat hasil

kultur telah tersedia, uji sensitivitas antimikroba harus dilakukan untuk terapi

lebih lanjut.

b. Faktor yang dapat memperparah infeksi, seperti batu ginjal harus

diidentifikasi dan diperbaiki jika memungkinkan

c. Gejala klinis yang membaik tidak selalu menunjukkan kesembuhan

d. Setiap pengobatan harus diklasifikasikan dalam pengbatan gagal atau

penyembuhan. Pengobatan gagal (gejala dan atau bakteriuria belum

sepenuhnya hilang selama terapi), penyembuhan (gejala hilang dan bakteri

tereliminasi)

e. Meskipun resistensi meningkat, infeksi yang diperoleh, terutama infeksi awal

biasanya diprediksi karena bakteri yang lebih sensitive terhadap antibiotic

f. Pada pasien dengan infeksi berulang atau yang baru melakukan rawat inap,

harus dicurigai adanya bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Meskipun

banyak antimikroba yang mencapai konsentrasi tinggi dalam urin, namun


resistensi seara in vitro dapat menyebabkan kegagalan yang lebih tinggi

(Harrison Internal Medicines, hal: 1718).

4. Guideline

Anda mungkin juga menyukai