Anda di halaman 1dari 11

NUR WULAN SEPTIYANI

3B / E0018080
TSF BAHAN ALAM

FORMULASI SEDIAAN PIL


I. PENDAHULUAN
Pil berasal dari bahasa latin “pila” yang berarti bola. Menrut Farmakope Indonesia edisi III,
pil adalah suatu sediaan berupa masa bulat mengandung satu atau lebih bahan padat. Pil kecil yang
beratnya kira-kira 30 mL disebut granula dan pil besar yang beratnya lebih dari 500mg disebut
boli. Boli biasanya digunakan untuk pengobatan hewan seperti sapi, kuda dan lain-lain. bila tidak
disebut lain granula mengandung bahan obat berkhasiat 1 mg (Anief, 2005).
Adapun komposisi dari pil yaitu :
1. Zat aktif
berupa bahan obat yang harus memenuhi persyaratan farmakope misalnya KMnO4,
asetosal, digitalis folia, garam ferro, dan lain-lain.
2. Zat Tambahan, sebagai berikut :
a. Zat pengisi
Fungsinya untuk memperbesar volume massa pil agar mudah dibuat. Contoh : akar
manis (Radix Liquiritiae), bolus alba, atau bahan lain yang cocok (glukosa, amilum, dan
lain-lain). Radix liquiritiae mengandung glisirizin yang bersifat mengemulsi minyak
b. Zat pengikat
fungsinya untuk memperbesar daya kohesi maupun daya adhesi massa pil agar massa
pil dapat saling melekat menjadi massa yang kompak. Contoh : sari akar manis (Succus
liquiritae), gom akasia, tragakan, campuran bahan tersebut (PGS) atau bahan lain yaang
cocok (glukosa, mel, sirop, musilago, kanji, adeps, glycerinum cum tragacanth, extra
gentian, extra aloe dan lain).
c. Zat pembasah
fungsinya untuk memperkecil sudut kontak (<900) antarmolekul sehingga massa
menjadi basah dan lembek serta mudah dibentuk. Contoh : air, air-gliserin (aqua
gliserinata), gliserin,sirop, muda, atau bahan lain yang cocok
d. Zat penabur
fungsinya untuk memperkecil gaya gesekan antara molekul yang sejenis maupun
tidak sejenis, sehingga massa pil menjadi tidak lengket satu sama lain, lengket pada alat
pembuat pil, atau lengket satu pil dengan pil lainnya. Contoh : lycopodium, talcum.
e. Zat penyalut
fungsinya adalah untuk menetupi rasaa dan bau yang tidak enak, mencegah
perubahan karena pengaruh udara, supaya pil pecah dalaam usus, tidak dilambung (enteric
coated pil). Contohnya : perak, tole balsem, keratin, sirlak, kolodium, salol, gelatin, gula,
atau bahan lain yang cocok (Syamsuni, 2007).
Pembuatan pil memiliki banyak keuntungan serta kerugian, yaitu :
1. Keuntungan
a. Menutupi rasa obat yang tidak enak
b. Relatif lebih stabil dibanding sediaan lain yang mudah bereaksi dengan udara dan cahaya
c. Baik untuk obat yang dikehendaki memberikan aksi yang lambat
2. Kerugian
a. Kurang cocok untuk obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat
b. Obat tertentu dalam larutan pekat dapat mengiritasi lambung (Tumgadi,2011)
Syarat Sediaan pil yang baik
1. Homogen (ukuran, bentuk, warna, dosis)
2. Mempunyai kekenyalan, daya rekat dan kekerasan tertentu
3. Mempunyai waktu hancur tertentu
Dalam FI III disyaratkan waktu hancur pil, yaitu
• Tidak boleh > 15 menit utk pil tak bersalut
• Tidak boleh > 60 menit utk pil bersalut gula atau selaput
• Untuk pil salut enterik: setelah dilakukan pengujian dalam larutan HCl 0,06N selama 3 jam,
pada pengujian selanjutnya (larutan dapar pH 6,8) waktu hancur pil tidak boleh > 60 menit.
II. FORMULASI
Nama bahan Formula Fungsi
Ekstrak temu 1100 mg Zat aktif
kunci
Serbuk temu 1100 mg Pengisi
kunci
Succus liquiritae 1100 mg Pengikat
Air gliserin qs Pembasah
talcum qs Penabur
III. PENIMBANGAN
Akan dibuat 25 pil ekstrak rimpang temu kunci, dimana bobot masing-masing pil 150 mg.
Ekstrak temu kunci = 1100 mg
Serbuk temu kunci = 1100 mg
Succus liquiritae = 1100 mg
Air gliserin qs
Talcum qs
IV. PROSEDUR PEMBUATAN

Ditimbang masing-masing bahan

- Dicampurkan bahan yang sudah ditimbang ekstrak temu kunci dengan succus
liquiritae, gom arab, serbuk temu kunci ditambahkan gliserin sedikit demi sedikit
gerus ad homogen hingga diperoleh massa pil yang baik
- Digulung adonan pil membentuk silinder pada alat pillen plank diberi talcum
- Dibentuk dan selanjutnya dipotong
- Dibuatkan pil yang sudah dipotong pada pillen roller sehingga diperoleh massa
yang diinginkan (25 pil)
- Dilakukan uji evaluasi sediaan pil

HASIL
V. UJI MUTU SEDIAAN
5.1. Uji disolusi

1 buah pil

- Dimasukkan pada masing-masing tabung dari keranjang


- Dimasukkan cakram pada tiap tabung dan alat dijalankan
- Sebagai medium digunakan air dengan suhu dengan suhu 37◦C, kecuali
dinyatakan lain menggunakan cairan yang tercantum pada masing-masing
monografi.
- Pada akhir batas waktu, angkat keranjang dan amati semua pil.

HASIL

5.2. Uji keseragaman bobot

20 buah pil

- Ditimbang bobotnya satu-persatu


- Dihitung bobot rata-ratanya

HASIL
VI. PEMBAHASAN
Sediaan obat dalam bentuk pil sudah jarang dijumpai, apalagi sediaan pil dari bahan alam.
Adanya inovasi-inovasi baru terhadap benuk dan jenis sediaanlah yang membuat pil semakin
jarang ditemui. Padahal dibandingkan dengan sediaan solid lainnya, pil lebih mudah untuk dibuat
dan dosisnya juga telah ditentukan bersamaan dengan pembuatan massa pil. Berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi III, pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat yang mengandung
satu atau lebih bahan obat. Di dalam pil juga terdapat bahan tambahan seperti pengisi, pengikat,
pembasah, penabur, dan penyalut. Sedangkan bobot rata-rata pil bisa 100-250 mg atau 251-500
mg.
Boesenbergia rotunda (L.) yang dikenal sebagai temu kunci di Indonesia banyak digunakan
sebagai bumbu penyedap masakan dan merupakan obat tradisional yang mengandung minyak
atsiri yang terdiri dari boesenbergin, cardamonin, pinostrobin, 5,7-dimetoksiflavon, 1,8-sineol,
dan panduratin. Diketahui bahwa minyak atsiri dari rimpang temu kunci efektif sebagai
antimikroba (Taweechaisupapong, et al., 2010). Selain itu temu kunci memiliki efek sebagai
antioksidan dan antikanker (Jing, et al., 2010).
Dibuat masa pil dengan mencampur ekstrak temu kunci(Boesenbergia pandurata L.), zat
pengisi (serbuk temu kunci) dan zat pengikat (succus L.) digerus sampai halus kemudian
campuran serbuk ditetesi dengan zat pembasah (gliserin). Gliserin dapat mencegah pil pada
penyimpanan tidak terlalu mengeras, karena gliserin tidak mudah menguap. Tetapi pemberian
gliserin kebanyakan agar pil tidak menjadi lembek. (Anief.2010).
Setelah terbentuk massa pil, dibuat batang dengan cara digulung-gulungkan dan dipotong
dengan pisau pemotong yang ada pada alat papan pil. Pil yang belum bulat itu digelindingkan
pada papan pembulat pil supaya bulat. Untuk mencegah masa pil melekat pada alat, maka papan
ditaburi dengan talcum (Anief.2010).
Berdasarkan pil yang telah dibuat sebanyak 25 pil dengan bobot masing-masing pil 150
mg. Pil ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata L.) berkhasiat utama membantu
meningkatkan nafsu makan karena mengandung senyawa pinostrobin dan membantu mengatasi
BAB tidak lancar.
Pada prinsipnya pembuatan pil adalah mencampurkan bahan-bahan, baik bahan obatatau
zat utama dan zat-zat tambahan sampai homogen.h, Setelah homogen,campuran ini ditetesi
dengan zat pembasah sampai menjadi massa lembak yang elastic atau kohesif,lalu dibuat bentuk
batangdengan cara menekan sampai sepanjang alat pil yang dikehendaki,kemudian dipotong
dengan alat pemotong pil sesuai jumlah pil yang diminta. Bahan penabur ditaburkan pada massa
pil,pada alat penggulung, dan alat pemotong pil, agar massa pil tidak melekat pada alat pembuat
pil tersebut. Penyalutan dilakukan jika perlu, namun sebelum penyalutan pil harus kering dahulu
atau dikeringkan dalam alat atau ruang pengering, dan bahan penabur yang masih menempel
pada pil harus dibersih kan terlebih dahulu.

(proses pembuatan pil)


Evaluasi sediaan pil meliputi uji keseragaman bobot serta uji disolusi (waktu hancur). Pada
uji keseragaman bobot dilakukan dengan cara sebanyak 20 pil ditimbang satu per satu bobotnya
kemudian dihitung bobot rata-ratanya. Persyaratan yang ditentukan Farmakope Indonesia yaitu
tidak lebih dari dua pil yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang
telah ditetapkan kolom B (lebih besar dari 20%) dan tidak satupun pil yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata–rata yang ditetapkan kolom A (lebih besar dari 10%).
Penyimpangan terbesar terhadap bobot rata – rata, adalah :
Penyimpangan terbesar terhadap bobot
Bobot rata-rata rata – rata yang diperbolehkan
18 pil 2 pil

100 mg sampai 250 mg 10% 20 %


251 mg sampai 500 mg 7,5% 15 %
Pada uji disolusi sediaan pil alat yang digunakan ialah disintegration tester. Peralatan uji
waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam lubang yang terletak vertikal
diatas ayakan mesh nomor 10. Selama percobaan tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang,
kemudian keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan dengan kecepatan 29-
32 putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit.(Sousa, A., dkk. 2008). Caranya
yaitu satu pil dimasukkan pada masing-masing tabung dari keranjang lalu dimasukkan cakram
pada tiap tabung dan alat dijalankan. Sebagai medium digunakan air dengan suhu dengan suhu
37◦C, kecuali dinyatakan lain menggunakan cairan yang tercantum pada masing-masing
monografi. Pada akhir batas waktu, angkat keranjang dan amati semua pil. Semua pil harus
hancur sempurna. Bila 1 atau 2 pil tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 pil
lainnya, tidak kurang 16 pil dari 18 pil harus hancur sempurna (Anonim, 1995). Syarat pil yang
baik yaitu memenuhi waktu hancur seperti tertera pada compessi yaitu dalam air 36o –
38o selama 15 menit untuk pil tidak bersalut dan 60 menit untuk pil yang bersalut. Sedang untuk
pil bersalut enterik, direndam dulu dalam larutan HCl 0,06 N selama 3 jam, lalu dipindahkan
dalam larutan dapar PH 6,8 suhu 36o – 38o, maka dalam 60 menit pengujian pil sudah hancur.
Faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah hubungan antara kekerasan dan waktu
hancur pil dimana semakin keras suatu pil, maka waktu hancurnya akan semakin lama, bahan
tambahan yang digunakan. Pada pil ekstrak temu kunci ini, succus yang digunakan sebagai zat
pengikat terlalu banyak sehingga waktu untuk melarut lama.
VII. KESIMPULAN
1. Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih bahan obat.
2. Pil merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet
dan kapsul, biasanya hanya ditemukan pada seduhan jamu atau sediaan pada obat-obatan
tradisional.
3. Sediaan pil ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata L.) ini berkhasiat membantu
meningkatkan nafsu makan dan membantu mengatasi BAB tidak lancar.
4. Pil dapat di buat dengan memadukan zat aktif dengan zat tambahan yang cocok secara
fisik, maupun secara kimia, dapat menghasilkan sebuah sediaan pil yang baik.
5. Cara pembuatan pil pada prinsipnya, mencampur bahan-bahan obat padat sampai
homogen, kemudian ditambah zat-zat tambahan, setelah homogen ditetesi bahan
pembasah. Kemudian dengan cara menekan sampai diperoleh masa pil yang sesuai, lalu
dibuat bentuk silinder dan dipotong dengan alat pemotong pil sesuai dengan jumlah pil
yang diminta.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta


Anief. M. 2005. Ilmu Meracik Obat. Jakarta: Gajah Mada press
Anief, M., (2010). Penggolongan Obat. UGM Press: Yogyakarta.
Ansel H. C, (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, Press UI, Jakarta.
Direktorat jenderal pengawasan obat dan makanan. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Setiyowati, V., (2007). Karakterisasi dan Pengujian Aktivitas Antioksidan Tablet Effervescent
Ekstrak Teh Hijau Pada Lama Ekstraksi dan Jenis Bahan Pengisi yang Berbeda, Skripsi
Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Falkultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya.
Sousa, A., dkk.,Effect Of Solvent And Extraction Temperatures On The Antioxident Potential Of
Traditional Stoned Table Olives Alcaparras, Vol (41):739-745, Diahlibahasakan oleh Liris
Mahadewi Rachimullah. Universitas Muhamadiyah, Surakarta, 2008.
Syamsuhidayat, dan Hutapea, J.R, 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia I. Depkes RI: Jakarta.
Syamsuni.. 2007. Ilmu Resep.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Taweechaisupapong, S., et al., 2010, Antimicrobial Effects of Boesenbergia Pandurata and Piper
sarmentosum Leaf Extracts on Planktonic Cells and Biofilm of Oral Pathogens, Pak J. Pharm.
Sci., Vol. 23 (2) : 224-231.

Anda mungkin juga menyukai