Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN

JIWA STUDI KASUS: SKIZOFRENIA


diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Jiwa II
Dosen Pembimbing
Rahmat S.Kep., Ners., M.Kep

Kelompok 6

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
JL. KH. Ahmad Dahlan (Banteng Dalam) No. 6 Bandung
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat yang tiada terhitung
jumlahnya. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tercurahkan ke pada Nabi
Muhammad SAW. Khususnya kepada penyusun serta selalu memberikan hidayah
dan inayahnya sehingga penyusun dapat membuat makalah ini dengan penuh rasa
syukur dan dapat mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang penyusun buat ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa II. Dalam penyusunanya pun penyusun mendapat dukungan
dari staf dosen, teman-teman, referensi buku, dan yang bersangkutan.
Adapun makalah yang penyusun buat belum sepenuhnya sempurna, sehingga
penyusun dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun sehingga dikemudian hari penyusun dapat membuat makalah
jauh lebih baik dari makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca serta
menjadi inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.

Bandung, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan Masalah...............................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................................4

A. Definisi Skizofrenia Paranoid..........................................................................4

B. Jenis-jenis Bunuh diri......................................................................................4

C. Rentang respon................................................................................................5

D. Etiologi............................................................................................................5

E. Manifestasi klinis.............................................................................................6

F. Psikodinamika..................................................................................................7

G. Mekanisme koping..........................................................................................9

H. Sumber koping.................................................................................................9

I. Penatalaksanaan medis....................................................................................10

J. Penatalaksanaan non medis............................................................................10

BAB III Kasus RBD..............................................................................................27

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN Tn. H................................28

PENGKAJIAN...................................................................................................28

ANALISA DATA..............................................................................................40

DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................41

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN........................................................42

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................47
iii

BAB V PENUTUP.................................................................................................54

Kesimpulan.........................................................................................................54

B. Saran..............................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat yang melibatkan Proses
pikir, emosi, dan tingkah laku yang ditandai dengan gangguan pikiran.Terdapat
lima tipe skizofrenia dianataranya tipe paranoid, tipe katatonik, tipeHebrefenik
(disorganized), tipe tak terinci (undifferentiated), tipe residual. Dari tipe tersebut
yang paling sering terjadi adalah skizofrenia paranoid. Sebanyak 50% penderita
skizofrenia tidak memperoleh terapi pengobatan yang sesuai. (WHO, 2011).
Skizofrenia paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi),
berbicara, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang yang
penting atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas,
seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya.

Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami
gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami
penyakit fisik. Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat
setiap tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih
tinggi dari ini.

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri
terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang
meninggal karena bunuh diri. Penyebab bunuh diri merupakan hal yang kompleks.
Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri ketika menghadapi
peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor-faktor ini termasuk
adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh diri
dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun, dan adanya perpisahan
atau perceraian.
2

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja yang tahu akan
akibatnya yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat.
(Maramis, 1998)

Di Indonesia sendiri angka kematian akibat bunuh diri makin meningkat. Ini
didukung dengan data dari WHO pada tahun 2010 yang menyebutkan angka
bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa. Tentu jika
tidak ada upaya bersama pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh dari
tahun ke tahun. WHO malah meramalkan pada 2020 angka bunuh diri di
Indonesia secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa (Kompasiana.com). Data di
WHO menyimpulkan bunuh diri telah menjadi masalah besar bagi kesehatan
masyarakat di negara maju dan menjadi masalah yang terus meningkat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah merupakan rumusan
pertanyaan yang akan diajukan dalam makalah. Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah.

1. Apa yang dimaksud skizofrenia paranoid dan risiko bunuh diri?


2. Apa jenis-jenis bunuh diri ?
3. Bagaimana Etiologi bunuh diri?
4. Apa tanda dan gejala bunuh diri?
5. Bagaimana rentang respon klien dengan bunuh diri?
6. Bagaimana pohon masalah risiko bunuh diri ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan pada risiko bunuh diri ?
8. Bagaimana Asuhan Keparawatan risiko bunuh diri ?

C. Tujuan Masalah
Tujuan pembuatan makalah adalah sesuatu yang ingin dicapai dari suatu
makalah. Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Skizofrenia Paranoid dan risiko


bunuh diri;
2. Untuk mengetahui jenis-jenis bunuh diri ;
3. Untuk mengetahui Etiologi bunuh diri;
3

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala bunuh diri;


5. Untuk mengetahui rentang respon klien dengan bunuh diri;
6. Untuk mengetahui pohon masalah risiko bunuh diri ;
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan pada risiko bunuh diri ;

Untuk mengetahui Asuhan Keparawatan risiko bunuh diri :


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Skizofrenia Paranoid


Skizofrenia paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), berbicara,
emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang yang penting atau isi
pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain
bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe
paranoid secara mencolok tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara
keterampilan kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya tidak
mengalami disorganisasi dalam berbicara atau afek datar. Mereka biasanya memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan penderita tipe skizofrenia lainnya. Sedangkan
Definisi Resiko Bunuh diri adalah

Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu,
secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh
diri meliputi isyarat-isyarat , percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka atau menyakiti diri sendiri. (Clinton , 1995)

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja yang tahu akan
akibatnya yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. (Maramis, 1998)

B. Jenis-jenis Bunuh diri


Menurut Durkheim dalam buku Mukhripah damayanti, 2012, Bunuh diri dibagi
menjadi 3 :

1. Bunuh Diri Egoistik (Faktor dalam diri seseorang )


Suatu tindakan bunuh diri yang dilakukan seseorang karena merasa
kepentingannya sendiri lebih besar dari pada kepentingan kesatuan sosialnya.
contohnya : seseorang yang tidak mampu memenuhi peran yang diharapkannya (role
expectation).
2. Bunuh Diri Altruistik (Terkait kehormatan seseorang)
Orang melakukan bunuh diri ini karena merasa dirinya sebagai beban dalam
masyarakat. contohnya: Bunuh diri yang dilakukan orang jepang Harakiri.
5

3. Bunuh diri anomik (Faktor lingkungan dan tekanan)


Bunuh diri ini berfokus pada keadaan moral dimana individu yang bersangkutan
kehilangan cita-cita tujuan dan norma hidupnya.

C. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif
Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri
destruktif tidak langsung

1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan


diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
2. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan mengalami
perilaku deksdruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri.
3. Desdruktitif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri.
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

D. Etiologi
1. Faktor predisposisi

a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
6

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)

2. Faktor presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami


oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.

E. Manifestasi klinis
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat


dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

F. Psikodinamika
Ada beberapa teori yang menjelaskan dinamika bunuh diri antara lain
psikoanalisis dan paradigma kognitif.

1. Psikoanalisa
Dalam psikoanalisa, Freud berpendapat bahwasannya tujuan dari kehidupan
adalah kematian dari sinilah kemudian muncul dorongan agresif yang
tujuannya untuk mempertahankan ego atau ke-akuan dengan cara menyalurkan
insting kematian yang sifatnya merusak ke objek luar dan mengubahnya
menjadi tindakan yang bisa diterima oleh lingkungan, hal ini dimaksudkan
untuk menyalurkan energi dari insting kematian, namun kegagalan ego untuk
menyalurkan insting kematian keluar dirinya menyebabkan agresi berbalik
kedalam dirinya sendiri dan apabila cukup kuat orang tersebut akan bunuh diri.
8

Hal ini menurut Freud merupakan fase depresi, dalam tulisannya Mourning and
Melancholia (Freud, 1917/1950. dalam Davidson, 2006) dikatakan bahwa
potensi depresi diciptakan pada awal kanak-kanak. dalam periode oral,
kebutuhan seorang anak dapat kurang dipenuhi atau dipenuhi secara berlebihan
sehingga menyebabkan seseorang terfiksasi pada tahap ini, dan tergantung
pada pemenuhan kebutuhan instingtual yang menjadi ciri tahap ini. Dengan
terbawanya kondisi tersebut dalam tahap pematangan psikoseksual, fiksasi
pada tahap oral tersebut, orang yang bersangkutan dapat memiliki
kecenderungan untuk sangat tergantung pada orang lain untuk
mempertahankan harga dirinya. Sedangkan akar permasalahan dari depresi
sendiri yaitu karena kehilangan cinta pada oedipus complex yang membuat
orang marah kepada diri sendiri karena dia kehilangan cinta dari orang tua, dari
teman bahkan dari negaranya (Alwisol, 2009).
2. Paradigma kognitif
Berbeda dengan Freud yang menganggap depresi berasal dari kehidupan masa
lalunya. Beck (1985) menganggap bahwa depresi disebabkan oleh cara berpikir
yang salah terhadap dirinya, sehingga ia cenderung menyalahkan dirinya sendiri
(Lubis, 2009) ini disebabkan adanya distorsi kognitif yang dialami terhadap diri,
dunia dan masa depannya, hal inilah yang kemudian menimbulkan model kognitif
depresi seperti yang dikemukakan oleh Beck. Model ini terdiri dari tiga konsep
khusus yaitu cognitive triad, proses informasi yang salah dan skema-skema
(Lubis, 2009). Dalam pandangan kognitif, selain adanya kesalahan cara berfikir
juga menarik untuk mentelaah cara pengambilan keputusan tindakan percobaan
bunuh diri. Pembuatan keputusan atau decision making ialah proses memilih atau
menentukan berbagai kemungkinan di antara situasi-situasi yang tidak pasti
(Suharnan, 2005). Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang
meminta seseorang harus membuat prediksi ke depan, memilih salah satu diantara
dua pilihan atau lebih, atau membuat estimasi (perkiraan) mengenai frekuensi
kejadian berdasarkan bukti-bukti yang terbatas. Namun tidak semua keputusan
diambil dengan menggunakan pertimbangan yang sistematis seperti pada teori
keputusan klasik di atas, melainkan dengan menggunakan pendekatan Heuristik.
Heuristik menurut Suharnan (2005) adalah cara menentukan sesuatu melalui
9

hokum kedekatan, kemiripan, kecenderungan atau keadaan yang diperkirakan


paling mendekati kenyataan.

G. Pohon masalah
Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)

Resiko Bunuh Diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

G. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternative.

H. Sumber koping
1. Kemampuan personal kemampuan yang diharapkan pada klien dengan
resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2. Dukungan sosial adalah dukungan untuk individu yang di dapat dri
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dengan dukungan
terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga
3. Asset material ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan dan atau finansial yang menandai asuransi, jaminan, pelayanan
kesehatan dan lain-lain.
4. Keyakinan positif merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat mempertahankan koping adaptif walaupun dalam
10

kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko
bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatasi masalahnya.

I. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien beresiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (Videbeck, 2008) obat
obat yang biasanya digunakan adalah SSRI (selective serotonine reuptake
inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral ), venlavaksin (75-225mg/hari per oral),
nefazodone (300-600 mg/hari per oral) , trazodone (200-300 mg/hari per oral) ,
dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat- obat tersebut terpilih karena
tidak beresiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan system neurotransmitter
monoamine diotak khususnya noraepenefrin dan serotonin. Kedua
neurotransmitter ini dilepas diseluruh otak dan membantu mengatur kringinanj,
kewaspadaan, perhatian, mood, proses sensori, dan nafsu makan.

J. Penatalaksanaan non medis


Psikoterapi terutama ditujukan pada pasien dengan percobaan bunuh diri
berulang. Pada pengobatan, psikoterapi terdiri atas proses eksplorasi untuk
memahami perilaku, intervensi untuk meningkatan perilaku positif dan mencegah
perilaku negatif, dan berfokus pada perilaku bunuh diri pasien. Dokter harus
mampu membantu pasien mengadopsi perilaku untuk melakukan pemecahan
masalah, mengenal cetusan emosi yang memicu dorongan bunuh diri,
meningkatkan kemampuan kognisi pasien dan membuat perencanaan untuk
mengatasi desakan bunuh diri. Psikoterapi terutama menunjukkan hasil yang baik
digunakan pada pasien dengan gangguan depresi dan kepribadian ambang yang
berkaitan dengan peningkatan risiko bunuh diri. Psikoterapi yang banyak
digunakan adalah terapi perilaku kognitif (CBT), terapi psikodinamik, dan terapi
interpersonal.
Salah satu modalitas psikoterapi adalah dialektik. Terapi perilaku dialektik
terutama pada pasien dengan gangguan kepribadian dengan risiko bunuh diri
11

kronis. Terapi ini berfokus pada perbaikan keterampilan diri pada pasien seperti
pengaturan emosi, kontrol impuls, manajemen kemarahan, dan ketegasan
antarpribadi efektif mengurangi upaya bunuh diri. Walaupun demikian, terdapat
beberapa studi yang tidak mendukung hasil studi ini
BAB III

Kasus RBD

Seorang laki-laki Tn. H 31 tahun merupakan seorang pengusaha di bawa ke


rumah sakit oleh keluarga, karena sering menangis, tidak mau bekerja dan
mengurung diri di kamar. Menurut keluarga TN. H saat kecil sering melihat
pertengkaran kedua orang tuanya, dan pernah melihat ayah Tn. H menusukan
pisau pada perut ibunya sehingga ibu Tn. H harus di rawat di RS. Perceraian
dalam keluarga juga di alami Tn. H ketika usia klien 12 tahun. Satu Minggu
sebelum masuk rumah sakit klien tidak patuh minum obat. Sejak kejadian itu
menurut keluarga klien tidak mau main dengan teman, banyak melakukan
aktivitas di rumah dan resisten belajar menurun. Namun pendidikan hingga
jengjang sarjana masih bisa di tempuh. Klien tinggal dengan kaka laki-laki dan
istri beserta anak kakanya. Dan ibu Tn.H. Saat pengkajian klien tampak sedih ,
menagis, tampak luka kebiruan di leher dan ada sayatan di pergelangan tangan.
Saat di tanya klien menjawab “saya lebih baik pergi, sepertinya keluarga akan
bahagia jika saya tidak ada”. Saya tidak berarti saya tidak berguna. Klien bicara
dengan pelan dan tidak ada kontak mata Ini merupakan ke 3 kalinya klien di rawat
di RS, klien terdiagnosa skizofrenia paranoid. Dan mendapatkan terapi obat
skizonoat, triheksapenidil, resperidon,
Klien mengatakan tidak ada yang bisa di banggakan, klien hanya seorang anak
yang tidak berguna, klien malu dengan kakaknya yang bisa sukses dan memiliki
keluarga.
28

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN Tn. H

PENGKAJIAN
RUANG RAWAT: Melati TANGGAL DIRAWAT:
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. H ( L/P ) Tanggal Pengkajian : 01-12-2020
Umur : 31 Tahun RM No : 9887652
Pendidikan terakhir: Sarjana
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Ny. S
Umur : 30 Tahun
Hubungan dengan klien: Istri Klien
II. ALASAN MASUK
SMRS: Tn. H di bawa ke rumah sakit oleh keluarga, karena sering menangis,
tidak mau bekerja dan mengurung diri di kamar. Satu Minggu sebelum masuk
rumah sakit klien tidak patuh minum obat.
KU: Klien tampak sedih, menagis, tampak luka kebiruan di leher dan ada
sayatan di pergelangan tangan.

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : ya tidak Y


(tahun: - )

2. Pengobatan sebelumnya Berhasil V kurang berhasil tidak


berhasil
29

FAKTOR FAKTOR
PRESIPITASI PREDISPOSISI
(Pelaku/ korban/
saksi) (Pelaku/ korban/ saksi)
Aniaya fisik - -
Aniaya seksual - -
Penolakan - -
Kekerasan dalam ✓ -
keluarga Saksi
Tindakan Kriminal - -

Masalah Keperawatan
-
3. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa :
Ya tidak 
Hubungan dengan klien :-
Genogram (minimal 3 generasi) Klien, orang tua, kakek/nenek:

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


a. Kehilangan
-
b. Kegagalan
-
c. Trauma selama tumbuh kembang
1. Masa bayi
2. Masa Kanak — Kanak
3. Masa Remaja
30

- Sering melihat pertengkaran kedua orang tuanya


4. Masa Dewasa Awal
5. Masa dewasa tua
6. Lansia
Penjelasan:
- Kedua orang tua Tn. H bercerai ketika usia klien 12 tahun.
Masalah keperawatan:
-
7. Riwayat Penyakit Fisik di masa lalu:
-
III. FISIK
1. Tanda Vital : TD : - N : - S : - P : -
2. Ukuran : TB : - BB : -

3. Keluhan Fisik : ya  tidak

Jelaskan : Tanda-tanda vital tidak terkaji (Kaji TTV, BB dan TB


klien)
4. Pemeriksaan Fisik
Tuliskan data fokus dan efek samping obat yang berhubungan dengan
sistem tubuh
a. Sistem integumen : Tidak terkaji (Kaji efek samping
pengobatan seperti terapi obat sikzonoat dapat mengakibatkan kulit
sensitif terhadap paparan sinar matahari).
b. Sistem kardiovaskuler : Tidak terkaji (kaji efek samping bagi
jantung.
c. Sistem respirasi : Tidak terkaji (efek samping sistem
pencernaan Paru-paru dan sistem pernapasan.
d. Sistem gastrointestinal : Tidak terkaji (efek pada saluran
pencernaan)
e. Sistem urogenital : Tidak terkaji (kaji efek samping
pengobatan seperti obat sikzonoat dapat mengakibatkan sulit BAK).
31

f. Sistem reproduksi : Tidak terkaji


1. Terganggunya fungsi hormon
2. Kerusakan saluran telur
3. Keguguran
4. Kecacatan pada janin
g. Sistem persarafan : Tidak terkaji (efek samping nafza pada
sitem persyarafan Gangguan saraf sensorik. Gangguan ini menyebabkan
rasa kebas dan penglihatan buram hingga bisa menyebabkan kebutaan.
Gangguan saraf otonom. Gangguan ini menyebabkan gerakan yang tidak
dikehendaki melalui gerak motorik. Sehingga orang yang dalam keadaan
mabuk bisa melakukan apa saja di luar kesadarannya. Gangguan saraf
motorik. Gerakan ini tanpa koordinasi dengan sistem motoriknya.
h. Sistem muskuloskeletal : Tidak terkaji (kaji efek samping dari terapi
obat seperti terapi obat siknozoat dapat mengakibatkan persendian terasa
sakit).
i. Sistem endokrin : Tidak terkaji (Kaji efek dari terapi obat
skizofernia terhadap sistem endokrin).
j. Sistem penginderaan : Tidak terkaji (kaji efek samping terapi obat seperti
obat siknozoat, Triheksiflfenidil, dapat menyebabkan pandangan mata
menjadi kabur).
Jelaskan, segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem tubuh klien termasuk
perilaku
2. Bagaimana Pola aktivititas kehidupan sehari-sehari sebelum di RS dan selam di
rawat.
No ADL Sebelum di RS Selama dirawat
1. Nutrisi (makan& - -
minum)
2. Eliminasi (BAB & - -
BAK)
3. Istirahat tidur - -

4. Aktivitas Tidak mau bekerja dan -


mengurung diri di
32

kamar
5. Personal hygene - -

Masalah keperawatan:
-
IV. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri:
a. Gambaran Diri:
Tidak terkaji
b. Identitas:
Klien merasa sebagai orang anak yang tidak berguna
c. Peran:
Klien merasa malu dengan kakaknya yang bisa sukses dan memiliki
keluarga
d. Ideal diri:
Tidak terkaji
e. Harga diri:
Klien merasa tidak ada yang bisa dibanggakan
Masalah Keperawatan
-
2. Hubungan sosial:
a. Orang yang berarti:
Tidak terkaji
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat:
Tidak terkaji
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien tidak mau bekerja dan mengurung diri di kamar
Masalah Keperawatan:
-
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan:
Tidak terkaji
b. Kegiatan ibadah:
33

Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
-
V. STATUS MENTAL
Berikan tanda Checklist √ pada kotak yang sesuai dengan jenis kondisi klien
1. Penampilan:
 Tidak rapi Penggunaan pakaian tidak
sesuai
Berpakaian tidak seperti  Sesuai
biasanya

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-
2. Cara bicara:
Cepat Gelisah Apatis
Keras Inkoheren tidak mampu memulai
pembicaraan
✓ Lambat Membisu Sesuai

Jelaskan:
Konsentrasi klien mudah beralih
Masalah keperawatan:
-
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah
Agitasi Apatis Grimasen
Tremor Kompulsif Sesuai

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-
4. Suasana hati:
✓ Sedih Ketakutan Putus asa
34

Khawatir Gembira berlebihan Sesuai

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-
5. Afek
Datar Tumpul Labil Sesuai
✓ Tidak Sesuai

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
6. Interaksi selama wawancara:
Bermusuhan Tidak kooperatif mudah tersinggung
✓ Kontak mata Defensive Curiga
kurang
Seduktif Berhati-hati Kooperatif

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
7. Persepsi
✓ Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)
Visual Gustatori Ilusi
(penglihatan) (pengecapan)
Sesuai

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
8. Proses pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan Inkoheresn
asosiasi
35

Flight of idea Blocking Perseverasi Neologisme


Irelevansi Verbigerasi Word salad Sesuai

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
9. Isi pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Defersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Waham: Sesuai
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir
Jelaskan
-
Masalah Keperawatan:
-
10. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stuppor Allert
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
waktu tempat orang

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
11. Memori
✓ Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat jangka
panjang pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi Sesuai

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi
tidak mampu berhitung sederhana mampu berkonsentrasi
36

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
13. Kemampuan penilaian
Gangguan penilaian ringan Gangguan penilaian bermakna
Tidak ada gangguan

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
14. Daya tilik diri (Insight)
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar
dirinya
Mengetahui sakit yang dideritanya

Jelaskan

Masalah Keperawatan:
-
VI. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-

2. BAB / BAK
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan:
37

Masalah Keperawatan:
-
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-
4. Berpakaian / berhias
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang, lama 1 s/d 2 jam
Tidur malam, lama 6 s/d 8 jam
Kegiatan sebelum/sesudah tidur
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan Ya Tidak

38

Perawatan pendukung Ya Tidak


Jelaskan:
Klien perlu mendapatkan perawatan pendukung dari keluarga terutama
orangtua dan saudara-saudaranya
Masalah Keperawatan:
-
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya  Tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya  Tidak
Mencuci pakaian Ya  Tidak
Pengaturan keuangan Ya  Tidak
Jelaskan:
Klien tidak mampu dalam melakukan kegiatan rumah
Masalah Keperawatan:
-

9. Kegiatan di luar rumah


Belanja Ya Tidak
Tranportasi Ya Tidak
Jelaskan:

Masalah Keperawatan:
-

VII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
 Bicara dengan orang lain Minum alcohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/ berlebihan
Teknik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Mencederai diri
Lainnya:…… Lainnya:……………
39

MasalahKeperawatan:

VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik……………..
……………………………………
Masalah berhubungan dengan lingkungan
Mengurung diri di kamar
Masalah dengan pendidikan,
Spesifik........................................................................
Masalah dengan pekerjaan
Tidak mau bekerja
Masalah dengan perumahan
Perceraian dalam keluarga juga di alami
Masalah ekonomi, spesifik……………..
……………………………………………………
Masalah dengan pelayanan kesehatan,
spesifik………………………………………………… ………..

IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa system pendukung
V
Faktor presipitasi penyakit fisik
V Koping obat-obatan
Lainnya : …………………….

X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik:
Skizofrenia paranoid
Terapi Medik:
Skizonoat, Triheksapenidil, Resperidon,
40

ANALISA DATA
N DATA Etiologi MASALAH
O
Trauma masalalu Resiko Bunuh Diri
1 Do:
- klien tampak
sedih Gangguan untuk berfikir

- klien menangis
-klien tampak
Mencederai diri
luka kebiruan
sendiri
dileher
-- klien terdapat
luka sayatan di
Isyarat bunuh diri
pergelangan
tangan

Ds:
Resiko bunuh diri
- klien merasa
tidak berguna
- klien merasa
tidak ada yang
bisa di
banggakan
- klien merasa
malu
- Saat di tanya
klien menjawab
“saya lebih baik
pergi, sepertinya
keluarga akan
bahagia jika saya
tidak ada”
41

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Bunuh Diri b.d ketidakmampuan untuk mengontrol diri
42

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama klien: Tn. H Dx Medis: Skizofrenia paranoid


No. Medrek: 9887652 Ruang: Melati

Tgl Dx. keperawatan Perencanaan


Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Resiko Bunuh Pasien mampu: Setelah pertemuan pertama Sp1 : identifikasi benda benda yang
Diri 1. Pasien tetap aman pasien mampu : dapat membahayakan pasien :
selamat 1. Mengidentifikasi benda benda 1. Amankan benda benda yang dapat
yang berbahaya membahayakan pasien
2. Mengendalikan keinginan 2. Lakukan kontrak treatment
bunuh diri 3. Ajarkan cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
Setelah pertemuan kedua pasien 4. Latih cara mengendalikan
mampu : dorongan bunuh diri
1. Menyebutkan kegiatan yang
sudah dilakukan menyebutkan SP2:
manfaat dari program 1. evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1)
pengobatan 2. Tanyakan program pengobatan
3. Jelaskan pentingnya penggunaan
Setelah pertemuan ke tiga obat pada pasien dengan halusinasi
43

Pasien mampu : 4. Jelaskan akibat tidak rutin


1. Mengindentifikasi aspek melakukan pengobatan sesuai
positif program
2. Menghargai diri sendiri 5. Jelaskan bila akibat putus obat
sebagai individu yang berharga 6. Jelaskan cara mendapatkan obat
atau berobat
Setelah pertemuan ke empat 7. Jelaskan pengobatan dengan
pasien mampu : prinsip 5B
1. Mengidentifikasi pola koping 8. Latih pasien minum obat masukan
yang konstruktif dan mampu dalam kegiatan jadwal pasien
menerapkan nya
SP3 :
Setelah pertemuan kelima 1. Identifikasi aspek positif pasien
pasien mampu : 2. Dorong pasien berfikir positif
1. Membuat rencana masa terhadap diri
depan yang realistis 3. Dorong pasien untuk menghargai
2. Melakukan kegiatan diri sebagai individu yang berharga

SP4 :
1. Identifikasi pola koping yang bisa
diterapkan pasien
2. Nilai pola koping yang biasa di
44

lakukan
3. Identifikasi pola koping yang
konstruktif
4. Anjurkan pasien menerapkan pola
koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian

Sp5 :
1. Buat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2. Identifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Beri dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

Keluarga Mampu : Setelah pertemuan pertama Sp1 :


1. Keluarga mampu keluarga mampu : 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
merawat anggota keluarga 1. Merawat pasien dan mampu keluarga dalam merawat pasien
dengan resiko bunuh diri menjelaskan pengertian, tanda 2. Jelaskan pengertian, tanda dan
dan gejala serta jenis perilaku gejala serta jenis perilaku bunuh diri
45

bunuh diri yang dialami pasien beserta proses


terjadinya
Setelah pertemuan kedua 3. Jelaskan cara cara merawat pasien
keluarga mampu dengan respon diri
1. Merawat pasien dan mampu
melakukan langsung cara SP2:
merawat pasien 1. Latih keluarga mempraktekan cara
merawat pasien dengan resiko bunuh
diri
2. Latih cara keluarga melakukan
merawat langsung ke pasien resiko
bunuh diri

SP3:
1. Bantu keluarga membuat jadwal
aktifitas dirumah termasuk minum
obat
2. Jelaskan follow-up pasien setelah
pulang
BAB IV
PEMBAHASAN

Analisis pada penelitian jurnal ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA


KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN RISIKO BUNUH DIRI di bangsal Sadewa
RSJ Grhasia Yogyakarta oleh 1.) Itsnaini Wahyu Puspita Dewi 2.) Erna Erawati.
Kesehatan mental merupakan sektor penting dalam mewujudkan kesehatan
manusia secara menyeluruh. Berbagai solusi dapat dilakukan seseorang ketika
muncul stressor, salah satunya bunuh diri. Beberapa orang menganggap bunuh
diri adalah solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Bunuh diri merupakan
tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri
kehidupannnya. Salah satu seseorang yang mempunyai resiko untuk melakukan
bunuh diri adalah pasien skizofrenia. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga
tingkatan yaitu ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh
diri. Tujuan penelitian menggambarkan pengelolaan asuhan keperawatan
skizofrenia dengan fokus studi risiko bunuh diri.
Menurut Depkes (2011) prevalensi terjadinya masalah kesehatan jiwa
meningkat secara tajam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011)
menyatakan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun orang dengan gangguan jiwa di
Indonesia telah mencapai 11,6 % dari 238 juta orang. Yang artinya sebanyak
26.180.000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan
jiwa didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau individu dapat
berkembang dalam hal fisik, mental, spiritual, dan sosial. Sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan dari diri sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham,
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya
agresivitas atau katatonik. Menurut Balitbangkes Kemenkes RI (2013) gangguan
jiwa berat dikenal juga dengan sebutan psikosis, dan salah satu contoh psikosis
yaitu skizofrenia.
48

Wood, Bellis, Mathieson dan Foster (2010) mengatakan bahwa terdapat


beberapa kelompok risiko tinggi klien bunuh diri, antara lain seseorang dengan
gangguan kepribadian, gangguan makan, depresi dan cemas, pengalaman hidup
yang penuh stress, kemiskinan, serta riwayat keluarga dengan bunuh diri. Dari
semua kelompok risiko tersebut, menurut Gomez-Duran, Martin-Fumado,
Hurtado-Ruiz (2012) yang terbesar adalah kelompok gangguan jiwa berat, dan
bunuh diri merupakan salah satu penyebab utama kematian klien skizofrenia
dengan jumlah terbesar terjadi pada usia produktif dan laki-laki.
Penelitian yang dilakukan tanggal 21 Januari 2020 menunjukkan fakta bahwa
di bangsal Sadewa RSJ Grhasia Yogyakarta terdapat klien skizofrenia dengan
masalah keperawatan risiko bunuh diri. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui bagaimana kriteria klien skizofrenia dengan risiko bunuh diri, dan
mengetahui bagaimana keefektifan intervensi identifikasi pola koping yang
dimiliki klien.
Penelitian ini dilakukan di RSJ Grhasia Yogyakarta pada tanggal 21-25
Januari 2020, dalam penelitian ini menggunakan satu responden (klien) usia 48
tahun, bersedia menjadi responden, diagnosa medis Skizofrenia, klien dengan
diagnosa keperawatan risiko bunuh diri, klien mampu diajak berkomunikasi.
Kriteria pada penelitian ini yaitu diantaranya klien dalam keadaan dapat
beraktivitas secara mandiri dan klien dapat berkomunikasi dengan baik.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan mencari data
melalui rekam medik responden. Data yang didapatkan dianalisis dengan
mengamati data yang ada pada rekam medik klien, kemudian melakukan
klarifikasi dengan melakukan wawancara dan observasi pada klien tersebut.
Klien bernama Tn. W dengan umur 48 tahun, klien berjenis kelamin laki-laki,
status perkawinan klien duda, beragama islam, dan pendidikan terakhir klien
SLTA. Klien masuk RSJ Grhasia Yogyakarta pada tanggal 9 Januari 2020 dengan
diagnosa medis F.20.0 (skizofrenia paranoid).
Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung atau faktor yang menunjang
terjadinya gangguan jiwa pada klien. Sedangkan faktor presipitasi merupakan
faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri. Kedua faktor ini
meliputi biologi, psikologi, dan sosial.
49

Faktor predisposisi dari Tn. W disebabkan karena mulai menunjukkan


gangguan jiwa kurang lebih 1 tahun yang lalu. Klien dirawat di RSJ Grhasia
Yogyakarta untuk kedua kalinya. Terakhir dirawat di RSJ Grhasia Yogyakarta
pada tahun 2019. Dalam keluarga klien, tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat gangguan jiwa. Klien merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara. Klien
sudah berkeluarga, dan klien berperan sebagai seorang ayah dari 2 anaknya, laki-
laki dan perempuan.
Selain itu, terdapat faktor presipitasi pada Tn. W yaitu klien putus obat
selama kurang lebih dua bulan dan istri klien meminta cerai pada tahun 2019.
Sehingga saat ini klien tinggal di rumah bersama ibu dan kakaknya.
Dari hasil pengkajian pada Tn. W yang berkaitan dengan persepsi bahwa
klien bicara lambat, nyambung ketika diajak bicara, akan tetapi klien sulit
mengawali pembicaraan. Klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya
meskipun terdapat bekas luka pada pergelangan tangan kanan dan kiri, bahkan
klien merasa bersyukur terhadap dirinya sendiri.
Klien kooperatif ketika dilakukan wawancara, namun kontak mata kurang,
karena klien lebih cenderung untuk memandang satu titik bukan memandang
lawan bicaranya. Penampilan dalam berapakaian klien rapi dan sesuai dengan
pakaian yang dianjurkan pihak rumah sakit. Klien dapat beraktivitas secara
mandiri tanpa bantuan meskipun secara perlahan-lahan.
Januari 2020 pukul 15.00 pada Tn. W, didapatkan analisa data
sebagai berikut: Data Subjektif (DS) klien mengatakan pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan
menggunakan tali. Klien juga mengatakan bahwa dirinya merasa tidak
bahagia karena hidupnya monoton. Data Objektif (DO) klien bicara
lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang satu
titik, bukan memandang lawan bicaranya. Maka diagnosa
50

keperawatan yang didapat berdasarkan pengkajian yang telah


dilakukan pada Tn. W yaitu Risiko Bunuh Diri (RBD).
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan berdasarkan pengkajian
yang telah dilakukan kepada Tn. W pada tanggal 21 Januari 2020,
peneliti menyusun tujuan dan rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah risiko bunuh diri adalah sebagai berikut.
Tujuannya yaitu klien dapat mengetahui pola koping yang dapat
diterapkan dan agar klien menerapkan pola koping dalam kegiatan
sehari-hari. Karena biasanya ketika klien menghadapi masalah, klien
hanya diam dan jarang bercerita kepada keluarganya, bahkan orang
lain.
Dari masalah keperawatan risiko bunuh diri yang dialami Tn. W,
peneliti membuat beberapa rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakukan yaitu identifikasi pola koping yang bisa diterapkan, nilai
pola koping yang bisa dilakukan, dan anjurkan klien menerapkan pola
koping konstruktif dalam kegiatan sehari-hari. Selain rencana tindakan
keperawatan tersebut, peneliti juga akan melakukan evaluasi tindakan
yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu strategi pelaksanaan II risiko
bunuh diri terkait identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien.
Hasil evaluasi yang didapatkan berdasarkan tindakan
keperawatan sesuai intervensi yang telah dibuat peneliti yaitu pada Tn.
W diperoleh data subjektif (DS): klien mengatakan lebih senang dan
lega dapat mengetahui pola koping yang dapat diterapkan yaitu
dengan cara apabila memiliki suatu masalah klien akan cerita kepada
ibunya. Klien mengatakan memahami topik pembicaraan tentang pola
koping yang bisa dilakukan. Klien mengatakan akan berusaha untuk
menerapkan pola koping dalam kegiatan sehari-hari. Data Objektif
(DO): klien kooperatif ketika berinteraksi, klien mampu menjawab
51

sesuai dengan pertanyaan, klien masih sulit memulai pembicaraan.


Analisa: masalah SP (strategi pelaksanaan) 3 RBD (identifikasi dan
nilai pola koping yang bisa dilakukan) teratasi. Perencanaan: lanjutkan
SP (strategi pelaksanaan) 4 RBD (rencanakan masa depan).
52

Analisis menurut kelompok berdasarkan hasil penelitian jurnal


dengan kasus yang ada
Dalam penelitian jurnal disebutkan faktor predisposisi disebabkan
mulai menunjukkan gangguan jiwa kurang lebih dari satu tahun yang
lalu. Apabila dibandingkan dengan kasus kelompok dikatakan bahwa
Tn. H pernah datang kerumah sakit sebanyak 3 kali

Selain itu faktor presipitasi pada Tn. H yaitu klien tidak patuh
meminum obat sejak satu minggu sebelum masuk RS dan Klien
memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berusia 12
Tahun, orang tua Tn. H bercerai dan ayah nya sempat menusukan
pisau kearah ibu nya. Sehingga menyebabkan klien tidak ingin
bermain dan banyak melakukan aktivitas di rumah. Klien tinggal
dengan kakak laki-laki, istri, beserta anak kakak nya dan Ibu Tn.H.

Dalam kasus Tn. H yang berkaitan dengan persepsi bahwa klien


bicara pelan. Klien kooperatif ketika dilakukan wawancara, namun
kontak mata kurang.

Dalam analisa data pada kasus Resiko Bunuh Diri didapatkan


sebagai berikut : Data subjektif ( DS ) Klien meresa tidak berguna,
Klien merasa tidak ada yang bisa dibanggakan, dan klien merasa
malu. Data Objektif ( DO ) : Klien tampak sedih, Klien menangis,
Klien Tampak luka kebiruan dileher, dan klien terdapat luka sayatan
di pergelangan tangan.

Tindakan Keperawatan yang akan dilakukan berdasarkan


pengkajian yang telah dilakukan kepada Tn. H menyusun tujuan dan
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah Resiko
Bunuh Diri adalah sebagai berikut : Tujuannya yaitu klien dapat
53

mengendalikan keinginan bunuh diri, agar klien mengetahui pola


koping yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari masalah keperawatan resiko bunuh diri yang dialami Tn. H,


perawat membuat beberapa rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu strategi pelaksanaan 1 : Mengendalikan keinginan
bunuh diri, Sp 2 : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
menyebutkan manfaat dari program pengobatan, Sp 3 :
Mengindentifikasi aspek positif, Sp 4 : Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif dan mampu menerapkan nya, Sp 5 : Membuat
rencana masa depan yang realistis, dan Melakukan Kegiatan yang
dapat dilakukan oleh Klien
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Skizofrenia paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), berbicara,
emosi dan perilaku. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok tampak
berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan kognitif dan afek
mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam
berbicara atau afek datar. Mereka biasanya memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan penderita tipe skizofrenia lainnya. Sedangkan Definisi Resiko Bunuh diri
adalah

Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu,
secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh
diri meliputi isyarat-isyarat , percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.

B. Saran

Klien diharapkan dalam mengikuti program penyembuhan yangdirencanakan


oleh dokter dan perawat mau dan mampu untuk mengikuti guna kesembuhan
klien. Keluarga nantinya mampu memberikan motivasi dansemangat kepada klien
untuk mengembalikan kepercayaan diri baik di rumah maupun di rumah sakit

54
55
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung : Refika Aditama
Yosef, I. (2009). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Adiatama
Yosef, I. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Adiatama
Mukarromah, L., & Nuqul, F. L. (2014). Dinamika psikologis pada pelaku
percobaan bunuh diri. Psikoislamika: Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam,
11(2). Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Eryuda, F., Rokhmani, C. F., & Wahyudho, R. (2019). Skizofrenia Paranoid
dengan Riwayat Putus Obat pada Pasien Laki-laki Usia 32 Tahun. Jurnal Medula,
8(2), 121-125. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Erawati Erna.Dkk.2020. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Skizofrenia
Dengan Risiko Bunuh Diri. Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No. 2 Hal 211-
216

Anda mungkin juga menyukai