Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ulangan Akhir


Semester (UAS)
SOSIOLOGI POLITIK

Dosen Pengampu : Dr. Joni Rusmanto, M.Si

Disusun Oleh :

IVANNA AGUSTINA

GAC 118 067 (A)

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

2020
TUGAS INDIVIDU 1 :

1. Sebutkan dan jelaskan apa yang dikaji dan dipelajari dalam sosiologi politik, jelaskan
dalam 1 contoh.
2. Coba pilih dari salah satu contoh tadi mengapa disitu terdapat unsur-unsur penjelasan
tentang sosiologi politik. jelaskan!

Jawaban :

1. Sosiologi politik adalah bagian dari ilmu sosiologi yang mempelajari mengenai dimensi
sosial dari politik. Hal-hal yang dikaji dalam sosiologi politik ini adalah pembelajaran
terhadap negara, dimana kata politik merupakan bagian dari negara yang merupakan
kumpulan atau kelompok masyarakat yang tidak lepas dari sosialisasi. Serta pembelajaran
mengenai kekuasaan, yaitu tentang kekuasaan itu sendiri, pemerintahan, otoritas,
komando, di dalam semua masyarakat manusia, serta memfokuskan pada perbedaaan
antara pemerintah dan masyarakat. Contoh masalah yang dikaji dalam sosiologi politik ini
seperti kondisi – kondisi yang menimbulkan tertib politik atau kekacauan politik dalam
masyarakat, serta adanya sistem-sistem politik yang dianggap sah atau tidak sah oleh
masyarakat.

2. Karena dalam contoh yang pertama yaitu kondisi-kondisi yang menimbulkan tertib politik
atau kekacauan politik dalam masyarakat dan adanya sistem-sistem politik yang dianggap
sah atau tidak sah oleh masyarakat, peran Sosiologi Politik sangat berperan penting
sebagai subjek area sebagai disiplin, yang mempelajari mata rantai antara politik dan
masyarakat, antara struktur sosial dan struktur-struktur politik, dan antara tingkah laku
sosial dengan tingkah laku politik serta Sosiologi Politik juga hendak mempelajari
masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku
kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa,
negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.

Sumber :
Saya mendapat informasi atau pengetahuan yang saya rangkai sendiri melalui kata-kata
pemahamanan saya sendiri dan saya ada mengambil jawaban no 1 dan 2 ini ada juga yang
berdasarkan Internet :

https://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/26/arti-dan-titik-pandang-sosiologi-politik/

http://tomabessa.blogspot.com/2014/03/dasar-sosiologi-politik.html
TUGAS INDIVIDU 2 :

1. Buatkan laporan baca tentang 2 persoalan dibawah ini :


a. Coba sebutkan dan jelaskan mengenai studi awal gerakan sosial (lama).
b. Jelaskan bagaimana perspektif studinya, konteks sosial yang melatarinya, konstruksi
pemikiran yang mempengaruhinya dan berbagai tema kajian awal gerakan sosial
lama.
2. Sebutkan dan jelaskan bagaimana studi gerakan sosial baru meliputi penjelasan tentang
paradigma studi gerakan sosial baru, latar belakang sosial politik yang melatarinya,
berbagai tradisi pemikiran yang mempengaruhinya, dan jelaskan ada berapa paradigma
studi gerakan sosial baru beserta kekuatan dan kelemahan paradigma masing-masing.

JAWABAN :

1. LAPORAN BACA
OLEH : IVANNA AGUSTINA

Identitas Buku
Judul : Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori Antara Kekuatan dan
Kelemahannya
Penulis : Dr. Joni Rusmanto, M.Si
Penerbit : Universitas Palangka Raya
Cetakan : Pertama, Desember 2012
Ukuran buku : 15.5 cm x 23 cm
Tebal : 101 Halaman

I. PENDAHULUAN

Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan
Teori Antara Kekuatan dan Kelemahannya yang ditulis oleh Dr. Joni Rusmanto, M.Si.
Buku ini cetakan pertama pada Desember 2012 oleh penerbit Universitas Palangka Raya
dengan tebal 101 halaman.

Buku ini menjelaskan mengenai buku yang berjudul, “Sejarah Perkembangan Teori Gerakan
Sosial; antara Kekuatan dan Kelemahannya” Bahan Bacaan untuk Pemula”, merupakan
sebuah tulisan kecil yang menyuguhkan sejarah dan dinamika studi gerakan sosial, konteks
sosial politik fenomena yang melahirkan gerakan, latar pemikiran dan keilmuan yang
mempengaruhinya teoritisi gerakan, perspektif dan teori yang digunakan oleh teoritisi,
berbagai kekurangan dan kelemahan setiap paradigma hingga ke perkembangan terakhir dari
studi gerakan sosial masa kini (state of the art).

II. LAPORAN BAGIAN BUKU

Buku Gerakan Sosial; Sejarah Perkembangan Teori Gerakan Sosial antara Kekuatan dan
Kelemahannya yang ditulis oleh Dr. Joni Rusmanto, M.Si pada Desember 2012 ini, disusun
dengan komposisi materi yang sesuai dengan kebutuhan perkuliahan Sosiologi Politik di
Perguruan tinggi.
a. Bab I : Studi Awal Gerakan Sosial (Lama)

Bab I menyajikan studi awal gerakan sosial (lama) tentang penjelasan bab ini dimulai dengan
pengertian mengenai Perspektif studi gerakan sosial tradisi klasik dan neoklasik (lama).

Studi gerakan sosial klasik maupun neoklasik merupakan studi gerakan sosial yang terbilang
relatif lama. Pada periode ini penekanan utama pada unsur-unsur irasionalitas perilaku
kolektif (collective behavior) menjadi perhatian yang mendasar di dalam berbagai
kajian gerakan sosial. Oleh karenanya, tidaklah mengherankan jika periode ini oleh sejumlah
analis disebut periode klasik.

b. Bab II : Perspektif Studi Awal Gerakan Sosial (Lama), Konteks Sosial Yang
Melatarinya, Konstruksi Pemikiran Yang Mempengaruhinya Dan Berbagai Tema
Kajian Awal Gerakan Sosial Lama.

Pada bab II Dr. Joni Rusmanto, M.Si menjelaskan tentang perspektif studi awal gerakan
sosial (lama), konteks sosial yang melatarinya, konstruksi pemikiran yang mempengaruhinya
dan berbagai tema kajian awal gerakan sosial lama.

 Perspektif Studi Awal Gerakan Sosial (Lama)


Pada tahun 1930-an hingga memasuki era tahun 1960an studi gerakan sosial lebih difokuskan
pada perspektif teori psikologi sosial, termasuk juga sebagai reaksi terhadap popularitas
psikonalisis dan pengaruh “dunia nyata” Nazisme, fasisme, Stalinisme, tindakan main hakim
sendiri misalnya dengan mengeroyok atau membunuh, termasuk juga kerusuhan-kerusuhan
yang berbau ras. Menurut R. Mirsel, pada tahapan pertama ini teori gerakan sosial meneliti
asal-usul irasional dari setiap gerakan yang muncul di bawah beberapa pemikiran yang saling
berhubungan seperti dalam berbagai unit analisis kajian pada tema misalnya perkumpulan
massal (mass society) dan tingkahlaku kolektif (collective behavior) (Robert Mirsel,
2004:21). Secara umum studi gerakan sosial klasik berorientasi pada teori-teori psikologi
sosial, yang menurut Rajendra Singh, merupakan ciri khas perspektif gerakan sosial klasik
walaupun kemudian mendapat dimensi baru dalam studi gerakan sosial tradisi neoklasik. Hal
yang paling mendasar dalam tradisi klasik bahwa sebagian besar studi dalam perilaku kolektif
(collective behavior), diarahkan pada berbagai bentuk perilaku kelompok kerumunan yang
disebut crowd, dan crowd di sini merupakan kolektivitas yang liar, haus darah, rasional
seperti nampak dalam berbagai tindakan antara lain; kerusuhan (revolts) huru-hara (mob),
keributan dan kerisauan (riots) hingga kepada pemberontakan (rebels), utamanya oleh para
psikolog sosial Barat dan para sejarawan dari sebelum tahun 1950-an (Rajendra Singh,
2010:111).

 Konteks Sosial Yang Melatari Studi Awal Gerakan Sosial (Lama)


Konteks sosial dan politik yang melatarinya Pertama, lahirnya paradigma studi gerakan sosial
periode klasik dan neoklasik (gerakan sosial lama), terkait dengan ruang lingkup konteks
historis dinamika gerakan masyarakat yang berkembang luas, terutama di Amerika Serikat
dan Eropa Barat umumnya. Hal ini terjadi persis pada masa rezim-rezim pergerakkan anti
demokrasi dan represif telah menjadi kekuatan geopolitik utama di negara-negara Barat.
Perkembangan ini berlanjut memasuki Perang Dunia II, sebagai buah militerisasi persaingan
dan konflik antara tiga negara pergerakan, antar tipe-tipe negara dan antar masyarakat yang
terbentuk melalui pergerakan-pergerakan yang telah mencapai kekuasaan dalam
negara.Kedua, hal yang mengiringi lahirnya kompetisi di antara negara-negara adidaya pada
saat itu adalah demokrasi pasar, negara pasar dan masyarakat pasar seperti Inggris Raya,
Perancis dan Amerika Serikat. Ketiganya terbentuk bersamaan dengan lahirnya kapitalisme
industri, kemenangan liberalisme dalam artian klasik (yakni, pemisahan antara negara dengan
masyarakat madani), dan keberhasilan yang dicapai oleh gerakan-gerakan nasional. Negara-
negara ini biasanya secara longgar dikelompokkan bersama sebagai apa yang lazim disebut
Barat (West). Tipe kedua dari negara yang terlibat dalam konflik ini adalah Uni Sovyet
(Robert Mirsel, 2004: 25). Negara ini merupakan sebuah rezim yang juga lahir dari gerakan
yang mau menguji coba sosialisme di dalam sebuah negara. Kekuatan ketiga, adalah Aliansi
Sumbuh, yaitu aliansi yang terdiri-dari rezim-rezim pergerakan seperti fasisme di Jepang,
Italia, dan Nazi Jerman, bersama dengan para sekutu dan rezim-rezim bonekannya. Biasanya
dalam masyarakat-masyarakat semacam ini, ekonomi kapitalis dipadukan dengan negara
aktivis dan represif.

Negara-negara yang meleburkan diri dan menjadi bagian negara-negara sekutu yang telah
memenangkan perang, yakni demokrasi pasar Barat dan Uni Sovyet yang dipadukan dengan
negara-negara komunisnya, tidak bisa bertahan hingga berakhirnya konflik. Munculnya
konflik antar pemenang perang melahirkan bentuk Perang Dingin, perlombaan senjata nuklir
sejalan dengan lahirnya konflik-konflik regional di Dunia Ketiga. Beberapa tahun setelah
Perang Dunia II berakhir, Cina dan Eropa Timur terserap ke dalam blok komunis, dan perang
pun meletus di Semenanjung Korea. Lebih spesifik lagi, bahwa di negara-negara pendukung
utama masing-masing blok, orang-orang atau kelompok maupun organisasi-organisasi yang
dituduh sebagai pendukung pihak lain dibersihkan atau disterilkan. Pembersihan ini
umumnya lebih kejam dilakukan di negara-negara komunis, (kecuali Perancis dan Italia).
Demikian juga demokrasi pasar, juga melakukan penyingkiran terhadap partai-partai dan
gerakan-gerakan komunis dari arena politik seperti halnya negara-negara komunis
melakukan tindakan yang sama terhadap gerakan dan partai-partai borjuis. Ketiga, tekanan
historis lainnya, terutama di Amerika Serikat adalah munculnya berbagai fenomena sosial
yang cenderung membentuk diri dalam sebuah perilaku kerumunan (crowd behavior).
Fenomena perilaku kolektif yang membentuk diri dalam sebuah kelompok kerumunan
(crowd), seperti halnya kerusuhan rasial dan tindakan main hakim sendiri dengan sikap
mengeroyok hingga saling membunuh yang dilakukan oleh warga kulit putih terhadap warga
kulit hitam misalnya yang terjadi di Chicago tahun 1919, St. Louis Timur, 1917, dan di
Detroit, 1943, dan terhadap warga keturunan Meksiko di Los Angeles, 1943. Kenyataan ini
berlangsung lama dalam sejarah Amerika abad kedua puluh Menjelang tahun 1930-an, ciri
kebencian rasial dari Nazisme memberi sebuah konteks baru terhadap tindakan-tindakan
kekerasan semacam ini terutama khususnya di Amerika Serikat. Tindakan-tindakan ini dilihat
sebagai fenomena serupa yang lebih besar. Para ilmuwan sosial merasa terdorong untuk
memahami sisi irasional dan intoleran dari perilaku kerumunan (crowd), guna memerangi
rasisme dalam segala bentuknya. Upaya-upaya inilah yang kemudian turut serta
mempengaruhi perpektif teoritik studi gerakan sosial neoklasik yang agak sedikit lebih
mengalami kemajuan dan perubahan yang cukup berarti, namun masih tetap dipengaruhi oleh
perspektif psikologi sosial terutama pada aliran crowd tradisi klasik mula-mula.

 Konstruksi Pemikiran Yang Mempengaruhi Gerakan Sosial (Lama)


Dalam periode ini perspektif psikologi sosial umum berkembang pesat di Eropa Barat dan di
Amerika Serikat. Di dalam melakukan studi, teoritisi ini mengawali asumsi yang negatif
mengenai tingkahlaku kerumunan (crowd), yaitu tingkahlaku yang merujuk pada suatu
kolektivitas yang liar dalam berbagai dinamika gerakan (Rajendra Singh, 2010:113).
Berbagai asumsi itu, dapat dilihat dalam beberapa karya besar, di mana secara dominan
dipengaruhi para psikolog sosial klasik seperti, misalnya Gustav LeBon, The Crowd,
(1987),Gabriel Tarde, The Laws of Imitation, (1903), karya William Mac Dougall, The
Group Mind (1920), karya E.D. Martin, The Behaviour of Crowd (1929) dan
sebagainya.Pendekatan psikologi sosial klasik terhadap penulisan gerakan sosial, lahir dari
sejarah pemikiran besar yang lebih dismisif yakni Sigmund Freud dalam, Group Psychology
and the Analysis of the Ego, (1921/1959), yang berorientasi teoritis pada psikologi
kelompok yang kemudian bergema kembali pada awal abad ke 20 di dalam karya Robert
Park dan E. Burgess. Robert Park berjasa sebagai pengguna pertama istilah “tingkahlaku
kolektif” (collective behavior). Tulisan Park bersama Burges memperlihatkan pengaruh
Gustave LeBon dalam penggunaan sejumlah konsep seperti sugestibilitas, ketularan
(contagion), dan kepatuhan kerumunan (crowd) kepada seorang pemimpin. Mereka juga
memperlihatkan bahwa tingkah laku kolektif (collective behavior) merupakan kekuatan yang
dapat membawa perubahan. Kesimpulan Park akhirnya mengemukakan bahwa kerumunan
(crowd) dan publik atau kelompok atau perkumpulan massa (mass society) mengakhiri
ikatan-ikatan lama dan membawa individu ke dalam jalinan hubungan-hubungan baru
(Turner & Killian, 1987). Park dan Aliran Chicago memainkan peran penting dalam
menggeser bidang akademik sosiologi yang baru muncul dari teori-teori berskala besar,
yakni teori-teori mengenai struktur dan perubahan sosial, kepada studi-studi empiris berskala
kecil yakni mengenai proses-proses sosial. Menurut Ritzer dan Goodman, karena Park adalah
murid Simmel dan gagasan Simmel tentang tindakan dan interaksi, pada akhirnya menjadi
instrumen penting dalam mengembangkan orientasi aliran Chicago (George Ritzer dan
Douglas J. Goodman, 2003:72).Dengan adanya pergeseran umum ini lahir pula batasan
pertama tentang cabang sosiologi tingkah laku kolektif dan gerakan sosial yang berorientasi
bukan hanya kepada peranan gerakan-gerakan sosial di dalam pembaharuan politik dan
perubahan sejarah, melainkan juga kepada psikologi sosial yang mempengaruhi faktor-faktor
tingkah laku kerumunan (crowd) di dalam pembentukan sebuah gerakan sosial yang terjadi.

 Tema Kajian Awal Gerakan Sosial Lama


Tema-tema dan kajian teoritis studi gerakan sosial klasik dan neoklasik. Adapun unit analisis
yang pertama diperhatikan oleh para teoritisi adalah menyoroti interkoneksi perspektif
psikologi sosial pada berbagai bentuk perilaku individu. Para peneliti perspektif ini telah
memusatkan perhatian; mengapa dan bagaimana individu-individu menggabungkan diri
dalam sebuah gerakan, dan pada ciri-ciri yang khas yang membedakan individu-individu
yang terlibat pada sebuah gerakan dari mereka yang tidak terlibat. Kekuatan-kekuatan
kultural menjadi riil dan dapat diteliti secara empiris takkala mereka dialih bentukan ke
dalam motivasi, predisposisi, dan kecendrungan pribadi. Konsep mengenai kepribadian,
merupakan cara yang bermanfaat dan sahih guna memperlihatkan konsistensi di dalam
motivasi, perilaku, keyakinan, dan predisposisi individu. Konsistensi ini kemudian, tetapterus
bertahan lintas waktu dan lintas peran-peran sosial.
Demikian juga persoalan yang menyangkut ideologi serta yang menjadi keyakinan para
peserta terlibat dalam sebuah gerakan yakni sistem kepercayaan yang dibangun, adalah
bersifat sekunder, dan lebih merupakan sebuah elemen yang terdeterminasi ketimbang
elemen penentu. Dalam konteks ini,keyakinan-keyakinan para individu dibentuk oleh
kepribadian, yakni oleh kecendrungan-kecendrungan psikologis mereka, atau juga oleh
tekanan-tekanan mikro informal (informal micro~pressures) di dalam lingkungan hidup
pribadi para individu saat itu. Menurut Robert Mirsel, dalam teori psikologi sosial (social
psikologycal theory), di mana perilaku-perilaku yang diperlihatkan oleh para individu sebagai
anggota suatu gerakan semacam itu, merupakan kunci pokok bagi studi mengenai keyakinan
dan bukannya ide-ide mengenai sistem kepercayaan sebagai sebuah sistem pemikiran yang
abstrak (Robert Mirsel, 2004:32). Dalam kajian teoritik pada tema dan unit analisa yang
kedua adalah orientasi terhadap perkumpulan massal (mass society theory). Kajian pada tema
ini mengarahkan perspektif studi gerakan pada suatu keadaan di dalam masyarakat. Di mana
aksi-aksi kolektif disebabkan oleh karena para individu disingkirkan dari kelompok-
kelompok sosial yang tetap dan membuatnya lebih rentan terhadap aksi-aksi protes atau
pengaduan-pengaduan di dalam sebuah gerakan kemasyarakatan. Analisis berfokus pada
penelitian bagaimana kondisi-kondisi individu seperti keterasingan (alienasi) dan kondisi-
kondisi kultural seperti ketakberaturan (anomie) berhubungan dengan lahirnya sebuah
gerakan sosial. Perkumpulan massal melahirkan gerakan-gerakan kemasyarakatan, yakni
bahwa gerakan-gerakan ini dipandang sebagai jawaban terhadap hilangnya jangkar-jangkar
tradisional, karena para individu yang terlepas dari komunitasnya yang mapan kemudian
mencari bentuk-bentuk komitmen bersama yang baru.Demikian juga tema dan unit analisis
ketiga studi gerakan sosial yang melihat dari aspek teori tingkahlaku kolektif (collective
behavior theory). Perspektif ini memandang bahwa fenomena-fenomena kelompok yang
panik (panic groups), kelompok histeris (hysterias) dan kelompok yang tingkahlakunya
dengan cepat sekali berubah-ubah (fads) dan tingkah laku kerumunan (crowd behavior)
berhubungan erat dengan pembentukan gerakan sosial dan kemungkinan besar mewakili
tahap-tahap awal pembentukan sebuah gerakan yang kemudian meluas dan menetap dalam
satu gerakan. Kerumunan dan gerombolan dalam skala kecil menghasilkan apa yang
dilakukan oleh perkumpulan massal (mass society) pada skala yang lebih luas. Mereka
memisahkan individu dari keterikatan dengan kelompok-kelompok primer seperti keluarga,
hubungan sekunder yang stabil (seperti persekutuan-persekutuan berdasarkan tempat tinggal
dan serikat-serikat dagang). Mereka juga memisahkan individu dari hal-hal rutin biasa,
termasuk dari tingkahlaku politik yang konvensional. Dengan ini para individu tersebut lebih
mudah menerima tekanan (pressure) yang irasional. Kondisi-kondisi perkumpulan massal
pada gilirannya membuat individu lebih gampang menerima tekanan-tekanan guna
mengambil bagian dalam tingkahlaku kolektif (collective behavior).

2. Penjelasan studi gerakan sosial baru meliputi penjelasan tentang paradigma studi gerakan
sosial baru, latar belakang sosial politik yang melatarinya, berbagai tradisi pemikiran yang
mempengaruhinya, dan jelaskan paradigma studi gerakan sosial baru beserta kekuatan dan
kelemahan paradigma masing-masing adalah :

 Studi Gerakan Sosial Baru

Konteks sosial politik gerakan sosial baru (new social movement) Mendekati akhir tahun
1960-an, lebih jelasnya memasuki tahun 1970-an, munculah gerakan-gerakan sosial baru di
Amerika Serikat dan kawasan-kawasan lainnya di benua Eropa. Gerakan-gerakan sosial baru
ini lebih ekspresif dan mengambil wajah dan tipe gerakan sosial yang banyak berubah bila
dibandingkan dengan berbagai gerakan yang terjadi pada periode sebelumnya. Pergerakan
sosial tersebut antara lain misalnya gerakan perjuangan hak-hak sipil warga negara (civil
rights movements) terutama di Amerika Serikat, semacam organisasi sipil yang berorientasi
memperjuangkan dan mentransformasi pembaruan struktur pada lembaga-lembaga yang
cenderung menindas secara reperesif. Selanjutnya, muncul pula berbagai gerakan moral
perdamaian yang mengusung cita-cita dan semangat ideologi anti perang hingga perjuangan
melawan berbagai bentuk perlombaan senjata nuklir. Berbagai aktivis-aktivis dalam
kelompok organisasi anti perang pada waktu itu misalnya secara tegas menentang serta
menolak ekspansi militerisasi antara Amerika dengan Vietnam. Oleh karena itu, di Amerika
Serikat sendiri, munculnya aneka gerakan melawan perang Vietnam melahirkan pula
berbagai rupa aktivisme perdamaian dan dukungan terhadap dekolonisasi. Sejumlah gerakan
tertentu memang membawa pergeseran dalam fokus analisis dibidang teori gerakan sosial,
akan tetapi aliran-aliran pemikiran di antara para elite politik dan di dalam kebudayaan
umumnya juga menghasilkan pemahaman bahwa pembaharuan itu sah dan rasional.
Aktivisme yang menuntut adanya pelayanan negara terhadap kepentingan masyarakat
(walfare state activism) di Eropa dan juga gerakan masyarakat raya (great society), serta
program memerangi kemiskinan (war on poverty) yang dicanangkan oleh pemerintahan John
F. Kennedy dan Lindon B. Johnson di Amerika Serikat pada awal dekade tahun 1960-an turut
menciptakan iklim pembaruan. Menurut Ritzer dan Goodman, program pencanangan
peperangan terhadap kemiskinan di Amerika ini, merupakan cara khas strategi masyarakat
modern yang menyakini bahwa dapat ditemukan dan diterapkan penyelesaian rasional atas
masalah kemiskinan itu (Ritrzer dan Goodman, 2003 : 630). Demikian juga program yang
dicanangkan oleh Bad Goderberg dari Partai Sosial Demokrat (SPD) di Jerman Barat pada
tahun 1960-an pada gilirannya menandai keinginan kaum sosialis untuk menciptakan
konsensi-konsensi ideologis guna melibatkan diri dalam pembangunan institusi-institusi di
Jerman Barat. Pada saat agenda-agenda pembaharuan mulai direalisasikan, makin banyak
gerakan radikal dan aliran pemikiran yang mempertanyakan struktur-struktur penting yang
tengah dibaharui.

 Berbagai Paradigma Studi Gerakan Sosial Baru (New Social Movement)


Paradigma ini dalam banyak hal menjembatani pendekatan-pendekatan terdahulu yang
didominasi oleh kerangka pemikiran psikologi sosial dengan model-model struktural yang
dikembangkan pada awal periode kedua ini. Paradigma ketegangan struktural sebagaimana
konsepnya merupakan sebuah paradigma yang menempatkan ketegangan struktur (structural
strain), di mana bentuk-bentuk ketegangan pada tingkat lebih dari hanya sekedar pengalaman
individu. Dalam konteks ini, ketegangan dipahami sebagai sebuah kondisi yang eksis secara
obyektif dan juga menggambarkan suatu keadaan tegang antara aktor-aktor sosial yang
berkonflik.
Dalam berbagai bentuknya model-model ketegangan struktural dirancang untuk menjelaskan
bagaimana ketegangan-ketegangan ditanggapi dan dikomunikasikan. Robert Ted Gurr, adalah
salah satu teoritisi yang memformulasi model analisa gerakan pada tingkat struktural, dalam
karyanya, Why Men Rebel ?(1970), menjelaskan bahwa konsep dasar Gurr adalah
perampasan (deprivation). Perampasan memicu munculnya resistensi atau perlawanan.
Resistensi terjadi jika orang merasa sesuatu yang dihargainya dan lebih bermanfaat baginya
dirampas. Perasaan terampas inilah yang disebut Gurr, relative deprivation. Relative
deprivation berarti suatu persepsi perihal kesenjangan antara nilai yang diharapkan (value
expectation) dengan kapabilitas untuk meraih nilai (value capabalities) yang diperlukan.
Menurut Gurr, nilai adalah suatu kejadian, barang dan kondisi yang diinginkan oleh manusia
untuk dimiliki. Sementara nilai ekspektasi adalah benda dan kondisi hidup yang orang-orang
percaya bahwa mereka sebagai pemiliknya yang sah. Sementara nilai kapabilitas adalah
benda dan kondisi yang menurut mereka mampu untuk memperoleh atau memeliharanya,
disepakati harta sosial tersedia untuk mereka (Robert Ted Gurr,
1970:13,25).Relativedeprivation bisa menyulut ketidakpuasan (discontent) dalam
masyarakat, yang berwujud kemarahan, kemurkaan, atau kejengkelan, tergantung pada
kedalaman rasa terampas. Kadar ketidakpuasan akan berkurang bila tersedia sarana untuk
menyalurkannya. Saluran ini disebut value opportunities. Apabila ketidakpuasan itu tidak
tersalurkan atau berada dijalan buntu, ia dapat bermetamorfosis menjadi pemberontakan
dengan kekerasan yang berwujud kekacauan, konspirasi atau perang dalam negeri (Robert
Ted Gurr, 1970:10-11).
Demikian pula, Gurr menambahkan bahwa tingkat dan kualitas kemarahan dan frustasi
sebagai gerak emosional yang disebabkan oleh ketegangan sosial pada level makro. Dengan
bertolak dari asumsi ini, Gurr mulai mengembangkan pengukuran-pengukuran kuantitatif
bagi hal-hal yang berhubungan dengan alasan lahirnya ketegangan dan pemberontakan
(rebel) dalam sebuah masyarakat (Robert Ted Gurr,1970). Menurutnya, tingkat dan kualitas
kemarahan bahkan frustasi sebagai gerak emosional yang disebabkan oleh ketegangan sosial
pada level makro adalah ketegangan yang bersumber pada struktur politik yang tersedia.
Struktur peluang politis (political opportunity structure) atau bentuk lembaga-lembaga politis
adalah faktor utama di dalam perilaku gerakan yang kemudian bisa saja memaksa strategi-
strategi gerakan untuk mengikuti pola yang tergaris dalam struktur tersebut. Bentuk-bentuk
letupan permusuhan dalam kategori data yang lebih luas mengenai “kekerasan politik” adalah
bahwa semua serangan kolektif dalam sebuah komunitas politik untuk menentang rezim
politik yang ada, baik terhadap para aktornya, termasuk kelompok pesaing politik maupun
yang sedang menjabat ataupun kebijakan-kebijakannya. Konsep ini mempresentasikan
serangkaian even, yang memiliki sifat umum menggunakan kekerasan secara aktual atau
bersifat ancaman, namun konsep ini tak bisa dijelaskan semata-mata dengan berdasarkan
pada sifat umum ini. Termasuk dalam konsep ini adalah revolusi yang biasanya didefinisikan
sebagai perubahan sosio politik yang fundamental dicapai melalui kekerasan, termasuk juga
di dalamnya perang gerilya, penentangan, kerusuhan hingga berakhir pada suatu kudeta
(Robert Ted Gurr, 1970:3-4). Kemudian, dalam konteks ini, Gurr selanjutnya
mengklasifikasikan kekerasan politik itu ke dalam tiga kategori besar yaitu sebagai berikut:
 Huru-hara (turmoil); yaitu kekerasan yang relatif spontan dan tak terorganisisr yang
melibatkan partisipasi umum yang besar, dan termasuk di dalamnya pemogokan-
pemogokan politik, kerusuhan, benturan politik dan penentangan lokal.
 Konspirasi; yaitu kekerasan politik yang sangat terorganisir dengan keikutsertaan
yang terbatas, dan termasuk di dalamnya pembunuhan politik secara terorganisir,
terorisme skala kecil, perang gerilya skala kecil, kudeta dan pergolakan (mutiny).
 Perang domestik; yaitu kekerasan politik yang sangat terorganisir yang melibatkan
partisipasi massa yang luas dan dirancang untuk menggulingkan rezim yang berkuasa
atau untuk meruntuhkan negara dengan menggunakan kekerasan secara ekstensif dan
termasuk di dalamnya terorisme berskala besar, perang gerilya dan revolusi (Robert
Ted Gurr, 1970:11).
Selanjutnya dalam versi yang lain, James Davis dalam esainya singkatnya berjudul, Toward a
Theory of Revolution (1962), merancang sebuah model lain. Di dalam model ini ia
mengemukakan bahwa kereta pendorong menuju pembaharuan adalah ketegangan itu sendiri;
upaya-upaya awal dari para elite (baik politik maupun ekonomi) untuk menciptakan
pembaharuan melahirkan ekspektasi-ekspektasi yang lebih tinggi, dan ketika ekspektasi-
ekspektasi itu tidak dicapai atau malah sebaliknya, munculah gerakan sosial. Dalam konteks
pemikiran ini, soal perampasanlah (deprivation) yang ditanggapi dan titik perbandingan
terletak di masa depan.Demikian juga, pandangan yang paling inklusif dan agak lebih jelas
dari semua model ketegangan struktural adalah gagasan Neil Smelser dalam karyanya yang
selalu menjadi sumber rujukan utama para akademisi yang berada dalam garis pemikiran
struktural yakni Theory of Collective Behavior (1963). Dalam tulisanya itu, Smelser
mengajukan sebuah teori yang disebut teori nilai tambah enam tahap (six tage valueadded
theory), mencakupi pembahasan tentang ketegangan struktural sebagai sebuah faktor
penjelas. Selain itu ada pula komponen-komponen lain yang lebih bersifat psikologis,
ideologis, dan prosesual yang diistilahkannya dengan keyakinan-keyakinan yang
tergeneralisasi (generalized belief), kepemimpinan dan komunikasi serta insiden-insiden
pemicu (precipitating incidents). Smelser juga memasukan sebuah faktor struktural lain,
yakni dukungan struktural (structural conduciveness) sebagai unsur pertama dari model ini.
Unsur-unsur ini mengacu kepada kemungkinan-kemungkinan bagi organisasi gerakan untuk
bertahan di dalam ruang lingkup politik dan sosial sebuah masyarakat (Neil Smelser,
1963:156).

Gambaran aksi dan analisis ekuilibrium Paretean (pengikut gagasan utama Pareto) ini adalah
bentuk konstribusi nyata dalam teori Smelser, yaitu dalilnya pada mekanisme, yang
menjelaskan bagaimana batas kondisi menentukan jenis perilaku sosial. Konsepsi Paretean
tentang sebuah mekanisme keseimbangan diri dalam sistem sosial tercermin dalam proposisi
utama Smelser, dan ia mengatakan; “people under strain mobilize to reconstitute the social
order in the name of a generalized belief”. Selanjutnya dalam hal ini, kembali dia
merumuskan tiga mekanisme utama yaitu:
 Respon terhadap tegangan (strain) memberi energi pada sistem perhatian yang
semakin meningkat dari tingkat yang rendah kepada tingkat perhatian yang lebih
tinggi. Dalam beberapa kondisi misalnya kondusifitas struktural dan kontrol sosial
tidak memadai, maka jenis tertentu dari kepercayaan umum akan terbentuk ke dalam
tahap: histeris (mengurangi kecemasan dengan penataan situasi yang realistis dan
ambigu), magis (atribut biasa yang berpeluang untuk membayangkan beberapa
komponen tindakan), dan naif (hasil yang diinginkan akan direalisasi atau hasilnya
dikhawatirkan untuk dihindari namun “jika hanya” komponen tindakan yang relevan
dapat diaktifkan atau dinonaktifkan).
 Penafsiran terhadap sebuah peristiwa sebagai yang mengesahkan keyakinan umum
dan sebagai sumber preperensi untuk bertindak. Ini adalah sebagai sumber yang
mendasari munculnya sebuah bentuk kepercayaan umum dalam konteks nyata dan
sebagai lintasan aksi atau tindakan yang lebih singkat (short-circuits action) yaitu,
memungkinkan pelepasan energi, yang hanya diatur oleh bentuk-bentuk keyakinan
umum dan keadaan tertentu.
 Calon peserta telah dimobilisasi untuk bertindak. Smelser membahas pentingnya
faktor kepemimpinan, tetapi dalam hal ini ia tidak secara jelas menyatakan apakah
mobilisasi itu hanya muncul dalam bentuk komunikasi yang bertahap kepada setiap
peserta potensial lainnya. Walau bagaimanapun, dia membedakan antara dua fase
mobilisasi yaitu; real phase (fase nyata) yaitu fase yang ditentukan oleh kondisi
aslinya dan derived phase (fase manfaat) merupakan fase yang ditentukan oleh
kondisi yang dihasilkan oleh fase nyata (Neil J. Smelser, 1963:436).

 Pengaruh Tradisi Pemikiran Dalam Studi Gerakan Sosial Baru (New Social
Movement)
Pada saat agenda-agenda pembaharuan mulai direalisasikan, makin banyak gerakan radikal
dan aliran pemikiran yang mempertanyakan struktur-struktur penting yang tengah dibaharui,
seperti aliran Marxis atau tidak, termasuk unsur-unsur gerakan Golongan Kiri Baru (New
Left). Aliran pemikiran ini telah menggunakan istilah-istilah seperti “kapitalisme” dan
“struktur kekuasaan” (power structure), guna membuat denisi mengenai sumber masalah-
masalah sosial. Secara khusus, bahwa Marxisme Barat bangkit kembali dalam skala besar,
khususnya di Eropa Barat, di mana Marxisme menjadi ideologi utama para intelektual muda
(Anderson, 1976). Selanjutnya, pengaruh ini juga kian terasa di Amerika
Serikat, namun agak lebih terbatas.Di samping itu, bahwa aliran pemikiran kalangan sosialis
pada waktu itu, juga turut serta mempengaruhi perspektif gerakan sosial. Pemikiran-
pemikiran sosialis ini kebanyakan disebarkan dalam suatu wadah formal melalui media
ilmiah jurnal-jurnal populer dan lebih menonjol bertahan lama seperti New Left Review
(Media Massa Kiri Baru) dan Monthly Review (Jurnal Bulanan). Namun, yang pasti bahwa
semua aktivitas intelektual ini, juga menjadi pencetus teori-teori gerakan sosial, paling tidak
mempunyai peran secara tidak langsung dalam upaya menciptakan atmosfer legitimasi bagi
setiap gerakan-gerakan sosial yang terjadi pada saat itu. Demikian juga, perubahan yang
cukup mendasar dalam perspektif gerakan sosial baru ini pada dasarnya semua perhatian
cabang sosiologi pada masa itu bergeser kepada tema tentang struktur sosial (social structure)
dan mulai menjauhkan diri dari individu sebagai unit analisisnya. Kajian dan tema-tema
tentang struktur sosial dan proses-proses sosial pada tingkat makro, mulai menyerap teori-
teori besar (grand theory) periode klasik yang pernah berkembang pada masanya seperti
Marx, Weber dan Durkheim. Pemikiran ketiga teoritisi besar inilah yang menginspirasikan
kembali pengajaran sosiologi gerakan sosial pada studi dan analisa periode gerakan sosial
baru. Fokus perhatian kepada masalah sturuktur menjadi konsep kunci dalam paradigma
gerakan sosial baru. Dalam perspektif ini, bahwa struktur yang dimaksud mengacu pada
pemolaan tindakan-tindakan dan hubungan-hubungan, diabstraksikan dan berada secara
independen dari motivasi-motivasi individual. Struktur dapat dipikirkan sebagai seperangkat
kondisi pada tindakan individu yang sifatnya terbatas. Dengan demikian, bagi gelombang
baru para teoritisi struktural, bahwa struktur dipandang sebagai sebuah fenomena yang ada
secara obyektif dan dapat pula dipelajari secara obyektif.

 Latar Belakang Sosial Politik Yang Melatari Gerakan Sosial Baru

Menjelang akhir tahun 1960 an lebih jelasnya mengawali tahun 1970 an ke atas, munculnya
suatu upaya barudari para teoritisi studi gerakan sosial baik di Eropa maupun di Amerika,
untuk memformulasi kembali perspektif teori gerakan sosial yang cukup berpengaruh kuat
pada periode pertama yang didominasi oleh psikologi sosial klasik. Periode kedua ini lahir
dan menandai semangat baru dalam merumuskan ulang berbagai pendekatan studi gerakan
sosial lama, ke dalam formulasi baru yang disebut Gerakan Sosial Baru (New Social
Movement). Pada masyarakat kontemporer yang banyak berubah, telah menjadikan Gerakan
Sosial Baru (GSB) memiliki citra baru dalam berbagai tampilan wajah, tipe-tipe, bentuk serta
model gerakan sosial. Periode kedua ini, semangat GSB lebih menitik-beratkan perspektif
studi pada tindakan rasional di dalam pemaksaan-pemaksaan yang bersifat struktural. Dalam
hal ini, bahwa sifat dari gerakan sosial dipengaruhi oleh konteks struktural yang berkembang
saat itu, sehingga bentuk dan model gerakan sosial pun memiliki tipe-tipe dan rumusan-
rumusan bersifat makro ketimbang mikro sosiologis dalam melihat berbagai persoalan sosial
yang terjadi. Menurut Robert Mirsel, terdapat dua paradigma besar yang saling berbeda
muncul dalam kurun waktu ini, yakni paradigma ketegangan struktural (structural strain
paradigma); selanjutnya paradigma ini kemudian digabungkan, lalu sampai pada batas
tertentu diganti oleh paradigma Marxis dan paradigma pengalangan sumber daya (resource
mobilization paradigma) (Mirsel. R, 2004: 49). Sedangkan paradigma GSB kontemporer
yakni paradigma berorientasi identitas dengan citra pemikiran sosiolog Eropa, luput dari
pembahasan Mirsel di atas. Untuk melengkapi kekurangan itu, Rajendra Singh (teoritisi
gerakan sosial India) menggaris bawahi, bahwa dalam periode GSB paling tidak terdapat dua
aliran utama (mainstream) yaitu teori mobilisasi sumber daya (resources mobization theory)
yang muncul di Amerika Serikat dan dipengaruhi oleh pemikiran Mancur Olson (1965),
Oberschall (1973), McCarthy dan Zald (1977), Gamson (1975), Charles Tilly (1975) dan
Tarrow (1982). Kemudian paradigma kedua yaitu teori yang berorientasi identitas berasal
dari Eropa, yang lebih ekspresif dipengaruhi oleh pemikir besar seperti, Pizzorno (1978,
1985), Jean Cohen (1985) dan belakangan perspektif pemikiran yang agak lebih terbuka
berasal dari Alain Touraine (1987;1985;1992) (S.Rajendra, 2010:134,144). Di sini rupanya
paradigma ketegangan struktural (structural strain paradigma) luput dari perhatian Rajendra,
mungkin dalam pemahamannya bahwa paradigma ketegangan struktural (structural strain
paradigma) merupakan bagian atau kelanjutan bentuk lain dari paradigma mobilisasi sumber
daya (resource mobilization paradigma), sebagai paradigma yang sama-sama berorientasi
pada proses politik (political proces). Namun hal yang terbaru dalam perkembangan
paradigma GSB kontemporer maka ia menambahkan paradigma berorientasi identitas dari
Alain Touraine dan kawan-kawan.

 Paradigma Studi Gerakan Sosial Baru Beserta Kekuatan Dan Kelemahan


Paradigma Masing-Masing

KEKUATAN PERSPEKTIF

 Paradigma ketegangan sruktural (structural strain paradigma) lebih mampu


mengabstraksikan tindakan-tindakan kolektif (collective action) serta hubungan-
hubungannya dalam gerakan-gerakan sosial yang terjadi. Bahwa tindakan-tindakan
kolektif (collective action) serta hubungan-hubungannya secara independen terlepas
atau samasekali tidak ada kaitannya dengan rangkaian motivasi-motivasi individual,
sebagaimana yang diasumsikan sebelumnya dalam pendekatan paradigma klasik.
 Paradigma ini lebih kuat dari paradigma klasik yang kelewat irasional, karena
penekanan pada struktur dan bukan pada motivasi individual. Maka, untuk mengubah
masyarakat diperlukan sebuah keyakinan bahwa institusi-institusi (tatanan struktural)
tersebut, juga harus mendapatkan perubahan. Perubahan dilakukan dengan melalui
upaya transformasi pada tingkat struktural dan memerlukan tindakan-tindakan
kolektif yang lebih rasional.
 Paradigma ini lebih mampu menunjukkan bahwa bentuk-bentuk, model, tipe dan
karakteristik gerakan sosial baru semakin diorganisasikan secara lebih formal,
terancang secara sistematis, didesain secara optimal dan efektif. Termasuk fenomena-
fenomena perilaku kolektif dalam bentuk (kerumunan/crowd, gerombolan
pengacau/mob, kelompok panik, rumor, dsbnya) sebagaimana yang menjadi konsepsi
teoritik pada paradigma klasik, dalam konteksini merupakan unsur-unsur yang secara
sengaja diorganisir atau diciptakan sebagai bagian dari taktik atau strategi yang
digunakan dalam gerakan sosial.
 Paradigma ini mampu menunjukkan bahwa di dalam gerakan dipimpin oleh aktor-
aktor yang jelas dalam suatu gerakan.
 Paradigma ini mampu melihat interrelasi dan interkoneksitas antara sebuah persoalan
di dalam masyarakat yakni ketegangan struktural. Ketegangan merupakan sebuah
kondisi yang eksis secara obyektif dan juga suatu keadaan tegang antara aktor-aktor
sosial. Maka dalam paradigma ini, ketegangan struktural, mampu menjelaskan
bagaimana dan kapan aktor-aktor yang tegang itu menyatu guna membentuk sebuah
gerakan sosial. Jawabannya dikemukakan Gurr dalam Why Men Rebel, 1970, yakni
menekankan unsur kemarahan dan frustasi sebagai gerak emosional yang disebabkan
oleh ketegangan sosial pada level makro.

KELEMAHAN PERSPEKTIF

 Paradigma ketegangan struktural lebih khusus pada teori Gurr, tentang relative
deprivation mengandung unsur-unsur kelemahan bahwa tingkat dan kualitas
kemarahan dan frustasi sebagai gerak emosional disebabkan oleh ketegangan sosial
pada level makro yang bersumber pada struktur peluang politik yang tersedia
(political opportunity structure).
 Paradigma ketegangan struktural Gurr tentang teori relative deprivation mengandung
kelemahan mendasar karena gagal mempertimbangkan bagaimana para individu
mengalami perampasan sebagai yang tertanam dalam struktur sosial yang lebih luas.
Masyarakat yang paling lemah dan orang-orang yang terpinggirkan biasanya kurang
tepat diposisikan sebagai yang terlibat dalam tindakan-tindakan politik yang sangat
beresiko. Kurangnya jaminan secara ekonomi dan tidak adanya pendapatan, mereka
tidak mampu mengambil banyak risiko. Menghadapi diskriminasi dari mayoritas lebih
kuat, mereka mungkin berusaha untuk tetap terlihat atau juga untuk terlibat namun
dalam bentuk perlawanan simbolis sebagai suatu upaya dan mekanisme mereka untuk
tetap bertahan.
 Struktur peluang politis (political opportunity structure) atau bentuk lembaga-lembaga
politis adalah faktor utama di dalam perilaku gerakan yang kemudian bisa saja
memaksa strategi-strategi gerakan untuk mengikuti pola yang tergaris dalam struktur
tersebut. Dalam konteks ini, kelemahan mendasar Gurr adalah hanya membatasi
struktur peluang politis sebagai faktor utama, dan ia tidak melihat keanekaragaman
faktor lain yang dapat mempengaruhi atau memunculkan dinamika perilaku gerakan
serta strategi-stategi yang kemungkinan diambil oleh para individu dalam gerakan.
 Paradigma ketegangan struktural terlalu berlebihan dan tendensius memformulasikan
struktur yang bersifat eksis secara obyektif, struktur obyektif cuma konstruksi dalam
angan-angan para pengikut sebuah gerakan, entah persepsi tentang ketegangan dan
tujuan sebuah gerakan rasional atau tidak, atau bentuk simbolis mana yang diberikan
oleh pengikut sebuah gerakan kepada ketegangan yang ada.
 Dalam paradigma ketegangan struktural khususnya pada teori perilaku kolektif
(theory of colective behavior) Neil J. Smelser untuk menerangkan perilaku kolektif
dari sudut pandang apa yang dinamakan kepercayaan umum (general beliefs) dalam
menjelaskan kelompok histeris, panik dan letupan-letupan kebencian dan kemarahan
perilaku kolektif dalam pengertian sistem kepercayaan yang sudah ada sebelumnya.

Sumber :
Saya mendapat informasi atau pengetahuan Tugas Individu 2, nomor 1 dan 2 ini saya ambil
berdasarkan Internet yaitu PDF bapak Dr. Joni Rusmanto, M.Si tetapi tidak semuanya saya
ambil menurut pemahaman saya saja yakni :

https://www.researchgate.net/publication/323238283_GERAKAN_SOSIAL_Sejarah_Perke
mbangan_Teori_antara_Kekuatan_dan_Kelemahan

Anda mungkin juga menyukai