Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN

JIWA STUDI KASUS: SKIZOFRENIA


diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Jiwa II
Dosen Pembimbing
Shella Febrita Puteri Utomo, S.Kep., Ners., M.Kep

Kelompok 2
Aprilia Sartika Suratman 302018064
Salsa Yustikarani 302018067
Dhoni Moch Insan Maulana 302018068
Majid Nugraha 302018069
Fikri Nurul Padhli 302018071
Chikal Senjadea 302018072
Indah Fitriyani Sahroni 302018073

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
JL. KH. Ahmad Dahlan (Banteng Dalam) No. 6 Bandung
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat yang tiada terhitung
jumlahnya. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tercurahkan ke pada Nabi
Muhammad SAW. Khususnya kepada penyusun serta selalu memberikan hidayah
dan inayahnya sehingga penyusun dapat membuat makalah ini dengan penuh rasa
syukur dan dapat mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang penyusun buat ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa II. Dalam penyusunanya pun penyusun mendapat dukungan
dari staf dosen, teman-teman, referensi buku, dan yang bersangkutan.
Adapun makalah yang penyusun buat belum sepenuhnya sempurna, sehingga
penyusun dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun sehingga dikemudian hari penyusun dapat membuat makalah
jauh lebih baik dari makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca serta
menjadi inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.

Bandung, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................5
A. Tijauan Konsep Skizofrenia..........................................................................5
1. Definisi......................................................................................................5
2. Rentang Respon Halusinasi.......................................................................6
3. Etiologi......................................................................................................8
4. Manifestasi Klinis....................................................................................10
5. Psikodinamika.........................................................................................13
6. Pohon Masalah........................................................................................14
7. Mekanisme Koping.................................................................................14
8. Sumber koping........................................................................................14
9. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis..................................................15
B. Tijauan Konsep Defisit Perawatan Diri......................................................16
1. Masalah Utama........................................................................................16
2. Proses terjadinya masalah.......................................................................19
3. Pohon Masalah........................................................................................25
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................26
PENGKAJIAN...................................................................................................28
ANALISA DATA..............................................................................................42
DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................43
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN........................................................44
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................49
BAB V PENUTUP.................................................................................................51
A. Kesimpulan.................................................................................................51
B. Saran............................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti avolition
(menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya
isi pembicaraan, afek yang datar; serta terganggunya relasi personal (Arif, 2006).
Tampak bahwa gejela-gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam
kemampuan individu berpikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek dan
mengganggu relasi sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan pasien skizofrenia
mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani
hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan
orang lain. Gejala-gejala yang ditampilkan penderita skizofrenia menyebabkan
mereka dianggap sebagai orang yang aneh dan dipandang lebih negatif
dibandingkan dengan gangguan mental lainnya. Stigma “orang gila, orang yang
berbahaya” menyebabkan penderita sulit diterima dan berinteraksi dengan orang
normal, akibatnya penderita dikucilkan, bahkan ditelantarkan sebagai psikotik
yang berkeliaran di jalan-jalan. Skizofrenia adalah salah satu gangguan yang
paling membingungkan, melemahkan dan memiliki efek mendalam pada
kehidupan pasien, keluarga dan masyakat. (D. Christenson, Jacob; D. Russell
Crane; Katherine M. Bell; Andrew R. Beer & Harvey H. Hillin, 2014).
Skizofrenia juga merupakan gangguan jiwa yang lebih banyak dialami oleh
beberapa orang dibandingkan penderita gangguan jiwa lainnya yang umumnya
menyerang pada usia produktif dan merupakan penyebab utama disabilitas
kelompok usia 15-44 tahun (Davison, 2010). Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, iperkirakan terdapat satu juta orang di Indonesia
mengalami gangguan skizofrenia (Viora, dalam Nainggolan 2013). Sementara
menurut data WHO, diperkirakan pada tahun 2013 jumlah penderita skizofrenia
meningkat hingga mencapai 450 juta jiwa di seluruh dunia (Nainggolan, 2013).

1
2

Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak
hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan
oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah sikap yang
positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan
dalam beradaptasi dengan lingkungan. Umumnya manusia memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan baik, namun ada juga individu yang mengalami
kesulitan untuk melakukan penyesuaian dengan persoalan yang dihadapi. Mereka
bahkan gagal melakukan koping yang sesuai tekanan yang dialami, atau mereka
menggunakan koping yang negatif, koping yang tidak menyelesaikan persoalan
dan tekanan tapi lebih pada menghindari atau mengingkari persoalan yang ada.
Permasalahan pada suatu individu dalam mengalami gangguan jiwa sangatlah
kompleks antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Mekanisme koping yang
tidak efektif merupakan salah satu faktor seseorang dapat mengalami gangguan
jiwa. Seseorang dapat dikatakan sehat jiwanya apabila seseorang tersebut
memenuhi kriteria sebagai berikut: sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh
kembang dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan atau keutuhan), otonomi,
persepsi realitas, environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan
lingkungan). Sejalan dengan itu fungsi serta tanggung jawab perawat psikiatri
dalam memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk dapat menciptakan suasana
yang dapat membantu proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan
terapeutik melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan yang
dapat membantu proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik
melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan secara
komprehensif yang diajukan secara berkesinambungan karena penderita isolasi
sosial dapat menjadi berat dan lebih sukar dalam penyembuhan bila tidak
mendapatkan perawatan secara intensif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah merupakan rumusan


pertanyaan yang akan diajukan dalam makalah. Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah.
1. Apa definisi skizofrenia dan defisit perawatan diri?
3

2. Bagaimana rentang respon skizofrenia dan defisit perawatan diri?


3. Apa faktor predisposisi skizofrenia dan defisit perawatan diri?
4. Apa faktor presitipasi skizofrenia dan defisit perawatan diri?
5. Apa manifestasi klinis skizofrenia dan defisit perawatan diri?
6. Bagaimana psikodinamika skizofrenia dan defisit perawatan diri?
7. Bagaimana pohon masalah skizofrenia dan defisit perawatan diri?
8. Bagaimana mekanisme koping skizofrenia dan defisit perawatan diri?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis dan non medis skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan makalah adalah sesuatu yang ingin dicapai dari suatu
makalah. Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis memiliki beberapa tujuan
penulisan makalah diantaranya:
1. Tujuan Umum
Untuk memahami/menguasai tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan klien dengan gangguan Skizofrenia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa definisi skizofrenia dan defisit perawatan diri?
b. Untuk mengetahui bagaimana rentang respon skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
c. Untuk mengetahui apa faktor predisposisi skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
d. Untuk mengetahui apa faktor presitipasi skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
e. Untuk mengetahui apa manifestasi klinis skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
f. Untuk mengetahui bagaimana psikodinamika skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
g. Untuk mengetahui bagaimana pohon masalah skizofrenia dan defisit
perawatan diri?
4

h. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme koping skizofrenia dan defisit


perawatan diri?
i. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dan non medis
skizofrenia dan defisit perawatan diri?
j. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada kasus?
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tijauan Konsep Skizofrenia

1. Definisi
Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak.
Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosi,
dan perilaku sosialnya (Neurogical disease that affects a person’s perception,
thinking, language, emotion, and social behavior) (Yosep, 2009).
Lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun
bentuk halusinasinya bervariasi, tetapi sebagian besar pasien dengan
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Halusinasi
adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang
menimbulkannya (tidak ada objeknya). Halusinasi muncul sebagai suatu proses
panjang yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Karena itu, halusinasi
dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang (Baihaqi, 2007).
Halusinasi merupakan persepsi yang salah pada semua rasa: pasien
merasakan suara atau bau meskipun sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi
(Craig, 2009). Halusinasi yaitu pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun,
sadarnya mungkin organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik (Maramis,
1980).
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang sering adalah
halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds). Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada, pasien merasa ada suara padahal tidak ada
stimulus suara (Varacolis, 2006).
Halusinasi yang paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran
tetapi dapat juga berupa halusinasi penglihatan, penciuman, dan perabaan.

5
Halusinasi pendengaran (paling sering suara, satu atau beberapa orang) dapat
pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa–peristiwa sekitar pasien.

6
6

Suara–suara yang paling sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal
dari luar kepala pasien (Elvira, 2010).
Halusinasi pendengaran yaitu perasaan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
Pada pasien dengan halusinasi pendengaran, pasien merasa ada suara, padahal
tidak ada stimulus suara (Yosep, 2009). Halusinasi auditif atau halusinasi
pendengaran merupakan halusinasi yang seolah-olah mendengar suara
manusia, hewan, barang, mesin, musik, atau suara kejadian alami yang tidak
ada wujudnya (Sunaryo, 2004).
Suara pada halusinasi dengar, suara dapat berasal dari dalam diri individu
atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara nenek yang
meninggal. Suara dapat tunggal atau multipel.Isi suara dapat memerintahkan
sesuatu pada klien atau seringnya perilaku klien sendiri.Klien merasa yakin
bahwa suara itu berasal dari tuhan, setan, sahabat, atau musuh. Kadang-kadang
suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti (Yosep,
2009).
2. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang terdapat
dalam rentang respon neurobiologi. Jika pasien yang sehat presepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra. Pasien halusinasi dapat
mempresepsikan suatu stimulus dengan panca indra walaupun stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena suatu hal mengalami kelainanan persensif yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya, yang disebut sebagai ilusi (Stuart, 2009).
Pasien mengalami jika interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus panca
indra tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai
berikut:
7

Adaptif
Maladaptif

Respon logis Distorsi Pikiran Gejala fikiran


Respon akurat Pikiran menyimpang Delusi halusinasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/ Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Tidak sesuai Sulit berespon dengan
Menarik diri pengalaman

a. Respon adaptif
1) Pikiran logis Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima oleh
akal.
2) Respon akurat Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa
secara cermat.
3) Perilaku sesuai Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang
tidak bertentangan dengan moral.
4) Hubungan sosial Hubungan seseorang dengan orang lain dalam
pergaulan ditengah – tengah masyarakat (Stuart, 2009).
b. Respon transisi
1) Distorsi fikiran Kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil
keputusan.
2) Ilusi Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulasi sensori.
3) Reaksi emosi berlebihan atau berkurang Emosi yang diekspresikan
dengan sikap yang tidak sesuai.
4) Perilaku aneh dan atau tidak sesuai Perilaku aneh yang tidak enak
dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak kenal
orang lain.
5) Menarik Diri Perilaku menghindar dari orang lain (Stuart, 2009).

c. Respon maladaptif
8

1) Gangguan pikiran atau delusi Keyakinan yang salah yang secara


kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita sosial
2) Halusinasi Persepsi yang salah terhadap ranngsangan.
3) Sulit berespon emosi Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan
untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4) Perilaku disorganisasi Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan
yang dirimbulkan.
5) solasi sosial Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart,
2009).
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya
control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stres (Yosep, 2009).
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya (Yosep, 2009).
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine (Yosep, 2009).

4) Faktor Psikolgis
9

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah


terjerumus pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan
yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dalam alam nyata menuju alam khayal (Yosep, 2009).
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
skizofrenia akan mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini (Yosep, 2009).
b. Faktor Presipitasi
Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa respons curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock
(1993) unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual dari halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi ini, menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memeperlihatkan adanya fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
10

kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tak


jarang akan mengontrol semua perilaku pasien.
4) Dimensi Sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, pasien menganggap bahwa hidup besosialisasi di alam
nyata merupakan sangat membahayakan. Pasien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
pasien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual, pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya
terganggu, karena ia saring tidur larut malam dan bangun sangat siang.
Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk (Yosep, 2009).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari halusinasi dengar (Auditory-hearing voices or
sounds) meliputi beberapa fase, yaitu:
a. Fase I: Sleep Disorder Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
Pasien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih
11

hamil, terlibat narkoba, dihiananti kekasih, masalah dikampus, drop out


dsb. Masalah terasa menekan karena terakumulasi, sedangkan support
system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus menerus, sehingga biasa menghayal. Pasien
menanggaplamunan-lamunan awal tersebut terhadap pemecahan masalah
(Keliat, 2009).
b. Fase II: Comforting Moderate level of anxiety Halusinasi secara umum ia
terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien yang emosi secara berlanjut
seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan
dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol
bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan pasien
merasa nyaman dengan halusinasinya (Keliat, 2009).
c. Fase III: Condemning Severe level of anxiety Secara umum halusinasi
sering mendatangi pasien. Pengalaman sensori pasien menjadi sering
datang dan mengalami bias. Pasien merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersepsikan pasien mulai menarik diri dari orang lain
dengan intensitas waktu yang lama (Keliat, 2009).
d. Fase IV: Controlling Severe level of anxiety Fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan. Pasien mencoba melawan suara-suara atau
sensory abnormal yang dating. Pasien dapat merasakan kesepian bila
halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic
(Keliat, 2009).
e. Fase V: Conquering Panic level of anxiety Pasien mengalami gangguan
dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya terganggu, pasien
mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila
pasien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat (Keliat, 2009).
12

Selain fase pada halusinasi, terdapat manifestasi klinik lain dalam bentuk
tahap, yaitu
a. Tahap 1: Halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala Klinis:
1) Menyeringai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat d. Bicara lambat
4) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: Halusinasi bersifat menjijikan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata (Keliat, 2009).
c. Tahap 3: Halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: Halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Keliat, 2009).
13

1. PSIKODINAMIKA
5. Psikodinamika HALUSINASI

Perubahan kimia otak Stress (internal & eksternal)


Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik otak
Peningkatan dopamine
dan serotonin Respon metabolik Koping tidak efektif Terapeutik tdk
Peningkatan perilaku berhasil
psikotik
Berfikir negatif Semakin merasa
Perilaku agresif Neurokimia
terancam
Skizofrenia halusinogenik
Menyalahkan diri Stress meningkat
Mudah tersinggung, marah sendiri

MK: harga diri


MK: Resiko Perilaku
rendah
Kekerasan

Menarik diri

HALUSINASI
Isolasi sosial

Mengeluh ada suara lain, takut, Tidak fokus pada diri


sendiri Stimulasi
menutup telinga, salah persepsi lingkungan
penglihatan
Motivasi perawatan Stimulasi internal
diri
MK: Gangguan sensori resepsi
MK: Defisit perawatan
diri
14

6. Pohon Masalah
Masalah keperawatan untuk kasus halusinasi pendengaran dapat
digambarkan dalam pohon masalah sebagai berikut:

Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan Sensori perseptual: Core Problem


Halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif


Skema 2.2. Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2009).

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping klien Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
pendengaran menurut Stuart (2007), perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan
respon neurologis maladaptive yaitu:
a. Regresi
Berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisahkan sedikit energi untuk aktifitas
hidup sehari-hari.
b. Proyeksi
Sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri
8. Sumber koping
Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti
intelegensi atau kriativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik
15

anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping karena mereka


biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaanwaktu dan
tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan Fitria, (2012).
9. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis
Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono
(2010) adalah sebagai berikut:
a. Anti Psikotik
Jenis: Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
Mekanisme kerja: Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak Sebagai
penenang, penurun aktifitas motorik, mengurangi insomnia, sangat
efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses
berfikir.
Efek samping:
1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur condong
kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit kepala,
dan kejang
2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat
badan bertambah.
3) Sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis:
b. Anti Ansietas
Jenis: Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja: Meredakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu.
Efek samping:
1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih,
depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.
2) Anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, kemerahan, dan gatal-
gatal.
c. Anti Depresan
16

Jenis: Elavil, asendin, anafranil, norpamin, sinequan, tofranil, ludiomil,


pamelor, vivactil, surmontil.
Mekanisme kerja: Mengurangi gejala depresi, penenang
Efek samping:
1) Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas,
lemas, dan insomnia
2) Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen,
diare, hepatitis, ikterus
3) Retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.
d. Anti Manik
Jenis: Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja: Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamine
Efek samping Sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara
tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.
e. Anti Parkinson
Jenis: Levodova, trihexipenidyl (THP)
Mekanisme kerja: Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan
ansietas, iritabilitas.
Efek samping: Sakit kepala, mual, muntah, dan hipotensi.

B. Tijauan Konsep Defisit Perawatan Diri

1. Masalah Utama
a. Pengertian Defisit perawatan diri
Perawatan diri merupakan salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhnnya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya (Sulastri, 2012). Menurut
Herdman (2012), Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri;
mandi; berpakaian dan berhias untuk diri sendiri aktifitas makan sendiri;
dan aktifitas eliminasi sendiri. Herdman (2012) membagi Defisit perawatan
diri menjadi 4 kegiatan; mandi, berpakaian/berhias, makan, dan toileting.
17

Menurut Sutejo, (2016) Defisit perawatan diri adalah keadaan seseorang


mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada
keinginan Pasien untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defist Perawatan
Diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada Pasien gangguan jiwa.
b. Jenis-jenis Defisit perawatan diri
Menurut Herdman (2015) jenis perawatan diri terdiri dari: Defisit
perawatan diri:
1) Mandi; Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktifitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2) Defisit perawatan diri: Berpakaian; Hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berias untuk
diri sendiri.
3) Defisit perawatan diri: Makan; Hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.
4) Defisit perawatan diri: Eliminasi; Hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan eliminasi sendiri.
c. Batasan Karakteristik Defisit perawatan diri Menurut Herdman (2015),
batasan karakteristik Pasien dengan Defisit perawatan diri adalah:
1) Defisit perawatan diri: mandi
a) ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi,
b) ketidakmampuan mengeringkan tubuh,
c) ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi,
d) ketidakmampuan menjangkau sumber air,
e) ketidakmampuan mengatur air mandi,
f) ketidakmampuan membasuh tubuh.
2) Defisit perawatan diri: Berpakaian;
a) ketidakmampuan mengancing pakaian,
b) ketidakmampuan mendapatkan pakaian,
c) ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian,
d) ketidakmampuan mengenakan sepatu,
18

e) ketidakmampuan mengenakan kaus kaki,


f) ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian,
g) ketidakmampuan melepas sepatu,
h) ketidakmampuan melepas kaus kaki
i) hambatan memilih pakaian
j) hambatan mempertahanakan penampilan yang memuaskan,
k) hambatan mengambil pakain,
l) hambatan mengenakan pakaian pada bagia tubuh bawah,
m)hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas
n) hambatan memasang sepatu,
o) hamabatan memasang kaus kaki,
p) hambatan melepaskan pakaian,
q) hamabatan melepas sepatu,
r) hamabatan melepas kaus kaki,
s) hambatan mengunakan alat bantu,
t) hambatan menggunakan resleting.
3) Defisit perawatan diri: Makanan;
a) ketidakmampuan menambil makanan dan mengambil kemulut,
b) ketidakmampuan mengunyah makanan,
c) ketidakmampuan menghabiskan makanan,
d) ketidakmampuan menempatakan makanaan ke perlengkapan
makanan,
e) ketidakamapuan menggunakan perlengkapan makanan,
f) ketidakmampuan memakan makanan dalam cara yang dapat
diterima secara sosial,
g) ketidakmampuan memakan maakan dengan cara yang aman,
h) ketidakmampuan memakanan dalam jumlah memadai,
i) ketidakmampuan memanipulasi makanan dalam mulut,
j) ketidakmampuan membuka wadah makanan,
k) ketidakmampuan mengambil gelas dan cangkir,
l) ketidakmampuan makanan untuk dimakan,
m)ketidakmampuan menelan makan,
19

n) ketidakmampua menggunakan alat bantu.


4) Defisit perawatan diri: Eliminasi;
a) ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat,
b) ketidakmampuan menyiram toilet atau kursi buang
air(commode),
c) ketidakmampuan naik ke toilet (commode),
d) ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi,
e) ketidakmampuan berdiri dari toilet,
d. Rentang Respon
RENTANG RESPONS NEUROBIOLOGIS
Adaptif Maladaptif

Berpikir logis Pikiran sesekali Waham


terdistorsi
Persepsi akurat Reaksi emosional Halunisasi
berlebihan atau tidak
bereaksi
Emosi konsisten Prilaku aneh atau Kesulitan
dengan penarikan tidak biasa pengolahan emosi
pengalaman
Prilaku sesuai Prilaku kacau
Berhubungan Isolasi sosial
sosial
2. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi
1) biologis: penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan perawatan diri dan faktor herediter.
2) psikologis: faktor perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi
dan memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Kemampuan realitas turun, pasien gangguan jiwa yang kemampuan
realitas kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
20

3) sosial: kurang dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi


kemampuan dalam perawatan diri
b. Faktor presipitasi
faktor presipitasi yang dapat menimbulkan Defisit perawatan diri adalah
penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, yang
di alami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Sedangkan menurut Potter dan Perry (di
dalam buku Sutejo 2016), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene yaitu:
1) Citra tubuh Gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersiahan diri. Perubaha fisik akibat operasi bedah,
misalnya, dapat memicu individu untuk tidak peduli terhadap
kebersihannya.
2) Status sosial ekonomi Sumber penghasilan atau sumber ekonomi
mempengaruhi jenis dan tingkat praktik keperawatan diri yang
dilakukan. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat mencukupi
perlengkapan keperawatan diri yang penting seperti, sabun, pasta gigi,
sikat gigi, sampo. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah penggunaan perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan
sosial yang diperaktikan oleh kelompok sosial pasien.
3) Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan diri sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya
pengetahuan tentang pentingnya perawatan diri dan implikasinya bagi
kesehatan dapat mempengaruhi praktik keperawatan diri.
4) Variabel kebudayaan
Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai diri mempengaruhi
perawatan diri. Orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda
mengikuti praktik keperawatan yang berbeda pula.
5) Kondisi fisik Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan memperlukan bantuan. Biasanya Pasien
21

dengan keadaan fisik yang tidak sehat lebih memilih untuk tidak
melakukan perawatan diri.
Macam-macam respon Defisit perawatan diri:
a) Pola perawatan diri seimbang: saat Pasien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang
dilakukan Pasien seimbang, Pasien masih melakukan perawatan
diri
b) Kadang perawatan diri kadang tidak: saat Pasien mendapatkan
stresor kadang-kadang Pasien tidak memperhatikan perawatan diri
nya
c) Tidak melakukan perawatan diri: Pasien mengatakan dia tidak
peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stressor
c. Mekanisme koping
Stuart (2016) mengungkapkan pada fase gangguan jiwa aktif, pasien
menggunakan beberapa mekanisme pertahanan yang tidak didasari
sebagai upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang
disebabkan oleh penyakit mereka.
1) Regresi: berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya untuk mengelola
ansietas, menyisakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehar-hari.
2) proyeksi: upaya untuk menjelaskan persepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu.
3) Menarik diri: berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan dengan pengalaman internal
4) Pengingkaran: sering digunakan oleh klien dan keluarga. Mekanisme
koping ini adalah sama dengan penolakan yang terjadi setiap kali
seorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan
ansietas.
d. Sumber koping
Stuart (2016) menjelaskan gangguan jiwa adalah penyakit menakutkan
dan sangat menjengkelkan yang membutuhkan penyesuaian oleh pasien
dan keluarga. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua
22

tentang penyakit, ketersediaan keuangan, ketersediaan waktu dan tenaga,


dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan,
memengaruhi jalan nya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi.
Proses penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi terdiri dari 4 tahap dan
dapat berlangsung mungkin selama 3 sampai 6 tahun:
1) Disonansi kognitif
Disonansi kognitif melibatkan pencapaian keberhasilan farmakologi
untuk menurunkan gejala dan menstabilkan gangguan jiwa aktif
dengan memilih kenyataan dari ketidaknyataan setelah episode
pertama.
2) Pencapaian wawasan
Permulaan wawasan terjadi dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan terhadap kenyataan yang dapat dipercaya.
3) Kognitif yang konstan
Kogniktif konstan termasuk melanjutkan hubungan interpersonal yang
normal dan kembali terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia
yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja.
4) Bergerak menuju prestasi kerja atau tujuan pendidikan
Tahap ini termasuk kemampuan untuk secara konsisten terlibat dalam
kegiatan harian yang sesuai dengan usia hidup yang merefleksikan
tujuan sebelum gangguan jiwa.
e. Tanda dan Gejala Menurut Fitria di dalam buku Mukhripah & Iskandar
2012 defisi perawatan diri memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
1) Mandi/Hygiene
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi.
2) Berpakaian/ Berhias
Pasien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Pasien juga memiliki ketidakmampuan untuk
23

mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat


tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3) Makan
Pasien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
mendapatkan makanan, mengambil makanan dan memasukkan
kedalam mulut, menggambil cangkir atau gelas, serta mencerna
makanan dengan aman.
4) Eliminasi
Pasien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan kamar kecil, duduk ata bangkit dari closet,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes 2012, tanda dan gejala Pasien dengan Defisit perawatan
diri adalah:
1) Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor,
b) Rambut dan kulit kotor
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif
b) Menarik diri
c) Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3) Sosial
a) Interaksi kurang
b) Kegiatan kurang
c) Tidak mampu berprilaku sesuai norma
24

d) Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK di sembarang tempat,


gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
Menurut Sulastri (2016) Tanda dan Gejala Defisit perawatan diri dapat
dinilai dari pertanyaan pasien tentang kebersihan diri, berdandan dan
berpakaian, makan dan minum, BAB dan BAK dan didukung dengan data
hasil observasi
1) Data subjektif Pasien mengatakan tentang:
a) Malas mandi
b) Tidak mau menyisir rambut
c) Tidak mau menggosok gigi
d) Tidak mau memotong kukuTidak mau berhias/berdandan
e) Tidak bisa/tidak mau menggunakan alat mandi/kebersihan diri
f) Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum
g) BAB dan BAK sembarangan
h) Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan
BAK
i) Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
2) data objektif
a) Badan bau, kotor, berdaki, rambut rontok, gigi rontok, kuku panjang,
tidak menggunakan alat-alat mandi, tidak mandi dengan benar.
b) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, tidak mampu
berdandan memilih, mengambil dan memakai pakaian, memakai
sendal, sepatu, tidak pandai memakai resleting, memakai barang-
barang yang perlu dalam berpakaian, melepas barang-barang yang
perlu dalam berpakaian.
c) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat
makan, tidak mampu (menyiapkan makanan, memindahkan makanan
ke alat makan, memegang alat makan, membawa makanan dari piring
ke mulut, mengunyah, menelan makanan secara aman, menyelesaikan
makanan).
25

d) BAB dan BAK tidak ada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah
BAB dan BAK, Tidak mampu (menjaga kebersihan toilet, menyiran
toilet).

3. Pohon Masalah

Gangguan pemeliharaan kesehatan

Defisit perawatan diri

Kehilangan Fungsi Tubuh, Kurangnya motifasi


26
BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus
Nn. Tina 25 tahun dibawa oleh keluarga ke igd RSj, dengan alasan klien tidak
mau minum obat, dan mudah marah jika di ingatkan. Klien juga sering tidur,
malas mandi dan bicara dengan pohon. Menurut keluarga klien sudah mengalami
gangguan jiwa sejak usia 19 tahun dan ini sudah ke 5 kali klien di rawat, di rumah
hanya klien yang mengalami gangguan jiwa.
Di ruang perawatan klien di wawancara oleh perawat, klien mengatakan
keluhannya saat ini hanya batuk. Klien tampak pakaian sesuai, tercium bau,
rambut kotor dan ada kutu. Ketika di tanya apakah Nn. Tina sudah mandi, klien
mengatakan “suster saya tidak mandi saya kan sedang batuk, buat apa mandi?
Saya tetap saja cantik ko.” Konsentrasi mudah beralih, tidak mampu melakukan
berhitung.
Klien selalu menyangkal jika dirinya mengalami gangguan jiwa. Klien ingin
segera sembuh dan bisa pulang ke rumah. klien sadar dirinya sebagai anak dan
belum menikah yang harus bekerja untuk orang tua. Klien tidak pernah merasa
malu dengan kehiduapnnya, klien tau tubuhnya gendut tapi dia sangat menyukai
seluaruh fisiknya.
Saat menceritakan masa lalu klien tampak sedih dan menangis, karena pernah di
tinggalkan oleh pacarnya saat SMA, pacar klien pergi dengan wanita lain. klien
juga menceritakan penah mengkonsumsi obat/NAPZA (Sabu, Pil, Gele) sudah
sejak lama. Ny. T mengakui bahwa dia suka minum minuman keras sampai saat
ini. Konsentrasi klien mudah beralih jika berbicara dalam waktu yang lama. Dan
sering mondar mandir. Kemampuan berhitung dan mengingatnya kurang baik.
Saat ini Ny. T tinggal bersama kedua orang tuanya dan 4 saudara, klien
merupakan anak ke 2 kaka klien laki –laki, dan 2 adik klien perempuan. Menurut
klien ayah klien merupakan orang yang tegas dan galak. Klien mengatakan orang
yang paling berarti adalah ibunya. Kien ingin biisa membahagiakan ibunya.
Saat di rumah klien aktif mengikuti kegiatan kerja bakti, bertetangga, bermain
dengan teman sebaya, tapi saat di rs klien sering merasa malas dan mengantuk.

26
27

Saat ini klien terdiagnosa skizofrenia hebefrenik berulang, dengan terapi medik
post sikzonoat, Triheksiflfenidil, dan clozapine. Klien mengatkan dulu saat di
bawa ke RSj klien di ajarkan cara menfhardik, karena sering mendengar suara-
suara yang tidak jelas. Dan saat ini suara itu kadang-kadang masih suka muncul.
Hasil observasi selama di rs, klien makan dan minum sering bearantakan dan tidak
di kembalikan lagi ke tempatnya. Sudah 2 hari klien tidak mau mandi. terkadang
klien sering mengambil makanan milik temannya. Untuk bab dan bak klien bisa
mandiri tapi tidak di bersihkan
28

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN Ny. T

PENGKAJIAN

RUANG RAWAT: Mawar TANGGAL DIRAWAT:


I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. T ( L/P ) Tanggal Pengkajian : 30-11-2020
Umur : 25 Tahun RM No : 9876543
Pendidikan terakhir: SMA
Agama : Islam
Status Marital : Belum Menikah
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Ny. A
Umur : 50 Tahun
Hubungan dengan klien: Orang tua klien
II. ALASAN MASUK
SMRS: Nn. Tina 25 tahun dibawa oleh keluarga ke igd RSj, dengan alasan
klien tidak mau minum obat, dan mudah marah jika di ingatkan. Klien juga
sering tidur, malas mandi dan bicara dengan pohon. Menurut keluarga klien
sudah mengalami gangguan jiwa sejak usia 19 tahun dan ini sudah ke 5 kali
klien di rawat, di rumah hanya klien yang mengalami gangguan jiwa.
KU: Klien mengatakan keluhannya saat ini hanya batuk

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : ya  tidak


(tahun: 2014)

2. Pengobatan sebelumnya Berhasil kurang berhasil  tidak


berhasil

FAKTOR FAKTOR
29

PRESIPITASI PREDISPOSISI
(Pelaku/ korban/ (Pelaku/ korban/ saksi)
saksi)
Aniaya fisik - -
Aniaya seksual - -
Penolakan - -
Kekerasan dalam - -
keluarga
Tindakan Kriminal - -

Masalah Keperawatan
-
3. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ya 
tidak
Hubungan dengan klien :-
Genogram (minimal tiga generasi) Klien, orang tua, nenek / kakek:
Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Ikatan
Pernikahan
: Orang Terdekat Klien
: Orang yang tinggal serumah
: Klien

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


a. Kehilangan
Klien pernah di tinggalkan oleh pacarnya saat SMA, pacar klien pergi
dengan wanita lain.
b. Kegagalan
-
c. Trauma selama tumbuh kembang
1. Masa bayi
2. Masa Kanak — Kanak
30

3. Masa Remaja
4. Masa Dewasa Awal
5. Masa dewasa tua
6. Lansia
Penjelasan:
Ketika SMA Klien pernah ditinggalkan oleh pacarnya, pacar klien pergi
dengan wanita lain.
Masalah keperawatan:
-
7. Riwayat Penyakit Fisik di masa lalu:
-
III. FISIK
1. Tanda Vital : TD : - N : - S : - P : -
2. Ukuran : TB : - BB : -

3. Keluhan Fisik : ya  tidak

Jelaskan : Tanda-tanda vital tidak terkaji (Kaji TTV, BB dan TB


klien)
4. Pemeriksaan Fisik
Tuliskan data fokus dan efek samping obat yang berhubungan dengan
sistem tubuh
a. Sistem integumen : Tidak terkaji (Kaji efek samping
pengobatan seperti terapi obat sikzonoat dapat mengakibatkan kulit
sensitif terhadap paparan sinar matahari).
b. Sistem kardiovaskuler : Tidak terkaji (kaji efek samping bagi
jantung. Kokain meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah,
mempersempit pembuluh darah yang memasok darah ke jantung,
sehingga mengurangi aliran darah ke otot jantung. Penyalahgunaan
kokain sering menyebabkan serangan jantung dan kekacauan ritme
jantung yang mematikan (aritmia)
31

Kaji juga efek samping dari terapi obat seperti obat clozapine dapat
menyebabkan jantung berdebar).
c. Sistem respirasi : Tidak terkaji (efek samping sistem
pencernaan Paru-paru dan sistem pernapasan. Menghirup kokain dengan
hidung dapat membuat hidung maupun dinding tengah yang memisahkan
lubang kanan dan kiri hidung serta rongga-rongga sinus rusak, hidung
berair berkepanjangan, kehilangan indera penciuman (anosmia), dan
mimisan. Menghirup kokain juga dapat membuat suara menjadi serak.
Sedangkan, merokok kokain dapat membuat paru-paru mengalami iritasi,
rentan infeksi, dan bahkan rusak permanen).
d. Sistem gastrointestinal : Tidak terkaji (efek pada saluran
pencernaan, Kokain mempersempit pembuluh darah ke usus, membuat
usus kekurangan oksigen sehingga menimbulkan tukak (luka) dan
akhirnya kebocoran di lambung atau usus. Akibat akhir adalah kematian
jaringan usus atau saluran cerna).
e. Sistem urogenital : Tidak terkaji (kaji efek samping
pengobatan seperti obat sikzonoat dapat mengakibatkan sulit BAK).
f. Sistem reproduksi : Tidak terkaji (efek samping nafza terhadap
sistem reproduksi. Fungsi seksual dan reproduksi.
1. Terganggunya fungsi hormon pada wanita yang awalnya disebabkan
dari kegagalan orgazme kemudian menjadi menurunnya dorongan
seorang wanita untuk melakukan hubungan seksual, selanjutnya
terdapat gangguan dari system reproduksinya seperti terhambat nya
haid hingga mencapi gangguan pada kesuburan reproduksi seorang
wanita.
2. Kerusakan saluran telur
Potensi selanjutnya ialah berdampak signifikan pada pencegahan
ovulasi dengan mengganggu regulasi hormonal yang menyebabkan
siklus haid seorang wanita tidak teratur maka seiring berjalannya
waktu akan menyebabkan kerusakan permanen pada saluran telur ke
kandungan rahim dan juga gangguan sel telur.
3. Keguguran
32

Ibu hamil yang mengkonsumsi narkoba untuk menenangkan dirinya


akan tetapi hal itu menjadikannya lengah sehingga tidak
memperhatikan asupan makanan bergizi bagi bayi, pola istirahat
tidur juga berubah maka menyebabkan perubahan yang menyebabkan
ketegangan emosi meningkat.
4. Kecacatan pada janin).
g. Sistem persarafan : Tidak terkaji (efek samping nafza pada
sitem persyarafan Gangguan saraf sensorik. Gangguan ini menyebabkan
rasa kebas dan penglihatan buram hingga bisa menyebabkan kebutaan.
Gangguan saraf otonom. Gangguan ini menyebabkan gerakan yang tidak
dikehendaki melalui gerak motorik. Sehingga orang yang dalam keadaan
mabuk bisa melakukan apa saja di luar kesadarannya. Gangguan saraf
motorik. Gerakan ini tanpa koordinasi dengan sistem motoriknya.
Contohnya seperti orang lagi ‘on’, kepalanya bisa goyang-goyang sendiri,
gerakannya baru berhenti jika pengaruh narkobanya hilang.
Gangguan saraf vegetatif. Hal ini terkait bahasa yang keluar di luar
kesadaran. Tak hanya itu, efek narkoba pada otak bisa menimbulkan rasa
takut dan kurang percaya diri jika tidak menggunakannya).
h. Sistem muskuloskeletal : Tidak terkaji (kaji efek samping dari terapi
obat seperti terapi obat siknozoat dapat mengakibatkan persendian
terasa sakit).
i. Sistem endokrin : Tidak terkaji (Kaji efek dari terapi obat
skizofernia terhadapt sistem endokrin).
j. Sistem penginderaan : Tidak terkaji (kaji efek samping terapi obat seperti
obat siknozoat, Triheksiflfenidil, dan clozapine dapat menyebabkan
pandangan mata menjadi kabur).
Jelaskan, segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem tubuh klien termasuk
perilaku
Konsentrasi klien mudah beralih bila bicara terlalu lama. Sering mondar-
mandir. Kemampuan berhitung dan mengingatnya kurang baik. Tidak bisa
menjaga kebersihan diri.
2. Bagaimana Pola aktivititas kehidupan sehari-sehari sebelum di RS dan selam di
33

rawat.
No ADL Sebelum di RS Selama dirawat
1. Nutrisi (makan& Makan makanan Klien makan dan minum
minum) seperti nasi, lauk pauk, sering bearantakan dan
sayur mayur dan buah- tidak di kembalikan lagi
buahan ke tempatnya. terkadang
klien sering mengambil
makanan milik
temannya.
2. Eliminasi (BAB BAB Normal Pergi sendiri ke kamar
& BAK) Frekuensi 1-2x/hari mandi dan tidak
BAK Sendiri ke kamar dibersihkan
mandi
3. Istirahat tidur Sering Tidur Sering mengantuk

4. Aktivitas kerja bakti, Sering merasa malas


bertetangga, bermain dan mengantuk
dengan teman sebaya
5. Personal hygene Malas Mandi Klien 2 hari tidak mau
mandi

Masalah keperawatan:
Defisit Perawatan Diri
IV. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri:
a. Gambaran Diri:
Klien tau tubuhnya gendut tapi dia sangat menyukai seluruh fisiknya.
b. Identitas:
Klien tidak pernah merasa malu dengan kehidupannya.
c. Peran:
Klien sadar dirinya sebagai anak dan belum menikah yang harus
bekerja untuk orang tua.
d. Ideal diri:
Klien ingin segera sembuh dan bisa pulang ke rumah.
34

e. Harga diri:
Klien selalu menyangkal jika dirinya mengalami gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan
-
2. Hubungan sosial:
a. Orang yang berarti:
Klien mengatakan orang yang paling berarti adalah ibunya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat:
Klien aktif mengikuti kegiatan kerja bakti, bertetangga
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Konsentrasi klien mudah beralih jika berbicara dalam waktu yang lama.
Dan sering mondar mandir. Kemampuan berhitung dan mengingatnya
kurang baik.
Masalah Keperawatan:
-
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan:
-
b. Kegiatan ibadah:
-
Masalah Keperawatan:
-
V. STATUS MENTAL
Berikan tanda Checklist √ pada kotak yang sesuai dengan jenis kondisi klien
1. Penampilan:
 Tidak rapi Penggunaan pakaian tidak
sesuai
Berpakaian tidak seperti  Sesuai
biasanya

Jelaskan:
Klien tampak pakaian sesuai, tercium bau, rambut kotor dan ada kutu.
Masalah Keperawatan:
35

-
2. Cara bicara:
Cepat Gelisah Apatis
Keras  Inkoheren tidak mampu memulai
pembicaraan
Lambat Membisu Sesuai

Jelaskan:
Konsentrasi klien mudah beralih
Masalah keperawatan:
-
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah
 Agitasi Apatis Grimasen
Tremor Kompulsif Sesuai

Jelaskan:
Konsentrasi klien mudah beralih jika berbicara dalam waktu yang lama.
Dan sering mondar mandir
Masalah Keperawatan:
-
4. Suasana hati:
 Sedih Ketakutan Putus asa
Khawatir Gembira berlebihan Sesuai

Jelaskan:
Saat menceritakan masa lalu klien tampak sedih dan menangis.
Masalah Keperawatan:
-
5. Afek
Datar Tumpul Labil  Sesuai
Tidak Sesuai

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
36

6. Interaksi selama wawancara:


Bermusuhan Tidak kooperatif  mudah tersinggung
Kontak mata Defensive Curiga
kurang
Seduktif Berhati-hati Kooperatif

Jelaskan:
Ketika di tanya apakah Nn. Tina sudah mandi, klien mengatakan “suster
saya tidak mandi saya kan sedang batuk, buat apa mandi? Saya tetap saja
cantik ko.” Konsentrasi mudah beralih, tidak mampu melakukan berhitung.
Klien selalu menyangkal jika dirinya mengalami gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan:
-
7. Persepsi
 Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)
Visual Gustatori Ilusi
(penglihatan) (pengecapan)
Sesuai

Jelaskan:
Klien mengatakan dulu saat di bawa ke RSj klien di ajarkan cara
menghardik, karena sering mendengar suara-suara yang tidak jelas. Dan
saat ini suara itu kadang-kadang masih suka muncul.
Masalah Keperawatan:
-
8. Proses pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan Inkoheresn
asosiasi
Flight of idea  Blocking Perseverasi Neologisme
Irelevansi Verbigerasi Word salad Sesuai

Jelaskan:
Konsentrasi klien sering beralih dan kurang dalam mengingat.
Masalah Keperawatan:
-
9. Isi pikir
37

Obsesi Fobia Hipokondria


Defersonalisasi Ide yang terkait  Pikiran magis
Waham: Sesuai
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir
Jelaskan
Klien sering berbicara dengan pohon
Masalah Keperawatan:
-
10. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stuppor  Allert
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
waktu tempat orang

Jelaskan:
Klien mampu menjawab pertanyaan namun konsentrasi mudah beralih.
Masalah Keperawatan:
-

11. Memori
Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat jangka
panjang pendek
 Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi Sesuai

Jelaskan:
Klien memiliki kemampuan mengingat yang kurang baik
Masalah Keperawatan:
-
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi
 tidak mampu berhitung sederhana mampu berkonsentrasi

Jelaskan:
Konsentrasi klien mudah beralih ketika berbicara terlalu lama dan kurang
dalam berhitung.
38

Masalah Keperawatan:
-
13. Kemampuan penilaian
Gangguan penilaian ringan  Gangguan penilaian bermakna
Tidak ada gangguan

Jelaskan:
Klien tidak mampu mengambil keputusan walaupun dibantu orang lain
sehingga sekalipun klien diberikan pilihan klien tidak mampu mengambil
keputusan.
Masalah Keperawatan:
-
14. Daya tilik diri (Insight)
 Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar
dirinya
Mengetahui sakit yang dideritanya

Jelaskan
Klien menyangkal apabila dirinya mengalami gangguan jiwa
Masalah Keperawatan:
-
VI. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Bantuan minimal  Bantuan total
Jelaskan:
Klien mampu makan sendiri tapi klien makan dengan bernatakan dan tidak
menaruh kembali ke tempatnya
Masalah Keperawatan:
-

2. BAB / BAK
Bantuan minimal  Bantuan total

Jelaskan:
39

Klien mampu ke kamar mandi sendiri tapi klien tidak membersihkannya.


Masalah Keperawatan:
-
3. Mandi
Bantuan minimal  Bantuan total

Jelaskan:
Klien tidak mau mandi dan tidak mampu merawat tubuhnya
Masalah Keperawatan:
-
4. Berpakaian / berhias
 Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan:
Klien tidak mampu dalam berhias atau berdandan
Masalah Keperawatan:
-
5. Istirahat dan tidur
 Tidur siang, lama 1 s/d 2 jam
 Tidur malam, lama 6 s/d 8 jam
Kegiatan sebelum/sesudah tidur
Jelaskan:
Klien sering tidur
Masalah Keperawatan:
-
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal  Bantuan total
Jelaskan:
Klien harus diingatkan dalam mengkonsumsi obat
Masalah Keperawatan:
-
7. Pemeliharaan kesehatan
40

Perawatan lanjutan Ya Tidak


Perawatan pendukung  Ya Tidak
Jelaskan:
Klien perlu mendapatkan perawatan pendukung dari keluarga terutama
orangtua dan saudara-saudaranya
Masalah Keperawatan:
-
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya  Tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya  Tidak
Mencuci pakaian Ya  Tidak
Pengaturan keuangan Ya  Tidak
Jelaskan:
Klien tidak mampu dalam melakukan kegiatan rumah
Masalah Keperawatan:
-

9. Kegiatan di luar rumah


Belanja Ya  Tidak
Tranportasi Ya  Tidak
Jelaskan:
Klien selalu pergi tidak sendiri, selalu ditemani keluarganya
Masalah Keperawatan:
-

VII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
 Bicara dengan orang lain  Minum alcohol
Mampu menyelesaikan masalah  Reaksi lambat/ berlebihan
Teknik relaksasi Bekerja berlebihan
 Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Mencederai diri
41

Lainnya:…… Lainnya:……………
MasalahKeperawatan:

VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik……………..
……………………………………
Masalah berhubungan dengan lingkungan,
spesifik…………………………
 Masalah dengan pendidikan,
spesifik Klien menyangkal dirinya mengidap gangguan jiwa
Masalah dengan pekerjaan,
spesifik.....................................................................................................
Masalah dengan perumahan,
spesifik……………………………………………………
Masalah ekonomi, spesifik……………..
……………………………………………………
Masalah dengan pelayanan kesehatan,
spesifik………………………………………………… ………..

IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa system pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik
Koping  obat-obatan
Lainnya : …………………….

X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik:
Skizofrenia hebefrenik berulang
Terapi Medik:
Sikzonoat, Triheksiflfenidil, dan Clozapine
42

ANALISA DATA

N DATA Etiologi MASALAH


O
Skizofrenia Defisit perawatan diri
1 Do:
- klien tampak Halusinasi
pakaian sesuai
-Klien tampak
Tidak fokus pada diri
tercium bau, sendiri
rambut kotor dan
ada kutu
Motivasi perawatan diri
-Klien tidak mandi

Defisit perawatan diri


Ds:
- klien mengatakan
“suster saya tidak
mandi saya kan
sedang batuk, buat
apa mandi? Saya
tetap saja cantik
ko.”

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit Perawat Diri b.d ketidakmampuan dalam melakukan personal hygiene


43

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama klien: Ny. T Dx Medis: Skizofrenia hebefrenik berulang


No. Medrek: 9876543 Ruang: Mawar

Tgl Dx. keperawatan Perencanaan


Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Defisit perawatan Pasien mampu: Setelah 3 pertemuan SP1
diri -Melakukan kebersihan pasien mampu menjelaskan 1. Identifikasi:
diri secara mandiri pentingnya: - kebersihan diri
- melakukan berhias/ -kebersihan diri - berdandan
berdandan -berdandan/berhias - Makan
secara baik -Makan - BAB/BAK
-makan dengan baik -BAB/BAK 2. Jelaskan pentingnya kebersihan
-melakukan BAB/ BAK -dan mampu melakukan cara diri
secara mandiri merawat diri 3.jelaskan alat dan cara kebersihan
diri
4.masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP2

1.Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)


44

2.Jelaskan pentingnya berdandan


3. Latih cara berdandan
- berpakaian
- menyisir rambut
- berhias
4.Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1
& 2)
2.jelaskan cara dan alat makan yang
benar
- jelaskan cara mempersiapkan
makanan
- jelaskan cara merapihkan
peralatan makan setelah makan
- praktek makan sesuai dengan
tahapan makan yang baik
- Latih kegiatan makan

3.Masukan dalam jadwal kegiatan


pasien
45

SP 4
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2
& 3)
2. Latih cara BAB/BAK yang baik:
- jelaskan tempat BAB/ BAK yang
sesuai
- jelaskan cara membersihkan diri
setelah BAB/BAK
Keluarga mampu: Setelah … pertemuan, SP1
Merawat anggota keluarga mampu: 1.Identifikasi masalah yang
keluarga yang mengalami -Meneruskan melatih pasien dirasakan keluarga dalam merawat
masalah kurang perawatan - mendukung agar kemampuan pasien dengan masalah:
diri pasien dalam perawatan dirinya - kebersihan diri
meningkat - berdandan
- makan
- BAB/ BAK
2. Jelaskan deficit perawatan diri
3. Jelaskan tentang cara merawat:
- kebersihan diri
- berdandan
- makan
- BAB/ BAK
46

4.Bermain peran/ cara merawat


5. RTL keluarga/ jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP2
1.Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2. Latih keluarga langsung ke pasien
cara berdandan dan kebersihan diri
3. Menyusun RTL keluarga/ jadwal
keluarga untuk merawat pasien SP3
1. Evaluasi kemampuan keluarga
(SP1 & 2)
2. Evaluasi keluarga merawat
langsung ke pasien cara makan
3. Menyusun RTL keluarga/ jadwal
keluarga untuk merawat pasien
4. RTL keluarga: Follow Up dan
rujukan
SP4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
(SP1, 2, & 3)
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL keluarga: Follow Up dan
47

rujukan
BAB IV
PEMBAHASAN

Menurut analisis kelompok pada penelitian jurnal PENGARUH


PELAKSANAAN JADWAL HARIAN PERAWATAN DIRI TERHADAP
TINGKAT KEMANDIRIAN MERAWAT DIRI PADA PASIEN
SKIZOFRENIA DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI PROVINSI JAWA
TENGAH oleh Retno Yuli Hastuti1), Basuki Rohmat2). Berdasarkan hasil dari
studi yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data bahwa di RSJD Dr. RM.
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah terdapat enam ruangan rawat inap jiwa yaitu
ruang Edelweis untuk perawatan Intensif Psikiatri, empat ruang maintenance jiwa
yaitu ruang Dewandaru, Flamboyan, Geranium, dan Helikonia, serta ruang Ivy
atau ruang psikogeriatri. Pasien jiwa dengan skizofrenia yang masuk RSJD Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu I tahun (Januari 2016
– Desember 2016) yang rawat jalan sebanyak 13.643, sedangkan yang masuk
rawat inap di tahun 2016 berjumlah 1.077 orang yang terdiri dari skizofrenia
paranoid 848 orang, skizofrenia residual 176 orang, skizofrenia yang tak terinci
53 orang (Rekam Medis RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
terdapat 309 pasien yang dirawat dan 247 orang (80%) adalah pasien skizofrenia.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan perawat di ruang rawat inap, dari
pasien skizofrenia yang dirawat, 62 pasien atau 25,3% mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri, 68 pasien atau 27,53% membutuhkan pengawasan
atau penyuluhan, 86 pasien atau 34,81% membutuhkan pertolongan orang lain
dan peralatan, 31 pasien atau 12,55% ketergantungan atau tidak berpartisipasi
dalam aktivitas perawatan diri. Pasien yang kurang kemandiriannya dilihat dari
pasien yang masih perlu pengawasan, pengarahan dan bantuan dalam merawat
diri. Dari pengkajian masih ditemukan tanda defisit perawatan diri. Defisit
perawatan diri tampak dari ketidak mampuan merawat kebersihan diri, makan,
berhias diri, dan eliminasi secara mandiri. Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa banyak pasien skizofrenia yang mengalami penurunan kemandirian dalam
perawatan diri. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan pasien terhadap asuhan

49
keperawatan defisit perawatan diri yang didalamnya terdapat jadwal harian
perawatan diri.

50
50

Di dalam kasus askep kelompok mengenai defisit perawatan diri bahwa pasien
tercium bau, rambut kotor dan ada kutu, klien makan dan minum sering
bearantakan dan tidak di kembalikan lagi ke tempatnya. Sudah 2 hari klien tidak
mau mandi. terkadang klien sering mengambil makanan milik temannya. Untuk
bab dan bak klien bisa mandiri tapi tidak di bersihkan. Di dalam asuhan
keperawatan defisit perawatan diri ini bahwa yang perlu di tekan kan kepada
pasien tanpa harus memaksanya adalah dengan metodo intervensi penjadwalan
yaitu memasukan sp 3 dan 4 pada jadwal harian pasien. Karena metode ini sangat
efektif untuk merubah kebiasaan pasien yang sudah di lakukan penelitian nya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia sebelum
pelaksanaan jadwal perawatan diri, tingkat kemandirian perawatan dirinya masih
kurang. Nilai terbanyak adalah 17 dalam kategori tergantung sebanyak 20%, nilai
terendah 7 yaitu masuk kategori bantuan sebanyak 5%, dan nilai tertinggi 24
masuk kategori tergantung sebanyak 10%. Nilai rerata sebelum pelaksanaan
jadwal adalah 15,55%. Keadaan ini menunjukkan masih banyak pasien yang
membutuhkan dorongan dan bantuan baik berupa pengawasan atau bimbingan
dari petugas untuk melakukan perawatan diri.
Di dalam konsep teori yaitu faktor predisposisi pada pasien defisit perawatan diri
kurang adalah psikologis: faktor perkembangan dimana keluarga terlalu
melindungi dan memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Kemampuan realitas turun, pasien gangguan jiwa yang kemampuan realitas
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri hendaknya di berikan
perhatian yang lebih dalam perawatan diri sehinngga peningkatankebersihan klien
dapat lebih meningkat lebih baik. Klien yang seringmenyendiri merupakan resiko
menjadi isolasi sosial maka komunikasiterapeutik yang di gunakan sebagai
landasan untuk membina saling percayasehingga dapat mengggali semua
permasalahan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri harus
selaludi libatkan dalam kegiatan dan di temani setiap tindakan yang lebih.
Identifikasi diri mengenai penyebab awal terjadinya gangguan tersebut
menjadifocus perhatian pemberian pelayanan kesehatan. Klien dengan gangguan
jiwayaitu defisit perawatan diri membutuhkan dukungan dari keluarganya
sehinggadapat mempercepat proses penyembuhan klien

B. Saran

Klien diharapkan dalam mengikuti program penyembuhan yangdirencanakan


oleh dokter dan perawat mau dan mampu untuk mengikuti guna kesembuhan
klien. Keluarga nantinya mampu memberikan motivasi dansemangat kepada klien
untuk mengembalikan kepercayaan diri baik di rumah maupun di rumah sakit

51
DAFTAR PUSTAKA

Carpetino, & Linda, J., (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Direja, & Ade, H. S., (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta:
Nuha Medika.
Deden, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Gosyen Publishing.
Keliat, B. A., (2001). Proses Keperawatan Jiwa, edisi 2. Jakarta: EGC.
Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesi Jiwa.
Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis:
Mosby.
Suliswati, Tjie, A. P., Jeremia, M., Yenny, S., & Sumijatun. (2005). Konsep
Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Stuard & Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 5. Jakarta; EGC.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.
Hastuti, R. Y., & Rohmat, B. (2018). Pengaruh Pelaksanaan Jadwal Harian
Perawatan Diri Terhadap Tingkat Kemandirian Merawat Diri Pada Pasien
Skizofrenia Di Rsjd Dr. Rm Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Gaster, 16(2),
177-190.

Anda mungkin juga menyukai