Anda di halaman 1dari 19

GELOMBANG SEISMIK DALAM BUMI

Tugas
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa

Dosen Pengampu:.
1. Dr. Khumaedi, M.Si
2. Dr. Suharto Linuwih, M.Si

oleh:
1. Indah Beti Lestari (0402519013)
2. Ninda Yera Setyo N (0402519034)

PROGRAM PASCASARJANA
S2-PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI IPA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Gelombang
Seismik dalam Bumi”. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa di Universitas Negeri
Semarang.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Yth :
1. Dr. Khumaedi, M.Si dan Dr. Suharto Linuwih, M.Si selaku Dosen Ilmu
Pengetahuan Bumi dan Antariksa.
2. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi.
3. Rekan-rekan satu rombel yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Semarang, 28 September 2020

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi.
Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan gangguan (usikan) dalam medium
sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi
(pergeseran) kedudukan partikel- partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa.
Karena gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi energi.
Penjalaran gelombang seismik menembus struktur pelapisan bumi sangat bergantung
pada sifat elastisitas batu-batuan yang didaluinya. Dasar teori untuk menjelaskan kronologis
mekanisme maupun sifat fisis gelombang didasarkan pada teori deformasi dan elastisitas
media yang dilalui gelombang seismik.
Pada dasarnya, teori dasar gelombang seismik adalah mencari bentuk solusi dari
persamaan gerak yang didasarkan pada hubungan persamaan stress dan strain pada medium
elastik. Untuk meninjau penjalaran gelombang gelombang seismik pada media bumi,
terdapat dua asumsi dasar yang digunakan sebagai acuan dalam memandang bumi, yaitu:
Bumi dianggap sebagai media elastik sempurna yang terdiri dari berbagai lapisan dan semua
anggota lapaisan bumi merupakan media homogeny isotropis (Wahyu Triyoso, 1991).

B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diajukan permasalahan yaitu :
1. Bagaimana deskripsi gelombang seismik?
2. Bagaimana penjalaran gelombang seismik (gelombang badan) di dalam Bumi?
3. Apa saja struktur bagian dalam bumi berdasarkan bukti-bukti seimologi?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah:
1. Menguasai konsep gelombang seismik.
2. Memahami penjalaran gelombang seismik (gelombang badan) di dalam Bumi.
3. Mengetahui struktur bagian dalam bumi berdasarkan bukti-bukti seimologi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Gelombang Seismik


2.1.1 Konsep Dasar Gelombang Seismik
Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa
bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan gangguan
(usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi secara lokal yang
menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan partikel- partikel medium, osilasi
tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena gangguan merambat dari suatu tempat ke
tempat lain, berarti ada transportasi energi.
Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikel- partikel
medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress) malawan gaya-gaya
elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal, gelombang transversal dan
kombinasi diantara keduanya. Apabila medium hanya memunculkan gelombang
longitudinal saja (misalnya di dalam fluida) maka dalam kondisi ini gelombang seismik
sering dianggap sabagai gelombang akustik. Dalam eksplorasi minyak dan gas bumi,
seismik refleksi lebih lazim digunakan daripada seismik refraksi. Hal tersebut disebabkan
karena siesmik refleksi mempunyai kelebihan dapat memberikan informasi yang lebih
lengkap dan baik mengenai keadaan struktur bawah permukaan.

Gambar 1. Perambatan gelombang seismik


Berdasarkan gambar 1, penyelidikan seismik dilakukan dengan cara membuat getaran
dari suatu sumber getar . Getaran tersebut akan merambat ke segala arah di bawah permukaan
sebagai gelombang getar. Gelombang yang datang mengenai lapisan-lapisan batuan akan
mengalami pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Respon batuan terhadap gelombang yang
datang akan berbeda-beda tergantung sifat fisik batuan yang meliputi densitas, porositas, umur
batuan, kepadatan, dan kedalama batuan. Galombang yang dipantulkan akan ditangkap oleh
geophone di permukaan dan diteruskan ke instrument untuk direkam. Hasil rekaman akan
mendapatkan penampang seismik.
Penjalaran gelombang seismik menembus struktur pelapisan bumi sangat
bergantung pada sifat elastisitas batu-batuan yang didaluinya. Dasar teori untuk
menjelaskan kronologis mekanisme maupun sifat fisis gelombang didasarkan pada teori
deformasi dan elastisitas media yang dilalui gelombang seismik.
Pembahasan teori deformasi dan elastisitas media yang dilalui gelombang lebih
ditujukan untuk mencari hubungan antara parameter elastisitas (dalam hal ini adalah konstanta-
konstanta elastisitas) dengan parameter gelombang (dalam hal ini kecepatan gelombang).
Pendekatan teori deformasi didasarkan pada model stress dan strain. Stress didefenisikan
sebagai gaya per satuan luas, sedangkan strain didefenisikan sebagai deformasi per satuan volume.
Berdasarkan hokum Hooke’s untuk benda-benda elastic sempurna, strain akan proporsional
(sebanding) dengan stress. Dikarenakan pendekatan deformasi media elastic adalah dilatasi
kubik, maka untuk menjelaskan model stress (tegangan) dan strain (regangan) didasarkan
pada konsep tensor.
Pada dasarnya, teori dasar gelombang seismik adalah mencari bentuk solusi dari
persamaan gerak yang didasarkan pada hubungan persamaan stress dan strain pada medium
elastik. Untuk meninjau penjalaran gelombang gelombang seismik pada media bumi,
terdapat dua asumsi dasar yang digunakan sebagai acuan dalam memandang bumi, yaitu:
1. Bumi dianggap sebagai media elastic sempurna yang terdiri dari berbagai lapisan.
2. Semua anggota lapaisan bumi merupakan media homogeny isotropis (Wahyu Triyoso, 1991)
Hukum Hooke’s merupakan hubungan antara stress (tegangan) yang dikerjakan

dengan strain yang dihasilkan, apabila strain yang dihasilkan cukup kecil. Hukum ini
menyatakan bahwa strain akan berbanding lurus dengan stress yang menghasilkannya. Untuk
medium homogeny isotropis, hokum hooke’s dapat dinyatakan dalam bentuk yang
sederhana, yaitu:
Besaran 𝜆 dan 𝜇 disebut konstanta Lame’s, yang merupakan konvensi matematis
dalam teori elastisitas (Telford, W. M, et all, 1976). Dari persamaan 2 jika dituliskan 𝑒𝑖𝑗 =
𝑃𝑖𝑗 𝜇, membuktikan bahwa untuk 𝜇 semakin besar, 𝑒𝑖𝑗 semakin kecil. Jadi 𝜇 merupakan
ukuran untuk menahan regangan geser (shering strain) dan sering disebut sebagai modulus
rigidisitas atau modulus geserDisamping kosntanta Lame’s, beberapa kontanta lain yang
banyak digunakan adalah:

1. Modulus Young (E), pada dasarnya mengukur perbandingan stress dan strain untuk
model tension atau kompresi sederhana (1 dimensi)
2. Modulus Bulk (k), pada dasarnya adalah mengukur perbandingan stress dan strain
apabila elemen media dikenakan tekanan hidrostatis sederhana
3. Rasio Poisson’s (σ), pada dasarnya mengukur geometri perubahan bentuk. Hubungan
antara konstanta-konstanta sederhana tersebut dengan konstanta Lame’s dinyatakan
sederhana berikut:

2.1.2 Tahapan Seismik


Metode seismik refleksi merupakan metode geofisika yang umumnya dipakai untuk
penyelidikan hidrokarbon. Biasanya metode seismik refleksi ini dipadukan dengan metode
geofisika lainnya, misalnya metode grafitasi, magnetik, dan lain-lain. Namun metode seismik
refleksi adalah yang paling mudah memberikan informasi paling akurat terhadap gambaran
atau model geologi bawah permukaan dikarenakan data-data yang diperoleh labih akurat.
Pada umumnya metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu:
1. Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang berkaitan
dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluann dengan survei detail.
2. Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk mengolah data
rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk penampang seismik migrasi.
3. Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison,
pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya disajikan
atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui struktur atau
model geologi bawah permukaan.

2.1.3 Berbagai Tipe Gelombang Seismik


Berdasarkan teori elastisitas dan deformasi elemen medium serta konsep
displacement potensial, maka pada media homogeny isotropis, transfer energy dapat
diasumsikan dalam dua tipe dengan kecepatan penjalaran yang berbeda pula, tergantung
pada konstanta-konstanta elastic media yang dilewatinya. Di samping itu, transfer energi
dapat terjadi baik melalui media penjalaran di dalam bumi maupun media pelapisan di
dalam bumi disebut gelombang badan (body wave), sedangkan yang terjadi di permukaan
bumi di sebut gelombang permukaan (surface wave).
1. Gelombang Badan
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastic dan arah
perambatannya ke seluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak partikel pada media
dan arah penjalarannya, gelombang dapat dibedakan atas gelombang P dan gelombang S.
a. Gelombang P (Gelombang Primer)
Gelombang P disebut juga gelombang kompresi, gelombang longitudinal, gelombang

dilatasi, atau gelombang irotasional. Gelombang ini menginduksi gerakan partikel


media dalam arah paralel terhadap arah penjalaran gelombang seperti terlihat pada
gambar 2. Bentuk persamaan gelombang P didasarkan pada bentuk persamaan
dilatasi yaitu:
Dengan menganalogikan persamaan ini dengan bentuk persamaan umu gelombang,
maka didapatkan persamaan umum kecepatan gelombang P adalah:

Gambar 2. Penjalaran gelombang P (gelombang primer)


b. Gelombang S (Gelombang Sekunder)
Gelombang S disebut juga gelombang shear, gelombang transversal atau gelombang
rotasi. Gelombang ini menyebabkan Gerakan partikel media dalam arah tangensial
terhadap arah penjalaran gelombang seperti terlihat pada gambar 3.

Gambar 3. Penjalaran gelombang S (gelombang sekunder)


Bentuk persamaan gelombang S didasarkan pada bentuk persamaan dilatasi berikut:

Dengan menganalogikan persamaan 3 dengan persamaan gelombang sebagai


fungsi jarak diperoleh kecepatan untuk gelombang S adalah:

2. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan merupakan gelombang yang kompleks dengan frekuensi yang
rendah dan amplitude besar, yang menjalar akibat adanya efek free surface dimana
terdapat perbedaan sifat elastic. Gelombang ini dapat menjelaskan struktur mantel atas
dua permukaan bumi (crust). Sifat dan gerak partikel media pada permukaan ada yang
mirip gelombang P atau gelombang S. Didasarkan pada sifat gerakan partikel media
elastic, terdapat dua tipe yaitu:

a. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan yang gerakan partikel
medianya merupakan kombinasi gerakan partikel yang disebabkan oleh gelombang P
dan gelombang S. Orbit gerakan partikelnya merupakan gerakan elliptic dengan sumbu
mayor ellips tegak lurus dengan permukaan dan arah penjalarannya (gambar 4).
Kecepatan gelombang Rayleigh dirumuskan sebagai:

(Telford, W.M, 1976)

Gambar 4. Penjalaran gelombang Rayleigh


b. Gelombang Love
Gelombang Love biasanya dinotasikan dengan gelombang L atau gelombang Q.
Gelombang ini merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam bentuk
gelombang transversal, yakni gelombang SH yang penjalarannya parallel dengan
permukaan (gambar 5). Kecepatan penjalaran gelombang love bergantung panjang
gelombangnya dan bervariasi sepanjang permukaan. Secara umum, kecepatan
gelombang love dinyakatakan sebagai > > (Gunawan, 1985)

Pada umumnya, energy lebih banyak ditransfer dalam bentuk gelombang P,


sehingga apada rekaman gempa atau survey seismik, yang pertama kali dijumpai adalah
gelombang P. Untuk medium yang sama, gelombang P akan dijalarkan dengan
kecepatan yang paling besar dari pada tipe lainnya.

Gambar 5. Penjalaran gelombang Love


Perbandingan keempat tipe gelombang tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 6. Perbandingan tipe gelombang P, S, Rayleigh,


dan Love
2.1.4 Mekanisme Penjalaran Gelombang Seismik
2.1.4.1 Prinsip Fermat dan Konsep Berkas Seismik
Salah satu prinsip dasar yang menjelaskan mekanisme penjalaran gelombang adalah
prinsip fermat. Prinsip ini menyatakan bahwa waktu jalar gelombang elastic antara dua titik,
mislanya titik A dan B, sama dengan waktu tempuh yang terukur sepanjang lintasan minimum yang
menghubungkan titik A dan B. Oleh karena itu, prinsip Fermat disebut juga waktu minimum. Suatu
bentuk pemodelan yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa penjalaran gelombang elastik
yang memenuhi prisnip Fermat adalah model lintasan sinar atau model raipat (raypath). Untuk
penjalaran gelombang seismik, konsep raipat dikenal dengan sitilah konsep berkas seismik
(seismik ray). Suatu berkas seismik dihgambarkan sebagai sebuah garis yang
menunjukkan arah perambatan energy gelombang seismik. Garis ini tegak lurus terhadap
muka gelombang (wavefront), seperti terlihat pada gambar 7.
Model berkas seismik pada dasarnya meripakan pendekatan pertama untuk
memudahkan dalam menunjau penjalaran gelombang seismik. Karena, pendekatan berkas
seismik lebih banyak didasarkan pada optika geometri, maka dalam meninjau mekanisme
penjalaran gelombang, seakan-akan kita diajak meninjau suatu titik anggota muka gelombang.

Hukum Snelius pada dasarnya menjelaskan perubahan arah berkas seismik apabila
gelombang seismik menjalar melalui lapisan-lapisan bumi dengan kuantitas kecepatan yang
berbeda-beda (terdapat bidang batas antar lapisan). Perubahan arah ini akan direalisasikan
dalam bentuk gelombang yang terpantul (gelombang refleksi) dan gelombang yang terbias
(gelombang refleksi)
Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang hokum Snellius, dalam gambar 7 ditunjukkan
kasus pemantulan dan pembiasan gelombang SV ketika melintas batas antara media 1 dan media 2.
Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa, ketika melintas bidang batas, gelombang SV akan
terpantulkan sebagai gelombang refleksi SV dan akan terbiaskan sebagai gelombang refleksi SV.
Di samping itu juga dibangkitkan gelombang refleksi P dan gelombang refleksi P.
Hal ini merupakan karakteristik dari gelombang SV apabila melewati bidang
batas dengan kontras elastisitas.
Gambar 7. Peristiwa pemantulan, pembiasan dan mode conversion yang terjadi pada saat
gelombang SV melewati bidang batas antara dua media (Stacey, 1977)

Berdasarkan gambar 7, hukum Snellius dapat dinyatakan dalam


persamaan sebagai berikut:

Dengan 1, 2masing-masing adalah kecepatan gelombang S pada media 1 dan media 2,

sedangkan 1 , 2 masing-masing adalah kecepatan gelombang P pada media 1 dan media 2.


Hal yang sama juga dapat diperoleh untuk jenis gelombang datang yang lain, seperti
gelombang P atau gelombang SH. Untuk gelombang SH yang terjadi hanya gelombang
refleksi SH dan gelombang refleksi SH (Stacey, 1977)

2.1.4.3 Prinsip Huygens dan Konsep Muka Gelombang


Prinsip ini sangat penting dalam memahami penjalaran gelombang, dan sering
digunakan untuk mengambarkan posisi muka gelombang. Dalam geometri seismik, muka
gelombang didefenisikan sebagai permukaan yang mempunyai travel time sama, atau
didefenisikan juga sebagai permukaan dimana gelombang mempunyai fase yang sama.
Prinsip Haygens menyatakan bahwa setiap detik pada muka gelombang dapat
dipandang sebagai sumber gelombang yang baru. Melalui titik-titik sumber gelombang
yang baru, posisi muka gelombang berikutnya dapat digambarkan atau ditentukan.
Untuk gelombang-gelombang yang dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas, harus
dibedakan antara muka gelombang refleksi dan muka gelombang refraksi. Gambar 8
menunjukkan konstruksi Huygens untuk gelombang seismik yang direfraksikan pada bidang
batas. Setiap titik pada bidang batas dapat di pandang sebagai sumber gelombang baru yang
mempunyai muka gelombang refraksi, dalam gambar ditunjukkan muka gelombang baru yang
mempunyai muka gelombang refraksi, dalam gambar ditunjukkan muka gelombang refraksi

pada 0 (garis putus-putus) dan pada saat 0 + (garis solid). Pada gambar tersebut ditunjukkan
juga bahwa arah berkas seismik selalu tegak lurus terhadap muka gelombang.

Gambar 8. Konstruksi Huygens untuk gelombang seismik yang


dibiasakan pada saat melewati bidang batas antara dua
media dengan kecepatan berbeda (Stacey, 1977)
2.1.4.4 Mode Conversion
Mode conversion atau konversi tipe gelombang seismik merupakan proses dimana
sebagian energy gelombang P dikonversikan menjadi energy gelombang S, atau sebaliknya.
Salah satu contoh mode conversion, ditunjukkan pada gambar 7, peristiwa mode conversion
secara jelas dapat dilihat pada penjalaran gelombang P ketika melewati bidang batas.
Berdasarkan teori mekanika gelombang dan konsep deformasi, gelombang S dapat
dibedakan sifat polarisasi dan orbit gerakan partikel medianya menjadi gelombang SV dan
gelombang SH. Mode conversion hanya terjadi utnuk pasangan gelombang P dan gelombang
SV. Sedangkan pada gelombang SH tidak terjadi mode conversion (Wahyu Triyoso, 1991).
Pembagian energi gleombang pada bidang batas merupakan fungsi dari sudut dating
gelombang pada bidang batas, karena persamaannya diberikan oleh Bullen, 1963 (stay, 1977).
2.1.5 Kecepatan dan Resolusi
2.1.5.1 Kecepatan Sebagai Alat Diagnosa
Sifat alamiah dari sedimen seerti porositas, densitas, temperatur, ukuran butir,
saturasi gas, frekuensi, dan tekanan berpengaruh terhadap kecepatan. Pertambahan
kecepatan dipengaruhi oleh takanan eksternal, ukuran butir dan densitas. Kecepatan akan
berkurang pada sedimen yang porous dan atau mempunyai takanan pori yang besar.
2.1.5.2 Pengukuran Kecepatan
Pengukuran kecepatan didasarkan pada perubahan waktu tiba pantulan (arrival
time) sebagai perubahan jarak dari sumber getar sampai geophone. Jarak tersebut dikenal
dengan offset, sedangkan perbedaan waktu dari offset disebut normal moveout. Kecepatan
sebagai implikasinya disebut stacking velocity.
2.1.5.3 Resolusi
Resolusi didefinisikan sebagai jarak terkecil antara dua kenampakan yang dapat
memisahkan adanya dua kenampakan tersebut. Pola refleksi dengan dua interface akan
nampak pada suatu pembagian dengan ketebalan 1/4 panjang gelombang, sedangkan jika
ketebalannya kurang dari itu maka hanya akan nampak satu interface saja. Batas ketebalan
lapisan yang dapat memberikan pantulan adalah sekitar 1/3 dari panjang gelombang.
Frekuansi gelombang seismik lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi yang digunakan
pada log sumur, sehingga kemampuan perubahan seismik jauh lebih besar, sekitar 100 kali
lipat. Semakin kecil frekuensi dan kecepatan, maka gelombang akan semakin besar.
2.2 Penjalaran Gelombang Badan Di Dalam Bumi
2.2.1 Tinjauan Umum
Energi mekanik yang dibangkitkan oleh gempa bumi, atau suatu ledakan yang besar, akan
ditransmisikan ke seluruh permukaan bagian bumi melalui penjalaran gelombang seismik, baik
gelombang-gelombang badan maupun gelombang- gelombang perumukaan. Gelombang badan
akan menjalar menembus bagian batas bumi, sedangkan gelombang permukaan akan menjalar
dipermukaan bumi. Karena karakteristik gelombnag badan yang dapat menjalar menembus
bagian dalam bumi, maka tipe gelombang ini memegang peranan yang dominan dalam proses
pendugaan dan penentuan struktur bagian dalam bumi. Kita menamakan gelombang-gelombang
badan sebagai gelombang P dan gelombang S untuk membedakan dengan gelombang permukaan.
Pada saat terjadi gempa bumi, gelombang-gelombang badan yang terbangkitkan
akan menjalar dari sumber gempa menembus bagian dalam bumi dan kemudian diterima
oleh stasiun perekam dipermukaan bumi. Ilustrasi penjalaran gelombang badan di dalam
bumi ditunjukkan pada gambar 9 Gambar ini merupakan penampang lintang bumi yang
diasumsikan beerbentuk lingkaran. Gelombang yang dibangkitkan oleh sumber gempa di
titik O akan diterima secara berurutan oleh seismograf pada stasiun perekam di permukaan
bumi yang berkedudukan di titik
A, B, C, D, dan E. Dari waktu tiba energy ditunjukkan oleh garis terputus dalam gambar 9a.
Muka gelombang yang dihasilkan berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris, Sehingga lintasan
Berkas seismiknya merupakan garis lurus. Hal ini menunjukkan media penjalarannya bersifat
homogeny isotropi, yang berarti kecepatan seismiknya adalah serba sama (uniform)
Dalam kenyataanya tidaklah demikian, dan biasanya akan dijumpai keadaan seperti
ditunjukkan pada gambar 9b. Berdasarkan indikasi lintasan berkas sinar yang berbentuk
kurva naik pada titik A, B, dan C, dapat ditafsirkan bahwa kecepatan seismik akan menjalar
semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Pada titik D dan E terjadi pembelokan arah
Berkas seismik dan penurunan kecepatan seismik. Berdasarkan fakta ini, dapat
diinterpretasikan bahwa material bumi sebagai media penjalaran gelombang-gelombang badan
tidak homogeni isotropis secara keseluruhan, akan tetapi merupakan struktur pelapisan
yang tersusun atas material dengan kecepatan seismik yang tidak sama.
Gambar 9. Suatu diagram yang menunjukkan bagaimana struktur
kecepatan bagian dalam bumi dinyatakan oleh berkas
seismik (Summer, 1970)
2.2.2 Penggunaan Notase Fase Pada Seismograf
Berbagai tipe gelombang seismik yang dibangkitkan oleh gempa bumi akan
direkam oleh seismograf. Hasil rekamannya berupa seismogram yang berupa pola garis-
garis bergelombang sebagai visualisasi gerakan tanah yang tercatat oleh jarum seismograf.
Dalam tampilan seismogram, setiap energy gelombang yang terekam oleh seismograf,
diindikasikan terjadinya lonjakan pada pola garis tersebut, hal ini disebut fase.
Pada pembacaan seismograf, fase-fase yang terekam diberi notasi tertentu untuk
memudahkan dalam melakukan identifikasi. Notasi fase ini bersesuaian dengan tope
gelombang seismik yang terekam dan karakteristik perlakuan yang dialami gelombang
tersebut selama penjalarannya di dalam bagian-bagian bumi. Beberapa ketentuan
pemberian notasi fase yang digunakan, dapat dikasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Gelombang-gelombang yang menjalar di luar bagian inti. Beberapa notasi yang
digunakan adalah
a. Notasi P dan S, mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang menjalar
dari fokus menuju ke bawah dan kemudian dipantulkan ke atas.
b. Notasi p dan s, mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang menjalar
dari fokus dan langsung ke permukaan.
2. Notasi grup yang dinyatakan dengan huruf yang sama, seperti PP, pP, SS, sS,
mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang telah mengalami pemantulan
pada bidang batas permukaan. Sedangkan notasi group yang dinyatakan dengan
huruf yang berbeda, seperti PS, SP, pS, sP, mengindikasikan bagian gelombang P
dan S yang telah mengalami mode conversion ketika melewati bidang batas.
3. Gelombang-gelombang yang menembus bagian inti bumi. Pada kategori ini
ketentuannya pada kategori (1) tetap berlaku. Sedangkan notasi-notasi baru adalah:
a. Notasi c, mengindikasikan bagian gelombang yang dipantulkan oleh bidang
batas antara mantel dan inti bumi.
b. Notasi K, mengindikasikan bagian gelombang yang menembus inti luar bumi
(tipe gelombang P)
c. Notasi I, mengindikasikan bagian gelombang yang dipantulkan oleh bidang
batas antara inti luar dan inti dalam.
d. Notasi I, mengindikasikan bagian gelombang yang menembus inti dalam (tipe
gelombang P), sedangkan untuk gelombang S yang muncul di inti dalam diindikasikan
dengan notasi J.
Pada umumnya, bagian awal seismograf dari suatu gempa menghasilkan event-
event gelombang P dengan indikasi amplitude lebih kecil dan lebih pendek dari pada
event-event yang akan muncul kemudian. Fase berikutnya adalah PP dan kemudian PPP.
Setelah gelombang P, fase berikutnya yang teramati adalah S, yaitu gelombang yang
mempunyai kurva lintasan waktu pendek. Karena kecepatan gelombang ini kira-kira
setengah gelombang P, maka untuk mencapai stasiun yang sama dibutuhkan waktu sekitar
dua kali waktu tempuh gelombang P. Urutan berikutnya adalah fase PS dan kemudian SS.
Event terahir yang teramati adalah gelombang permukaaan yang dijalarkan dengan
kecepatan relative lambat sepanjang lintasan lingkaran bumi. Gelombang- gelombang ini
mempunyai periode yang panjang dan amplitude yang besar, sehingga bersifat destruktif,
karena dapat merobohkan bangunan-bangunan dipermukaan. Bagian ini berhubungan
dengan bagian penting dari suatu seismograf (Dobrin, 1960). Fase gelombang permukaan
dinotasikan sebagai fase LQ untuk gelombang love dan fase LR, untuk gelombang Rayleigh.
contoh tampilan seismograf dari suatu gempa bumi, ditunjukkan pada gambar 10.

Gambar 10. Seismograf dari gempa bumi berskala 5,9 SR yang berada di pantai barat
sumatera pada tanggal 21 Agustus 1967. Direkam di Chartes Towers, Quesnsland
(Stasiun CTA) pada jarak 6100 km, ∆= 59.00 (Stacey, 1977)
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab 2, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Gelombang Seismik merupakan gelombang elastic sehingga penjalarannya akan dipengaruhi

oleh sifat-sifat elastik media yang dilewatinya. Parameter penjalaran yang secara
langsung berhubungan dengan karakteristik media adalah kecepatan penjalarannya.
Melalui perekaman terhadap gelombang-gelombang yang telah menembus bagian
bumi ini, dapat digali informasi tentang media yang dilewatinya.
2. Gelombang P dan S merupakan tipe gelombang seismik yang dapat menjalar menembus
bagian dalam bumi. Gelombang ini berperan penting dalam usaha untuk menelaah
struktur bagian dalam bumi. Kecepatan gelombang ini bervariasi terhadap kedalaman
yang ditembusnya. Berdasarkan analisa terhadap variasi kecepatan ini, bumi dapat
dipisahkan menjadi tiga bagian utama yaitu kerak bumi, mantel bumi, dan inti bumi.
3. Penentuan permukaan diskontunuitas dan lapisan transisi dilakukan melalui cara yang tidak
langsung. Sebagaimana kajian geofisika pada umumnya, dalam hal ini diperlukan pada
permasalahan inversi. Bukti-bukti langsung tidak didapatkan, tetapi hanya mengamati
gejala-gejala yang mungkin ditimbulkannya sehingga menimbulkan ambiguitas tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Bullen, K.E. 1963. An Introduction to the Theory of Seismology, 33d. Cambridge:


University Press Cambridge.

Gunawan. 1985. Penentuan Hyposenter dan Origin Time Gempa Lokal dengan
Metode Geiger, Thesis. UGM

Garland, G.D. 1960. Introduction to Geophysics Prospecting, 6th. Mc Graw-Hill. New


York.

Stacey, F.D. 1977. Physics Of The Earth, 2th. NewYork: John Wiley dan Sons Susilawati.
(2008). Penerapan Penjalaran Gelombang Seismik Gempa Pada Penelaahan
Struktur Bagian Dalam Bumi. Medan: Jurusan FMIPA Universitas Sumatera Utara

Wahyu Triyoso. 1991. Konsep-konsep Dasar Seismologi. Bandung: ITB Bandung

Anda mungkin juga menyukai