Anda di halaman 1dari 8

NAMA : IVANNA AGUSTINA

NIM : GAC118067

KELAS :A

ANGKATAN : 2018

JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN

MATA KULIAH : KEPIMPINAN PEMERINTAH

DOSEN PENGAMPU : Charles Hutapea, S.IP.,M.IP

Soal.

1. Mengapa kepemimpinan dalam pemerintahan dikatakan sebagai pengambil kebijakan


sementara banyak lembaga dan organisasi yang bisa sebagai pembuat kebijakan dalam suatu
keputusan, dan mengapa "diam" bagi suatu kepemimpinan dianggap sebagai suatu
kebijakan ? Baik kah demikian ?

2. Jelaskan dari materi tersebut model kepemimpinan yang ideal diterapkan untuk saat ini
dengan mengikuti situasi politik nasional.

3. Bagaimana kepemimpinan itu didapatkan ?

4. Bagaimana proses kepemimpinan pemerintahan itu berjalan jika kita melihat teori trias
politica, jelaskan menurut pandangan saudara.

5. Jelaskan tradisi kepemimpinan yang terbentuk dan berjalan dilihat dari konstitusi
Indonesia.

Jawaban.

1. Menurut saya kepemimpinan sebagai pengambil kebijakan karena pada hakikat nya
kepempimpinan bisa jadi menjadi pengambil keputusan yang final tanpa melalui
permusyawarahan maupun konsolidasi dan karena diam juga merupakan bentuk suatu
tindakan yang diambil bertujuan untuk menyelesaikan maupun merampungkan suatu
permasalahan yang ada dalam pemerintahan. Tetapi seharusna Implementasi peran
kepemimpinan adalah sebagai juru bicara. Untuk menjadi juru bicara atau pembicara maka
seorang pemimpin sedapat mungkin memeiliki kelebihan atau profesional dalam
bidangnya agar dapat menjadi negosiator dengan pihak luar. Untuk men jadi pembicara
yang efektif harus membangun jejaringan dengan dunia luar, agar memperoleh informasi,
dikungan, ide dari sumberdaya yang bermanfaat bagi perkembangan organisasi.
2. Dari materi tersebut model kepemimpinan yang ideal diterapkan untuk saat ini dengan
mengikuti situasi politik nasional adalah : Kepemimpinan Transaksional dan
Kepemimpinan Transformasional. Karena ;
Kepemimpinan Transaksional adalah :
a. Kepemimpinan untuk mengendalikan bawahan dengan cara menggunakan kekuasaan
untuk mencapai hasil.
b. Mengelola bawahan dengan memberi reward dan punishment.
c. Biasa menerapkan transaksi yang saling menguntungkan dengan bawahan.
Sedangkan dengan Kepemimpinan Transformasional adalah :
Model kepemimpinan yang efektif dan telah diterapkan di berbagai organisasi
internasional yang mengelola hubungan antara pemimpin dan pengikutnya dengan
menekankan pada beberapa factor antara lain perhatian (attention), komunikasi
(communication), kepercayaan (trust), rasa hormat (respect) dan resiko (risk).

3. Kepemimpinan itu didapatkan dari mencermati berbagai konsep tentang kepemimpinan,


peran kepemimpinan dan gaya kepemimpinan, maka saya yakin bahwa seorang pemimpin
dalam sebuah organisasi tidak akan berhasil mencapai tujuan tanpa memiliki kemampuan
mengimplementasikan peran kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang dimaksud pada
tulisan ini adalah peran kepemimpinan yang mengacu pada pendapat Werren Bennis &
Burt Nanus yaitu peran kepemimpinan sebagai penentu arah, agen perubahan serta juru
bicara dan pelatih. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan Bass &
Avolio yang dikutip dari Luthans yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional. Hubungan kedua aspek ini dapat dilihat pada perilaku pemimpin dan yang
dipimpin. Pemimpin melaksanakan peran kepemimpinan dengan mengguanakan gaya
kepemimpinan. Sedangkan Pengikut sebagai staf menerima dan merespon peran yang
dimainkan oleh unsur pimpinan tersebut. Mengimplementasikan peran kepemimpinan
sebagai penentu arah, dalan arti kata pemimpin mengarahkan pengikutnya ke arah
pencapaian tujuan organisasi. Jika pemimpin tidak memahami kondisi pengikut, maka
untuk menggerakkan kearah tujuan organisasi mustahil akan tercapai. Oleh karena itu para
pemimpin di dalam bertindak sebagai penentu arah, bagaikan alat (kompas) penentu arah
yang digunakan oleh seorang nahkoda di tengah laut kemana tujuan dan sasaran yang
dituju. Tujuan suatu organisasi tentunya mengacu pada visi organisasi, tanpa visi maka
organisasi tersebut bisa salah arah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Werren Bennis
dan Burt Nanus mengatakan bahwa elemen yang paling pneting dari kepemimpinan yang
sukses adalah visi yang disampaikan dengan jelas, atau indra yang tajam dalam
menentukan arah untuk memfokuskan perhatian semua orang yang terkait dengan
organisasi. Jadi visi organisasi merupakan panduan untuk mengarah pada pencapaian
tujuan organisasi yang bersangkutan. Untuk mengarahkan pengikut kearah pencapaian
visi, maka pemimpin harus memahami karkateritik pengikut menurut Yulk, bahwa
karakteristik setiap pengikut tercermin pada Ciri (Kebutuhan, nilai, konsep peribadi,
Keyakinan dan Optimisme, Keterampilan dan keahlian, Sifat dari pemimpinnya,
Kepercayaan kepada pemimpin, Komitmen dan upaya tugas, Kepuasan terhadap
pemimpin dan Pekerjaan. Setelah memahami karkateristik pengikut, maka unsur pimpinan
memahami dan menyesuaikan gaya kepemimpinan apa yang cocok bagi setiap pengikut
agar mau mengikuti arahan yang bersumber dari pimpinan. Misalkan salah satu
karakterisitik yang dilihat dari aspek keterampilan dan keahlian, maka unsur pimpinan
sebenarnya menanamkan dan memberi keyakinan bahwa apa yang dimiliki dapat memberi
kontribusi terhadap organisasi, oleh karena itu pengikut merasa diperhatian dan diharagai.
Jika mengalami hambatan dengan adanya potensi yang dimiliki maka unsur pimpinan
mengarahkannya sesuai tujuan yang hendak dicapai serta memberinya motivasi untuk
meningkatkan kemampuan dengan mengikuti pendidikan dsan pelatihan. Jika tidak
menagalami hambatan, maka unsur pimpinan memberi penghargaan baik berupa materi
maupun non materi, seperti pujian, karena tidak semua manusia dalam bekerja hanya
sekedar memnuhi kebutuhan hidup secara mendasar akan tetapi masih ada beberapa
manusia membutuhkan aktualisasi.
Gaya kepemimpinan transformasional merupakan suatu gaya kepemimpinan yang dapat
memberi motivasi para bawahan dengan membuat mereka lebih sadar akan pentingnya
hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka lebih mementingkan kepentingan organisasi dari
pada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi.
Kedua gaya kepemimpinan tersebut dapat dimanfaatkan kedua-duanya tergantung situasi
dari pada pengikut. Burns mengatakan bahwa jika pengikut memiliki kebutuhan yang
rendah maka pemimpin menerapkan kepemimpinan transaksional, sedangkan pengikut
yang membutuhkan aktualisasi diri maka pimpinan sebaiknya menerapkan gaya
kepemimpinan transformasional. Mengimplementasikan Peran kepemimpinan sebagai
agen perubahan. Untuk menjadi agen perubahan merupakan suatu lanjutan dari pemimpin
sebagai penentu arah, karena arahan yang diberikan pada pengikut bersumber dari visi,
karena visi merupakan komoditi dari para pemimpin (Werren Bennis & But Nanus,
2006:19). Wahyu Suprapti (2000:35) mengatakan bahwa perubahan adalah kebutuhan
setiap organisasi, baik organisasi birokrasi pemerintahan maupun organisasi swasta, Hal
ini sejalan dengan dengan visi dan misi masing-masing organisasi serta dinamika
perubahan perkembangan ilmu dan tekhnologi. Untuk mengikuti dinamika perubahan
tersebut, maka semua unsur pimpinan sedapat mungkin menggalang kerjasama atau
mengupayakan agar orang-orang bersedia untuk bekerja dalam satu kata dan semangat
kebersamaan, karena kedua aspek tersebut merupakan tugas utama dari seorang pemimpin
untuk mencapai visi yang telah ditentukan. Pemimpin yang mau menerima perubahan
dapat dikategorikan pemimpin transfomasional atau visioner, karena kedua pemimpin
tersebut yang melakukan aktivitas selalu mengacu pada visi organisasi. Implementasi
peran kepemimpinan sebagai pelatih. Untuk menjadi pelatih bagi pengembangan
organisasi, maka unsur pimpinan harus memiliki kemampuan membina, memberdayakan
setiap pengikut sesuai dengan job yang telah ditentukan kemudian mengarahkannya
kearah pencapaian visi yang telah dirumuskan. Kemudian pemimpin tersebut mampu
menjadikan visi sebagai realita. Untuk menerapkannya unsur pimpinan dapat
menyesuaikan dengan gaya kepemimpinan. Kepemimpinan transformasional dapat
memberikan pengaruh positif terhadap pegawai, pemimpin, dan organisasi, dalam era
globalisasi seperti sekarang ini yang membutuhkan lingkungan kerja sama dari seluruh
komponen organisasi untuk memecahkan masalah strategis. dan kepatuhan. Pada dasarnya
dapat dikatakan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses
menginspirasi perubahan dan memberdayakan bawahan untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi, untuk meningkatkan kemampuan mereka miliki dan untuk meningkatkan kualitas
proses-proses keorganisasian, Kesemua itu dimungkinkan berproses sebab para bawahan
menerima tanggungjawab dan mempertanggungjawabkannya untuk dirinya sendiri dan
proses-proses untuk tugas-tugas yang telah ditetapkan.

4. Menurut saya jika kita melihat Proses kepemimpinan pemerintahan itu berjalan jika
melihat teori trias politica adalah:

Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga macam kekuasaan:
Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (rule making function);
kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application
function); ketiga kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-
undang (rule adjudication function). Trias politica adalah suatu prinsip normatif bahwa
kekuasaan-kekuasaan (function) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk
mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian, hak-hak
asasi warga negara lebih terjamin. Konsep dasar dari trias politica ini adalah kekuasaan di
suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus
terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan. Kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang
memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan
legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil rakyat yang wajib bekerja dan bertindak
sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Dengan adanya pemisahan
kekuasaan ini, akan terjamin kebebasan pembuatan undang-undang oleh parlemen,
pelaksanaan undang-undang oleh lembaga peradilan, dan pelaksanaan pekerjaan negara sehari-
hari oleh pemerintah.

Bahwa dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia secara implisit, baik sebelum dan
sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, konsep Trias Politica Montesquieu
diterapkan dalam sistem pemerintahan republik Indonesia, namun penerapan konsep Trias
Politica tersebut tidak secara obsolut. Hasil dari studi komparatif mengenai penerapan konsep
Trias Politica dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia atas Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, sebelum maupun sesudah amandemen dapat diketahui bahwa pembagian
kekuasaan berdasarkan fungsi negara dalam sistem pemerintahan republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen ternyata tidak hanya
Legislatif (MPR, DPR), Eksekutif (Presiden) dan Yudikatif (MA), namun selain dari 3 (tiga)
fungsi tersebut, masih di bagi lagi yaitu ke dalam Kekuasaan Konsultatif (DPA) dan
Kekuasaan Eksaminatif (BPK). Sedangkan pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara
dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun
1945 sesudah amandemen ternyata tidak hanya Legislatif (MPR, DPR, DPD), Eksekutif
(Presiden) dan Yudikatif 338 Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Volume 18, Nomor 2, Desember
2016 (MA, MK), namun masih di bagi lagi ke dalam Kekuasaan Eksaminatif (BPK).
Jadi menurut saya model kepemimpinan dan gaya kepemimpinan jika melihat teori trias
politica adalah: Kepemimpinan Karismatik serta Kepemimpinan Transaksional dan
Kepemimpinan Transformasional.

Kepemimpinan Karismatik

Kepemimpinan yang berasal dari anugerah Tuhan, yang mana pemimpin tersebut mempunyai
kemampuan luar biasa, magnit yang kuat dan adanya ketertarikan emosional yang kuat dari
yang dipimpin kepada pemimpinnya.

Contohnya : Bung Karno, Anwar Sadat, Mahatma Gandhi.

Konsep kepemimpinan dan Model Kepemimpinan di Kemenkeu yang mengedepankan 5


(lima) Nilai-Nilai Kemenkeu & program budaya tersebut apabila ditinjau dari sisi perilaku
spesifik dan unsurnya, ternyata telah sesuai dan selaras dengan kepemimpinan dan model
kepemimpinan yang efektif & modern yakni Kepemimpinan Transformasional. Oleh karena
itu, maka seluruh jajaran pimpinan di lingkungan Kemenkeu wajib menjalankan
kepemimpinan dan model kepemimpinan Transformasional yang menrefleksikan  pada nilai-
nilai Kemenkeu dan program budaya Kemenkeu.

a. Nilai integritas, yang mempunyai makna bahwa pemimpin dalam berpikir, berkata,


berperilaku, dan bertindak itu harus baik dan benar serta selalu memegang teguh kode
etik dan prinsip-prinsip mora inil selaras dengan perilaku spesifik yang credible dan
unsur integrity.
b. Nilai profesionalisme, yang mempunyai makna bahwa dalam bekerja, Pimpinan harus
melakukannya dengan tuntas dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh
tanggung jawab dan komitmen yang tinggi telah selaras juga dengan perilaku
yang credible dan unsur integrity.
c. Sinergi, yang mempunyai makna Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk membangun dan
memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang
harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang
bermanfaat dan berkuaIitas ini telah selaras dengan perilaku
spesifik Communication dan unsur interpersonal communication.
d. Nilai Pelayanan, yang mempunyai makna bahwa dalam memberikan pelayanan,
Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan
melakukannya untuk memenuhi kepuasan pemangku kepentingan dan dilaksanakan
dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman ini selaras dengan perilaku
spesifik carrying dan unsur stakesholders service.
e. Nilai kesempurnaan, yang memenuhi makna Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan senantiasa melakukan upaya perbaikan di
segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik ini selaras dengan perilaku
spesifik creations oppurtunities dan unsur continuous improvement.
f. Demikian pula dengan terlaksananya 5 (lima) program budaya di lingkungan
Kemenkeu tersebut diatas, diharapkan  Kepemimpinan & Model Kepemimpinan yang
diterapkan oleh para pimpinan di lingkungan Kemenkeu benar-benar sempurna
membuktikan adanya 4(empat) perilaku spesifik dan 8 (delapan) unsur sebagaimana
yang ada pada Kepemimpinan Transformasional.

5. Tradisi kepemimpinan yang terbentuk dan berjalan dilihat dari konstitusi Indonesia
adalah:

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris constitution  atau dari bahasa


Belanda Constituie. Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang Dasar, dan hal ini
memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan sehari-
hari memakai kata Grondwet. Grond  berarti dasar, sementara wet  berarti undang- undang.
Keduanya menunjukkan naskah tertulis. Namun pengertian konstitusi dalam praktek
ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti lebih luas daripada Undang-Undang Dasar.
Hal tersebut dikarenakan pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis
saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam Undang-
Undang Dasar. Pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah
sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah
Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat
(Totopandoyo, 1981:25-26 dalam Kaelan, 2010:87-88).

Beralih mengenai definisi dari konstitusi itu sendiri. Pada saat Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki konstitusi
yang sah sehingga keberadaan negara indonesai masih diakui secara de facto tanpa
pengakuan de jure. Pada masa tersebut Indonesia mengalami kekosongan hukum. Dikarenakan
Indonesia merupakan negara terbuka, maka hukum yang dilaksanakan merupakan hasil
adopsian dari hukum-hukum lain yang tidak asli dari Indonesia. Hal tersebut tercermin dalam
UU supersif dimana merupakan UU yang diadopsi dari Belanda. Hukum dalam konstitusi
Indonesia dipengaruhi oleh hukum barat terutama dari Belanda yang telah singgah di Indonesia
untuk 3.5 abad. Kedua adalah hukum adat dan yang ketiga adalah hukum Islam. Contoh nyata
hukum Islam mewarnai tradisi konstitusi Indonesia adalah dengan adanya pengadilan agama.
Pengadilan agama di Indonesai hanya diperuntukkan oleh orng-orang yang beragama Islam,
sementara pemeluk agama lain tidak mempunyai keterlibatan dalam adanya pengadilan agama
(Sulistyo, 2014). Lev (1985) dalam karangannya yang berjudul Colonial Law and the Genesis
of the Indonesian State mengemukakan empat topik utama yang berkenaan dengan hukum di
Indonesia. Topik tersebut antara lain adalah hukum plural dan organisasi peradilan di koloni,
kebijakan hukum adat, peranan hukum privat, serta transmisi dari tradisi hukum kolonial ke
negara merdeka.

Sejak kedatangan Belanda terutama dengan VOCnya, hukum pra kolonial telah diubah oleh
Belanda. Orang-orang Belanda memberlakukan undang-undang baru dimana mengarah kepada
pemaksaan kekuatan politik baru. Hukum pluralisme Hindia dan pemerintahan yang tidak
langsung mengharuskan masyarakat Belanda dan Indonesia membentuk lembaga-lembaga
yang dibutuhkan untuk memainkan peran yang telah ditetapkan. Namun, Indonesia hanya
menjadi bagian subordinat dari Belanda. Atas dasar hal tersebut maka terdapat dua birokrasi,
yaitu pemerintahan Belanda dan pemerintahan Indonesia. Pemerintahan administratif Belanda
bersifat lebih kompleks. Salah satu bagian darinya bertanggung jawab atas persoalan
perdagangan eksternal dan komunikasi, kebijakan kolonial, dan urusan internal komunitas
Belanda. Sementara bagian lainnya yang disebut dengan Binnenlands Bestuur bertanggung
jawab pada persoalan intern Indonesia. Pemerintah administratif Indonesia di Jawa terdiri dari
pangreh praja yang diorganisir oleh kabupaten, ibu kota, dan daerah luar Jawa. Birokrasi
Belanda dan Indonesia secara organisasi dan etnis memang berbeda, namun secara struktural
terkait dalam persoalan hirarki.

Pada masa pemerintahan Belanda, Indonesia memiliki tiga pengadilan yang telah terkonstruksi
oleh pemerintahan colonial. Pertama ialah pengadilan distrik yang diperuntukkan menangani
masalah-masalah pelanggaran ringan. Kedua, pengadilan kabupaten yang diperuntukkan
menangani pelanggaran yang lebih berat. Serta yang ketiga adalah Landraad. Landraad ada di
setiap kursi di kabupaten. Landraad diketuai oleh pengacara-pengacara yang pada masanya
hingga 1920an hanya ditempati oleh pengacara berkebangsaan Belanda. Hal tersebut terjadi 
agar kebenaran dapat ditegakkan dan tetap memastikan pengaruh kekuasaan dari pemerintah.
Pada tahun 1920an orang Indonesia mulai menempati posisi sebagai ketua Landraad. 
Meskipun tidak dapat seperti orang Belanda yang memiliki posisi berpengaruh dalam sebuah
pengadilan, orang Indonesia cukup mendominasi pada posisi-posisi lain seperti penghulu,
jaksa, dan lain-lain. Selain pengadilan-pengadilan bentukan Belanda, terdapat juga pengadilan
yang dibentuk oleh orang-orang Indonesia sendiri, yakni pengadilan adat dan pengadilan
Islam.  Namun, dalam perkembangannya,kedua pengadilan tersebut justru mejadi alat
pemerintah Belanda untuk merealisasikan kekuasaanya terhadap peraturan-peraturan yang
berlaku di Indonesia (Lev, 1985:59-60).

Di Indonesia juga terdapat hukum adat yang berasal dari masing-masing daerah di Indonesia.
Jika dilihat secara terpisah, terutama pada masa kolonial, hukum adat mudah terpecah dari
lingkungan ekonomi dan politiknya sendiri. Hukum, proses hukum, dan otoritas politik di
mana-mana pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, namun dalam koloni otoritas lokal, hal
tersebut terbengkokkan dari kepentingan lokal dan beralih melekat pada kekuatan kolonial.
Dengan kata lain, kekuasaan besar kolonial membuat hukum adat/lokal terpisah dari otoritas
politik yang seharusnya menjadi satu kesatuan dalam sebuah hukum. Sejauh mana hukum adat
terhapus dari Indonesia telah dikonstruksikan dalam drama mengenai kebijakan hukum adat
yang dibuat oleh seorang penstudi Leiden yang bernama Cornelss Van Vollenhoven. Setelah
beberapa tahun debat Parlemen, akhirnya Indonesia mengadopsi adatrechtpolitiek yang
diusung oleh Vollenhoven. Adatrechtpolitiek membawa pemahaman baru mengenai hukum
adat, research baru serta pelatihan yang diperuntukkan untuk penstudi hukum adat baik orang
Indonesai maupun orang Belanda.

Hukum adat merupakan hukum nonstatutair, yaitu hukum kebiasaan dan sebagian kecil
terdapatnya hukum Islam (Anon, t.t:30). Keberadaan hukum adat di Indonesia ini tidak lepas
begitu saja, namun adanya hukum ini karena adanya campur tangan dari penjajah Belanda.
Terdapatnya hukum adat ini dengan adanya penopang dari dasar-dasar alam pikiran bangsa
Indonesia. Hal inilah yang menjadikan khas dalam hukum adat yang ada di Indonesia dengan
sistem hukum barat (Anon, t.t.:33). Selain itu, hukum adat yang memang sudah ada ini
menjadikan pertahanan yang digunakan oleh masyarakat  dan hukum adat yang ada ini
dibiarkan tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.(Anon, t.t:13). Sementara hukum
Islamnya sendiri sudah ada sejak masa kerajaan-kerajaan di Indonesia. Pengaruh dari adanya
kerajaan-kerajaan yang ada ini dengan hukum Islam yang digunakan sebagai pandangan dalam
kerajaan-kerajaan itu sendiri, contohnya Kerajaan Samudra Pasai dan Kerajaan Malaka.
Dengan adanya hal ini maka memberikan dampak terhadap masyarakat saat ini karena dapat
dilihat di Indonesia mayoritas agama yang diyakini oleh masyarakat ialah Islam.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum yang terdapat dalam konstitusi negara
Indonesia merupakan hasil tidak murni dari bangsa sendiri. Seperti yang diketahui Indonesia
merupakan negara yang terbuka, oleh sebab itu salah satu aspeknya yakni hukum telah
terpengaruh oleh hukum Belanda, hukum Islam, dan hukum adat. Tidak dipungkiri hukum-
hukum yang ada di Indonesia merupakan hukum yang diterapkan juga di Belanda. Hal tersebut
bisa terjadi karena lamanya pemerintah Belanda menduduki Indonesia. Selama menjajah,
pemerintah Belanda telah melakukan aksi-aksi yang sampai sekarang masih dapat bangsa
Indonesia rasakan sebagai peninggalan zaman kolonial. Serta tradisi kepemimpinan yang
terbentuk dan berjalan di Indonesia yang seperti kita lihat tradisi kepimemipinan nya
menggunakan gaya kepemimpinan:

a. Teori Situasional (Situasional Theory)


Pemimpin harus memilih tindakan yang terbaik berdasarkan situasi yang sedang
dihadapi, dan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda tergantung situasi yang
berlainan.
b. Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Sesuai dengan prinsip ‘behaviorism’ seorang pemimpin besar dapat dibentuk tidak
selalu karena dilahirkan atau dimitoskan. Kepemimpinan juga bergantung pada
tindakan bukan pada kualitas mental atau kondisi internal. Setiap orang dapat
memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran, observasi, dan karena
pengalaman/
c. Teori Partisipatif (Participative Theory)
Gaya kepemimpinan yang ideal adalah mendorong partisipasi dan kontribusi anggota
kelompok. Anggota kelompok merasa lebih memiliki dan berkomitmen pada proses
pengambilan keputusan dan pencapaian tujuan organisasi. Dan untuk memotivasi
partisipasi, pemimpin harus terbuka pada masukan anggota kelompok.
d. Teori Transformatif
Teori transformasional, atau teori relationship berfokus pada pola hubungan antara
pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin memotivasi dan menginspirasi orang agar
melihat kepentingan tugas. Pemimpin juga harus memperhatikan potensi orang dan
memiliki standar etika dan moralitas kepemimpinan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai